بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
Membumikan Al-Qur'an
oleh Dr. M. Quraish Shihab
Membumikan
Al-Qur'an
oleh Dr. M. Quraish
Shihab
Fungsi dan Posisi
Sunah Dalam Tafsir
Wa anzalna ilayka al-dzikra litubayyina li
al-nas ma nuzzila ilayhim (Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur'an agar kamu
menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka) (QS
16:46).
Wama anzalna 'alayka al-kitab illa litubayyina
lahum alladzina ikhtalafu fihi wa hudan wa rahmatan liqawmin yu'minun (Dan kami
tidaklah menurunkan kepadamu Al-Kitab [Al-Quran] ini kecuali agar kamu dapat
menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan dan untuk menjadi
petunjuk dan rahmat bagi orang yang beriman) (QS (QS 16:64).
Uraian yang singkat ini bukan merupakan
pembahasan yang menyeluruh tentang Al-Sunnah, baik dari segi kedudukan dan
fungsinya terhadap Al-Quran, maupun dari segi sejarah perkembangan dan metode penelitiannya.
Uraian ini hanya merupakan gambaran umum tentang beberapa masalah yang telah
menimbulkan kesalahpahaman.
Al-Quran Al-Karim telah diyakini kebenarannya
oleh kaum Muslim: surat demi surat, ayat demi ayat, kata demi kata, bahkan
huruf demi huruf. Semuanya telah disampaikan secara utuh kepada Nabi Muhammad
saw., yang kemudian memerintahkan sahabat-sahabatnya untuk menuliskan,
menghapalkan dan mempelajarinya.
Beberapa saat setelah Nabi wafat, para sahabat
mengumpulkan naskah-naskah Al-Quran yang ditulis itu, kemudian menyalin dan
menyebarluaskannya ke seluruh penjuru dunia Islam. Hingga kini, apa yang mereka
lakukan itu diterima dan dipelihara oleh generasi demi generasi. Dengan
demikian, dapat dipastikan bahwa apa yang dibaca dalam mushaf dewasa ini tidak
berbeda sedikit pun dengan apa yang pernah dibaca oleh Nabi Muhammad saw., dan
para pengikutnya lima belas abad yang lalu.
Nabi Muhammad ditugaskan untuk menjelaskan
kandungan ayat-ayatnya. Hal ini terbukti, antara lain, dalam ayat-ayat yang
dikutip di awal uraian ini. Dengan demikian, penjelasan-penjelasan Nabi
Muhammad saw. tidak dapat dipisahkan dari pemahaman maksud ayat-ayat Al-Quran.
Beliau adalah satu-satunya manusia yang mendapat wewenang penuh untuk
menjelaskan Al-Quran (QS 4:105). Penjelasan beliau dapat dipastikan
kebenarannya. Tidak seorang Muslim pun yang dapat menggantikan penjelasan Rasul
dengan penjelasan manusia lain, apa pun kedudukannya.
Penjelasan-penjelasan atas arti dan maksud ayat
Al-Quran yang diberikan oleh Nabi Muhammad saw. bermacam-macam bentuknya. Ia
dapat berupa ucapan, perbuatan, tulisan ataupun taqrir (pembenaran berupa
diamnya beliau terhadap perbuatan yang dilakukan oleh orang lain).116 Nabi
Muhammad saw. telah diberi oleh Allah SWT --melalui Al-Quran-- hak dan wewenang
tersebut. Segala ketetapannya harus diikuti. Tingkah lakunya merupakan panutan
terbaik bagi mereka yang mengharapkan rahmat Allah dan keselamatan di hari
kiamat. (QS 33: 21).
Perintah untuk taat (athi'u) telah disebut dalam
Al-Quran sebanyak sembilan belas kali. Terkadang, perintah tersebut digabungkan
antara taat kepada Allah dengan, sekaligus, kepada Rasul: Athi'u Allah wa
al-rasul (QS 3:32, 132; 8:1, 46; dan sebagainya). Tetapi juga, terkadang antara
keduanya dipisah dengan kata "athi'u": Athi 'u Allah wa athi'u
al-rasul (QS 4:59; 24:54; 4:23; dan sebagainya).
Penggabungan dan pemisahan di atas bukanlah
tidak mempunyai arti; ia mengisyaratkan bahwa perintah-perintah Nabi Muhammad
saw., harus diikuti, baik yang bersumber langsung dari Allah (Al-Quran)
--sebagaimana ayat yang menggambarkan ketaatan kepada Allah dan Rasul di atas--
maupun perintah-perintahnya berupa kebijaksanaan --seperti ayat-ayat kelompok
kedua di atas.
