بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
KH ACHMAD SHIDDIQ
A.KEHIDUPAN KH ACHMAD SHIDDIQ
KH. Achmad Shiddiq yang nama
kecilnya Achmad Muhammad Hasan, lahir di Jember pada hari Ahad Legi 10 Rajab
1344 (tanggal 24 Januari 1926). Beliau adalah putra bungsu Kyai Shiddiq dari
lbu Nyai H. Zaqiah (Nyai Maryam) binti KH. Yusuf
Achmad ditinggal abahnya dalam usia
± 8 tahun. Dan sebelumnya pada usia ± 4 tahun, Achmad sudah ditinggal ibu
kandungnya yang wafat ditengah perjalanan di laut, ketika pulang dari
menunaikan ibadah haji. Jadi, sejak usia anak-anak, Kyai Achmad sudah yatim
piatu. Karena itu, Kyai Mahfudz Shiddiq kebagian tugas mengasuh Achmad,
sedangkan Kyai Halim Shiddiq mengasuh Abdullah yang masih berumur ± 10 tahun.
Ada yang menduga, bahwa bila Achmad terkesan banyak mewarisi sifat dan gaya berfikir
kakaknya (Kyai Mahfudz Shiddiq). Kyai Achmad memiliki watak sabar, tenang dan
sangat cerdas. Wawasan berfilkirmya amat luas baik dalam ilmu agama maupun
pengetahuan umum.
Kyai Achmad belajar mengajinya
mula-mula kepada Abahnya sendiri, Kyai Shiddiq. Kyai Shiddiq sebagaimana
uraian-uraian sebelumnya, dalam mendidik terkenal sangat ketat (strength)
terutama dalam hal sholat. Beliau wajibkan semua putra-putranya sholat
berjama’ah 5 waktu. Selain mengaji pada abahnya, Kyai Achmad juga banyak
menimba ilmu dari Kyai Machfudz, banyak kitab kuning yang diajarkan oleh
kakaknya,
Sebagaimana lazimnya putra kyai,
lebih suka bila anaknya dikirim untuk ngaji pada kyai-kyai lain yang masyhur
kemampuannya. Kyai Mahfudzpun mengirim Kyai Achmad menimba i1mu. di Tebuireng.
Semasa di Tebuireng, Kyai Hasyim melihat potensi kecerdasan pada Achmad,
sehingga, kamarnya pun dikhususkan oleh Kyai Hasyim. Achmad dan beberapa
putra-putra kyai dikumpulkan dalam satu. kamar. Pertimbangan tersebut bisa
dimaklumi, karena para putra kyai (dipanggil Gus atau lora atau Non) adalah
putra mahkota yang akan meneruskan pengabdian ayahnya di pesantren, sehingga
pengawasan, pengajaran dan pembinaannyapun cenderung dilakukan secara,
khusus/lain dari santri urnumnya.
Pribadinya yang tenang itu. menjadikan
Kyai Achmad disegani ol eh teman-temannya. Gaya bicaranya yang khas dan memikat
sehingga dalam setiap khitobah, banyak santri yang mengaguminya. Selain itu,
Kyai Achmad juga seorang kutu buku/ kutu kitab (senang baca). Di pondok
Tebuireng itu pula, Kyai Achmad berkawan dengan Kyai Muchith Muzadi. Yang
kemudian hari menjadi mitra diskusinva dalam merumuskan konsep-konsep
strategis, khususnya menyangkut ke-NU-an, seperti buku Khittah Nandliyah,
Fikroh Nandliyah, dan sebagainya.
Kecerdasan dan kepiaNvaiannya
berpidato, menjadikan Kyai Achmad sangat dekat hubungannya dengan Kyai Wahid
Hasyim.
Kyai Wahid telah membinbing Kyai
Achmad dalam Madrasah Nidzomiyah. Perhatian Gus Wahid pada. Achmad sangat
besar. Gus Wahid juga mengajar ketrampilan mengetik dan membimbing pembuatan
konsep-konsep.
