بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
Terjemah Kitab
“Fihi ma Fihi”
Cara
Yang Mengenal Dirinya – Yang Mengenal Tuhannya
EMPAT
TUBUH YANG FANA, JIWA YANG ABADI
Seseorang
berkata : “Ada sesuatu yang telah aku lupakan.”
Ada
satu hal di dunia ini yang tidak boleh di lupakan.
Engkau boleh melupakan apa
pun, kecuali satu hal. Apabila mengingat semua hal lain tetapi melupakan satu
hal itu, engkau tidak akan dapat menyelessaikan apa pun. Itu seperti seorang
raja yang mengirim engkau ke kampung dengan tujuan tertentu. Engkau pergi dan
melakukan ratusan tugas lain.
Apabila menolak menyelesaikan tugas utama yang
untuk itu engkau di kirim, berarti engkau tidak melakukan apa pun. Kami
menawarkan amanat kepada surga, bumi dan gunung, mereka semua menolak
menjalankannya, dan takut kepada tawaran itu. Tetapi manusia berani
menjalankannya. Sungguh dia tidak adil kepada dirinya sendiri, dan bodoh (Qs
:33-72).
“Kami
menawarkan amanat kepada surga dan mereka tidak mampu menerimanya.”
Pertimbangkan betapa besar kejutan pikiran dan perbuatan yang mereka
lakukan : Mereka mengubah bebatuan jadi rubi dan zamrut. Mereka mengubah
pegunungan menjadi tambang emas dan perak Menyebabkan tanaman di bumi berkembang
dan seterusnya. Mereka memberi kehidupan.
Dan mereka menciptakan taman surgawi.
Bumi pun menerima biji-bijian dan kemudian memberikan buah-buahan dai
biji-bijian yang di tanam. Pegunungan pun menghasilkan berbagai mineral.
Segalanya dilakukan. Tetapi satu hal itu tidak mampu mereka lakukan. Hanya
manusia yang mampu melakukannya. Dan kami telah memluliakan anak-anak Adam
(QS:17:70). Tuhan tidak berkata, “Kami telah memuliakan surga dan bumi.”
Maka
sudah menjadi kewajiban manusia untuk melakukan apa yang tidak mampu dilakukan
surga, bumi dan gunung. Apabila manusia menyelesaikan tugasnya, ketidak-adilan
dan kebodohan yang menjadi sifat manusia akan sirna. Engkau boleh meragukan dan
menyatakan, bahwa sekalipun tidak menyelesaikan tugas itu, engkau telah
melakukan banyak perbuatan lain.
Tetapi aku katakan kepadamu bahwa manusia
tidak diciptakan untuk pekerjaan lain. Itu bagaikan engkau menggunakan pisau
baja Indian yang bernilai dari barang yang engkau temukan di dalam harta karun
raja, sebagai parang untuk memecah daging busuk. Engkau kemudian membenarkan
perbuatanmu dengan berkata : “Aku tidak dapat membairkan pisau ini menganggur.
Aku menggunakannya untuk sesuatu yang baik.” Bagaikan engkau menggunakan
mangkok emas untuk memasak lobak. Satu pecahan dari mangkok itu mampu dibelikan
seratus periuk. Seperti engkau menggunakan belati tersepuh permata untuk tempat
menggantung labu pecah agar tetap bertahan dan berkata : “Aku menggunakan
belati ini untuk menggantungkan labu itu. Aku tidak bisa membiarkan belati ini
menganggur.”
Tidakkah itu keduanya menyedihkan dan menggelikan? Apabila labu
mampu dengan baik dilayani oleh pasak kayu atau paku besi yang bernilai uang
recehan, mengapa harus menggunakan belati yang berharga ratusan dinar untuk
maksud seperti itu?” Tuhan telah menetapkan harga yang tinggi kepadamu,
sebagaimana Dia telah berfirman : “Sungguh Tuhan telah membeli dari orang yang
beriman jiwa mereka, dan harta benda mereka, serta menjajikan bagi mereka
kenikmatan surga (QS: 9 – 111).
