بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
BAB 6 :
Pemeriksaan Diri dan Dzikir Kepada Allah
Ketahuilah wahai
saudaraku, bahwa di dalam al-Qur'an Tuhan telah
berfirman, "Akan Kami pasang
satu timbangan yang adil di Hari Perhitungan
dan tak akan ada jiwa
yang dianiaya dalam segala hal. Siapa pun yang telah
menempa satu butir
kebaikan atau maksiat, kelak pada hari itu akan melihatnya."
Di dalam al-Qur'an juga tertulis, "Setiap
jiwa akan melihat apa yang diperbuat sebelumnya pada Hari Perhitungan."
Khalifah Umar pernah berkata, "Tuntutlah
pertanggungjawaban dari dirimu sebelum dituntut
pertanggungjawabanmu."
Dan Tuhan berfirman, "Wahai
kaum mukminin, bersabar dan berjuanglah melawan nafsu-nafsumu dan kemudian
beristiqamahlah." Semua wali paham bahwa mereka datang ke dunia ini
untuk menyelenggarakan suatu lalu-lintas ruhaniah. Perolehan ataupun kerugian
yang menjadi akibatnya adalah surga atau neraka. Oleh karena itu, mereka selalu
menatap dengan pandangan waspada kepada badan mereka yang berkhianat, bisa
menyebabkan mereka menderita kerugian besar. Oleh karena itu, hanya orang-orang
bijaksana sajalah yang setelah shalat subuhnya menghabiskan satu jam penuh
untuk mengadakan perhitungan ruhaniah dan berkata kepada jiwanya, "Wahai
jiwaku, engkau hanya mempunyai satu hidup. Tidak satu pun saat yang telah lewat
bisa dikembalikan, karena dalam perbendaharaan Allah jumlah nafas bagianmu
sudah tertentu dan tidak bisa ditambah. Ketika kehidupan telah berakhir, tidak
ada lagi lalu-lintas ruhaniah yang mungkin kau peroleh. Karena itu, apa yang
bisa kau kerjakan, kerjakanlah sekarang. Perlakuan hari ini sedemikian rupa
seakan-akan hidupmu telah kau habiskan sama sekali dan bahwa hari ini adalah
hari tambahan yang dianugerahkan kepadamu oleh rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa.
Kekeliruan apa lagi yang lebih besar daripada menyia-nyiakannya?"
Pada Hari Kebangkitan seseorang akan
mendapati seluruh jam-jam hidupnya terjajar seperti satu deret lemari
perbendaharaan.
Pintu salah satu lemari itu akan
terbuka dan akan tampak penuh dengan cahaya. Hal itu mencerminkan saat yang
dihabiskan untuk melakukan kebaikan. Hatinya akan dipenuhi dengan kegembiraan
sedemikian besar sehingga sebagian daripadanya saja sudah akan membuat penghuni
neraka melupakan api itu. Pintu lemari yang kedua akan terbuka; di dalamnya
gelap pekat dan dari dalamnya terpancar bau tidak enak, yang menyebabkan setiap
orang menutup hidungnya. Itu mencerminkan saat-saat yang dihabiskan untuk
berbuat maksiat. Ia akan
merasakan takut yang sedemikian besar
sehingga sebagian daripadanya saja
sudah akan segera membuat penghuni surga
gelisah dan memohon rahmat. Pintu lemari yang ketiga pun terbuka; di dalamnya
tampak kosong, tak ada cahaya tidak pula gelap. Ini mencerminkan saat-saat yang
tidak dipakai untuk melakukan kebaikan maupun maksiat. Waktu itu ia akan merasa
sangat menyesal dan bingung laksana seorang yang memiliki harta banyak, tapi
menyia-nyiakannya atau membiarkannya lepas begitu saja dari genggamannya. Jadi,
seluruh rangkaian saat-saat hidupnya akan dipertunjukkan satu demi satu di