Itulah sebabnya mengapa Al-Quran menegaskan
bahwa hendaknya dilaksanakan apa yang diperintahkan oleh Rasul dan meninggalkan
apa yang dilarangnya (QS 59:7). Dan bahwa barangsiapa taat kepada Rasul maka ia
telah taat kepada Allah (QS 4:80), sebagaimana telah dijelaskan pula bahwa
Muhammad saw. tiada lain adalah seorang Rasul (QS 3:144).
Al-Quran juga mengancam orang-orang yang
menentang perintahnya (QS 24:62). Bahkan, ia menyatakan bahwa mereka (pada
hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) sebagai
hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa
dalam hati sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka
menerima sepenuhnya (QS 4:65).
Dari beberapa ayat di atas, jelaslah bahwa
mereka yang menduga bahwa Nabi Muhammad saw. tidak mempunyai wewenang dalam
urusan agama, adalah keliru. Ayat laysa laka min al-amri syai'un (QS 3:128),
diterjemahkan oleh sementara orang dengan tidak ada wewenang bagimu tentang
urusan (agama) sedikit pun. Ini tidaklah benar, karena yang dimaksud dengan
"urusan" dalam ayat ini adalah urusan diterima atau ditolaknya tobat
orang-orang tertentu, sebagaimana bunyi lanjutan ayat tersebut.117
Sementara orang ada yang meragukan otentisitas
penjelasan-penjelasan Nabi yang merupakan bagian dari Sunnah (hadits). Hal ini
disebabkan, antara lain, karena mereka menduga bahwa hadis-hadis baru ditulis
pada masa pemerintahan 'Umar bin 'Abdul 'Aziz (99-101 H). Dugaan yang sangat
keliru ini timbul karena mereka tidak dapat membedakan antara penulisan hadis
yang, secara resmi,
diperintahkan langsung oleh penguasa untuk
disebarluaskan ke seluruh pelosok, dengan penulisan hadis yang dilakukan atas
prakarsa perorangan yang telah dimulai sejak masa Rasulullah saw.
Penulisan bentuk kedua ini sedemikian banyaknya,
sehingga banyak pula dikenal naskah-naskah hadis, antara lain:
1. Al-Shahifah Al-Shahihah (Shahifah Humam),
yang berisikan hadis-hadis Abu Hurairah yang ditulis langsung oleh muridnya,
Humam bin Munabbih. Naskah ini telah ditemukan oleh Prof. Dr. Hamidullah dalam
bentuk manuskrip, masing-masing di Berlin (Jerman) dan Damaskus (Syria).
2. Al-Shahifah Al-Shadziqah, yang ditulis
langsung oleh sahabat 'Abdullah bin Amir bin 'Ash --seorang sahabat yang, oleh
Abu Hurairah, dinilai banyak mengetahui hadis-- dan sahabat yang mendapat izin
langsung untuk menulis apa saja yang didengar dari Rasul, baik di saat Nabi
ridha maupun marah.
3. Shahifah Sumarah Ibn Jundub, yang beredar di
kalangan ulama yang --oleh Ibn Sirin-- dinilai banyak mengandung ilmu
pengetahuan.
4. Shafifah Jabir bin 'Abdullah, seorang sahabat
yang, antara lain, mencatat masalah-masalah ibadah haji dan khutbah Rasul yang
disampaikan pada Haji Wada', dan lain-lain.118
Naskah-naskah tersebut membuktikan bahwa
hadis-hadis Rasulullah saw., telah ditulis atas prakarsa para sahabat dan
tabi'in jauh sebelum penulisannya yang secara resmi diperintahkan oleh 'Umar
bin 'Abdul 'Aziz.
Selanjutnya, ada pula yang meragukan penulisan
hadis (pada masa Rasul) yang disebabkan kekeliruan mereka dalam memahami
riwayat (yang terdapat dalam kitab-kitab hadis) yang menyatakan bahwa para
ulama menghapal sekian ratus ribu hadis. Mereka menduga bahwa jumlah yang
ratusan ribu itu adalah jumlah matan (teks redaksi hadis), sehingga --dengan
demikian-- mereka menganggap mustahil penulisannya secara keseluruhan sejak
awal sejarah Islam. Mereka tidak menyadari bahwa jumlah hadis, yang dinyatakan
ratusan ribu tersebut, bukanlah matan-nya, tetapi jalur-jalur (thuruq) hadis.
