بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
Biografi Syeih Jalaluddin arrumi RA.
Mari Kemari, Datang..Datanglah
Mari kemari datanglah siapapun dirimu.
Pengelana, Peragu, dan Pecinta mari..kemari datanglah
Tak penting kau percaya atau tidak..
Mari, kemari … datanglah
Kami bukanlah caravan yang patah hati .
..
atau pintu-pintu dari keputus asa-an,
Mari kemari datanglah...
Meski kau telah jatuh ribuan kali,
Meski kau telah patahkan ribuan janji,
Mari kemari…datang... datanglah sekali lagi…
Dalam ungkapannya yang lain :
“Dia adalah, orang yang tidak mempunyai ketiadaan, Saya mencintainya
dan Saya mengaguminya, Saya memilih jalannya dan Saya memalingkan muka ke jalannya.
Setiap orang mempunyai kekasih, dialah kekasih saya, kekasih yang abadi. Dia
adalah orang yang Saya cintai, dia begitu indah, oh dia adalah yang paling
sempurna. Orang-orang yang mencintainya adalah para pecinta yang tidak pernah
sekarat. Dia adalah dia dan dia dan mereka adalah dia. Ini adalah sebuah
rahasia, jika kalian mempunyai cinta, kalian akan memahaminya. Maulana
memahaminya, bagi yang lain ini adalah suatu hal yang terlarang.”
Rumi memang bukan sekadar penyair, tetapi juga seorang tokoh sufi yang
berpengaruh di zamannya. Rumi adalah guru nomor satu Thariqat Maulawiah, sebuah
thariqat yang berpusat di Turki dan berkembang di daerah sekitarnya. Thariqat
Maulawiah pernah berpengaruh besar dalam lingkungan Istana Turki Utsmani dan
kalangan seniman sekitar tahun l648.
Sebagai tokoh sufi, Rumi sangat menentang pendewaan akal dan indera dalam
menentukan kebenaran. Di zamannya, ummat Islam memang sedang dilanda penyakit
itu. Bagi mereka kebenaran baru dianggap benar bila mampu digapai oleh indera dan
akal. Segala sesuatu yang tidak dapat diraba oleh indera dan akal, dengan cepat
mereka ingkari dan tidak diakui.
Padahal menurut Rumi, justru pemikiran semacam itulah yang dapat melemahkan
Iman kepada sesuatu yang ghaib. Dan karena pengaruh pemikiran seperti itu pula,
kepercayaan kepada segala hakekat yang tidak kasat mata, yang diajarkan
berbagai syariat dan beragam agama samawi, bisa menjadi goyah.
Rumi mengatakan,
"Orientasi kepada indera dalam menetapkan segala hakekat
keagamaan adalah gagasan yang dipelopori kelompok Mu'tazilah. Mereka merupakan
para budak yang tunduk patuh kepada panca indera. Mereka menyangka dirinya
termasuk Ahlussunnah. Padahal, sesungguhnya Ahlussunnah sama sekali tidak
terikat kepada indera-indera, dan tidak mau pula memanjakannya."
Bagi Rumi, tidak layak meniadakan sesuatu hanya karena tidak pernah
melihatnya dengan mata kepala atau belum pernah meraba dengan indera.
Sesungguhnya, batin akan selalu tersembunyi di balik yang lahir, seperti faedah
penyembuhan yang terkandung dalam obat. "Padahal, yang lahir itu
senantiasa menunjukkan adanya sesuatu yang tersimpan, yang tersembunyi di balik
dirinya. Bukankah Anda mengenal obat yang bermanfaat? Bukankah kegunaannya
tersembunyi di dalamnya?" tegas Rumi.
PENGARUH TABRIZ
Fariduddin Attar, salah seorang ulama dan tokoh sufi, ketika berjumpa dengan
Rumi yang baru berusia 5 tahun pernah meramalkan bahwa si kecil itu kelak akan
menjadi tokoh spiritual besar. Sejarah kemudian mencatat, ramalan Fariduddin
Attar itu tidak meleset.
Rumi, Lahir di Balkh, Afghanistan pada 604 H atau 30 September 1207. Mawlana
Rumi menyandang nama lengkap Jalaluddin Muhammad bin Muhammad al-Balkhi
al-Qunuwi. Adapun panggilan Rumi karena sebagian besar hidupnya dihabiskan di
Konya (kini Turki), yang dahulu dikenal sebagai daerah Rum (Roma).
