بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
KH.
Muhaiminan Gunardo Mursyid Thoriqoh Syadziliyah dari Temanggung Penerus
Semangat Perjuangan Bambu Runcing
KH. Muhaiminan Gunardo Mursyid
Thoriqoh Syadziliyah dari Temanggung
Penerus Semangat Perjuangan Bambu Runcing
========================================
Ia sangat peduli pada gonjang-ganjing bangsa. Maka ia pun berkeliling tanah
air: memimpin istigasah, menghibur umat, memberikan nasihat kepada pemerintah.
Jemaah istigasah menyambut Muktamar Jam’iyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah
An-Nahdliyah yang memadati Masjid Jami’ Pekalongan baru saja menarik napas,
setelah sebelumnya melantunkan syair Simthud Durar. Tiba-tiba terdengar suara
menggelegar. Di shaf terdepan, sesosok tegap berpakaian putih-putih, lengkap
dengan serban dan jubah, tampak khusyuk melantunkan tawasul kepada para aulia
pendiri tarekat. Menilik perawakan dan suaranya, orang seakan tak percaya bahwa
usianya telah melampaui 83 tahun.
Pembacaan doa-doa istighatsah yang baru selesai sepertinya tak menyisakan keletihan
di wajahnya yang selalu segar. Dialah K.H.R. Muhaiminan Gunardo dari kaki
Gunung Sindoro, Jawa Tengah. Tema istighatsah malam itu, sebagaimana
istighatsahnya yang lain, ialah memohon keselamatan bangsa dari berbagai
bencana yang belakangan menghantam bertubi-tubi. Semangat kebangsaan pengasuh
Pondok Pesantren Kyai Parak Bambu Runcing, Parakan, Temanggung, Jawa Tengah,
ini memang luar biasa.
Usianya memang sudah cukup senja. Tapi kiprahnya semakin mengukuhkan profil
ulama pejuang ini. Kepeduliannya akan gonjang-ganjing perjalanan bangsa
mengantarkan langkahnya ke berbagai pelosok tanah air. Baik untuk memimpin
istigasah, ngayemi-ayemi (menghibur) umat, maupun memberikan nasihat langsung
kepada pemerintah.
Almarhum Mbah Hinan, panggilan akrab KH Muhaiminan Gunardo, dilahirkan di
Parakan, .Beliau adalah keturunan Raden Santri salah seorang wali yang masih
keturunan Pangeran Diponegoro. Beliau adalah pimpinan Pondok Pesantren Bambu
Runcing Parakan, Suatu Pondok Pesantren yang dikenal sebagai pusat pendekar di
jaman perjuangan Indonesia.Di Pesantren yang didirikan oleh kakek Beliau inilah
nama senjata tradisional Bambu Runcing menjadi sangat terkenal dan ditakuti
oleh penjajah Belanda. Pada jaman perjuangan para pendekar sering berkumpul di
pesantren Parakan untuk mengatur strategi perjuangan melawan Belanda sekaligus
diajarkan berbagai macam Ilmu Hikmah. Setiap kali berangkat berjuang selain
ilmu beladiri para pendekar juga dibekali sebuah senjata yaitu Bambu Runcing,
tetapi Bambu Runcing ini bukan bambu runcing biasa karena senjata ini telah di
beri Asma oleh kyai. Konon setiap kali dilemparkan Bambu Runcing ini tidak saja
dapat membunuh lawan bahkan dapat meledak spt bom. Itulah salah satu Karomah
kyai Parakan.Sehingga Bambu Runcing Menjadi sangat terkenal di seluruh
Indonesia dan ditakuti penjajah Belanda.
Lasykar Hizbullah
Di masa-masa awal revolusi fisik itu, setiap hari ribuan pejuangan mampir ke
Parakan dalam perjalanan mereka dari ke front-front pertempuran di Magelang,
Ambarawa, Ungaran, dan Semarang. Beberapa di antaranya bahkan datang dari
berbagai daerah di Jawa Timur dan Jawa Barat. Adalah Kiai Subeki atau Mbah
Subki, saat itu 90-an tahun, magnet yang menarik mereka ke Parakan. Setelah
wafat ia dijuluki Kiai Parak Awal.
Sebelum berangkat ke medan pertempuran, para pejuang – rata-rata anak-anak
anggota Lasykar Hizbullah – sowan kepada kiai sepuh yang sangat tawaduk ini.
