بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
Adab mencari Ilmu menurut kaum sufi
Syeikh Abu Nashr as-Sarraj
Syeikh ABu Nashr as-Sarraj-Rahimahullah berkata : Saya mendengar Ahmad
bin Ali al Wajihi berkata: Saya mendengar Abu Muhammad al Jariri - rahimahullah
- berkata, “Duduk untuk bermudzakaroh (belajar ilmu) akan menutup pintu
manfaat, sedangkan duduk untuk saling memberi nasihat akan membuka pintu
manfaat.”
Abu Yazid - rahimahullah - berkata, “Barangsiapa tidak bisa mengambil manfaat
dari diamnya orang yang berbicara maka ia tidak akan bisa mengambil manfaat
dari pembicaraannya.”
Al Junaid - rahimahullah - berkata, “Mereka (kaum Sufi) sangat tidak suka bila
lisan melampaui keyakinan hati.”
Disebutkan bahwa Abu Muhammad al Jariri berkata, “Keadilan dan adab ialah
hendaknya orang yang mulia tidak membicarakan ilmu ini (tasawuf sehingga Ia
ditanya.” Abu Ja’far al-Faraji, sahabat karib Abu Turab an-Nakhsyabi -
rahimahullah - berkata, “Aku tinggal diam selama dua puluh tahun tidak bertanya
suatu persoalan kecuali bila aku mantapkan terlebih dahulu sebelum aku
menyatakan dengan lisanku.”
Abu Hafsh - rahimahullah - berkata, “Tidak dibenarkan berbicara kecuali bagi
seseorang yang apabila ia diam malah mendapatkan siksa.”
la juga berkata, ‘Ada seseorang datang pada Abu Abdillah Ahmad bin Yahya al
Jalla’ - rahimahullah - yang menanyakan tentang masalah tawakal. Saat itu ada
sekelompok orang (jamaah), maka ia tidak menjawabnya dan masuk ke dalam
kamarnya, kemudian la keluar lagi dengan membawa seikat kain yang berisi empat
dananiq (mata uang) yang diberikan kepada mereka. Kemudian la berkata kepada
mereka, `Dengan uang ini silakan kalian membeli sesuatu.’ Kemudian ia baru mau
menjawab apa yang ditanyakan orang tersebut. Kemudian ia ditanya, `Mengapa ia
melakukan hal itu?’ Maka la menjawab, Aku malu pada Allah untuk menjawab
masalah tawakal sedangkan aku masih memiliki empat dananiq’.”
Dikisahkan dari Abu Abdillah al-Hushri yang berkata: Saya pernah berkata kepada
Ibnu Yazdaniar ketika la sedang mencari ilmu, `Aku tidak melihat apa yang ada pada
semua makhluk kecuali kabar tentang gaib dan sangat mungkin Anda adalah yang
gaib.” Kemudian la berkata, “Coba ulangi apa yang Anda katakan.” Lalu saya
menjawabnya, “Saya tidak akan mengulanginya.”
Ibrahim al-Khawwash - rahimahullah - berkata, “Ilmu ini tidak layak kecuali
bagi mereka yang mampu mengungkapkan wajd (suka cita ruhani)nya dan berbicara
tentang perbuatannya.”
Abu Ja’far ash-Shaidalani - rahimahullah - berkata: Ada seseorang bertanya
suatu masalah kepada Abu Said al-Kharraz - rahimahullah. la hanya memberi
isyarat tentang masalah yang ditanyakan. Abu Said kemudian berkata, “Kami telah
mencapai kedudukan anda dan sepakat dengan apa yang Anda inginkan tanpa harus
dengan isyarat dari Anda. Sebab orang yang banyak memberi isyarat pada Allah adalah
orang yang paling jauh dari¬Nya.”
Al-Junaid - rahimahullah - berkata, “Andaikan aku tahu, bahwa di kolong langit
ini ada ilmu yang lebih mulia daripada ilmu kami ini (tasawuf), niscaya aku
akan berusaha mencarinya dan menemui orang yang memilikinya, sehingga aku
mendengar dari mereka tentang ilmu tersebut. Dan andaikan aku tahu, bahwa ada
waktu yang lebih mulia daripada waktu kami ini ketika berkumpul dengan para
sahabat dan guru kami, dan ketika kami menanyakan berbagai masalah dan mencari
ilmu ini, tentu aku akan bangkit mencarinya.”
Al Junaid - rahimahullah - berkata, “Bagiku tidak ada kelompok manusia dan kaum
yang berkumpul untuk mencari ilmu yang lebih mulia dari kelompok ini.
