بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
Adab Makan, Kumpul Dan Bertamu
Syeikh ABu Nashr as-Sarraj-Rahimahullah
berkata:
Dikisahkan dari Abu al-Qasim al Junaid - rahimahullah - yang mengatakan,
“Rahmat dari Allah swt. diturunkan kepada para kaum Sufi-dalam tiga tempat:
Saat mereka
makan. Karena mereka tidak akan
makan kecuali karena sangat membutuhkannya;
- Ketika membicarakan ilmu. Sebab yang mereka bicarakan
hanyalah kondisi spiritual orang-orang jujur dan para wali.
- Ketika sedang Sama ‘ (mendengar dengan ekstase). Sebab
mereka tidak mendengar kecuali dari Yang Haq dan tidak berdiri kecuali
dengan wajd-Nya.
Abu al-Abbas Ahmad bin Muhammad bin
Masruq ath Thusi berkata: Muhammad bin Manshur ath-Thusi berkata padaku, dan
Abu al-Abbas datang ke rumahku sebagai tamu, “Tinggallah di rumahku selama tiga
hari. Dan jika lebih dari tiga hari maka itu adalah sedekah dari Anda untuk
kami.”
Sari as-Saqathi - rahimahullah - berkata, “Aduh! Sesuap nasi yang tidak karena
Allah akan menjadi beban berat bagiku, dan sesuatu yang tidak untuk makhluk
bagiku adalah suatu anugerah.”
Abu Ali an-Nauribathi berkata, “Jika ada orang sufi datang kepada kalian, maka
suguhkan sesuatu yang biasa ia makan. Jika ada para ahli fiqih datang kepada
kalian, maka tanyakan masalah kepada mereka. Dan jika ada orang-orang pandai
membaca al-Qur’an (qurra’) datang kepada kalian maka tunjukkan ke mihrab.”
Abu Bakar al-Kattani berkata: Abu Hamzah berkata, “Aku pernah bertamu ke rumah
Sari as-Saqathi. Maka la datang menemuiku dengan membawa sepotong roti, dan
menjadikannya separo dimasukkan ke dalam mangkok. Lalu aku bertanya, Apa yang Anda
lakukan ini? Aku bisa minum ini dalam sekali telan. Kemudian ia tertawa dan
berkata, ‘Ini jauh lebih baik bagi Anda daripada haji’.”
Sementara itu, Abu Ali ar-Rudzabari ketika melihat orang-orang sufiberkumpul di
satu tempat, maka la mengutip ayat ini:
“Dan Dia Mahakuasa mengumpulkan semuanya apabila dikehendaki-Nya.” (Q.s.
asy-Syura: 29).
Abu Ali juga berkata, “Jika para sufi berkumpul di satu tempat maka akan
memberikan rasa kasih sayang kepada mereka, dan akan dibukakan banyak hal bagi
mereka.” la kemudian mensinyalir sebuah ayat:
“Katakanlah, ‘Tuhan kita akan mengumpulkan kita semua, kemudian Dia memberi
keputusan antara kita dengan benar. Dan Dia-lah Maha Pemberi keputusan lagi
Maha Mengetahui’.” (Q.s. Saba’: 26).
Ja’far al-Khuldi - rahimahullah - berkata, “Makan yang sekarang ini adalah
makan setelah makan yang kalian melihatnya setelah sahabat-sahabat kami sangat
lapar.”
Selanjutnya la mengatakan, “Jika Anda melihat seorang sufi makan dengan porsi
yang banyak, maka Anda perlu tahu, bahwa tindakan itu tidak lepas dari tiga
hal: Pertama, mungkin karena waktu yang telah ia lalui, atau waktu yang akan
datang, atau karena waktu di mana ia sekarang alami.”
Sementara itu asy-Syibli - rahimahullah - berkata, “Andaikan dunia ini adalah
sesuap makanan yang ada di mulut seorang bayi maka akan aku sayangi anak itu.”
la juga mengatakan, “Andaikan dunia dan apa yang ada di dalamnya adalah
sesuap makanan, tentu akan kumakan, dan akan kubiarkan seluruh makhluk
berhubungan dengan Allah tanpa perantara.”