Engkaunakan
melampaui dunia ini dan hari kemudian dengan suatu nilai.
Apa
yang mesti aku lakukan jika engkau tidak mengetahui nilaimu sendiri?
Janganlah
menjual dirimu dengan harga murah, karena engkau sangat berharga.
Tuhan
berfirman : “Aku telah membeli kalia setiap nafas yang engkau hirup, inti
dirimu dan rentang kehidupannya. Apabula mereka membelanjakan kepada-Ku dan
memberikan kepada-Ku, harganya adalah surga abadi. Inilah yang layak kepada-Ku.
Apabila engkau menjual dirimu kepada neraka, engkau berbuat tidak adil pada
dirimu, seperti manusia yang menusukkan pisau berharga ribuan dinar pada
dinding dan menggantungkan periuk atau labu di atas pisau itu.”
Engkau
menggunakan dalih menyibukkan diri dengan ratusan amal terpuji. Engkau berkata
: “Aku telah mempelajari Fiqih, hikmah, logika (mantik), astronomi, kesehatan,
dan seterusnya.” Semua itu untuk dirimu sendiri. Engkau mempelajari Fiqih
hingga tidak seorang pun mampu merenggut setangkup rotimu, atau merobek
pakaianmu, atau membunuh dirimu. Ini semua agar engkau hidup sehat walafiat. Apa-apa
yag engkau pelajari mengenai astronomi, seperti bentuk bidang langit dan
pengaruhnya terhadap bumi, gaya berat atau kesembarangan keamanan dan
ketakutan, semua itu berhubungan dengan keadaan dirimu. Semua itu untuk dirimu
sendiri. Di dalam astrologi, tanda keberuntungan dan ketidak-beruntungan
berhubungan dengan pengawasan diri. Itu masih untuk dirimu, pada akhirnya.
Apabila
merenungkan masalah itu, akan tersadari bahwa engkau adalah “Substansi” dan
segala hal itu adalah bawahan terhadapmu. Sekarang, apabila segala yang
berada di bawahmu memiliki demikian banyak cabang keajabiban, pertimbangkan
dirimu yang merupakan “Substansi” , mesti menjadi apa! Apabila bawahanmu
memiliki “titik puncak” dan “titik nadir” tanda keberuntungan dan tanda
ketidak-beruntungan, pertimbangkan “titik puncak” dan “titik nadir” apa yang
mesti engkau miliki. Hingga engkau menyadari bahwa ruh seperti itu harus
memiliki sifat ini, mampu terhadap hal ini, dan sesuai dengan pekerjaan seperti
itu.
Di
samping makanan yang dimakan untuk mempertahankan dirimu secara fisikal,
adalagi makanan lain yang engkau butuhkan. Seperti dikatakan Rasul Muhammad :
“Aku menghabiskan malam dengan Tuhanku, dan Dia memberiku makan dan memberiku
minuman.” Di dunia ini engkau telah melupakan makanan lain itu dan menyibukkan
dirimu dengan makanan dari dunia ini. Siang dan malam engkau menyediakan
makanan untuk tubuhmu. Sekarang tubuh ini adalah kudamu, dan dunia ini
pelayannya. Makanan kuda tidak sesuai untuk pengendaranya; Seekor kuda
mempertahankan dirinya menurut kelazimannya sendiri. Karena engkau telah
diliputi sifat kebinatangan dan kehewanan, engkau tetap di atas pelana dengan
kuda dan tidak memiliki tempat di antara jajaran para raja dan pangeran
dari dunia tempat hatimu berada. Karena tubuh menguasaimu, engkau mesti
mematuhi perintah tubuhmu. Engkau tawanan bagi tubuhmu. Seperti majnun ketika
dia memutuskan berangkat ke negeri Layla. Ketika dia masih dalam keadaan sadar,
dia mengendarai unta pada jalan yang benar. Tetapi sekali terserap ke dalam Layla,
dia melupakan dirinya dan untasrat untaku berada di belakangkunya. Unta yang
memiliki anak yang ditinggalkan di desa, suatu ketika berjalan ke arah desa.
