بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
Upaya Mengunduh Hikmah Rahasia Illahi
Memahami perihal pergerakan Sulthan Fattah’ 81 tidaklah semudah yang penulis bayangkan, karena ada kendala bahasa dan keterbatasan ilmu penulis. Kendala bahasa disebabkan ternyata untuk memahami thoriqoh tidaklah cukup dengan bahasa verbalistik seperti biasa ditulis kebanyakan orang, tidaklah pula cukup dengan analitikal logical karena thoriqoh itu bahasa “Ruh”, Bahasa “Qolbu”, bahasa “ngilmu”, bahasa “laku”, bahasa “Diam” dan bahasa “membisu”. Karena itu, tanpa bimbingan seorang mursyid, mustahil si penempuh dapat memahaminya dengan baik.
Dalam sebuah wejangan Kyai Musryid Syekh Sholahuddin ngendikan:
“Iki kabeh digelar minangkani murid jamaah kuwi belajar ben “ melek “, “ titis “ faham kahanane jamaah thoriqoh lan bongsomu”.
(Terjemahannya kurang lebih, “Ini semua baik SA’ 78, maupun SF ’81 digelar agar semua murid thoriqoh dan jamaah semua belajar agar mampu melihat dengan cermat serta cerdas (smart) akan kondisi kejamaahan dan bangsanya)
Dengan niat belajarlah penulis ingin memahami lebih baik dan memang dalam kondisi belajarlah paling menguntungkan buat kita karena apabila salah dapat pahala satu, sedangkan apabila benar kita mendapat dua pahala.
Mbah Kyai Ghoffur ngendikan: “murid-murid thoriqoh iku sing temen-temen nyekeli teguh amalane kuwi minongkoni titik-titik sel anggouto Mursyid, kadang menowo murid kuwi “ polah “ keroso ning asthane mursyid mulo mursyid pirso lan kontrol anggonmu polah tingkah,”
Terjamahan, “Murid-murid thoriqoh yang teguh istiqomah mengamalkan amalan thoriqoh itu seperti sel-sel anggota tubuh Mursyid itu sendiri, apabila si murid ‘bertingkah’ itu terasa di anggota tangan Mursyid. Dari situ Mursyid tahu dan control terhadap murid-muridnya.”
Memahami simbol Sultan Fattah ‘81
Pemahaman perihal Sultahn Fattah, memang sebaiknya ada kajian kesejarahan khusus (akan penulis kupas dalam sesi yang berbeda).
Dalam kesejarahan Sultahn Fattah mengawali lebih dari 200 tahun sebelum Sulthan agung bertahta, jika kita fokus pada sebutan Sultan Fattah, maka Fattah sendiri dapat diartikan sebagai pembuka. Dan memang dalam kesejarahan Sultan Fattah-lah yang mampu mengawali terbentuknya kerajaan Islam pertama kali di Jawa. Tentunya konteksnya simbol ini menjadi Sang Pembuka Hati (Al Qolb), apabila hati ini telah terbuka maka organ-organ tubuh kita yang lain seperti tangan dan kaki kita pun akan ringan melakukan aktivitas dengan kesadaran nilai yang tinggi akan nilai manfaat bagi diri dan orang di sekitar kita.
Dalam memaknai akan simbol angka 81, penulis menemukan simbolisasi yang paling elegan dari angka ini, yakni, ketika kita membuka telapak tangan kanan maka lihatlah simbol yang diberikan Allah untuk manusia yakni terukir simbol angka 81 (dalam tulisan angka Arab) dan apabila tangan kiri kita buka maka terukir simbol 18 (dalam angka arab), jadi jelaslah sudah angka ’81 dapatlah dihikmahi sebagai angka 99, refleksi dari asma-asma Allah. Pergerakan yang dimulai dari keterbukaan hati agar dapat memperoleh cahaya Allah. Yang terefleksi dalam pergerakan yang penuh dengan pencerahan dan pengagungan akan Asma-asma Allah. Tentunya keterbukaan hati seorang penempuh thoriqoh menjadi wewenang mutlak Allah, sekaligus menjadi rahasia sang penempuh dengan Allah, melalui bimbingan Mursyid.
Pergerakan Sultan Fattah 81 memang menjadi ‘Nucleous” atau “inti sel” itu sendiri dan sekaligus pergerakan ini sebenarnya menjadi ‘inner power’ dari seluruh pergerakan.
