بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
TERJEMAH
KITAB
RISALATUL-QUSYAIRIYYAH
Karya:
Abul Qasim Abdul Karim Hawazin Al Qusyairi An Naisaburi
BAB 2.
TERMINOLOGI TASAWUF
(Istilah kata-kata
dalam bahasa tasawuf)
7.
JAM’i DAN FARQi
Dua kata tersebut cukup populer di
kalangan ahli tasawuf. Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq berkata : “Al-farq, suatu
kondisi yang dihubungkan kepada diri sendiri, dan al-Jam’, berkaitan dengan hal
yang menyirnakan diri sendiri. Artinya, Segala upaya hamba seperti menegakkan
ubudiyah dan hal-hal yang layak dengan tingkah laku manusiawi, disebut al-Farq.
Sementara jika datang dari arah Al-Haq (Allah swt.) seperti mucnulnya
makna-makna dan datangnya kelembutan serta ihsan, maka disebut al-Jam’.
Dafinisi ini merupakan kondisi paling
sederhana dalam konteks jam’ dan farq. Sebab, kondisi tersebut merupakan bagian
dari penyaksian segala bentuk perbuatan. Siapa yang meneyaksikan dirinya di
hadapan Al-Haq dalam perbuatan-perbuatannya seperti ketatan dan pegingkaran
dirinya, maka hamba tersebut dideskripsikan dalam pemisahan (tafriqah).
Sedangkan yang menyaksikan dirinya di hdapan Al-Haq melalui perbuatan yang
didelegasikan dari Af’al Allah swt, maka sang hamba telah menyaskikan al-Jam’.
Penetapan makhluk merupakan pintu tafriqah, dan penetapan al-Haq merupakan
predikat al-jam’.
Bagi hamba, haruslah berkondisi jam’
dan farq. Sebab siapa yang tidak berposisi farq, ia tidak memiliki penghambaan
(ubudiyah), dan siapa pun yang tidak berposisi jam’, ia tidak pernah
ma’rifat kepada-Nya. Firman Allah swt. (Hanya Kepadamu Kami menyembah),
merupakan isyarat terhadap al-farq. Sedangkan firman-Nya (dan hanya kepada-Mu
kami memohon pertolonan), merupakan isyarat al-jam’.
Apabila hamba berbicara kepada
Tuhannya, melalui bahawa munajat, apakah memohon mendoa, memuji, bersyukur,
menyucikan diri atau pun meminta, maka ia telah menempati tahap berpisah
(tafriqah). Namun apabila ia telah terpesona melalui sirri-nya terhadap apa
yang dimunajatkannya kepada Tuhan, kemudian mendengarkan melalui kalbunya apa
yag telah dikatakan lewat munajat itu, hal-hal yang dimohonkan atau
dimunajatkan kepada-Nya, atau pun yang dikenalkan oleh-Nya, maka makna-Nya,
atau bahkan yang dihamparkan dalam hatinya dan di perlihatkan oleh-Nya, maka ia
telah menyaksikan dalam al-jam’.
Saya mendengar Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq
r.a. berkata : “Aku menguraikan beberapa ucapan di sisi Ustadz Abu Sahl
ash-Sha’luky r.a. (Engkau buat menjadi bersih pandanganku ke padamu’). Ketika
itu Abul Qasim an- Nashr Abadzy hadir di sana. Lalu Ustadz Abu Sahl berkata :
“(huruf ta’ dinashab’),. Maka Abu Nashr Abadzy, berkata : (Huruf ta’
didhammah’).”
Artinya, barangsiapa mengucapkan
perkataan (“kujadikan”), berarti mengabarkan sikap perilakunya sendiri,
seakan-akan sang hamba berkata, “ini”!. Jika ia berkata (“engkau
jadikan”), seakan-akan mengatakan, bebas dari beban. Bahkan ia
berkata kepada Tuhan-nya, “Engkau-lah yang mengkhususkan kepadaku dengan ini,
bukan aku, melalui kemampuanku.” Yang pertama, berkaitan dengan bisikan
do’a, dan yang ke dua, dengan sifat bebas dari upaya dan ikrar melalui
keutamaan dan sariguna. Maka, bedakan antara orang yang mengatakan, “Melalui
jerih payahku, aku menyembah-Mu,” dan ucapan orang : “Melalui keutamaan dan
kelembutan-Mu, aku menyaksikan-Mu.”