depan matanya. Lantaran itu, seseorang mesti berkata kepada jiwanya setiap
pagi: "Allah telah memberimu khazanah dua puluh empat jam. Berhati-hatilah
agar engkau tidak kehilangan satu pun di antaranya, karena engkau tidak akan
mampu menahan penyesalan yang akan mengikuti kerugian seperti itu." Para
wali telah berkata, "Sekalipun, misalnya, Allah akan mengampuni anda
yang menyia-nyiakan
kehidupan, anda tidak akan bisa mencapai tingkatan orang-orang saleh dan mesti
akan menyesali kerugian anda. Oleh karena itu, awasilah dengan ketat lidah
anda, mata anda dan segenap anggota tubuh anda, karena masing-masing
daripadanya mungkin menjadi pintu gerbang menuju neraka. Ucapkanlah pada badan
anda, 'Jika engkau memberontak, sesungguhnya aku akan menghukummu' karena
meskipun badan itu keras kepala, ia mampu menerima perintah dan bisa dijinakkan
dengan keprihatinan." Itulah tujuan pemeriksaan diri, dan Nabi saw. telah
berkata,
"Kebahagiaan itu
bagi orang yang sekarang mengerjakan amal-amal yang akan memberikan keuntungan
baginya setelah mati."
Sekarang sampailah kita pada
dzikrullah yang berarti ingatnya seseorang bahwa Allah mengamati seluruh
tindakan dan pikirannya.
Orang-orang hanya melihat penampilan luar,
sementara Allah melihat keduanya; yang di luar
maupun yang di dalam diri manusia.
Orang yang benar-benar mempercayai hal ini akan mampu mendisiplinkan wujud-luar
maupun wujud-dalamnya. Jika ia menyangkal hal ini, maka ia adalah seorang
kafir; dan jika sementara mempercayainya dia bertindak bertentangan dengan
kepercayaannya itu, maka dia telah melakukan kesalahan berupa bersikap angkuh
yang paling parah.
Suatu hari seorang Habsy datang kepada
Rasulullah dan berkata, "Wahai Rasulullah, saya telah melakukan
banyak dosa. Mungkinkah tobat saya bisa diterima?" Nabi menjawab,
"Ya." Kemudian sang Habsy berkata, "Wahai Rasulullah, setiap
saya melakukan dosa, adakah Tuhan benar-benar
melihatnya?"
"Ya,"
jawab beliau. Sang Habsy pun melontarkan pekikan dan kemudian jatuh tak sadar.
Sebelum seseorang benar-benar yakin akan kenyataan bahwa ia selalu berada di
dalam pengamatan Allah, tidak mungkin ia bertindak di jalan yang benar.
Seorang Syaikh suatu kali mempunyai
seorang murid yang ia sayangi lebih dari yang lain,sehingga membangkitkan rasa
iri mereka.
Suatu hari sang Syaikh memberi
masing-masing muridnya seekor unggas dan memerintahkan mereka untuk pergi dan
membunuhnya di suatu tempat yang tak ada yang bisa melihat. Sesuai dengan itu,
setiap muridnya membunuh unggasnya di tempat yang tersembunyi dan membawanya
kembali, kecuali murid Syaikh yang paling disayanginya itu. Ia membawa kembali
unggas itu dalam keadaan hidup seraya berkata, "Saya tak bisa menemukan
tempat seperti itu, karena Allah selalu melihatku di mana-mana." Sang
Syaikh pun berkata kepada muridnya yang lain, "Sekarang kamu tahu tingkatan anak muda ini. Ia telah mencapai
tingkat selalu mengingati Allah."
Ketika Zulaikha menggoda Yusuf, ia
menutupkan kain ke atas wajah berhala yang biasa disembahnya. Yusuf berkata
kepadanya, "Wahai Zulaikha, engaku malu di hadapan seonggokan batu,
maka tidakkah aku mesti malu di hadapan Dia yang menciptakan tujuh langit dan
bumi."