Oleh Mbah Subeki mereka didoakan, dan satu per satu senjata mereka dijamah
sambil berdoa: Bismillahi bi ‘aunillah. Ya Hafidz, ya Hafidz, ya Hafidz. Allahu
akbar, Allahu akbar, Allah akbar (Dengan menyebut nama Allah, dengan
pertolongan Allah. Wahai Zat yang Maha Menjaga, Allah, yang Mahabesar).
Begitulah “ijazah doa” yang diberikan oleh Mbah Subeki kepada para pejuang,
yang kemudian terbukti menambah keberanian dan rasa percaya diri di medan
perang. Bahkan diyakini mendatangkan perlindungan Allah dari hujan peluru dan
bom lawan. Sejak itu, setiap hari ribuan orang memasuki Parakan untuk nyuwuake
(memohonkan doa) buat senjata mereka. Mulai dari bambu runcing, pestol, bedil,
karaben, bahkan kanon.
Dalam autobiografinya, Berangkat dari Pesantren, mantan Menteri Agama K.H.
Saifudin Zuhri antara lain menulis, di antara pasukan yang singgah ke Parakan
terdapat anggota Tentara Keamanan Rakyat dari Banyumas pimpinan Kolonel
Soedirman – yang belakangan menjadi panglima besar. Mereka membawa peralatan
tempur lengkap. Ketika itu mereka dalam perjalanan ke medan perang Ambarawa.
Parakan sendiri daerah unik, karena merupakan pertemuan berbagai budaya,
sebagaimana diceritakan oleh Saifudin Zuhri, “Sejak tertangkapnya Pangeran
Diponegoro, sisa-sisa prajurit Mataram dalam taktik mengundurkan diri bergerak
menyusuri Kali Progo melalui daerah Sentolo, Godean, Borobudur, Bandongan,
Secang Temanggung, dan akhirnya Parakan, sebuah persimpangan tapal batas
Karesidenan Banyumas, Kedu, Pekalongan, dan Semarang.
Daerah dataran tinggi di kaki Gunung Sindoro itu menjadi tempat bertemunya
bermacam-macam sisa prajurit Diponegoro dari berbagai daerah. Tidaklah mengherankan
jika penduduk Parakan mempunyai unsur kebudayaan yang bercampur antara
ketulusan rakyat Banyumas, kesabaran rakyat Kedu, keberanian rakyat Pekalongan,
dan keterampilan rakyat Semarang.
Pencak Silat
Itulah Parakan, kota kecil tempat lahirnya K.H.R. Muhaiminan Gunardo. Ia adalah
putra Raden Abu Hasan, yang lebih dikenal dengan nama K.H. Sumomihardho – salah
seorang keturunan Sri Sultan Hamengkubuwono II. Sementara ibundanya, Hj.
Mahwiyah, adalah putri Kiai Badrun, sesepuh Parakan yang berpengaruh karena
kedalaman ilmu agamanya.
Sejak muda, Kiai Muhaiminan – yang termasuk dalam forum Kiai Khos Langitan –
gemar berolahraga, khususnya pencak silat, yang digelutinya di sela-sela
mengaji kepada beberapa ulama besar. Tamat Sekolah Rakyat di Parakan, ia
mengaji kepada K.H. Dalhar alias Mbah Dalhar (Pesantren Watucongol, Magelang),
ulama besar yang pernah selama delapan tahun berkhalwat – mengasingkan diri
untuk memusatkan perhatian pada ibadah (berzikir dan tafakur) kepada Allah SWT
– di Gua Hira, tempat Rasulullah SAW melakukan hal yang sama, beruzlah. Mbah
Dalhar juga dikenal sebagai mursyid Tarekat Syadziliyah yang termasyhur.
Selepas dari Watucongol, Muhaiminan muda melanjutkan pengembaraannya dalam
menuntut ilmu kepada K.H. Maksum (Lasem, Rembang), Kiai Muhajir di Bendo (Pare,
Kediri), lalu ke Pesantren Tebuireng, Jombang.
Selain mengaji ilmu agama, di setiap pesantren yang disinggahinya Muhaiminan
mendalami ilmu pencak silat. Pendekar tangguh yang pernah menjadi gurunya,
antara lain, K.H. Nahrowi atau Ki Martojoto. Ia juga mendalami ilmu pencak
silat di pesantren terakhir yang disinggahinya, yaitu Ponpes Dresmo (Surabaya),
yang memang terkenal dengan keampuhan olah kanuragannya.