Bahkan ketika Kyai Wahid Hasyim
memegang jabatan ketua. MIAI, ketua NU dan Menteri Agama, Kyai Achmad juga yang
dipercaya sebagai sekretaris pribadinya. Bagi Kyai Achmad Shiddiq, tidak hanya
ilmu KH. Hasyim Asy’ari yang diterima, tetapi juga ilmu dan bimbingan Kyai
Wachid Hasyim direnung¬kannya secara mendalam. Suatu pengalaman yang sangat
langka, bagi seorang santri.
B. KETOKOHAN KYAI AHMAD
Ketokohan Kyai Achmad terbaca masyarakat sejak menyelesaikan belajar di pondok
di Tebuireng, Kyai Achmad Shiddiq muda mulai aktiv di GPII (Gabungan Pemuda
Islam Indonesia) Jember. Karirnya di GPII melejit sampai di kepengurusan
tingkat Jawa Timur, dan pada Pemilu 1955, Kyai Achmad terpilih sebagai anggota
DPR Daerah sementara di Jember.
Perjuangan Kyai Achmad dalam
mempertahankan kemerde¬kaan ’45 dimulai dengan jabatannya sebagai Badan
Executive Pemerintah Jember, bersama A Latif Pane (PNI), P. Siahaan. (PBI) dan
Nazarudin Lathif (Masyumi). Pada saat itu, bupati dijabat oleh “Soedarman, Patihnya
R Soenarto dan Noto Hadinegoro sebagai sekretaris Bupati.
Selain itu, Kyai Achmad juga
berjuang di pasukan Mujahidin (PPPR) pada tahun 1947. Saat itu Belanda.
melakukan Agresi Militer yang pertama. Belanda merasa kesulitan membasmi PPPR,
karena anggotanya adalah para Kyai. Agresi tersebut kemudian menimbulkan
kecaman internasional terhadap Belanda sehingga muncullah Perundingan Renville.
Renville memutuskan sebagai berikut:
1. Mengakui daerah-daerah berdasar
perjanjian Linggarjati
2. Ditambah daerah-daerah yang diduduki Belanda lewatAgresi harus diakui
Indonesia.
Sebagai konsekwensinya perjanjian
Renville, maka pejuang¬-pejuang di daerah kantong (termasuk Jember) harus
hijrah. Para pejuang dari Jember kebanyakan mengungsi ke Tulung Agung. Di
sanalah Kyai Achmad mempersiapkan pelarian bagi para pejuang yang mengungsi
tersebut.
Pengabdiannya di pemerintahan
dimulai sebagai kepala KUA (Kantor Urusan Agama) di Situbondo. Saat itu di
departemen Agama dikuasai oleh tokoh-tokoh NU. Menteri Agama adalah KH. Wahid
Hasyim (NU). Dan karirnya di pemerintahan melonjak cepat. Dalam waktu singkat,
Kyai Achmad Shiddiq menjabat sebagai kepala, kantor Wilayah Departemen Agama di
Jawa Timur.
Di NU sendiri, karir Kyai Achmad
bermula di Jember. Tak berapa lama, Kyai Achmad sudah aktiv di kepengurusan
tingkat wilayah Jawa Timur, sehingga di NU saat itu ada 2 bani Shiddiq yaitu:
Kyai Achmad dan Kyai Abdullah (kakaknya). Bahkan pada Konferensi NU wilayah
berikutnya, pasangan kakak beradik tersebut dikesankan saling bersaaing dan
selanjutnya Kyai Achmad Shiddiq muncul sebagai ketua wilayah NU Jawa Timur
Tetapi Kyai Achmad merasa tidak puas
dengan kiprahnya selama ini. Panggilan suci untuk mengasuh pesantren (tinggalan
Kyai Shiddiq) menuntut kedua Shiddiq tersebut mengadakan komitmen bersama.