Karena satu matan hadis dapat memiliki puluhan jalur.119
Ada pula yang menduga bahwa hadis-hadis Nabi
yang terdapat dalam kitab-kitab hadis telah dinukilkan oleh para pengarangnya
melalui "penghapal-penghapal hadis", yang hanya mampu menghapal
tetapi tidak memiliki kemampuan ilmiah. Dugaan ini timbul karena kedangkalan
pengetahuan mereka tentang ilmu hadis. Jika mereka mengetahui dan menyadari
syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seorang penghapal hadis (antara lain,
seperti tepercaya, kuat ingatan, identitasnya dikenal sebagai orang yang
berkecimpung dalam bidang ilmiah, dan sebagainya), maka mereka pasti menolak
hadis-hadis yang diriwayatkan oleh orang-orang yang dinilai majhul al-hal aw
al-'ayn (tidak dikenal kemampuan ilmiahnya atau juga identitas pribadinya).
Ada pula yang menduga bahwa para ahli hadis
hanya sekadar melakukan kritik sanad (kritik ekstern), bukan kritik matan
(kritik intern). Dugaan ini juga keliru, karena dua dari lima syarat penilaian
hadis shahih (yaitu tidak syadz dan tidak mengandung 'illah) justru menyangkut
teks (matan) hadis-hadis tersebut. Sedang tiga syarat lainnya, walaupun
sepintas lalu berkaitan dengan sanad hadis, bertujuan untuk memberikan
keyakinan akan kebenaran hadis-hadis tersebut.120
Akhirnya, dapat disimpulkan bahwa di satu pihak,
kekeliruan pemahaman tentang kedudukan, fungsi dan sejarah perkembangan hadis
timbul akibat dangkalnya pengetahuan (agama). Dan di pihak lain, ia terjadi
akibat pendangkalan agama yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam (khususnya para
orientalis yang tidak bertanggung jawab) yang mengatasnamakan penelitian ilmiah
untuk tujuan-tujuan tertentu.
Catatan kaki
116 Lihat lebih lanjut
Muhammad Idris Al-Syafi'iy, Al-Risalah, Al-Halabiy, Kairo, 1969, h. 18, dan
seterusnya; Al-Baghdadi, Al-'Uddah fi Ushul Al-Din, Jilid I, Mesir, Al-Risalah,
1980, h. 112-13.
117 Hal yang sama juga
diriwayatkan oleh Imam Bukhari mengenai asbab al-nuzul ayat tersebut. Lihat
Al-Bukhari, Al-Syaib, Jilid V, Kairo, tt., h. 247.
118 Lihat lebih lanjut
Subhi Al-Shalih, 'Ulum Al-Hadits wa Mushthalahuhu, Beirut, Dar Al-'Ilm li
Al-Malayin, 1977, cet. IX, h. 23, dan seterusnya; Muhammad Ajjaj Al-Khatib,
Al-Sunnah qabla Al-Tadwin Wahdah, Kairo, 1963, cet. I, h. 346, dan seterusnya.
119 Apabila dihimpun
seluruh matan hadis dari seluruh kitab-kitab hadis yang mu'tabar, maka
jumlahnya tidak lebih dari 50.000 matan hadis, termasuk di dalamnya hadis-hadis
shahih, hasan dan dhaif. Dalam hal ini, ahli hadis, Al-Hakim, dinilai
berlebihan ketika menyatakan bahwa jumlah hadis shahih tidak lebih dari 10.000
hadis. Lihat 'Abdul Halim Mahmud, Al-Sunnah fi Makanatiha wa fi Tarikhiha,
Kairo, Al-Maktabah Al-Tsaqafiyah, 1967, h. 59. Walaupun demikian, harus diakui
bahwa sebagian besar hadis Nabi direkam bukan dalam bentuk tulisan, tetapi
hapalan.
120 Tiga syarat lainnya
adalah: Pertama, perawi hadis tersebut tepercaya dari segi pandangan agama,
tidak berbohong. Kedua, kuat hapalannya. Dan ketiga, bersambung sanadnya dalam
pengertian bahwa rentetan para perawinya pernah saling bertemu atau diduga
pernah bertemu
Silahkan Bagikan Artikel ini
Mohon Maaf, Kepada Semua Sahabat, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih.**** Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar(Cara Download) dibawah postingan. Apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada, kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.