Ayahnya, Bahauddin Walad Muhammad bin Husein, adalah seorang ulama besar
bermadzhab Hanafi. Dan karena kharisma dan tingginya penguasaan ilmu agamanya,
ia digelari Sulthanul Ulama. Namun rupanya gelar itumenimbulkan rasa iri pada
sebagian ulama lain. Dan mereka pun melancarkan fitnah dan mengadukan Bahauddin
ke penguasa. Celakanya sang penguasa terpengaruh hingga Bahauddin harus
meninggalkan Balkh, termasuk keluarganya. Ketika itu Rumi baru berusia lima
tahun. Sejak itu Bahauddin bersama keluarganya hidup berpindah- pindah dari
suatu negara ke negara lain.
Mereka pernah tinggal di Sinabur (Iran timur laut). Dari Sinabur pindah ke
Baghdad, Makkah, Malattya (Turki), Laranda (Iran tenggara) dan terakhir menetap
di Konya, Turki. Raja Konya Alauddin Kaiqubad, mengangkat ayah Rumi sebagai
penasihatnya, dan juga mengangkatnya sebagai pimpinan sebuah perguruan agama
yang didirikan di ibukota tersebut. Di kota ini pula ayah Rumi wafat ketika
Rumi berusia 24 tahun.
Di samping kepada ayahnya, Rumi juga berguru kepada Burhanuddin Muhaqqiq
at-Turmudzi, sahabat dan pengganti ayahnya memimpin perguruan. Rumi juga
menimba ilmu di Syam (Suriah) atas saran gurunya itu.
Beliau baru kembali ke Konya pada 634 H, dan ikutmengajar di perguruan
tersebut.
Setelah Burhanuddin wafat, Rumi menggantikannya sebagai guru di Konya.
Dengan pengetahuan agamanya yang luas, di samping sebagai guru, beliau juga
menjadi da'i dan ahli hukum Islam. Ketika itu banyak tokoh ulama yang berkumpul
di Konya. Tak heran jika Konya kemudian menjadi pusat ilmu dan tempat berkumpul
para ulama dari berbagai penjuru dunia.
Kesufian dan kepenyairan Rumi dimulai ketika beliau sudah berumur cukup tua,
48 tahun. Sebelumnya, Rumi adalah seorang ulama yang memimpin sebuah madrasah
yang punya murid banyak, 4.000 orang. Sebagaimana seorang ulama, beliau juga
memberi fatwa dan tumpuan ummatnya untuk bertanya dan mengadu. Kehidupannya itu
berubah seratus delapan puluh derajat ketika beliau berjumpa dengan seorang
sufi pengelana, Syamsuddin alias Syamsi dari kota Tabriz.
Suatu saat, seperti biasanya Rumi mengajar di hadapan khalayak dan banyak
yang menanyakan sesuatu kepadanya. Tiba-tiba seorang lelaki asing--yakni Syamsi
Tabriz--ikut bertanya, "Apa yang dimaksud dengan riyadhah dan ilmu?"
Mendengar pertanyaan seperti itu Rumi terkesima. Kiranya pertanyaan itu jitu
dan tepat pada sasarannya. Beliau tidak mampu menjawab. Akhirnya Rumi
berkenalan dengan Tabriz. Setelah bergaul beberapa saat, beliau mulai kagum
kepada Tabriz yang ternyata seorang sufi.
Sultan Salad, putera Rumi, mengomentari perilaku ayahnya itu,
"Sesungguhnya, seorang guru besar tiba-tiba menjadi seorang murid kecil.
Setiap hari sang guru besar harus menimba ilmu darinya, meski sebenarnya beliau
cukup alim dan zuhud. Tetapi itulah kenyataannya. Dalam diri Tabriz, guru besar
itu melihat kandungan ilmu yang tiada taranya."
Rumi telah menjadi sufi, berkat pergaulannya dengan Tabriz. Kesedihannya
berpisah dan kerinduannya untuk berjumpa lagi dengan gurunya itu telah ikut
berperan mengembangkan emosinya, sehingga beliau menjadi penyair yang sulit
ditandingi. Guna mengenang dan menyanjung gurunya itu, beliau tulis
syair-syair, yang himpunannya kemudian dikenal dengan nama Divan Syams Tabriz.
Beliau bukukan pula wejangan-wejangan gurunya, dan buku itu dikenal dengan nama
Maqalat Syams Tabriz.
