بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
TERJEMAH KITAB
RISALATUL-QUSYAIRIYYAH
Karya:
As-Syeikh Al-Imam Abul
Qasim Abdul Karim Hawazin Al Qusyairi An Naisaburi
BAB 2.
TERMINOLOGI TASAWUF
(Istilah kata-kata
dalam bahasa tasawuf)
22.
ILMUL YAQIN, ‘AINUL YAQIN DAN HAQQUL
YAQIN
Ungkapan di atas merupakan wacana ilmu
yang sudah jelas.
Yaqin adalah ilmu yang tidak
merasuki seseorang yang menyebabkan keraguan sepenuhnya. Al-Yaqin tidak diucapkan
dalam sifat Allah swt. karena memang tidak relevan. Sedangkan Ilmu Yaqin adalah
Yaqin itu sendiri. Termasuk katagori Yaqin adalah ‘Ainul Yaqin dan Haqqul
Yaqin.
Ilmu Yaqin menurut disiplin terminologi
ulama, adalah sesuatu yang ada dengan syarat adanya bukti. Sedangkan ‘Ainul
Yaqin, sesuatu yang ada dengan disertai kejelasan. Haqqul Yaqin, adalah sesuatu
yang ada dengan sifat-sifat yang menyertai kenyataan.
Ilmu Yaqin, diperuntukkan bagi mereka
yang cenderung rasional, ‘Ainul Yaqin, diperuntukan bagi para ilmuwan.
Sedangkan Haqqul Yaqin, hanya bagi orang-orang yang ma’rifat.
23.
W A R I D
Al-Warid (bisikan terpuji) adalah
bisikan dalam hati, berupa bisikan terpuji, tanpa diduga oleh seorang hamba.
Tergolong kategori ini, adalah hal-hal yang tidak termasuk sisi dari bisikan
(khawathir).
Warid kadang-kaang datang dari Allah
swt. dan terkadang juga dari intuisi pengetahuan. Bisikan-bisikan terpuji
(al-waridaat) ini lebih umum dibnding al-khawathir. Sebab bisikan khawathir,
hanya khusus bagi macam perintah, atau yang se-arti dengannya. Sementara warid,
lebih sebagai bisikan kegembiraan, atau kesedihan, genggaman dan keleluasaan
Ilahi, dan sejenisnya.
24.
SYAAHID
Kebaynyakan yang berlaku dalam ucapan
ulama, bahwa kata asy-Syaahid itu semakna dengan ucapan kita : Si
Fulan menyaksikan ilmu (yusyaahid al-ilm); Si Fulan menyaksikan ekstase
(yusyaahid –al-wujd) dan si Fulan menyaksikan keadaan-keadaan ruhani (yushaahid
al-haal).
Mereka mengartikan kata Syaahid adalah
sesuatu yang hadir dalam hati manusia. Sesuatu yang pada umumnya teringat,
seakan-akan ia melihat dan memandangnya, walaupun obyek tidak ada di
hadapannya. Setiap yang dominan dalam hatinya, berarti ia menyaksikannya. Bila
yang dominan adalah ilmu, maka ia menyaksikan ilmu. Begitu juga bila yang dominan
adalah ekstase, berarti ia menyaksikan al-wujd.
Arti asy=Syaahid adalah yang hadir
(al-haadhir). Jadi setiap yang hadir dalam hati Anda berarti yang menjadi bukti
Anda.
Asy-Syibly ditanya tentang musyahadah.
Katanya, “Dari mana kita mendapatkan musyahadah al-Haq? Padahal Allah Yang Maha
Haq menyaksikan kita.” Beliau mengisyaratkan, dengan kata, “Allah swt. yang
menyaksikan.” Dengan menggunakan faktor dominan dalam hatinya. Dan yang dominan
pada dirinya adalah dzikir kepada Allah swt. Sedangkan yang hadir dalam hati
senantiasa juga dzikir kepada Allah swt. Siapa pun yang memperoleh sesuatu dari
sesama makhluk, maka hatinya akan berkait. Dikatakan, “Ia menjadi saksinya.”
Artinya, hatinya hadir. Rasa cinta mendorong seseorang untuk selalu ingat
kepada sang kekasih dan mengutamakan kekasihnya dibanding dirinya.
Sebagian Sufi sangat jeli dalam mencari
akar kata asy-Syaahid ini.
Disebutkan demikian karena bermula dari
asy-Syaahid. Seakan-akan jika melihat sosok dengan sifat-sifat keindahannya –
apabila sifat manusiawinya gugur dari dirinya, dan tidak disibukkan oleh
penyaksian pada keadaan sosok tokoh, dan tidak pula ada pengaruh persahabatan
di dalamnya dalam satu sisi – maka ia disebut saks “bagi”” sosok tersebut
karena ke-fana’an dirinya. Tetapi bila ada pengaruh di dalam menyertai sosok
tersebut, ia disebut sebagai saksi “atas” ssosok itu, sedangkan dirinya masih
ada, dan masih menegakkan hukum naluri manusia, baik sebagai saksi bagi sosok
atau saksi atas sosok di atas. Dalam kontens inilah relevan dengan sabda Nabi
saw. “Aku melihat Tuhanku pada malam Mi’raj, dalam rupa yang paling bagus.
Yakni rupa paling bagus yang kulihat malam itu. Sama sekali tidak menyakitkan
diriku untuk melihat-Nya. Bahkan aku melihat Perupa dalam rupa, dan Kreator
dalam kreasi.” (H.r. Thabrani, riwayat dari Ubaidullah bin Au Rafi’ dan ayahnya
dan dari Ibnu Abbas. Demikian pula riwayat dari Ummu Thufail dari Mu’adz bin
‘Afra’).
Yang dimaksud hadits tersebut adalah
penglihatan ilmu, bukan penglihatan mata.
Silahkan Bagikan Artikel ini
Mohon Maaf, Kepada Semua Sahabat, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih.**** Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar(Cara Download) dibawah postingan. Apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada, kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.