بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
BIMBINGAN RUHANI SYEKH ABDUL QADIR AL-JAILANI 1
Syekh
Abdul Qadir Al-Jailani dalam Jala Al-Khathir mengatakan bahwa Allah Ta’ala
telah berfiman dalam salah satu firman-Nya yang diwahyukan melalui hadis qudsi:
“Telah berdustalah orang yang mengaku mencintai-Ku, tetapi pergi tidur dan
melupakan Aku begitu malam menjelang.”
Jika
engkau adalah salah seorang dari mereka yang mencintai Allah, niscaya engkau
akan tetap bangun dan berjaga malam, dan kalaupun engkau tidur, itu hanya akan
terjadi karena kantuk telah menyerangmu dengan kekuatan yang tak tertahankan.
Sang pencinta (muhibb) berada di bawah beban tekanan dan ketegangan, sedangkan
sang kekasih (mahbûb) merasa tenang dan nyaman. Sang pencinta adalah orang yang
mencari (thâlib), sedangkan sang kekasih adalah orang yang dicari (mathlûb).
Nabi Saw. diriwayatkan telah bersabda: “Allah akan mengatakan kepada Jibril:
Jadikanlah si fulan tidur, dan jadikanlah si fulan (yang lain) bangun.”
Ada
dua cara untuk memahami firman Allah ini. Yang pertama: “Jadikanlah orang
tertentu—sang pencinta—bangun, dan jadikanlah orang yang lain—sang
kekasih—tidur. Yang disebut pertama telah mengaku bahwa dia mencintaiku; jadi
aku harus memeriksanya dan menempatkannya di tempatnya yang selayaknya,
daun-daun keberadaanya bersama siapa pun selain Aku berguguran darinya.
Jadikanlah
Dia bangun, sampai bukti pengakuannya dikukuhkan, dan cintanya dikukuhkan. Dan
jadikanlah orang tertentu yang lain tidur, sebab dia adalah kekasih-Ku, dia
telah lama bekerja keras. Tidak ada satu jejak pun yang tertinggal padanya dari
orang selain Aku. Cintanya kepada-Ku telah menajdi tunggal, dan telah kukuhlah
pengakuan, bukti dan pemenuhannya terhadap perjanjian-Ku. Sekarang adalah
giliranku untuk memenuhi perjanjiannya.
Dia adalah tamu, dan seorang tamu tidaklah disuruh bekerja dan melayani. Aku
akan membiarkannya tidur di kamar penjagaan-Ku yang lemah lembut, dan aku akan
membiarkannya duduk di meja anugerah-Ku. Aku akan menjamunya dalam kedekatan-Ku
dan Aku akan memindahkannya dari hadapan orang-orang lain selain Aku. Cintanya
telah terbukti asli, dan manakala cinta itu otentik, maka formalitas
ditiadakan.”
Penafsiran
yang lain adalah: “Jadikanlah si fulan tidur, karena tujuannya dalam
menyembah-Ku adalah untuk memperoleh perhatian dari sesama makhluk. Dan
bangunkanlah si fulan yang lain, sebab tujuannya dalam meyembah-Ku adalah untuk
memperoleh anugerah-Ku. Jadikanlah si fulan tidur; sebab aku tidak menyukai
suaranya, dan jadikanlah si fulan yang lain bangun, sebab Aku senang mendengar
suaranya.”
Sang
pencinta menjadi yang dicintai hanya apabila hatinya telah tersucikan dari
segala sesuatu kecuali Junjungannya Yang Maha Kuasa lagi Maha Agung, hingga ia
tidak memiliki keinginan untuk meninggalkan-Nya lagi dan kembali kepada yang
lain. Jalan bagi hatinya untuk mencapai kedudukan (maqâm) ini adalah dengan
melaksanakan kewajiban-kewajiban agama (farâ’idh) menjauhi hal-hal yang haram
dan nafsu badaniah (syahwât), memperoleh hal-hal yang diperbolehkan (mubâh) dan
halal tanpa nafsu (hawâ) dan keterlibatan (wufûd), dan praktik yang sehat dalam
menjauhi hal-hal yang haram (waraʽsyâfî) dan zuhud yang sempurna.