Keputusannya adalah Kyai Abdullah Shiddiq lebih menekuni pengabdian di NU Jawa
Timur, sedangkan Kyai Achmad Shiddiq mengasuh pondok pesantrennya,
Kyai Achmad Shiddiq termasuk ulama
yang berpandangan moderat dan unik sebagai tokoh NU dan kyai, ia tidak hanya
alim tetapi juga memiliki apresiasi seni yang mengagumkan. Beliau tidak hanya
menyukai suara Ummi Kultsum, bahkan juga suka suara musik Rock seperti
dilantunkan Michael Jackson. “Manusia itu memiliki rasa keindahan, dan seni
sebagai salah-satu jenis kegiatan manusia tidak dapat dilepaskan dari
pengaturan dan penilaian agama (Islam). Oleh karena itu, apresiasi seni
hendaknya ditingkatkan mutunya. “Apresiasi seni itu harus diutamakan mutu dari
seni yang hanya mengandung keindahan menuju seni yang mengandung kesempurnaan,
lalu menuju seni yang mengandung keagungan.Selanjutnya Kyai Achmad memberikan
penjelasan sebagai berikut, Seni itu sebaiknya :
1 . Ada seni yang diutamakan seperti
sastra dan kaligrafi.
2. Ada seni yang dianjurkan seperti irama lagu dan seni suara.
3. Ada seni yang dibatasi seperti seni tari.
4. Ada seni yang dihindari seperti pemahatan patung dan seni yang merangsang
nafsu
Dalam memberikan nama untuk
anak-anak-nya, Kyai Achmad senantiasa mengkaitkan calon nama yang bernuansa seni
dengan pengabdian atau peristiwa-penstiwa penting. Seperti kelahiran putranya
yang lahir bersamaan dengan karimya sebagai anggota DPR Gotong-Royong, yaitu
Mohammad Balya Firjaun Barlaman, demikian juga Ken Ismi Asiati Afrik Rozana,
lahir bertepatan dengan konferensi Asia Afrika.
Kyai Achmad menikah dengan Nyai H.
Sholihah binti Kyai Mujib pada tanggal 23 Juni 1947, dan dikaruniai 5 orang
anak, yaitu:
1. KH. Mohammad Farid Wajdi (Jember)
2. Drs. H. Mohammad Rafiq Azmi (Jember)
3. Hj. Fatati Nuriana (istri Mohammad Jufri Pegawai PEMDA Jember).
4. Mohammad Anis Fuaidi (wafat kecil), clan
5. KH. Farich Fauzi (pengasuh pondok pesantren Al-Ishlah Kediri).
Nyai Sholihah tidak berumur panjang,
Allah memanggilnya ketika putra-putrinya masih kecil. Sehingga keempat anaknya
itu di asuh oleh Nyai Hj. Nihayah (adik kandung ketiga Nyai Sholihah). Melihat
eratnya hubungan anak-anak dengan bibinya, maka Nyai Zulaikho (kakaknya)
kemudian mendesak Kyai Achmad agar melamar Nihayah. Dan Kyai Mujib pun menerima
lamaran tersebut. Pernikahan Kyai Achmad Shiddiq dengan Nyai Hj. Nihayah binti
KH. Mujib (Tulung Agung) memnpunyai 8 orang putra, yaitu:
1. Asni Furaidah (isteri Zainal Arifin, SE.)
2. Drs. H. Moh. Robith Hasymi (Jember).
3. Ir. H. Mohammad Syakib Sidqi (Dosen di Sumatra Barat)
4. H. Mohammad Hisyarn Rifqi (suami Tahta Alfina Pagelaran, Kediri).
5. Ken Ismi Asiati Afrik Rozana, BA (istri Drs. Nurfaqih, guru SMA Jember).
6. Dra. Nida, Dusturia (istri Tijani Robert Syaifun Nuwas bin Kyai Hamim
Jazuli).
7. H. Mohammad Balya Firjaun Barlaman (pengasuh PP. Al Falah Ploso Kediri).
8. Mohammad Muslim Mahdi (wafat kecil)
Aktivitas pengajian Kyai Achmad
mendapatkan sambutan hangat di masyarakat. Pesan-pesan agama disampaikannya
dengan bahasa dan logika yang sederhana sehingga mudah dicerna. semua kalangan.
Pengajian-pengajiannya dikemas secara khusus, seperti yang peruntukkan untuk
masyarakat umum (kalangan awam) pada setiap malam senin sudah dirintisnya sejak
tahun 1970-an dan tetap berlangsung hingga sekarang, Pengajian setiap malam
Selasa, yang diperuntukkan bagi kalangan intelektual, sarjana, dosen dan
tokoh-tokoh masyarakat membahas secara, kontemporer dan apresiatif kitab Ihya’
Ulumiddin karangan Imam Ghozali.