Adapun jam’ul jam’i di atas semua itu.
Manusia memiliki frekuensi masing-masign sesuai dengan manifestasi perilaku dan
kepautan derajat mereka. Barang siapa menetapkan atas dirinya, berarti
menetapkan kemakhlukan, namun menyaksikan keseluruhan, berarti ia telah mandiri
kepada Yang Haq, dan inilah al-Jam’. Tetapi jika yang terlibas dari penyaksian
terhadap kemakhlukan, lebur dari dirinya, dan teraih universalitas, dari segala
hal yang tampak dan terdelegasi dari kekuasaan hakikat, maka tahap inilah yang
disebut jam’ul jam’i.”
Tafriqah adalah penyaksian terhadsap
makhluk, hanya untk Allah swt. Al-jam’ adalah penyaksian terhadap makhluk
bersama Allah swt. dan jam’ul jam’i, berarti sirna dengan univeraslitas, dan
fana’-nya rasa kepada selain Allah swt. ketika terlanda hakikat. Jam’ul jam’i
merupakan kondisi mulia. Sebagian kaum menamakan tahap ini sebagai al-farq
kedua. Yaitu dikembalikan pada tahap rasa pasca sirna, pada saat menjalani
waktu-waktu fardhu, agar tetap konsisten terhadap kefarduan dengan segenap
waktunya, sehingga ia kembali, hanya untuk dan bersama Allah swt, bukan bagi
hamba bersama hamba. Sang hamba melihat dirinya pada kondisi seperti itu dalam
perbuatan Al-Haq. Ia menyaksikan awal Zat-nya dan kenyataannya bersama
Qudrat-Nya. Sedangkan tempat pijakan ketika menjalankan perbuatan dan tingkah
lakunya hanya bersama Ilmu dan Kehendak-Nya.
Sebagian Sufi mengisyaratakan kata
al-Jam’ dan al-farq kepada Perbuatan Al-Haq atas seluruh makhluk. Maka
globalitas dari keseluruhan dalam proses bolak balik dan perbuatan, harus
dilihat dari satu arah, bahwa sebenarnya Allah-lah yang memunculkan
substansi-substansi mereka itu. Allah-lah yang menjalankan sifat-sifat mereka.
Kamudian Allah swt. memisahkan dalam ragam : Satu kelompok, Allah swt.
membahagiakan mereka, dan kelompok lain Allah swt. menjauhkan dan
menyengsarakan mereka. Satu kelompok lagi Allah swt. menarik hati mereka, dan
kelompok yang lain dilupakan dan diputus-asakan dari rahmat-Nya, dan satu
golongan lagi Allah swt, memutus kehendak mereka untuk menyatakanDiri-Nya. Ada
kelompok yang disadarkan pada tahap rasa mereka dan ada yang disirnakan. Ada
kelompok yang didekatkan dan dihadirkan, Kemudian Allah meminumkan karunia
hingga mereka dimabukkan ruhaninya, namun juga ada golongan yang dicelakakan
dan diakhirkan, kemudian dijauhkan dan disingkirkan. Ragam Af’al-Nya tidak bisa
dijangkau oleh batasan, sementara rinciannya tidak dapat diuraikan dan diingat.
Para Sufi pernah melantunkan syair bagi al-Junayd, mengenai makna jama’ dan
farq :
Engkau telah membuat nyata-Mu
Dalam rahasiaku
Lalu lisanku munajat pada-Mu
Kita berkumpul bagi makna-makna
Dan berbpisah bagi makna-makna pula
Jika Gaib-Mu adalah
Keagungan dari lintasan mataku
Toh Engkau buat keserasian dari dalam
Yang mendekatku.
Mereka bersyair lagi :
Jika telah tampak padaku
Keagungan, lalu keluar dalam tingkah
orang
Yang tak dikehendaki
Maka aku berkumpul dan berpisah
dengan-Nya
Sedang ketunggalan yang saling bertemu
Adalah dua dalam satu bilangan.
Silahkan Bagikan Artikel ini
Mohon Maaf, Kepada Semua Sahabat, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih.**** Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar(Cara Download) dibawah postingan. Apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada, kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.