بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
Syeikh Abdullah Mubarok Ibn Nur Muhammad
Beliau
adalah wali pendiri pesantren tarekat, di Tasikmalaya Jawa Barat, yang
kini menjadi salah satu pusat penyebaran Tarekat Qadiriyyah wa
Naqsyabandiyyah (TQN) dan terkenal di bawah kepemimpinan putranya yang
juga kharismatik, Syekh AHMAD SHOHIBUL WAFA’ TAJ AL-ARIFIN atau Abah
Anom. Syekh Abdullah Mubarok juga dikenal dengan nama Abah Sepuh,
Ajengan Godebag atau Kyai Godebag.
Syekh
Abdullah Mubarok lahir pada 1836 di kampung Cicalung, Bojongbentang,
Kecamatan Tarikolot (kini masuk Kecamatan Pagerageung). Ayahandanya
adalah Raden Nurmuhammad, alias Nurapraja alias Eyang Upas, sedangkan
ibundanya adalah Ibu Emah. Syekh Abdullah Mubarok ini memiliki lima
saudara kandung. Sang ayah memiliki kedudukan sosial-ekonomi yang
tigngi di kawasan itu. Sejak kecil Syekh Abdullah Mubarok sudah gemar
mengaji dan belajar ilmu agama, bertani, menjala ikan, menyumpit
burung, dan berburu. Pendidikan awalnya ditempuh di sebuah pesantren di
Sukamiskin, Bandung. Belakangan beliau semakin sering mendalami ajaran
tasawuf dan tarekat. Sebelum Syekh Mubarok ke Cirebon untuk mendalami
agama, beliau sudah sering berziarah ke makam wali Allah terkenal,
Syekh ABDUL MUHYI PAMIJAHAN, yang terletak di Pamijahan, sekitar 50
kilometer selatan kota Tasikmalaya.
Di sini beliau
bermimpi melihat seorang Syekh di Cirebon. Kemudian bersama sahabatnya,
Madraji, beliau berangkat ke Cirebon dan bertemu Syekh TOLHAH, dan
menjadi santrinya di Pesantren Begong, Kalisapu, Cirebon. Selain itu
beliau juga menyempatkan diri berguru kepada Syekh KHOLIL BANGKALAN di
Madura, seorang wali Allah yang amat terkenal. Saat berguru kepada Mbah
Kholil ini beliau mendapat banyak ilmu, salah satunya ijazah Shalawat
Hasyimiyah yang kini sering dibaca oleh para ikhwan TQN.
Selama di
Pamijahan Abah Sepuh banyak menjalani laku-tirakat dan riyadhah. Di
antaranya adalah tidak makan nasi, hanya daun-daun segar yang tumbuh di
pinggir kali, dan memakannyapun tidak dipetik, tetapi langsung dengan
mulut. Beliau juga tidak minum air apapun kecuali dari tebu atau buah
mentimun. Semua tirakat ini dijalankan selama 40 hari penuh. Dalam
sebuah kisah diceritakan bahwa suatu ketika beliau menyelesaikan
puasanya dan kebetulan ada jamuan makan untuk perayaan Mauludan, di mana
setiap orang membawa nasi tumpeng sendiri-sendiri ke masjid. Beliau
merasa senang karena berpikir bisa makan enak, dan karenanya beliau
datang ke acara sebagai tamu.
Namun setelah
makanan itu didoakan oleh kyai masjid, tumpeng itu dibawa pulang lagi
oleh orang yang membawanya, sehingga Abah Sepuh tidak mendapat makanan
apa-apa. Sejak itu Abah Sepuh bertekad bahwa beliau tidak akan
membiarkan para tamu yang masuk rumahnya diizinkan pulang jika belum
diberi makanan. Tekad ini terwujud sampai sekarang. Terutama selama
acara manaqiban, Pesantren Suryalaya selalu menyediakan makanan nasi
lengkap dengan lauk-pauknya secara gratis kepada para tamu, sehingga
dapur pesantren itu tetap beroperasi penuh selama hampir 24 jam.
Pada tahun 1908,
Syekh Tolhah mengangkat Syekh Abdullah Mubarok sebagai khalifahnya.
Dari 1910 sampai 1930 Abah Sepuh ditunjuk menjadi penasihat bupati
Tasikmalaya, Ciamis dan Bandung, dan menjadi penasehat pasukan TNI
selama perang kemerdekaan tahun 1945 sampai 1949, dan berlanjut hingga
tahun 1959. Pada tahun 1952 beliau memperoleh gelar Abah Sepuh. Pada
saat yang sama beliau sudah menyiapkan putranya yang kelima, Abah Anom,
untuk menggantikannya sebagai pimpinan pesantren tarekat ini.
