بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
Syaikhona Kyai Kholil al-bankalany RA (madura)
=======================================================
KH Muhammad Khalil bin Kiyai Haji Abdul Lathif bin Kiyai Hamim bin Kiyai Abdul
Karim bin Kiyai Muharram bin Kiyai Asrar Karamah bin Kiyai Abdullah bin Sayid
Sulaiman.
Sayid Sulaiman adalah cucu Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati Cirebon.
Syarif Hidayatullah itu putera Sultan Umdatuddin Umdatullah Abdullah yang
memerintah di Cam (Campa). Ayahnya adalah Sayid Ali Nurul Alam bin Sayid
Jamaluddin al-Kubra.
KH. Muhammad Kholil dilahirkan pada 11 Jamadilakhir 1235 Hijrahatau 27 Januari
1820 Masihi di Kampung Senenan, Desa Kemayoran, Kecamatan Bangkalan, Kabupaten
Bangkalan, Pulau Madura, Jawa Timur. Beliau berasal dari keluarga Ulama dan
digembleng langasung oleh ayah Beliau menginjak dewasa beliau ta’lim diberbagai
pondok pesantren. Sekitar 1850-an, ketika usianya menjelang tiga puluh, Kiyai
Muhammad Khalil belajar kepada Kiyai Muhammad Nur di Pondok-pesantren Langitan,
Tuban, Jawa Timur. Dari Langitan beliau pindah ke Pondok-pesantren Cangaan,
Bangil, Pasuruan. Kemudian beliau pindah ke Pondok-pesantren Keboncandi. Selama
belajar di pondok-pesantren ini beliau belajar pula kepada Kiyai Nur Hasan yang
menetap di Sidogiri, 7 kilometer dari Keboncandi. Kiyai Nur Hasan ini,
sesungguhnya, masih mempunyai pertalian keluarga dengannya.
Sewaktu menjadi Santri KH Muhammad Kholil telah menghafal beberapa matan,
seperti Matan Alfiyah Ibnu Malik (Tata Bahasa Arab). disamping itu juga beliau
juga seorang hafiz al-Quran . Belia mampu membaca alqur’an dalam Qira’at Sab’ah
(tujuh cara membaca al-Quran
Pada 1276 Hijrah/1859 Masihi, KHMuhammad Khalil Belajar di Mekah. Di Mekah KH
Muhammad Khalil al-Maduri belajar dengan Syeikh Nawawi al-Bantani(Guru Ulama
Indonesia dari Banten). Di antara gurunya di Mekah ialah Syeikh Utsman bin
Hasan ad-Dimyathi, Saiyid Ahmad bin Zaini Dahlan, Syeikh Mustafa bin Muhammad
al-Afifi al-Makki, Syeikh Abdul Hamid bin Mahmud asy-Syarwani i. Beberapa sanad
hadis yang musalsal diterima dari Syeikh Nawawi al-Bantani dan Abdul Ghani bin
Subuh bin Ismail al-Bimawi (Bima, Sumbawa). Kh.Muhammad Kholil Sewaktu Belajar
di Mekkah Seangkatan dengan KH.Hasym Asy’ari,Kh.Wahab Hasbullah dan KH.Muhammad
Dahlan namum Ulama-ulama Dahulu punya kebiasaan Memanggil Guru sesama Rekannya,
Dan Kh.Muhammad KHolil yang Dituakan dan dimuliakan diantara mereka.
Sewaktu berada di Mekah untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, Kh.Muhammad
Khalil bekerja mengambil upah sebagai penyalin kitab-kitab yang diperlukan oleh
para pelajar. Diriwayatkan bahwa pada waktu itulah timbul ilham antara mereka
bertiga, yaitu: Syeikh Nawawi al-Bantani, Kiyai Muhammad Khalil al-Maduri dan
Syeikh Saleh as-Samarani (Semarang) menyusun kaedah penulisan huruf Pegon.
Huruf Pegon ialah tulisan Arab yang digunakan untuk tulisan dalam bahasa Jawa,
Madura dan Sunda. Huruf Pegon tidak ubahnya tulisan Melayu/Jawi yang digunakan
untuk penulisan bahasa Melayu.
karena Kiyai Muhammad Khalil cukup lama belajar di beberapa pondok-pesantren di
Jawa dan Mekah, maka sewaktu pulang dari Mekah, beliau terkenal sebagai
ahli/pakar nahwu, fiqih, thariqat ilmu-ilmu lainnya.
Untuk mengembangkan pengetahuan keislaman yang telah diperolehnya, Kiyai
Muhammad Khalil selanjutnya mendirikan pondok-pesantren di Desa Cengkebuan,
sekitar 1 kilometer arah Barat Laut dari desa kelahirannya. Kh. Muhammad Khalil
al-Maduri adalah seorang ulama yang bertanggungjawab terhadap pertahanan,
kekukuhan dan maju-mundurnya agama Islam dan bangsanya. Beliau sedar benar
bahwa pada zamannya, bangsanya adalah dalam suasana terjajah oleh bangsa asing
yang tidak seagama dengan yang dianutnya.