Simbolisasi SF ’81 sebagai tangan kanan dan simbolisasi SA’ 78 sebagai tangan kiri Mursyid menemukan maknanya yang paling apik menjadi keanggotaan tubuh yang selaras dan harmonis.
Untuk itulah sekarang menjadi tugas dari murid-murid penempuh thoriqoh sendiri untuk membuktikan pada dirinya sendiri apakah “Nukleous” kita siap untuk menerima rahmat yang dikucurlah oleh Allah melalui tangan kanan ataupun tangan kiri dari Mursyid ???
Tentunya harapan dan do’a telah panjang dipanjatkan, ijabah telah digelar seluas-luasnya bila sel-sel kita bergeming menyambut sel-sel itu menjadi jarangan yang terberkahi dari air avogadronya Samudra, sel-sel itu menjadi jaringan kejamaahan yang dinanti para leluhur, penuh dengan gulo wentah, welas asih para penyemainya, penuh dengan keteguhan prinsip akan nilai-nilaii luhur yang diambil dari mata air yang paling murini ditengahnya cahaya-cahaya dan dilapisi cahaya Nur ‘Ala Nur
‘Azizzun ‘Alaihimaa ‘Anitthum , Kharissun ‘Alaikum ,bil mu’miniina Rouffur Rokhiim
Yaa Khafiidz…. Yaa Khafidzz… Yaa Khafidz Ikhfadznaa… Yaa ALLAH.
Dalam sebuah kitab Ta’lim Muta’lim disebutkan bahwa “Afdloolul ‘Ilmu, ‘Ilmul Khaall, wa afdhlolul ‘amal Khifdhul Khaal.” – Sebaik-baiknya ilmu adalah ilmu tingkah laku atau akhlak dan sebaik-baiknya amal itu adalah menjaga tingkah laku atau akhlak. Sesungguhnya itulah yang disebut thoriqoh yakni ilmu tentang tingkah laku dan akhlak manusia terhadap sang Khaliq dan sesame makhluk lainnya. Dalam hal ini jelas bahwa pergerakan organ ataupun organisasi yang baik dilandasi dengan ilmu yang baik serta akhlak yang paripurna, proses pergerakan sebuah organ ataupun organisasi yang optimal apabila membawa kemaslahatan yang luas bagi sesama makhluk yakni, “Rochmata lil ‘Alamiien.” –
Adagium ini merupakan satu kesatuan yakni:
Unity yakni kesatuan prinsip dalam visi dan misi,
Humanity yakni kesadaran akan nilai kemanusiaan yang berkebudayaan dan berperadaban,berakhlakul karimah.
Solidarity yakni kebersamaan dan mampu berbagi untuk sesama serta partisipasi aktif dari semua lingkup jamaah untuk kemaslahatan diri keluarga ,jamaah dan kemaslahatan ummat dan bangsa
Demikianlah beberapa makna dan pemahaman yang penulis coba untuk diketengahkan dalam upaya belajar untuk mencari hikmah yang baik bagi jamaah thoriqoh syazilliah, khususnya para anggota serta simpatisan pergerakan Sultan Agung ’78 dan Sultan Fattah ’81, tentunya tak jauh dari kelemahan
Tulisan ini dalam rangka pertamakali ta’dzim pada Mursyid Hadzdrotuss Syekh Sholahuddin, kemudian sebagai apresiasi yang tinggi kepada para pengurus, Yang Mandegani SA “78, dan SF “81 Ketua Harian Gus Faris, Panglima Bapak Kyai Anshori, Kyai Lukman Hakim , para Baladewa Sedulur semuanya yang berada di SA78 maupun SF81.
Memang harus ada ruang berbeda dan berpendapat serta kritik agar dicapai makna yang lebih baik lagi, setidaknya ini upaya untuk mensosialisasi kesadaran kita semua sebagai penempuh thoriqoh ataupun anggota dan simpatisan pergerakan Sultan Agung ’78 dan Sultan Fatta ’81. Penulis berharap , semoga tulisan ini bisa bermanfaat, Aminn.
Penulis,
Aswil II, Jabodetabek.
Al-Faqiir
Muhammah Zuhri Prayitno
Jakarta, 30 November 2012.
Silahkan Bagikan Artikel ini
Mohon Maaf, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih. Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar (Cara Download) dibawah postingan. apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.
Related Posts :