Sebagian kaum Sufi berkata, “Etika makan itu dibedakan menjadi tiga: (1) Makan
bersama teman dengan cara memberikan kesenangan; (2) Bersama para pemilik
dunia, maka dengan adab; dan (3) Bersama orang-orang Sufi dengan cara
mengutamakan mereka daripada diri sendiri.”
Syekh Abu Nashr as-Sarraj - rahimahullah - berkata: Ini bukanlah termasuk adab
kaum fakir. Sebab di antara adab kaum Sufi ketika mereka makan, mereka tidak
sedih dan gelisah, serta tidak merasa memiliki beban. Mereka tidak memilih
makanan yang banyak tapi jelek dari pada makanan yang sedikit tapi bersih dan
bagus. Mereka juga tidak memiliki jadwal tertentu untuk makan. Jika ada makanan
yang datang mereka tidak saling menyuapi antara satu dengan yang lain. Namun
jika disuapi mereka juga tidak menolak. Mereka tidak suka makanan banyak yang
kering. Ketika sangat lapar, maka adab mereka ketika makan adalah dengan sangat
baik.
Aku pernah mendengar seorang Syekh yang mulia berkata, “Aku kelaparan selama
sepuluh hari dan selama itu aku tidak makan apa-apa. Kemudian setelah itu aku
diberi makanan, akhirnya aku makan dengan menggunakan dua ujung jari. Kemudian
orang yang memberiku makanan berkata, ‘Makanlah dengan tiga jari sesuai dengan
Sunnah Rasulullah saw’.”
Dikisahkan dari Ibrahim bin Syaiban - rahimahullah -yang berkata, “Sejak
delapan puluh tahun aku tidak makan sesuatu sesuai dengan seleraku.”
Abu Bakar al-Kattani ad-Dinawari di Baghdad tidak makan apa pun. la
menampakkannya karena ada pertanyaan dan pertentangan.
Al Junaid - rahimahullah - berkata, “Merupakan tindakan yang sangat hina
seseorang yang makan dengan alat agamanya.”
Abu Turab berkata, “Aku diberi makanan, namun aku menolak untuk makan. Setelah
itu aku dihukum dengan kelaparan selama sepuluh hari. Kemudian aku sadar, bahwa
aku sedang diuji. Akhirnya aku memohon pertolongan pada Allah dan segera
bertobat.”
Al Junaid - rahimahullah - berkata, “Dengan bersihnya - makanan, pakaian, dan
tempat tinggal maka seluruh perkara akan menjadi baik.”
Di ceritakan dari Sari as-Saqathi - rahimahullah - yang berkata, “Makan mereka
( kaum Sufi ) seperti makannya orang sakit, tidurnya seperti tidurnya orang
yang tenggelam.”
Abu Abdillah al-Hushri - rahimahullah -berkata, ‘Aku diam selama
bertahun-tahun, dimana aku tidak pantas mengatakan, Aku tidak berselera.’ dan
tidak pantas aku makan.”
Di kisahkan, bahwa Abu Muhammad al-Fath bin Said al-Maushili - rahimahullah -
pernah datang dari Mousul berkunjung ke rumah Bisyr al-Hafi. Kemudian al-Hafi
mengeluarkan uang satu dirham dan diberikan kepada Ahmad bin Yahya bin al
Jalla’, yang saat itu la menjadi pembantunya.
“Berangkatlah ke pasar dan belilah makanan dan lauk-pauk yang baik,” perintah
al-Hafi kepada al Jalla’.
Ahmad al Jalla’ berkata: Kemudian aku berangkat ke pasar, dan membeli roti.
Sementara itu aku berkata pada diriku sendiri, “Nabi saw tidak pernah mendoakan
pada suatu makanan dengan doa, ‘Ya Allah berkahilah kami pada makanan ini dan
tambahkanlah kami darinya.’ kecuali pada susu.” Akhirnya aku membeli susu dan
kurma yang baik. Aku datang dan aku suguhkan kepadanya. Kemudian la makan apa
yang perlu la makan, dan mengambil sisanya kemudian la keluar.
