5.“TANDA MATA HATI YG BUTA”
٭ اِجْتِهادُكَ
فيمَا ضُمنَ لكَ وتقـْصِيرُكَ فيماَ طُلبَ منكَ دَلِيلٌ على انطِماسِ البَصِيْرَةِ
منكَ ٭
5. "Kesungguhanmu untuk mencapai apa-apa yang telah dijamin pasti
akan sampai kepadamu, di samping kelalaianmu terhadap kewajiban-kewajiban yang
di amanatkan kepadamu, membuktikan butanya mata hatimu."
Siapa saja yang disibukkan mencari apa yang
sudah dijamin Alloh seperti rizki, dan
meninggalkan apa yang menjadi perintah Alloh, itulah tanda orang yang buta
hatinya.
Firman Alloh: "Dan berapa banyak makhluk bergerak yang bernyawa yang tidak
[dapat] membawa [mengurus] rezekinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezeki
kepadanya dan kepadamu. Dia Maha mendengar, Maha mengetahui." [QS. al-Ankabuut 60].
Firman Alloh: "Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan shalat dan sabar dalam
mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki
kepadamu. Dan akibat [yang baik di akhirat] adalah bagi orang yang
bertakwa." [QS. Thaha 132].
Kerjakan apa yang menjadi kewajibanmu terhadap
Kami, dan Kami melengkapi bagimu bagian Kamu.
Di sini ada dua perkara : 1. Yang dijamin oleh
Alloh, maka jangan menuduh atau berburuk sangka kepada Alloh subhanahu wa ta'ala.
2.Yang
dituntut [menjadi kewajiban bagimu] kepada Allah, maka jangan abaikan.
Dalam sebuah hadits Qudsy yang kurang lebih
artinya: "Hambaku, taatilah semua
perintah-Ku, dan jangan memberi tahu kepada-Ku apa yang baik bagimu, [jangan
mengajari kepada-Ku apa yang menjadi kebutuhanmu].
Syeih Ibrahim
al-Khawwas berkata: "Jangan memaksa diri untuk mencapai apa yang telah
dijamin dan jangan menyia-nyiakan [mengabaikan] apa yang diamanatkan
kepadamu." Oleh sebab itu, barangsiapa yang berusaha untuk mencapai apa yang
sudah dijamin dan mengabaikan apa yang menjadi tugas dan kewajiban kepadanya,
maka buta mata hatinya dan sangat bodoh.
6.“Ridho dengan pilihan Alloh”
٭
لاَيَكُنْ تأخُرَ أمَدِ العَطَاءِ معَ الاِلحاحِ فى الدُعاءِموجِباً لِياءسِكَ
فهُوَ
ضَمن لكَ الاِجاَبة َ فيماَ يختَاَرُهُ لكَ لا فيمَا تَختاَرُلِنفْسِكَ وَفى
الوَقتِ الَّذى يُرِيدُ لافى الوقتِ الذى تـُريدُ
6."Janganlah keterlambatan/tertundanya waktu pemberian Tuhan
kepadamu, padahal engkau bersungguh-sungguh dalam berdo’a menyebabkan putus
harapan, sebab Alloh telah menjamin dan menerima semua do’a dalam apa yang ia
kehendaki untukmu, bukan menurut kehendakmu, dan pada waktu yang ditentukan
Alloh, bukan pada waktu yang engkau tentukan."
Alloh telah berjanji akan mengabulkan do’a. sesuai dengan firman-Nya, “Mintalah kamu semua kepada-Ku, Aku akan
mengijabah do’amu semua”. dan Alloh berfirman, "Tuhanmulah yang menjadikan segala yang dikehendaki-Nya dan
memilihnya sendiri, tidak ada hak bagi mereka untuk memilih."