Tidak pula ada ilmu yang lebih mulia dari ilmu mereka. Andaikan tidak demikian,
maka aku tak mungkin duduk dan berteman dengan mereka. Namun karena mereka
dalam pandanganku adalah seperti apa yang aku ucapkan maka aku lakukan semua
itu.”
Abu Ali ar-Rudzabari - rahimahullah - berkata, “Ilmu kami ini adalah ilmu
isyarat. Apabila menjadi suatu ungkapan maka akan ringan bobotnya.”
Abu Said al-Kharraz - rahimahullah - berkata, “Aku diberi tahu tentang Abu
Hatim al-Aththar dan keutamaannya, dimana ia tinggal di Basrah. Kemudian dari
Mesir, aku berangkat menuju Basrah. Sampai di sana kemudian aku masuk masjid
Jami` Basrah. Ternyata la duduk di masjid ini, yang di sekelilingnya banyak
orang dari sahabat-sahabatnya. la berbicara kepada mereka tentang ilmu. Pertama
kali yang aku dengar dari pembicaraannya setelah la melihatku ialah, Aku duduk
hanya untuk seseorang. Lalu di mana seseorang tersebut? Dan siapa untukku
dengan seseorang tersebut? Kemudian la memberi isyarat padaku, `Orang tersebut
adalah Anda.’ Kemudian la berkata, `Menampakkan apa yang menjadikan mereka
ahli, membantu mereka apa yang diwajibkan kepada mereka, menjadikan gaib apa
yang dihadirkan pada mereka. . Maka hanya untuk-Nya mereka berbuat, dari-Nya
dan kepada-Nya mereka kembali’.”
Dikisahkan dari al Junaid - rahimahullah - yang mengatakan, “Andaikan ilmu kami
ini dibuang ke tempat sampah, maka setiap orang hanya akan mengambil sesuai
dengan ukurannya.”
Dikisahkan dari asy-Syibli, pada suatu hari la pernah berkata kepada anggota
majelisnya, “Kalian adalah leontin dari kalung, dimana mimbar-mimbar dari
cahaya dipasang untuk kalian dan para malaikat merasa bahagia dengan kalian.”
Kemudian ada seseorang bertanya kepadanya, “Apa yang menjadikan para malaikat
merasa bahagia?” la menjawab, “Karena mereka berbicara tentang ilmu ini
(tasawuf).”
Saya mendengar Ja’far al-Khuldi berkata: Saya mendengar al-Junaid berkata:
Sari as-Saqathi - rahimahullah - pernah berkata, “Sebagaimana yang saya dengar,
bahwa ada sekelompok orang di masjid Jami` yang duduk di sekeliling Anda.”
Saya jawab, “Ya, benar! Mereka adalah saudara-saudara kami, dimana kami saling
ber-mudzakarah (belajar) ilmu. Masing-masing di antara kami saling mengambil
manfaat antara yang satu dengan yang lain.” Kemudian ia berkata, “Alangkah
jauhnya wahai Abu al-Qasim (nama panggilan al Junaid), saya sekarang telah
menjadi tempat bagi para penganggur.”[pagebreak]
Dikisahkan dari al Junaid - rahitnahullah - yang mengatakan, “Jika Sari
as-Saqathi - rahimahullah - ingin mengajariku sesuatu maka la menanyakan suatu
masalah. Suatu hari la pernah bertanya, `Wahai anak muda, apa syukur itu?’ Maka
aku menjawabnya, `Syukur ialah Anda tidak bermaksiat kepada Allah atas segala
nikmat yang diberikan kepada Anda.’ Akhirnya ia menganggap baik atas jawabanku.
la memintaku untuk mengulang jawabanku tentang syukur sembari berkata, `Bagaimana
jawabanmu tentang syukur? Coba ulangi jawabanmu!’ Aku kemudian mengulanginya.”
Syekh Abu Nashr as-Sarraj berkata: Aku dapatkan kisah ini lewat tulisan Abu Ali
ar-Rudzabari dari al Junaid.
Diceritakan dari Sahl bin Abdullah - rahimahullah - bahwa ia pernah ditanya
tentang masalah-masalah ilmu (tasawuf). Namun la tidak mau menjawabnya. Setelah
beberapa waktu, ia berbicara tentang ilmu tersebut dan tampak sangat menguasai
dengan balk. Kemudian ia ditanya tentang alasan, mengapa waktu itu la tidak mau
berbicara tentang ilmu tersebut. Lalu la menjawab, “Pada saat itu Dzun-Nun
masih hidup, sehingga aku sangat tidak suka bicara tentang ilmu ini (tasawuf)
ketika la masih hidup. Karena aku sangat menghormatinya.”