Ketika tamunya sudah keluar, maka Bisyr al-Hafi berkata kepada orang yang ada
di sisinya, “Ia adalah al-Fath al-Maushili yang datang kepadaku untuk
berziarah. Tahukah’ kalian, mengapa ia tidak berkata kepadaku, ‘Makanlah!?’
Sebab seorang tamu tidak boleh mengatakan kepada tuan rumah, ‘Makanlah!’ Dan
tahukah kalian mengapa aku memerintahkan kepada al Jalla’, ‘Belilah makanan
yang baik?’ Sebab makanan yang baik berusaha mengeluarkan syukur yang murni.
Lalu tahukah kalian, mengapa ia membawa sisa makanan tersebut? Sebab jika
tawakalnya sudah benar maka apa yang dibawanya tidak akan membahayakannya.”
Dikatakan kepada Ma’ruf al-Karkhi - rahimahullah, “Mengapa Anda selalu
berangkat kepada orang yang mengundangmu?” la menjawab, ‘Aku hanyalah seorang
tamu, aku akan mampir di mana mereka mempersilakan aku mampir.”
Dikisahkan dari Abu Bakar al-Kattani -rahimahullah -yang berkata, “Selama
setahun kira-kira tiga ratus orang dari kaum sufidan guru Sufi (syekh)
berkumpul di sini, yakni di Mekkah. Mereka berkumpul di satu tempat. Selama itu
di kalangan mereka tidak pernah berlangsung suatu rizudzakarah (belajar ilmu).
Sementara itu yang ada di kalangan mereka hanyalah akhlak, kemuliaan dan antara
yang satu dengan yang lain saling memberikan prioritas daripada diri mereka
sendiri.”
Abu Sulaiman ad-Darani - rahimahullah - berkata, “Jika Anda menginginkan suatu
hajat (kebutuhan) dunia maupun akhirat, maka janganlah Anda makan sehingga Anda
berhasil meraihnya. Sebab makan itu akan mematikan hati.”
Dikisahkan dari Ruwaim - rahimahullah - yang berkata, “Sejak dua puluh tahun
benakku tidak pernah terlintas masalah makanan sampai ia datang sendiri.”
Aku mendengar Abu Abdillah Ahmad bin Atha’ ar-Rudzabari berkata, ‘Abu All
ar-Rudzabari pernah membeli beberapa kantong gula putih. Kemudian la memanggil
sekelompok orang yang ahli membuat manisan. Mereka menjadikan gula tersebut
suatu dinding yang memiliki teras dan mihrab yang memiliki beberapa tiang yang
berukir. Seluruhnya dari bahan gula. Kemudian ia mengundang kaum Sufi sehingga
mereka menghancurkan seluruhnya dan merampasnya.
Saya mendengar Abu Abdillah ar-Rudzabari berkata, “Ada seseorang mengadakan
jamuan. la menyalakan lampu sebanyak seribu. Kemudian ada seorang laki-laki
berkata kepadanya, ‘Anda telah melakukan pemborosan.’
Seseorang yang mengadakan jamuan balik berkata, ‘Silakan Anda memasuki ruangan,
dan silakan Anda memadamkan lampu yang saya nyalakan karena Allah.’
Laki-laki tersebut kemudian masuk ruangan dan berusaha memadamkan lampu-lampu
itu. Namun ia tidak mampu memadamkan satu lampu pun, dan akhirnya berhenti.”
Dikisahkan dari Abu Abdillah al-Hushri - rahfmahullah - yang berkata: Aku
mendengar Ahmad bin Muhammad as-Sulami berkata, “Aku pernah di Mekkah, dan
selama tiga hari aku tidak pernah makan apa pun. Kemudian terlintas dalam
benakku untuk mengumpulkan para ahli ibadah, para sufi dan orang-orang yang
memiliki keutamaan yang tinggal di tanah Haram. kemudian aku menyewa sebelas
pasang tenda, dan berharap rezeki yang datang dari berbagai penjuru. Aku terus
melakukannya selama sebelas hari. Dan selama sebelas hari itu pula aku tidak
pernah makan apa pun.”
Silahkan Bagikan Artikel ini
Mohon Maaf, Kepada Semua Sahabat, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih.**** Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar(Cara Download) dibawah postingan. Apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada, kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.