Pengajian-pengajian Kyai Achmad
banyak bernuansa Tasawwuf. Ada 3 unsur utarna dari tasawwuf yang dapat menuntun
seseorang untuk bertasawwuf dari tingkat rendah menuju peningkatan diri secara
bertahap, yaitu:
1. Al Istiqomah: yang berarti; tekun, telaten, terus-menerus tidak bosan-bosan
mengamalkan apa saja yang dapat diamalkan Mungkin baca Yasin tiap malam Jum’at,
mungkin baca Istighfar sekian kali dalam setiap malam, dan sebagainya.
2. Az Zuhd: yang berarti terlepas dari ketergantungan hati /batin dengan harta
benda kekuasaan, kesenangan, dan sebagainya, yang ada, di tangannya sendiri,
apalagi yang ada di tangan orang lain. Tidak tergantung berbeda dengan tidak
memiliki, berbeda, dengan tidak punya. Seorang “Zahid” bisa saja kaya, tetapi
hatinya tidak tergantung pada kekayaannya. Barang siapa yang tidak berputus asa
karena sesuatu yang terlepas dari tangannya dan tidak bergembira, (melewati
batas) dengan sesuatu yang diterimanya dari Allah maka dia sudah mendapatkan
zuhud pada, kedua belah ujungnya.
3. Al Faqir: artinya, selalu menyadari kebutuhan diri kepada Al¬lah. Kesadaran
yang mendalam dan terus-menerus, tentang “dirinya membutuhkan Allah” tidak
selalu ada pada setiap or¬ang. Pada suatu saat kesadarannya, akan tinggi tetapi
saat lain kesadarannya menurun.
C. DZIKRUL GHOFILIN
Pengajian malam Senin tersebut itu dinamakan “Majlis Dzikrul Ghofilin” yang
artinya, majlis dzikirnya orang-orang lupa. Maksudnya orang-orang yang lupa
adalah sifat relatif pada manusia yang selalu lupa. (agar selalu ingat Allah)
sehingga perlu selalu diingatkan melalui Dzikir tersebut. Pada acara-acara
tersebut, selain mengamalkan sholat tasbih, dzikir, Kyai Achmad biasanya
mendahului menyampaikan ceramah agamanya.
Majlis Dzikrul Ghafilin yang
dirintis pada awal tahun 1970-an tersebut 20 tahun berikutnya telah dilkuti
oleh sekitar 20.000 orang Jamaah yang tersebar diseluruh Jawa, dan selanjutnya
Jamaah pada setiap daerah mengembangkannya lebih lanjut dikawasan masing-masing.Secara
historis, pada tahun 1973 Kyai Achmad mendapat ijazah dari Kyai Hamid untuk
membaca Fatihah 100 kali setiap hari. Selanjutnya. Kyai Achmad mengadakan
riyadlah di PPI. Ashtra beberapa tahun, baru setelah itu bacaan fatihah 100
kali dipadukan dengan bacaan lain untuk diwiridkan bersama-sama. Kemudian cara
mernbacanya bisa dibagi dan dicicil dengan ketentuan: Subuh 30 kali, Dhuhur 25
kali, Ashar 20 kali, Maghrib 15 kali dan Isya’ 10 kali. Dzikrul Ghafilin paling
afdhal jika dibaca setelah sholat dan dibaca dengan hati yang talus ikhlas. Ada
ceritera menarik antara Kyai Achmad dan Kyai Hamid: “Setiap memasuki tapal
batas Pasuruan, Kyai Achmad selalu mengucapkan salam kepada Kyai Harnid. Ketika
bertemu, Kyai Hamid menyatakan bahwa beliau selalu menjawab salam Kyai Achmad”.
Dzikrul Ghafilin yang namanya
diambil dari Al-Qur’an surat Al-A’raf 172 dan 265 menurut Kyai Achmad adalah
wirid biasa, bukan wirid. thariqat. Jika tariiqat dengan bai’at, kalau tidak
menegakkan pasti dosa, sedang dzikrul ghafilin adalah dengan ijazah.