Rumi kemudian mendapat sahabat dan sumber inspirasi baru, Syaikh Hisamuddin
Hasan bin Muhammad. Atas dorongan sahabatnya itu, selama 15 tahun terakhir masa
hidupnya beliau berhasil menghasilkan himpunan syair yang besar dan mengagumkan
yang diberi nama Masnavi.
Buku ini terdiri dari enam jilid dan berisi 20.700 bait syair. Dalam
karyanya ini, terlihat ajaran-ajaran tasawuf yang mendalam, yang disampaikan
dalam bentuk apologi, fabel, legenda, anekdot, dan lain-lain.
Bahkan Masnavi sering disebut Qur’an Persia. Karya tulisnya yang lain adalah
Ruba'iyyat (sajak empat baris dengan jumlah 1600 bait), Fiihi Maa fiihi (dalam
bentuk prosa; merupakan himpunan ceramahnya tentang metafisika), dan Maktubat
(himpunan surat-suratnya kepada sahabat atau pengikutnya).
Bersama Syaikh Hisamuddin pula, Rumi mengembangkan Thariqat Maulawiyah atau
Jalaliyah. Thariqat ini di Barat dikenal dengan nama The Whirling Dervishes
(para Darwisy yang berputar-putar). Nama itu muncul karena para penganut
thariqat ini melakukan tarian berputar-putar, yang diiringi oleh gendang dan
suling, dalam dzikir mereka untuk mencapai ekstase.
WAFATNYA MAWLANA RUMI
Semua manusia tentu akan kembali kepada-Nya. Demikianlah yang terjadi pada
Rumi. Penduduk Konya tiba-tiba dilanda kecemasan, karena mendengar kabar bahwa
tokoh panutan mereka, Rumi, tengah menderita sakit keras. Meskipun demikian,
pikiran Rumi masih menampakkan kejernihannya.
Seorang sahabatnya datang menjenguk dan mendo'akan, "Semoga Allah
berkenan memberi ketenangan kepadamu dengan kesembuhan." Rumi sempat
menyahut, "Jika engkau beriman dan bersikap manis, kematian itu akan
bermakna baik. Tapi kematian ada juga yang kafir dan pahit."
Pada tanggal 5 Jumadil Akhir 672 H atau 17 Desember 1273 dalam usia 68 tahun
Rumi dipanggil ke Rahmatullah. Tatkala jenazahnya hendak diberangkatkan,
penduduk setempat berdesak-desakan ingin mengantarkan kepulangannya. Malam
wafatnya beliau dikenal sebagai Sebul Arus (Malam Penyatuan). Sampai sekarang
para pengikut Thariqat Maulawiyah masih memperingati tanggal itu sebagai hari
wafatnya beliau.
“SAMA”, Tarian Darwis yang Berputar Suatu saat Rumi tengah tenggelam dalam
kemabukannya dalam tarian “Sama” ketika itu seorang sahabatnya memainkan biola
dan ney (seruling), beliau mengatakan, “Seperti juga ketika salat kita
berbicara dengan Tuhan, maka dalam keadaan extase para darwis juga berdialog
dengan Tuhannya melalui cinta. Musik Sama yang merupakan bagian salawat atas
baginda Nabi Sallallahu alaihi wasalam adalah merupakan wujud musik cinta demi
cinta Nabi saw dan pengetahuanNya.
Rumi mengatakan bahwa ada sebuah rahasia tersembunyi dalam Musik dan Sama,
dimana musik merupakan gerbang menuju keabadian dan Sama adalah seperti electron
yang mengelilingi intinya bertawaf menuju sang Maha Pencipta. Semasa Rumi hidup
tarian “Sama” sering dilakukan secara spontan disertai jamuan makanan dan
minuman. Rumi bersama teman darwisnya selepas solat Isa sering melakukan tarian
sama dijalan-jalan kota Konya.
Terdapat beberapa puisi dalam Matsnawi yang memuji Sama dan perasaan
harmonis alami yang muncul dari tarian suci ini. Dalam bab ketiga Matsnawi,
Rumi menuliskan puisi tentang kefanaan dalam Sama, “ketika gendang ditabuh
seketika itu perasaan extase merasuk bagai buih-buih yang meleleh dari debur
ombak laut”.