Satu kali seseorang datang kepada Wali Junaid
dan berkata, "Saya tidak bisa menahan pandangan mata saya dari melihat
hal-hal yang menggairahkan. Apa yang mesti saya
perbuat?" Jawab Junaid, "Dengan
mengingat bahwa Allah melihatmu jauh lebih jelas daripada kamu melihat orang
lain." Di dalam hadits qudsi tertulis bahwa Allah berfirman, "surga
itu bagi orang-orang yang sempat berkeinginan untuk mengerjakan dosa tapi
kemudian ingat bahwa mataKu ada di atas mereka dan kemudian mereka menahan
diri."
Abdullah bin Dinar meriwayatkan, bahwa suatu
kali ia berjalan bersama Khalifah Umar di dekat Makkah ketika bertemu seorang
anak laki-laki penggembala sedang menggembalakan sekawanan domba. Umar berkata
kepadanya, "Juallah seekor domba padaku." Anak laki-laki itu
menjawab,
"Domba-domba ini bukan milikku,
tapi milik tuanku." Kemudian untuk mengujinya, Umar berkata, "Engkau
kan bisa berkata kepadanya bahwa seekor srigala telah menyambar salah satu
diantaranya, dan dia tidak akan tahu apa-apa mengenai hal itu?" "Tidak,
memang dia tak akan tahu," kata anak itu, "tapi Allah akan
mengetahuinya." Umar pun menangis dan mendatangi majikan anak laki-laki
itu untuk membelinya dan kemudian membebaskannya sambil berkata, "Ucapanmu
itu telah membuatmu bebas di dunia ini akan akan membuatmu bebas pula di
akhirat."
Ada dua tingkatan
DZIKRULLAH ini.
Tingkatan PERTAMA adalah tingkatan
para wali yang pikiran-pikirannya seluruhnya terserap dalam perenungan dan
keagungan Allah, dan sama sekali tidak menyisakan lagi ruang di hati mereka
untuk hal-hal lain. Inilah tingkatan zikir, yang lebih rendah, karena ketika
hati manusia sudah tetap dan anggota-anggota tubuhnya sedemikian terkendalikan
oleh hatinya sehingga mereka menjauhkan diri dari tindakan-tindakan yang
sebenarnya halal, maka ia sama sekali tak lagi butuh akan alat ataupun penjaga
terhadap dosa-dosanya. Terhadap zikir seperti inilah Nabi saw. berkata, "Orang
yang bangun dipagi hari hanya dengan Allah di dalam pikirannya maka Allah akan
menjaganya di dunia ini maupun di akhirat." Beberapa di antara
pendzikir ini sampai sedemikian larut dalam ingatan akan Dia, sehingga, mereka
tidak mendengarkan orang yang bercakap dengan mereka, tidak melihat orang
berjalan di depan mereka, tetapi terhuyung-huyung seakan-akan melanggar
dinding. Seorang wali meriwayatkan bahwa suatu hari ia melewati tempat para
pemanah sedang mengadakan perlombaan memanah. Agak jauh dari situ, seseorang
duduk sendirian. "Saya mendekatinya dan mencoba mengajaknya berbicara,
tetapi dia menjawab,
'Mengingat Allah
lebih baik daripada bercakap.' Saya berkata, 'Tidakkah anda
kesepian?" 'Tidak,' jawabnya, 'Allah dan dua malaikat bersama
saya.' Sembari menunjuk kepada para pemanah saya bertanya, 'Mana di antara
mereka yang telah berhasil menggondol gelar juara?' 'Orang yang telah
ditakdirkan Allah untuk
menggondolnya,' jawabnya. Kemudian saya bertanya, 'Jalan ini datang dari
mana?" Terhadap pertanyaan ini dia mengarahkan matanya ke langit, kemudian
bangkit dan pergi seraya berkata, "Ya Rabbi, banyak mahlukMu
menghalang-halangi orang dari mengingatMu.' " Wali Syibli suatu hari
pergi mengunjungi sufi Tsauri. Didapatinya Tsauri sedang duduk tafakur
sedemikian tenang sehingga tidak satu pun rambut di tubuhnya bergerak. Syibli
pun bertanya kepadanya, "Dari siapa anda belajar mempraktekkan
ketenangan tafakur seperti itu?" Tsauri menjawab, "Dari seekor kucing
yang saya lihat menunggu di depan lobang tikus dengan sikap
yang bahkan jauh
lebih tenang daripada yang saya lakukan."