Abu Sulaiman ad-Darani - rahimahullah - berkata, “Andaikan di Mekkah ini aku
tahu ada seseorang yang bisa memberiku ilmu ma’rifat sekalipun hanya satu kata,
niscaya aku akan mendatanginya dengan berjalan kaki, sekalipun jarakyang harus
ditempuh seribu farsah, sehingga aku bisa medengar langsung darinya.”
Abu Bakar az-Zaqqaq berkata, ‘Aku mendengar satu kalimat dari al Junaid tentang
fana’ sejak empat puluh tahun yang lalu, dimana kalimat tersebut selalu
membangkitkanku, sedangkan aku setelah itu dalam ketidaktahuan.”
Saya mendengar ad-Duqqi berkata: Saya mendengar kisah ini dari az-Zaqqaq.
Saya mendengar ad-Duqqi berkata: Dikatakan kepada Abu Abdillah al Jalla’ -
rahimahullah, “Mengapa ayah Anda disebut dengan al Jalla’?” la menjawab, “Bukan
karena kata al Jalla’ ini mengandung arti pembersih karat besi, akan tetapi
jika la berbicara kepada hati nurani akan memperlihatkan karat bekas dosa-dosa
yang dilakukan.”
Al-Harits al-Muhasibi - rahimahullah - berkata, “Sesuatu yang paling mulia di
dunia ini adalah orang alim yang mengamal¬kan ilmunya dan orang arif yang
berbicara tentang hakikatnya.”
Saya mendengar Ibnu ‘Ulwan berkata, “Jika ada seorang ber¬tanya kepada al
Junaid tentang suatu masalah, sedangkan la tidak termasuk dalam kondisi
spiritual dari masalah yang ditanyakannya, maka la akan berkata:
‘Tidak ada daya upaya dan kekuatan apa pun kecuali dengan Allah.’
Dan jika orang itu mengulangi lagi pertanyaannya maka ia akan menjawabnya:
’Cukuplah Allah penolong kami dan Dialah sebaik-baik Dzat Yang menjadi Wakil’.”
(Q.s. Ali Imran: 173).
Dikisahkan bahwa Abu Amr az-Zujajii - rahimahullah - berkata, “Jika Anda sedang
duduk mendengar seorang syekh berbicara tentang suatu ilmu, sementara Anda mau
kencing dan hampir tidak bisa ditahan, maka andaikan Anda kencing di tempat
Anda duduk akan lebih balk daripada Anda bangkit dari tempat duduk Anda
meninggalkan majelis. Sebab kencing masih bisa dicuci dengan air sedangkan apa
yang terlewatkan dari ilmu yang ia ajarkan tak mungkin Anda memperoleh kembali
untuk selamanya.”
Al-Junaid - rahimahullah - berkata: Saya pernah berkata kepada Ibnu al-Kurraini
- rahimahullah, “Jika ada seseorang yang berbicara tentang suatu ilmu yang la
sendiri tidak mampu mengamalkannya. Maka yang lebih Anda sukai, kalau
kondisinya demi¬kian diam ataukah berbicara?” Kemudian la menundukkan kepala,
dan kemudian mengangkatnya kembali sembari berkata, “Jika Anda ahlinya maka
bicaralah!”
Asy-Syibli - rahimahullah - berkata, “Bagaimana pendapat Anda tentang suatu
ilmu, yaitu ilmu para ulama yang menimbulkan dugaan?”
Sementara itu Sari as-Saqathi - rahimahullah - berkata, “Barangsiapa menghiasi
dirinya dengan ilmu, maka kebaikannya adalah kejelekan.”
Syekh Abu Nashr as-Sarraj - rahimahullah - berkata: Dari masing-masing kisah
ini memiliki keterangan dan kesimpulan yang cukup jelas bagi mereka yang sanggup
memahaminya.
Silahkan Bagikan Artikel ini
Mohon Maaf, Kepada Semua Sahabat, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih.**** Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar(Cara Download) dibawah postingan. Apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada, kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.
Title : Adab mencari Ilmu menurut kaum sufi
Description : Adab mencari Ilmu menurut kaum sufi Syeikh Abu Nashr as-Sarraj Syeikh ABu Nashr as-Sarraj-Rahimahullah berkata : Saya mendengar A...