Beliau dan keseluruhan suku bangsa Madura seratus peratus memeluk agama Islam,
sedangkan bangsa Belanda, bangsa yang menjajah itu memeluk agama Kristian.
Sesuai dengan keadaan beliau sewaktu pulang dari Mekah telah berumur lanjut,
tentunya Kiyai Muhammad Khalil tidak melibatkan diri dalam medan perang,
memberontak dengan senjata tetapi mengkaderkan pemuda di pondok pesantren yang
diasaskannya. Kiyai Muhammad Khalil sendiri pernah ditahan oleh penjajah
Belanda kerana dituduh melindungi beberapa orang yang terlibat melawan Belanda
di pondok pesantrennya. beberapa tokoh ulama maupun tokoh-tokoh kebangsaana
lainnya yang terlibat memperjuangkan kemerdekaan Indonesia tidak sedikit yang
pernah mendapat pendidikan dari Kiyai Muhammad Khalil al-Maduri .
Kh.Ghozi menambahkan, dalam peristiwa 10 November, Mbah Kholil bersama
kiai-kiai besar seperti Bisri Syansuri, Hasyim Asy’ari, Wahab Chasbullah dan
Mbah Abas Buntet Cirebon, menge-rahkan semua kekuatan gaibnya untuk melawan
tentara Sekutu.
Hizib-hizib yang mereka miliki, dikerahkan semua untuk menghadapi lawan yang
bersenjatakan lengkap dan modern. Sebutir kerikil atau jagung pun, di tangan
kiai-kiai itu bisa difungsikan menjadi bom berdaya ledak besar.
Tak ketinggalan, Mbah Kholil mengacau konsentrasi tentara Sekutu dengan
mengerahkan pasukan lebah gaib piaraannya. Di saat ribuan ekor lebah menyerang,
konsentrasi lawan buyar.
Saat konsentrasi lawan buyar itulah, pejuang kita gantian menghantam lawan.
”Hasilnya terbukti, dengan peralatan sederhana, kita bisa mengusir tentara
lawan yang senjatanya super modern. Tapi sayang, peran ulama yang mengerahkan
kekuatan gaibnya itu, tak banyak dipublikasikan,” papar Kiai Ghozi, cucu KH
Wahab Chasbullah ini.
Kesaktian lain dari Mbah Kholil, adalah kemampuannya membelah diri. Dia bisa
berada di beberapa tempat dalam waktu bersamaan.
Pernah ada peristiwa aneh saat beliau mengajar di pesantren. Saat berceramah,
Mbah Kholil melakukan sesuatu yang tak terpantau mata. ”Tiba-tiba baju dan
sarung beliau basah kuyub,” cerita kh Ghozi.
Para santri heran. Sedangkan beliau sendiri cuek, tak mau menceritakan apa-apa.
Langsung ngloyor masuk rumah, ganti baju.
Teka-teki itu baru terjawab setengah bulan kemudian. Ada seorang nelayan sowan
Mbah Kholil. Dia mengucapkan terimakasih, karena saat perahunya pecah di tengah
laut, langsung ditolong Mbah Kholil.
”Kedatangan nelayan itu membuka tabir. Ternyata saat memberi pengajian, Mbah
Kholil dapat pesan agar segera ke pantai untuk menyelamatkan nelayan yang
perahunya pecah. Dengan karomah yang dimiliki, dalam sekejap beliau bisa sampai
laut dan membantu si nelayan itu,” papar kh Ghozi yang kini tinggal di
Wedomartani Ngemplak Sleman ini.
di antara sekian banyak murid Kh Muhammad Khalil al-Maduri yang cukup menonjol
dalam sejarah perkembangan agama Islam dan bangsa Indonesia ialah Kh Hasyim
Asy’ari (pendiri Pondok-pesantren Tebuireng, Jombang, dan pengasas Nahdhatul
Ulama / NU) Kiyai Haji Abdul Wahhab Hasbullah (pendiri Pondok-pesantren
Tambakberas, Jombang); Kiyai Haji Bisri Syansuri (pendiri Pondok-pesantren
Denanyar); Kiyai Haji Ma’shum (pendiri Pondok-pesantren Lasem, Rembang, adalah
ayahanda Kiyai Haji Ali Ma’shum), Kiyai Haji Bisri Mustofa (pendiri
Pondok-pesantren Rembang); dan Kiyai Haji As’ad Syamsul `Arifin (pengasuh
Pondok-pesantren Asembagus, Situbondo).
KH. Muhammad Khalil al-Maduri, wafat dalam usia yang lanjut 106 tahun, pada 29
Ramadan 1341 Hijrah/14 Mei 1923 Masihi.
Silahkan Bagikan Artikel ini
Mohon Maaf, Kepada Semua Sahabat, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih.**** Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar(Cara Download) dibawah postingan. Apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada, kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.