Ibnu Hanif meriwayatkan, "Kepada
saya diberitakan bahwa di kota Sur seorang syaikh dengan seorang muridnya
selalu duduk dan larut di dalam dzikrullah. Saya berangkat ke sana dan
mendapati mereka berdua duduk dengan wajah menghadap ke Makkah. Saya
mengucapkan salam kepada mereka tiga kali, tapi mereka tidak menjawab. Saya
berkata, "Saya meminta dengan sangat, demi Allah, agar anda menjawab salam
saya." Yang lebih muda mengangkat kepalanya dan menjawab, "Wahai Ibnu
Hanif, dunia ini hanya ada untuk waktu yang singkat saja. Dan dari waktu yang
singkat itu hanya sedikit yang masih tersisa. Anda telah menghalang-halangi
kami dengan menuntut agar kami membalas salam anda." Ia kemudian
menundukkan kepalanya kembali dan diam. Saya waktu itu merasa lapar dan haus,
tetapi keingintahuan akan kedua orang itu membuat saya seakan lupa diri. Saya
bersembahyang 'Ashar dan Maghrib bersama mereka, kemudian meminta mereka
memberi nasehat-nasehat ruhaniah. Yang muda menjawab,
"Wahai Ibnu Hanif, kami ini orang
sengsara, kami tidak memiliki lidah untuk memberikan nasehat." Saya tetap
berdiri di sana tiga hari tiga malam. Tidak satu patah kata pun terlontar dari
kami dan tak seorang pun tidur. Kemudian saya berkata dalam hati, "Saya
minta mereka dengan sangat, demi Allah, untuk memberi saya beberapa
nasehat." Yang muda mengkasyaf pikiran
saya, kemudian sekali lagi mengangkat
kepalanya, "Pergi dan carilah seseorang yang dengan mengunjunginya akan
membuat anda mengingati Allah, dan menanamkan rasa takut akan Dia di dalam hati
anda, dan yang akan memberi anda nasehat melalui diamnya, bukan lewat
cakapnya."
Itu semua adalah zikir para wali,
yaitu berada dalam keadan terserap keseluruhan dalam perenungan akan Allah.
Tingkatan KEDUA dari dzikrullah
adalah zikir "golongan kanan" (ashabul-Yamin).
Orang-orang ini sadar bahwa Allah
mengetahui segala sesuatu tentang mereka dan merasa malu dalam kehadiranNya.