Tarian Sakral Sama dari tariqah Mevlevi Haqqani atau Tariqah Mawlawiyah ini
masih dilakukan saat ini di Lefke, Cyprus Turki dibawah bimbingan Mawlana
Syaikh Nazim Adil al-Haqqani. Ajaran Sufi Mawlana Syaikh Nazim dan mawlana
Syaikh Hisyam juga merambah keberbagai kota di Amerika maupun Eropa, sehingga
tarian Whirling Dervishes ini juga dilakukan di banyak kota-kota di Amerika,
Eropa dan Asia di bawah bimbingan Mawlana Syaikh Hisyam Kabbani ar-Rabbani.
Tarian Sama ini sebagai tiruan dari keteraturan alam raya yang diungkap
melalui perputaran planet-planet. Perayaan Sama dari tariqah Mevlevi dilakukan
dalam situasi yang sangat sakral dan ditata dalam penataan khusus pada abad ke
tujuh belas. Perayaan ini untuk menghormati wafatnya Rumi, suatu peristiwa yang
Rumi dambakan dan ia lukisakna dalam istilah-istilah yang menyenangkan.
Para Anggota Tariqah Mevlevi sekarang belajar menarikan tarian ini dengan
bimbingan Mursyidnya. Tarian ini dalam bentuknya sekarang dimulai dengan
seorang peniup suling yang memainkan Ney, seruling kayu. Para penari masuk
mengenakan pakaian putih yang sebagai simbol kain kafan, dan jubah hitam besar
sebagai symbol alam kubur dan topi panjang merah atau abu-abu yang menandakan
batu nisan.
Akhirnya seorang Syaikh masuk paling akhir dan menghormat para Darwish
lainnya. Mereka kemudian balas menghormati. Ketika Syaikh duduk dialas karpet
merah menyala yang menyimbolkan matahari senja merah tua yang mengacu pada keindahan
langit senja sewaktu Rumi wafat. Syaikh mulai bersalawat untuk Rasulullah saw
yang ditulis oleh Rumi disertai iringan musik, gendang, marawis dan seruling
ney.
Peniup seruling dan penabuh gendang memulai musiknya maka para darwis
memulai dengan tiga putaran secara perlahan yang merupakaan simbolisasi bagi
tiga tahapan yang membawa manusia menemui Tuhannya. Pada puatran ketiga Syaikh
kembali duduk dan para penari melepas jubah hitamnya dengan gerakan yang
menyimbulkan kuburan untuk mengalami “mati sebelum mati”, kelahiran kedua.
Ketika Syaikh mengijinkan para penari menari, mereka mulai dengan gerakan
perlahan memutar seperti putaran tawaf dan putaran planet-planet mengelilingi
matahari. Ketika tarian hamper usai maka syaikh berdiri dan alunan musik
dipercepat. Proses ini diakhiri dengan musik penutup dan pembacaan ayat suci
Al-Quran.
Rombongan Penari Darwis, secara teratur menampilkan Sama di auditorium umum
di Eropa dan Amerika Serikat. Sekalipun beberapa gerakan tarian ini pelan dan
terasa lambat tetapi para pemirsa mengatakan penampilan ini sangat magis dan
menawan. Kedalaman konsentrasi, atau perasaan dzawq dan ketulusan para darwis
menjadikan gerakan mereka begitu menghipnotis.
Pada akhir penampilan para hadirin diminta untuk tidak bertepuk tangan
karena “Sama” adalah sebuah ritual spiritual bukan sebuah pertunjukan seni.
Pada abad ke 17, Tariqah Mevlevi atau Mawlawiyah dikendalikan oleh kerajaan
Utsmaniyah. Meskipun Tariqah Mawlawiyah kehilangan sebagian besar kebebasannya
ketika berada dibawah dominasi Ustmaniyah, tetapi perlindungan Sang Raja
menungkinkan Tariqah Mawlawi menyebar luas keberbagai daerah dan memperkenalkan
kepada banyak orang tentang tatanan musik dan tradisi puisi yang unik dan
indah. Pada Abad ke 18, Salim III seorang Sultan Utsmaniyah menjadi anggota
Tariqah Mawlawiyah dan kemudian dia menciptakan musik untuk upacara-upacara
Mawlawi. Selama abad ke 19 , Mawlawiyah merupakan salah satu dari sekitar
Sembilan belas aliran sufi di Turki dan sekitar tigapuluh lima kelompok semacam
itu di kerajaan Utsmaniyah.