Pengamalannya tanpa menimbulkan efek camping dan isi bacaannya terdiri dari
Al-Fatihah, Asmaul Husna, Ayat Kursi, Istighfar, Sholawat dan tahlil
Ada 3 orang Kyai yang ikut meramu
bacaan-bacaan dalam dzikrul ghafilin, yaitu: KH. Abdul Hamid bin Abdullah
(Pasuruan), KH. Achmad Shiddiq (Jember) dan KH. Hamim Jazuli (Gus Mik, Kediri).
Bahkan menurut Gus Mik, ada tiga tokoh lagi yang ikut andil dalam wirid dzikrul
ghafilin, yaitu Mbah Kyai Dalhar (Gunung Pring Muntilan Magelang), Mbah Kyai
Mundzir (Banjar Kidul Kediri), dan Mbah Kyai Hamid (Banjar Agung Magellang).
Tawashul bil Fatihah, dalam kitab
dzikrul ghafilin ditujukan kepada:
1 . Rasulullah Muhammad Saw.
2. Malaikat Jibril, Mikail, Isrofil, Izroil, Penjaga Arsy, dan Malaikat
Muqorrobin.
3. Nabi-nabi dan Rasul-rasul
4. Ulul Azmi (Nabi Nuh As, Nabi lbrohim As, Nabi Musa As, Nabi Isa dan Nabi
Muhammad saw)
5. Istri-istri Nabi (Siti Aisyah, Siti Hafsoh. Siti Sa’udah, Siti Shofiayh,
Siti Maimunah, Siti Roulah, Siti Hindun, Siti Zainab, dan Siti Zuwairiyah)
6. Putra-putri Nabi (Qosyim, Abdullah, Ibrohim, Fatimah, Zainab, Ruqoyyah dan
Ummi Kultsum).
7. Keturunan (Dzurriyah) Nabi saw.
8. KeluargaNabi saw.
9. Shahabat Nabi saw, khususnya Ahli Badar (yang wafat saat perang Badar, dari
Muhajirin dan Anchor)
10. Pengikut Nabi saw yaitu para Syuhada’, ‘ulama, ‘auliya’, sholihin,
mushonniffin, muallifin, Mbah-mbah, orang tua (bapak dan ibu) dan orang-orang
yang benar.
11. Nabi Khodliri Abi Abbas Balya bin Malkan As.
12. Sultonil’ Auhya’ Awwal yaitu:
a. Abi Muhammad Sayyidina Hasan bin Ali bin Abi Tholib
b. Sayyidina Husein ra.
c. Sayyidina Ali bin Abi Tholib ra.