Meskipun demikian, mereka tidak larut dalam pikiran tentang
keagungan-keagunganNya, melainkan tetap sepenuhnya sadar diri. Keadaan mereka
seperti seseorang yang tiba-tiba terperangah di dalam keadaan telanjang dan
dengan terburu-buru menutupi dirinya. Kelompok tingkatan pertama tadi
menyerupai seseorang yang tiba-tiba mendapati dirinya di hadapan seorang raja
dan merasa bingung serta kaget. Kelompok tingkatan kedua menyelidiki dengan
teliti semua hal yang terlintas dalam pikiran mereka, karena pada hari akhir
tiga pertanyaan akan ditanyakan berkenaan dengan setiap tindakan: kenapa
engkau melakukannya?; bagaimana kamu melakukannya; apa tujuanmu melakukannya? Yang
pertama ditanyakan karena seorang semestinya bertindak berdasarkan dorongan
(impuls) Ilahiah dan bukan dorongan setan atau badaniah belaka. Jika pertanyaan
ini dijawab dengan baik, maka pertanyaan kedua akan menguji tentang bagaimana
pekerjaan itu dilakukan secara bijaksana atau ceroboh dan lalai. Dan yang ketiga,
pekerjaan itu dilakukan hanya demi mencari ridha Tuhan ataukah demi memperoleh
pujian manusia. Jika seseorang memahami arti pertanyaan-pertanyaan ini, ia akan
menjadi sangat awas terhadap kadaan hatinya dan terhadap bagaimana ia
berpikiran sebelum akhirnya bertindak. Memperbedakan pikiran-pikiran itu adalah
hal yang sulit dan musykil dan orang yang tidak mampu melakukannya mesti
mengaitkan dirinya pada seorang pengarah ruhani yang bisa menerangi
hatinya. Ia mesti benar-benar
menghindar dari orang-orang terpelajar yang sepenuhnya bersikap duniawi. Mereka
itu agen setan. Allah berfirman kepada Daud a.s. "Wahai Daud, jangan
bertanya tentang orang-orang terpelajar yang teracuni oleh cinta dunia, karena
ia akan merampok kecintaanKu darimu."
Dan Nabi saw. bersabda, "Allah
mencintai orang yang cermat dalam meneliti soal-soal yang meragukan dan yang
tidak membiarkan akalnya dikuasai oleh nafsunya." Nalar dan
pembedaan berkaitan erat, dan orang yang di dalam dirinya nalar tidak
mengendalikan nafsu tidak akan cermat melakukan penyelidikan.
Di samping beberapa peringatan tentang
penelitian sebelum bertindak, seseorang juga mesti dengan ketat menuntut
pertanggungjawaban dirinya atas tindakan-tindakan masa lampaunya. Setiap malam
ia mesti memeriksa hatinya berkenaan dengan apa yang telah ia kerjakan., demi
melihat telah beruntung ataukah merugi ia dalam modal ruhaninya.
Inilah yang lebih penting, karena hati
itu seperti rekanan dagang yang khianat yang selalu siap
untuk menipu dan mengelabui.
Kadang-kadang ia menampakkan perasaan mementingkan-diri-sendirinya dalam bentuk
ketaatan kepada Allah sedemikian rupa, sehingga seseorang menyangka bahwa ia
telah beruntung padahal sebenarnya ia merugi.
Seorang wali bernama Amiya, berumur
enam puluh tahun, menghitung hari-hari dalam hidupnya dan ia dapati bahwa
hari-harinya itu berjumlah 21.600 hari. Ia berkata kepada dirinya sendiri, "Celaka
aku, sekiranya aku melakukan satu dosa saja setiap harinya, bagaimana aku bisa
melarikan diri dari timbunan 21.600 dosa?" Ia pun memekik dan rubuh ke
tanah. Ketika orang-orang datang untuk membangunkannya, mereka dapati ia telah
mati.
Tetapi sebagian besar manusia bersifat
lalai dan tidak pernah berfikir untuk meminta pertanggungjawaban dirinya
sendiri. Jika bagi setiap dosa yang dilakukannya, seseorang menempatkan sebutir
batu di dalam sebuah rumah kosong, segera saja akan ia dapati rumah itu penuh
dengan batu. Jika malaikat pencatat menuntut upah darinya bagi pekerjaan
menuliskan dosa-dosanya, maka semua uangnya akan cepat sirna. Orang menghitung
biji tasbih dengan rasa puas diri setiap kali mereka selesai menyebut nama
Allah, tetapi mereka tidak mempunyai tasbih untuk menghitung kata-kata sia-sia
yang tak terbilang banyaknya yang telah mereka ucapkan. Oleh karena itu, Khalifah
Umar berkata, "Timbang benar-benar kata-kata dan tindakan-tindakanmu
sebelum semuanya itu ditimbang pada saat pengadilan nanti." Ia
sendiri sebelum beristirahat pada setiap malamnya biasa memukul kakinya dengan
disertai rasa ngeri kemudian berseru, "Apa yang telah kau lakukan
hari ini?"