Karena perlindungan dari raja mereka, Mawlawi menjadi kelompok yang paling
berpengarh diseluruh kerajaan dan prestasi cultural mereka dianggap sangat
murni. Kelompok itu menjadi terkenal di barat., Di Eropa dan Amerika
pertunjukkan keliling mereka menyita perhatian publik. Selama abad 19, sebuah
panggung pertunjukkan yang didirikan di Turki menarik perhatian banyak kelompok
wisatawan Eropa yang datang ke Turki.
Pada tahun 1925, Tariqah Mawlawi dipaksa membubarkan diri di tanah kelahiran
mereka Turki, setelah Kemal Ataturk pendiri modernisasi Turki melarang semua
kelompok darwis lengkap dengan upacara serta pertunjukkan mereka. Pada saat itu
makam Rumi di Konya diambil alih pemerintah dan diubah menjadi museum Negara.
Motivasi utama Atatutrk adalah memutuskan hubungan Turki dengan masa
pertengahan guna mengintegrasikan Turki dengan dunia modern seperti demokrasi
ala barat. Bagi Ataturk tariqah sufi menjadi ancaman bagi modernisasi Turki.
Pada saat itulah Syaikh Nazim, mulai menyebarkan bimbingan spiritual dan
mengajar agama Islam di Siprus, Turki. Mawlana Syaikh Nazim Adil al-Haqqani
Banyak murid yang mendatangi Mawlana Syaikh Nazim dan menerima Thariqat Naqsybandi
Haqqani. Selain itu beliau adalah pemegang otoritas Mursyid tujuh Tariqah Sufi
besar lainnya, termasuk Mevlevi Haqqani atau Mawlawiyah, Qodiriah, Syadziliyah,
Chisty. Namun sayang, waktu itu semua agama dilarang di Turki dan karena beliau
berada di dalam komunitas orang-orang Turki di Siprus, agama pun dilarang di
sana. Bahkan mengumandangkan azan pun tak diperbolehkan.
Langkah Syaikh Nazim yang pertama ketika itu adalah menuju masjid di tempat
kelahirannya dan mengumandangkan azan di sana, segera beliau dimasukkan penjara
selama seminggu. Begitu dibebaskan, Syaikh Nazim pergi menuju masjid
besar di Nikosia dan melakukan azan di menaranya. Hal itu membuat para pejabat
marah dan beliau dituntut atas pelanggaran hukum.
Sambil menunggu sidang, Syaikh Nazim terus mengumandangkan azan di
menara-menara masjid di seluruh Nikosia. Sehingga tuntutannya pun terus
bertambah, ada 114 kasus yang menunggu beliau. Pengacara menasihati beliau agar
berhenti melakukan azan, namun Syaikh Nazim mengatakan, “Tidak, aku tidak bisa
menghentikannya. Orang-orang harus mendengar panggilan azan untuk shalat.”
Ketika hari persidangan tiba, Mawlana Syaikh Nazim didakwa atas 114 kasus
mngumandangkan azan diseluruh Cyprus. Jika tuntutan 114 kasus itu terbukti,
maka beliau bisa dihukum 100 tahun penjara. Tetapi pada hari yang sama hasil
pemilu diumumkan di Turki. Seorang laki-laki bernama Adnan Menderes dicalonkan
untuk berkuasa. Langkah pertamanya ketika terpilih menjadi Presiden adalah
membuka seluruh masjid-masjid dan mengizinkan azan dikumandangkan dalam bahasa
Arab.
Inilah keajaiban yang diberikan Allah swt kepada Mawlana Syaikh Nazim.
Hingga saat ini makam Rumi di Konya tetap terpelihara dan dikelola oleh
pemerintah Turki sebagai tempat wisata. Meskipun demikian pengunjung yang
datang kesana yang terbanyak adalah para peziarah dan bukan wisatawan.
Melalui sebuah kesepakatan pemerintah Turki, pada tahun 1953 akhirnya
menyetujui tarian “Sama” Tariqah Mawlawi dipeertontonkan lagi di Konya dengan
syarat pertunjukan tersebut bersifat cultural untuk para wisatawan.
Rombongan Darwis juga diijinkan untuk berkelana secara Internasional.
Meskipun demikian secara keseluruhan berbagai aspek sufisme tetap menjadi
praktek yang illegal di Turki dan para sufi banyak diburu sejak Ataturk
melarang agama mereka.
*dari berbagai sumber. wallahu’alam.
Silahkan Bagikan Artikel ini
Mohon Maaf, Kepada Semua Sahabat, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih.**** Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar(Cara Download) dibawah postingan. Apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada, kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.