d. Sayyidatina. Fatimah Az-Zahro ra,
13. Sayyid Syech Muhyiddin Abu Muhammad (Sultonil’ Auliya’ Syech Abdul Qodir
Al-Jilani ra) bin Abi Sholih Musa jangkadusat
14. Sayyid Syech Ali Muhammad Bahauddin Naqsabandi ra.
15. Sayyid Syech Abu Hamid Muhammad Al-Ghozali ra.
16. Sayyid Syech Achmad Ghozali (adik Imam Ghozali)
17. Sayyid Syech Abi Bakar As-Syibbli ra.
18. Sayyid Syech Qutub Ghowtsi Habib Abdillah bin Alwi Haddad ra.
19. Sayyid Syech Abi Yazid Toymuri bin lsa Bustomi ra.
20. Sayyid Syech Muhammad Hanafi.
21. Sayyid Syech Yusuf bin Ismail A-Nabhani ra.
22. Sayyid Syech Jalaluddin As-Suyuti ra.
23. Sayyid Syech Abu Zakariya Yahya bin Sarafinnawawi ra.
24. Sayyid Syech Abdul Wahhab As-Syaroni ra.
25. Sayyad Syech Ali Nuruddin Asy-Syowni ra.
26. Sayyid Syech Abi Abbas Achmad bin Ali Al-Buni ra.
27. Sayyid Svech Ibrohim bin Adhama ra.
28. Sayyid Syech Ibrohim. Ad-Dasuqi ra.
29. Sayyid Syech Abu Abbas Syihabuddin Achmad bin Umar Anshori Al-Anshori
Al-Mursiy
30. Sayyid Syech Sa’id Abdul Karim Al-Bushiri.
31. Sayyid Syech Abu Hasan Al-Bakri.
32. Sayyid Syech Abu Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bucho¬ri.
33. Sayyid Syech Zainuddin Abdul Aziz Al-Malibari Al-Fanani.
34. Sayyid Syech Tajuddin bin Athoillah Al-Askandari ra.
35. Mazhab Ernpat, Khususnya:
a Sayyid Syech Imam Muhammad bin Idris As-Syafi’i
b. Sayyid Syech Abu Hafsin Umar As-Suhrawardi
c. Sayyid Syech Abi Madyan
d- Sayyid Syech Ibnu Maliki Al-Andalusi
e. Sayyid Syech Abu Abdulloh Muhammad bin SulaimanAl¬ Jazuli
f Sayyid Syech Muhyiddin bin Al-Arabi
g. Sayyid Syech Imon bin Husayni ra.
36. Al Qutub Al Kabir Sayyid Syech Abdussalam 1bnu Masyisyi
37. Sayyid Syech Abu Hasani. Ali bin Abdillah bin Abdul Jabbar As-Syadzi1i
38. Sayyid Syech Abi Mahfudz Ma’ruf Al-Karkhiy
39. Sayyid Syech Abi Hasani Sari As-Saqofi
40. Sayyid Syech Abu Qosim Al-Imam Junaidi Al-Baghdadi
41. Sayyid Syech Abu `Abbas Ahmad Badawi
42. Sayyid Syech Abu Husain Rifa’i
43. Sayyid Syech Abu Abdillah Nu’ man
44. Sayyid Syech Imam Hasani bin Abu Hasani Abi Sa’id Bashri
45. Sayyidati Robi’ah Al-Adawiyah ra.
46. Sayyidati Ubaidah binti Abi Kilab ra
47. Sayyid Syech Abu Sulaiman Ad-Daroni ra
48. Sayyid Syech Abu Abdillah Al-Harits bin Asadi Al-Muhasibi ra.
49. Sayyid Syech Abi Faydl dzinnun Al-Misry ra,
50. Sayyid Syech Abi Zakariyya. Yahya bin Mu’adz Ar-Rozy ra
51. Sayyid Syech Abi Sholih Hamdun an-Naisabur.
52. Sayyid Syech Husaini bin Mansur Al-Hallaj ra.
53. Sayyid Syech Jalaluddin Ar-Rumy ra.
54. Sayyid Syech Abi Hafsin Syarafiddin Umar bin Farid Al- Hamawiy Al-Mirsi ra.
55. Ikhwan Dzikrul Ghafilin
56. Orang yang hidup dan mati baik itu:
a. Orang-orang shalihin
b. Auliya Rijalillah
c. Orang-orang yang Arif
d. Ulama Amilin
e. Para Auliya Jawa dan Madura khususnya Wali Songo
f. Kaum Sufi Muhaqiqin
Tentang “Tawassul”, Kyai Achmad
memberikan penjelasan bahwa do’ a tawashul ada dua macam:
1. Doa yang harus “dikatrol”, yaitu.
Yaitu orang yang tidak faham dan tidak maqbul do’ anya akan dikatrol (ditolong)
oleh orang faham dan khusyu’ dalam berdo’a Hal ini sama dengan sholat
berjama’ah tersebut. Bila salah satu diterima amal sholatnya maka diterima
semua yang berjama’ah tersebut. Karena itu sholat berjama’ah lebih baik dari
sholat sendiri. Bahkan Imam Hambali menghukumi Fardlu Ain. Ada Hadits Nabi
sebagai berikut: “Nabi didatangi seorang sahabat. Sahabat menyampaikan bahwa ia
sering lupa do’a yang sudah diajarkan Nabi. Lalu Nabi mengatakan, “Bacalah do’a
di bawah ini” maka nilainya sama”.
“Ya Allah aku tidak tabu apa yang di doakan oleh Nabi Tapi aku juga ikut mohon
doa itu. Dan apa yang diminta NAbi untuk dijauhkan dari bahaya, aku juga mohon
ya Allah”.