Menjelang akhir hayatnya Abah Sepuh tinggal di Tasikmalaya, di rumah
keluarga Haji O. Sobari. Di rumah inilah Abah Sepuh meninggal pada 25
Januari 1956 dalam usia hampir 120 tahun; sepanjang hayatnya beliau
menikah beberapa kali, namun hanya satu istri pada saat yang sama.
Ajaran dan karamah
Selain
mengajarkan Tarekat Qadiriyah wa Naqasyabandiyah, Abah Sepuh juga
memberi banyak ajaran agama, sosial dan kemasyarakatan. Salah satu
ajaran yang senantiasa dirujuk dan dibaca di setiap acara manakiban di
TQN adalah Tanbih, atau wasiat beliau yang ditujukan kepada
khususnya ikhwan/murid TQN. Secara garis besar wasiat ini mengajak
segenap ikhwan TQN untuk mengamalkan ajaran Islam pada umumnya dan
tarekat pada khususnya dengan sekuat-kuatnya dan penuh kesungguhan.
Dalam Tanbih ini juga dipaparkan beberapa prinsip hubungan sosial, baik
di level antar individu, masyarakat maupun negara. Menurut Abah Sepuh,
seorang pengamal TQN harus menunjukkan kebajikan sosial (amal saleh dan
kebaikan) yang dilandaskan pada kesucian hati. Jadi:
- Terhadap
orang yang lebih tinggi daripada kita, baik lahir maupun batin,
harus kita hormati; begitulah seharusnya hidup rukun, saling
harga-menghargai;
- Terhadap
sesama yang sederajat dengan kita dalam segala-galanya, jangan
sampai terjadi persengketaan, sebaliknya harus bersikap rendah
hati, bergotong-royong dalam melaksanakan perintah agama dan
negara, jangan sampai terjadi perselisihan dan persengketaan,
kalau-kalau kita terkena firman-Nya, ‘adzabun alim,’ yang berarti duka
nestapa untuk selama-lamanya dari dunia sampai akhirat
- Terhadap
orang-orang yang keadaannya di bawah kita, janganlah hendak
menghinakannya atau berbuat tidak senonoh, bersikap angkuh,
sebaliknya harus belas kasihan dengan kesadaran, agar mereka
merasa senang dan gembira hatinya, jangan sampai merasa takut dan liar,
bagaikan tersayat hatinya, sebaliknya harus dituntun, dibimbing
dengan nasihat yang lemah lembut yang akan memberi keinsyafan
dalam menginjak jalan kebajikan.
- Terhadap
fakir miskin harus kasih sayang, ramah-tamah serta bermanis budi,
bersikap murah tangan, mencerminkan bahwa hati kita sadar. Coba
rasakan diri kita pribadi, betapa pedihnya jika dalam keadaan
kekurangan, oleh karena itu janganlah acuh tak acuh, hanya diri
sendirilah yang senang, karena mereka jadi fakir miskin itu bukannya
kehendak sendiri, namun itulah kodrat Tuhan.
Mengenai tujuan pengamalan TQN, Abah Sepuh menyatakan,
(Tiada lain amalan kita, TQN, amalkan sebaik-baiknya guna mencapai
segala kebajikan lahir dan batin, menjauhi segala kejahatan lahir dan
batin yang berhubungan dengan jasmani maupun rohani, yang selalu
diselimuti nafsu dan digoda oleh tipu daya setan.
Sebagaimana lazimnya wali Allah, Abah Sepuh juga memiliki beberapa kelebihan di luar kebiasaan atau khawariq al-adat
(karamah). Dikisahkan, Bupati Ciamis berencana mengalihfungsikan Rawa
Lebok menjadi lahan pertanian. Namun rawa ini terkenal angker, dan tak
sedikit pekerja yang membuka rawa itu jatuh sakit dan bahkan meninggal
dunia. Akhirnya Bupati Ciamis meminta bantuan kepada Ajengan Godebag.
Berkat karamahnyalah maka, sejak beliau ikut membantu dengan caranya
sendiri, tidak ada lagi pekerja yang jatuh sakit atau tewas.
Diceritakan
ketika Syeikh Abdullah Mubarok pulang berguru dari pulau Madura kepada
Syeikh Kholil Bangkalan Abah Sepuh langsung naik perahu tanpa dibekali
dayung atau layar, dengan hanya bekal sholawat Bani Hasyim yang
dibacanya sepanjang perjalanan, beliau sampai ke Cirebon. Artinya
perahunya dijalankan hanya dengan bacaan sholawat Bani Hasyim yang
beliau dapatkan dari gurunya Syeikh Kholil Bangkalan. wa Allaahu a’lam.
Silahkan Bagikan Artikel ini
Mohon Maaf, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih. Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar (Cara Download) dibawah postingan. apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.
Related Posts :