Sebaiknya seorang hamba yang tidak mengetahui
apa yang akan terjadi mengakui kebodohan dirinya, sehingga tidak memilih
sesuatu yang tampak baginya sepintas baik, padahal ia tidak mengetahui
bagaimana akibatnya. Karena itu bila Tuhan yang maha mengetahui, maha bijaksana
memilihkan untuknya sesuatu, hendaknya rela dan menerima pilihan Tuhan yang
Maha pengasih, Maha mengetahui dan Maha bijaksana. Walaupun pada lahirnya pahit
dan menyakitkan rasanya, namun itulah yang terbaik baginya, karena itu bila
berdoa, kemudian belum juga terkabulkan keinginannya, janganlah terburu-buru
putus asa.
Firman
Allah: "Dan mungkin jadi kamu
tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan mungkin jadi kamu
menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak
mengetahui." [QS. al-Baqarah 216].
Syeikh Abul
Hasan asy-Syadzily radhiallahu 'anhu ketika mengartikan ayat ini: ''Sungguh telah diterima do’amu berdua [Musa
dan Harun alaihissalam] yaitu tentang kebinasaan Fir'aun dan tentaranya, maka
hendaklah kamu berdua tetap istiqamah [sabar dalam melanjutkan perjuangan dan
terus berdo’a], dan jangan mengikuti
jejak orang-orang yang tidak mengerti [kekuasaan dan kebijaksanaan
Allah]." [QS. Yunus 89].
Maka terlaksananya kebinasaan Fir'aun yang
berarti setelah diterima do’a Nabi Musa dan Harun alaihissalam selama/sesudah
40 tahun lamanya.
Rasululloh
shallallohu 'alaihi wasallam bersabda: "Pasti
akan dikabulkan do’amu selama tidak terburu-buru serta mengatakan, aku telah
berdo’a dan tidak diterima."
Anas rodhiallohu 'anhu berkata: Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak
ada orang berdoa, melainkan pasti diterima oleh Allah doanya, atau dihindarkan
dari padanya bahaya, atau diampuni sebagian dosanya, selama ia tidak berdoa
untuk sesuatu yang berdosa atau untuk memutus silaturrahim.
Syeih Abu
Abbas al-Mursi ketika ia sakit, datang seseorang membesuknya dan berkata:
Semoga Alloh menyembuhkanmu [Afakallohu]. Abu Abbas terdiam dan tidak menjawab.
Kemudian orang itu berkata lagi: Alloh
yu'aafika.
Maka Abu Abbas menjawab: Apakah kamu mengira
aku tidak memohon kesehatan kepada Alloh? Sungguh aku telah memohon kesehatan
dan penderitaanku ini termasuk kesehatan,
ketahuilah Rasululloh shallallohu 'alaihi
wasallam memohon kesehatan dan ia berkata: "Selalu bekas makanan khaibar itu terasa olehku, dan kini masa putusnya
urat jantungku.''
Abu
Bakar as-Siddiq memohon kesehatan dan meninggal terkena racun.
Umar
bin Khottob memohon kesehatan dan meninggal dalam keadaan terbunuh.
Usman bin Affan memohon kesehatan dan juga
meninggal dalam keadaan terbunuh.
Ali bin
Abi Tholib memohon kesehatan dan juga meninggal dalam keadaan terbunuh.
Maka bila engkau memohon kesehatan kepada Alloh,
mohonlah menurut apa yang telah ditentukan oleh Alloh untukmu, maka sebaik-baik
seorang hamba ialah yang menyerahkan segala sesuatunya menurut kehendak
Tuhannya, dan meyakini bahwa apa yang diberikan Tuhan kepadanya, itulah yang
terbaik walaupun tidak sejalan dengan nafsu syahwatnya. Dan syarat utama untuk diterimanya
doa ialah keadaan terpaksa/kesulitan. Allah subhanahu wata'ala berfirman: "Bukankah Dia [Alloh] yang
memperkenankan [do’a] orang yang dalam kesulitan apabila dia berdo’a
kepada-Nya..." [QS. an-Naml 62].
Keadaan
terpaksa atau kesulitan itu, apabila merasa tidak ada sesuatu yang di harapkan
selain semata-mata karunia Allah subhanahu wata'ala, tidak ada yang dapat
membantu lagi baik dari luar berupa orang dan benda atau dari dalam diri
sendiri.