4. Doa yang bersifat “dorongan”
yaitu: orang yang berdoa tidak maqbul karna jiwanya tidak bersih, sehingga
perlu didorong atau di amini oleh orang yang maqbul doanya dan bersih
hatinya¬Ada hadits sebagai berikut “Ada tiga orang sahabat yang sedang berzikir
di masjid. Salah satunya adalah Abu Hurairah yang masih muda usia. Lalu
masuklah Nabi sambil bersabda: berdoalah kamu dan aku mengamininya. Satu
persatu mereka berdoa dan di amini oleh Nabi. Giliran ketiga pada Abu Hurairah
berdoa sebagai berikut: “Ya Allah semua yang diminta sahabat yang pertama, aku
mohon juga. Begitu pula yang diminta sahabat yang kedua aku mohon juga Sekarang
aku mohon untuk diriku sendiri. Ya Allah sejak kecil aku ini pelupa, aku mohon
agar dapat hafal semua yang diajarkan Nabi”. Doa Abu Hurairah inipun di amini
Nabi, maka sejak itulah la menjadi penghafal/perawi Hadits terbanyak. Ini
karena dorongan amin Nabi yang langsung di terima Allah”.
Pengajian Dzikrul Ghafilin ini
semakin lengkap dan dilkuti oleh ribuan muslimin/muslimat, setelah digabung
dengan sema’an Al-Qur’an Mantab” yang dirintis oleh Gus Mik, dan kini
dikoordinasi oleh KH. Farid Wajdi (putra Sulung Kyai Achmad). Pengajian
“Dzikrul Ghafillin dan Istima’ul Qur’an” ini tidak hanya dilakukan di Jember,
bahkan hampir semua Kabupaten di Jawa Timur dan Jawa Tengah (ternasuk Kraton
Yogya dan kantor¬kantor pemerintah pun) sudah mengadakan kegiatan ini secara
rutin.
Kedekatan KH. Achmad Shiddiq dengan
Gus Mik tidak hanya pada penggabungan Dzikrul Ghofilin dengan sema’ an Qur’ an
Mantab saja. Bahkan eratnya hubungan itu terikat rapat setelah kedua tokoh itu
“besanan”. Putra Kyai Achmad (Gus Hisyam Rifqi) menikah dengan putri Gus Mik
(Tahta Alfina Pagelaran) sedang Ning Nida Dusturia (Putri Kyai Achmad)
Dinikahkan dengan Gus Robert Syaifun Nuwas (putra Gus Mik), lebih dari itu Gus
Firjaun (putera Bungsu Kyai Achmad) menikah dengan Ning Sofratul Lailiyah
(Ponaan Gus Mik).
Dengan dzikrul ghafilin Kyai Achmad
berikhtiar menciptakan suasana religius guna membentengi masyarakat dalam
memasuki kehidupan modern, karena modernisasi menurut Kyai Achma cenderung
membawa mudirrunisasi. yakni suatu proses yan mengarah kepada sesuatu yang
memudharatkan, sehingga pengembangan suasana religius merupakan kondisi yang
harus mendapatkan prioritas.
D. BINTANG KYAI ACHMAD
Pada Munas Ulama NU di Situbondo pada bulan Desember 1983, KH. Achmad Shiddiq menjelaskan
makalahnya tentang “Penerimaan Azas Tunggal Pancasila bagi NU”. Beliau
menyampaikan pokok-pokok fikiran dan berdialog tanpa kesan apolog: Beliau
ungkap argumentasi secara mendasar dan rasional dari segi agama, historis
maupun politik. “Pancasila dan Islam adalah hal yang dapat sejalan dan saling
menunjang. Keduanya tidak bertentangan dan jangan dipertentangkan”,kata Kyai
Achmad.
Lebih lanjut ditegaskan: “NU
menerima Pancasila berdasar pandangan syari’ah. bukan semata-mata berdasar
pandangan politik. Dan NU tetap berpegang pada ajaran aqidah dan syariat Islam.
Ibarat makanan, Pancasila itu sudah kita makan selama 38 tahun, kok baru
sekarang kita persoalkan halal dan haramnya katanya setengah bergurau penuh
diplomatic. Sungguh luar biasa, ratusan kyai yang sejak awal menampik Pancasila
sebagai satu¬-saatunya Azas organisasi, berangsur-angsur berobah sikap dan
menyepakatinya. Sejak saat itulah, sejarah mencatat NU menjadi ormas keagamaan
yang pertama menerima Pancasila sebagai satu-satunya Azas.