Abu Thalhah suatu kali shalat di sebuah kebun
korma ketika menampak seekor burung indah yang melintas menyebabkannya salah
hitung jumlah sujud yang telah dilakukannya. Untuk menghukum
dirinya karena kelalaiannya ini, ia memberikan
kebun kormanya kepada orang lain. Wali-wali
seperti itu tahu bahwa sifat inderawi
mereka cenderung untuk tersesat. Oleh karena itu mereka mengawasi dengan ketat
dan menghukumnya untuk setiap kesalahan yang dilakukannya.
Jika seseorang mendapati dirinya bebal
dan menolak sikap cermat dan disiplin diri, ia mesti selalu bersama-sama dengan
seseorang yang cakap dalam praktek-praktek seperti itu agar ia tertulari
entusiasme sang ahli tersebut. Seorang wali biasa berkata, "Jika saya
ogah-ogahan dalam melakukan disiplin diri, saya menatap Muhammad ibn Wasi, dan
memandangnya saja sudah akan menyalakan kembali semangat saya, paling tidak
untuk seminggu." Jika seorang tidak bisa menemukan teladan sikap
cermat seperti itu di sekitarnya, maka baik baginya untuk mempelajari kehidupan
para Wali. Ia juga mesti mendorong jiwanya!
"Wahai
jiwaku, kau anggap dirimu cerdas, dan marah jika disebut tolol. Lalu sebetulnya
kau ini apa? Kau persiapkan pakaianmu untuk menutupi dirimu dari gigitan musim
dingin, tapi tidak kaupersiapkan diri untuk akhiratmu.
Keadaanmu
seperti seseorang yang di tengah musim dingin berkata, 'Saya
tak akan
mengenakan pakaian hangat, tetapi percaya pada rahmat Tuhan
untuk
melindungi saya dari dingin.' Ia lupa bahwa bersamaan dengan menciptakan
dingin, Allah menunjuki manusia cara membuat pakaian untuk melindungi diri
darinya dan menyediakan bahan-bahan untuk pakaian itu.
Ingatlah juga, wahai diri, bahwa hukumanmu di
akhirat bukan karena Allah
marah pada
ketidaktaatanmu, dan jangan berpikir: "Bagaimana mungkin dosa saya
mengganggu Allah?" Nafsumu sendirilah yang akan menyalakan kobaran neraka
dalam dirimu. Makanan tidak sehat yang dimakan seseorang menimbulkan penyakit
pada tubuh orang itu, bukan karena dokter jengkel kepadanya karena melanggar
nasehat-nasehatnya.
"Celakalah
'kau, wahai diri, karena cintamu yang berlebihan kepada dunia!
Jika kau
tidak percaya pada surga dan neraka, bagaimana mungkin kau percaya pada mati
yang akan merenggut semua kenikmatan duniawi dirimu dan menyebabkan kau
menderita oleh perpisahan itu sebanding dengan keterikatanmu pada kenikmatan
duniawi itu. Kenapa kau dicipta setelah dunia? Jika semuanya, dari timur sampai
barat, adalah milikmu dan menyembahmu, toh dalam waktu singkat semuanya itu
akan menjelma menjadi debu bersama dirimu, dan pemusnahan akan menghapuskan
namamu sebagaimana raja-raja sebelummu. Tetapi sekarang, mengingat
bahwa kau
hanyalah memiliki sebagian sangat kecil dari dunia ini dan itu pun
bagian
yang kotor daripadanya, akankah kau begitu gila untuk menukar
kebahagiaan
abadi dengannya, permata yang mahal dengan sebuah gelas pecah yang terbuat dari
lempung dan menjadikan dirimu bahan tertawaan orang-orang di sekitarmu?"
Silahkan Bagikan Artikel ini
Mohon Maaf, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih. Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar (Cara Download) dibawah postingan. apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.
Related Posts :