Ia adalah meninggalkan segala sesuatu selain Allah, menentang diri rendah
(nafs), nafsu (hawâ) dan setan, pembersihan hati dari semua makhluk, dan
bersikap tak acuh baik terhadap pujian maupun celaan, terhadap penerimaan
hadiah ataupun tidak menerima, dan terhadap kehidupan keras di padang pasir
ataupun kenyamanan yang berperadaban.
Tahap
pertama urusan ini adalah bersaksi bahwa tidak ada yang patut disembah kecuali
Allah, dan tahap yang terakhir adalah sikap tak acuh dan tidak membeda-bedakan
antara kehidupan yang keras dan kehidupan yang berperadaban. Manakala hati
seseorang sehat, maka dia begitu terkait dengan Tuhannya sehingga padang
belantara dan kota, pujian dan celaan, sakit, dan sehat kekayaan dan
kemiskinan, keberhasilan dan kegagalan duniawi semuanya tak ada bedanya sejauh
menyangkut dirinya.
Manakala
seseorang secara asli telah mencapai tahap ini, maka dia mengalami kematian
diri rendahnya (nafs) dan nafsunya (hawâ), dorongan-dorongan alamiahnya
berhenti bergejolak, dan setannya menjadi tunduk kepadanya. Dunia dan para
pemiliknya menjadi tidak penting dalam hatinya, sementara akhirat dan para
pemiliknya memperoleh kepentingan besar dalam pandangannya.
Kemudian dia berpaling dari kedua dunia ini dan bergerak menuju Junjungannya.
Hatinya menemukan jejak di tengah-tengah para makhluk (khalq) yang dengannya ia
bisa sampai kepada kebenaran. Mereka menyisih untuknya ke kanan dan ke kiri,
mundur dan memberikan jalan kepadanya, mereka lari menjauhi api kebenarannya
(shidq) dan kemuliaan yang menggetarkan dari wujud terdalamnya (sirr). Sekarang
dia dipandang besar di kerajaan spiritual. Semua makhluk berada di bawah kaki
hatinya dan mendapatkan perlindungan dalam bayang-bayangnya.
Engkau
tidak terbimbing dengan benar. Engkau mengklaim sesuatu yang bukan milikmu dan
yang tidak engkau miliki. Diri rendahmu mengendalikanmu, dan makhluk-makhluk
dan semua isi dunia ini berada dalam hatimu. Dalam hatimu, mereka lebih besar
daripada Allah. Engkau berada di luar batas manusia-manusia (pilihan Tuhan) dan
penilaian mereka. Jika engkau ingin mencapai apa yang telah kuisyaratkan,
engkau harus memusatkan perhatianmu kepada penyucian hatimu dari segala
sesuatu.”
“Celakalah Engkau! Engkau membutuhkan sesuap makanan, engkau kehilangan sesuatu
yang remeh, atau engkau mengalami hinaan terhadap kehormatanmu—dan bagimu itu
sudah berarti kiamat! Engkau memprotes terhadap Allah. Engkau menuruti nafsu
kemarahanmu dengan memukuli isteri dan anak-anakmu. Engkau mengutuk agamamu dan
Nabimu. Seandainya engkau seorang yang berakal sehat, salah satu dari
orang-orang berjaga dan sadar, niscaya engkau akan menahan lidahmu di hadapan
Allah. Engkau akan memandang semua tindakan-Nya sebagai berkah untuk
kemanfaatan dan kepentinganmu.
Engkau harus selalu ingat laparnya orang-orang yang kelaparan, telanjangnya
orang-orang yang tak mempunyai pakaian, sakitnya orang-orang yang sakit, dan
nestapa orang-orang yang terpenjara. Dengan demikian, engkau akan lebih
memandang remeh cobaan-cobaan dan penderitaan yang kau alami sendiri. Engkau
harus ingat akan ilmu yang dimiliki Allah tentang dirimu, perhatian-Nya
terhadap kesejahteraanmu, dan takdir yang telah ditetapkannya bagimu.