Nama Kyai Achmad melejit bak
“Bintang Kejora”, dalam Munas NU itu. Dan tak heran, dalam Muktamar NU ke 27 di
Situbondo itu, Kyai Achmad Shiddiq terpilih sebagai Ro’is Aam PBNU, sedang KH.
Abdurrahman Wahid sebagai Ketua Umum Tanfidziahnya, bentuk pasangan yang,
ideal.
Duet Kyai Achmad dan Gus Dur temyata
marnpu mengangkat pamor NU ke permukaan. Beberapa. kali NU bisa selamat ketika
menghadapi setiap persoalan besar dan pelik berkat kepemim¬pinan keduanya.
Semisal goncangan, ketika Kyai As’ ad yang kharismatik mengguncang NU dengan
sikap mufaroqohnya terhadap kepemimpinan Gus Dur. Dalam Munas NU di cilacap
tahun 1987, Kyai As’ ad menginginkan Gus Dur dijadikan agenda Munas, dan
diganti. Namur demikian, Kyai Achmad Shiddiq dan Kyai Ali Ma’shum tampil
membelanya.
Kyai Achmad dalam posisi sulit dan
menentukan itu mampu meyakinkan warga NU untuk tetap kukuh dengan khittah NU
1926. Pada Muktamar ke-28 di Yogyakarta pada tahun 1989 Kyai Achmad menegaskan
pendiriannya tentang Khittah. “NU ibarat kereta, api, bukan taksi yang bisa,
dibawa, sopirya, ke mana, saja. Rel NU sudah tetap”, ujarnya bertamsil. Dengan
tamsil ini pula Muktamar Yogyakarta dapat mempertahankan duet Kyai Achmad
dengan Gus Dur.
Dan kepulangan Kyai Achmad dari
Muktamar Yogyakarya, Kyai Achmad sakit Diabetes Melitus (kencing manis yang
parsh). Kyai Achmad dirawat di RS. Dr. Sutomo, Surabaya.
“Tugasku di NU sudah selesai”, kata Kyai Achmad Shiddiq pada rombongan PBNU
yang membesuknya di RSU Dr. Sutomo, Ternyata isyarat itu benar. Tanggal 23
Januari 1991, Kyai Achmad Shiddiq wafat. Rois Aam PBNU yang berwajah sejuk itu
menanggalkan beberapa jabatan penting:
1. Anggota DPA (Dewan Pertimbanzan Agung)
2. Anggota BPPN (Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional)
KH Achmad Shiddiq dimakamkan di
kompleks makam Auliya, Tambak Mojo, Kediri. Di makam itu juga sudah dimakamkan
2 orang Auliya sebelumnya. “Aku seneng di sini Besok kalau aku mati dikubur
sini saja”, wasiat Kyai Achmad pada istri dan anak-anaknya. Walaupun berat hati
karena jauhn dari Jember, keluarganyapun merelakannya sebagai penghormatan pada
bapak yang sangat di cintainya
Ribuan muslimin dan muslimat melayat
ke pemakaman Kyai Achmad Shiddiq. Jenazah terlebih dulu disemayamkan di rumah
duka (kompleks Pesantren Ashtra. Talangsari) dan keesok harinya, barulah beriring-iringan
mobil yang berjumlah seratus itu mengantarkannya di tempat yang jauh, tetapi
menyenangkannya. Sang Bintang Kejora itu jauh dari Jember tetapi sinarnya tetap
cemerlana dari pemakaman Tambak nun jauh.
Sekitar 5 tahun setelah wafatnva,
tepatnya pada tanggal 9 Nopember 1995, Kyai Achmad masih mendapatkan
penghargaan “Bintang Maha Putera NARARYA, dari Pemerintah dan beliau tercatat
sebagai Pahlawan Nasional Mantan Tokoh NU (Sumber ; Buku Biografi Mbah Shiddiq)
Silahkan Bagikan Artikel ini
Mohon Maaf, Kepada Semua Sahabat, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih.**** Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar(Cara Download) dibawah postingan. Apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada, kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.