Sehari-hari, Mbah Minan selalu menyempatkan diri mendidik ratusan santrinya,
dan mendampingi kurang lebih 30 orang pengajar. Terutama dalam mujahadah –
zikir untuk meraih derajat yang tinggi di sisi Allah – dan istigasah setiap
bakda magrib dan setiap malam Jumat dan Selasa Kliwon. Sementara pengelolaan
sehari-hari pesantren yang berdiri pada 1955 itu diserahkan kepada sebuah
kepengurusan yang dinamakan Idarah Ma’had Kiai Parak Bambu Runcing.
Idarah tersebut juga membawahkan beberapa lembaga yang mengurus kepentingan
pesantren dan umat. Termasuk Lembaga Seni Bela Diri Garuda Bambu Runcing
(LGBR), perguruan pencak silat yang mengajarkan dua jenis ilmu bela diri, yakni
pencak silat sebagai bela diri fisik dan bela diri batin. LGBR tidak hanya
diikuti para santri, tapi juga warga masyarakat umum. Hingga kini anggota
aktifnya kurang lebih 45.000 orang, bahkan telah memiliki beberapa cabang di
Jawa dan Sumatra.
Kemasyhuran Kiai Muhaiminan Gunardo dan pesantrennya dalam dunia spiritualitas
memang telah membuah bibir di kalangan umat Islam, khususnya di Jawa Tengah. Di
luar aktivitas keilmuan dan kanuragan, pesantren yang terletak di dataran
tinggi eks Karesidenan Kedu ini memang selalu ramai dikunjungi orang. Baik yang
hendak berkonsultasi masalah kehidupan, berguru ilmu hikmah, maupun untuk
mengaji tasawuf kepada Mbah Nan.
Ketika terjadi heboh pembunuhan terhadap para kiai dan santri pada 1999 – yang
terkenal sebagai “kasus ninja”, karena pembunuhnya bertopeng seperti ninja –
pesantren ini menjadi tujuan utama warga nahdliyin yang belajar membentengi
diri.
Barangkali memang sudah menjadi ketentuan Allah SWT bahwa ulama Parakan secara
turun-temurun ditugasi menjadi benteng pertahanan terakhir umat dalam
menghadapi berbagai kesulitan. Bisa dimaklum jika langkah Kiai Muhaiminan
sepertinya masih harus panjang – selama keadaan Indonesia belum memenuhi
harapan yang dicita-citakan para ulama pendahulunya.
Ahli Hikmah
Selama ini masyarakat lebih mengenal Mbah Minan selain sebagai alim ulama yang
ahli di bidang agama juga ahli di bidang ilmu hikmah. Tak sedikit yang
berhubungan dengan almarhum berkaitan dengan ilmu kekebalan untuk pertahanan
diri bahkan tak sedikit yang berkaitan dengan kedudukan dan jabatan. Salah satu
Karomah Kiai khos ini Adalah ketika bermain pencak silat orang disekitarnya
merasakan tanah disekeliling beliau bergetar seperti ada gempa bumi. Salah satu
ilmu andalan Beliau adalah SASRA BIRAWA yaitu ilmu tenaga dalam yang dapat
memecahkan benda keras dari jarak jauh seperti ilmu yang dimiliki Mahesa Jenar.
Setiap Santri di Pesantren Parakan diajarkan ilmu pencak silat Garuda Bambu
Runcing. Salah satu murid beliau yang dikenal sebagai pendekar di kota Solo
adalah Almarhum KH. Hilal Adnan pimpinan Thoriqoh Syadziliyah di Solo Jawa
Tengah.
Mursyid Thoriqoh Syadziliyah dan Qadiriyah wa Naqsyabandiyah
Mengikuti jejak gurunya, Kiai Dalhar Watucongol, ia juga menjadi mursyid
Tarekat Sadziliyah dan Qadiriyah wa Naqsyabandiyah yang bersanad sampai ke
Rasulullah SAW. Beliau pernah menjabat sebagai Ketua Pengurus Pusat Jami'yyah
Thariqoh Muqtabaroh An-Nahdliyyah serta pimpinan thoriqoh Syadziliyah.
Di organisai PBNU, almarhum menjabat sebagai Mustasyar. KH Muhaiminan Gunardo
merupakan seorang tokoh panutan yang sangat dikenal masyarakat luas. Selain
itu, beliau juga banyak memberikan sumbangan spiritual bagi kehidupan
masyarakat.
Silahkan Bagikan Artikel ini
Mohon Maaf, Kepada Semua Sahabat, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih.**** Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar(Cara Download) dibawah postingan. Apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada, kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.