Dengan
begitu, engkau akan merasa malu di hadapan-Nya. Manakala hal-hal menjadi sangat
sulit bagimu, engkau harus merenungi dosa-dosamu, berpaling darinya dan
bertobat, dan berkata kepada diri rendahmu: “Karena dosamu, Tuhan Yang Maha
Benar telah membuat hidup menjadi sulit bagimu. Jika engkau bertobat atas
dosa-dosamu dan melaksanakan kewajibanmu, Tuhan akan menganugerahkan kepadamu
jalan keluar dari setiap masalah dan setiap kesulitan yang sangat rumit;
sebagaimana Dia telah mengatakan: “Dan barangsiapa bertakwa kepada Allah, maka
Allah akan mempersiapkan jalan keluar baginya, dan Dia akan memberikan rezeki
kepadanya dari sumber-sumber yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa
bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mencukupkan (keperluan)-nya,” (QS
65:2-3).
Orang
yang berakal sehat adalah orang yang benar-benar jujur, dan yang segera bisa
dibedakan dari orang-orang pendusta dikarenakan keujujurannya (shidq). Engkau
harus menempatkan kejujuran di tempat ketidakjujuran, ketabahan di tempat
ketakutan, gerakan maju ke depan di tempat kemunduran, kesabaran di tempat
kekhawatiran dan kecemasan, sikap bersyukur di tempat ketidakbersyukuran,
penerimaan yang gembira di tempat ketidakpuasan, persetujuan di tempat protes,
dan keyakinan di tempat keraguan. Jika engkau siap untuk tunduk dan tidak
memprotes, jika engkau bersyukur dan sama sekali tidak kufur, jika engkau mudah
disenangkan dan tidak suka mengomel, dan jika engkau merasa yakin dan tidak
ragu: “Tidakkah Allah akan mencukupi (kebutuhan) hamba-Nya?” (QS Al-Zumar (39)
:36)
Semua
yang kau urusi dan engkau terlibat di dalamnya adalah kotololan yang gila.
Allah tidak memberikan perhatian kepadanya. Urusan ini tidak terjadi melalui
tindakan-tindakan jasad. Nabi kita Muhammad Saw. mengatakan: “Zuhud itu di
sini. Takwa itu di sini. Ketulusan (ikhlâs) itu di sini.” seraya menunjuk ke
dadanya.
Jika seseorang menginginkan keberhasilan, hendaklah ia menjadi sepotong tanah
di bawah telapak kaki para syaikh. Bagaimana sifat para syaikh ini? Mereka
adalah orang-orang yang meninggalkan dunia ini dan semua makhluk, yang telah
mengucapkan selamat tinggal kepada mereka, yang telah mengucapkan selamat
tinggal kepada segala sesuatu yang ada di bawah Tahta Langit (‘arsy) hingga
permukaan bumi, yang telah meninggalkan segala sesuatu dan mengucapkan kepada
mereka ucapan selamat tinggal dari orang yang tidak akan kembali lagi kepada
mereka.
Mereka
mengucapkan selamat tinggal kepada semua makhluk, termasuk diri mereka sendiri.
Keberadaan mereka adalah bersama Tuhan mereka dalam semua keadaan (ahwâl)
mereka. Jika orang mencari cinta Tuhan bersama dengan keberadaan dirinya
sendiri, berarti dia tertipu oleh angan-angannya sendiri.
Apabila seseorang sepenuhnya murni dalam zuhudnya dan pengukuhannya atas
tauhid, maka dia tidak melihat tangan-tangan makhluk ataupun keberadaan mereka.
Dia tidak melihat si pemberi selain Tuhan, dan dia tidak melihat dzat yang
dermawan dan pemurah hati selain dari-Nya.”
--Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam kitab Jala Al-Khathir
BERSAMBUNG KLIK DISINI
Silahkan Bagikan Artikel ini
Mohon Maaf, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih. Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar (Cara Download) dibawah postingan. apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.
Related Posts :