Ketika Majnun sadar, dia tahu bahwa dirinya pergi menuju jalan yang salah
selama dua ahari. Kemudian dia terus mondar-mandir selama tiga bulan, ketika
pada akhirnya dia menangis, “Unta ini adalah kutukan bagiku!” Demikianlah
diceritakan, dia meloncat dari unta dan membiarkan dirinya berangkat sendirian.
Hasrat
untaku berada di belakangku;
Sedangkan
hasrat diriku sendiri berada di depan;
Sungguh
dia dan aku amatlah bertentangan.
Seseeorang
datang kepada Sayyid Burhanuddin Muhaqqiq dan berkata : “Aku telah mendengar
pujian mengenai dirimu dari orang tertentu.”
“Biarkan
aku tahu,” Sayyid menjawab,” orang seperti apa dirinya. Apakah dia telah
mencapai derajat sedemikian rupa hingga mampu mengetahui dan memujiku. Apabila
dia mengetahui aku atas apa yang telah aku katakan, sesungguhnya dia tidak
mengetahuiku karena perkataan tidaklah tetap (sementara), bebunyian sementara,
bibir dan mulut pun sementara. Semua itu kebetulan. Apabila dia mengetahui atas
apa yang au lakukan, kejadiannya akan sama saja. Meski demikian, jika dia
mengetahui inti diriku, dan kemudian aku tahu bahwa dia mampu memujiku, maka
pujian tersebut memang menjadi hakku.”
Ini
seperti cerita yang mereka ceritakan tentang seorang raja yang mempercayakan
putranya kepada sekelompok manusia terlatih. Si anak tetap bertahan hingga
mereka telah mengajarinya seluruh ilmu astronomi, geometri, dan ilmu pengetahuan
lain, meskipun si anak sungguh-sungguh bodoh dan bebal. Suatu hari raja
mengambil dan menggenggam cincin dalam kepalan tangannya, untuk menguji
anaknya. Raja berkata : “Ayo, katakan padaku benda yang aku genggam di dalam
kepalanku!”
“Yang
Engkau genggam.” Anak itu menjawab,” adalah benda bulat, kuning, dan memiliki
lubang di tengahnya.”
“Karena
engkau mampu menjelaskannya dengan benar,” kata raja,”katakan padaku benda apa
ini sebenarnya!”
“Itu
tentu sebuah batu gerinda,” jawab sang anak.
“Kamu
telah memberikan ciri-cirinya demikian tepat dengan pikiran yang amat
mengejutkan! Dengan seluruh pendidikan dan pengetahuan yang telah engkau
peroleh, bagaimana mungkin keluar dari pikiranmu batu gerinda yang tidak dapat
digenggam oleh sebelah tangan?”
Maka,
seperti itulah sekarang orang terpelajar pada zaman kita, dengan ajaib memahami
ilmu pengetahuan. Mereka telah sempurna belajar memahami seluruh hal asing yang
bukan merupakan perhatian mereka. Yang benar-benar penting dan terkait dari
semua hal tersebut adalah dirinya sendiri.
Tetapi betapa orang-orang terpelajar
tidak mengetahuinya. Mereka melulu menghabiskan waktunya pada penilaian
kehalalan dan keharaman segala sesuatu, dan berkata : “Ini dihalalkan dan ini
tidak,” atau “Ini disyahkan hukum, dan ini tidak. Meski demikian, kebudanran,
kekuningan, rancangan dan kebulatan dari cincin raja adalah kebetulan, karena
apabila engkau melemparkannya ke dalam api tidak satu pun dari seluruh hal itu
tersisa. Dia menjadi inti sarinya, terbebas dari semua ciri-ciri itu. Seluruh
ilmu pengetahuan, amal, dan perkataan mereka letakkan di depan, semuanya tidak
memiliki hubungan dengan intisari bendanya, yang akan tetap ada ketika seluruh
sifat fisiknya sirna. Seperti halnya seluruh sifat dari yang mereka katakan dan
mereka uraikan. Pada akhirnya mereka akan membuat penilaian bahwa sang raja
memegang batu gerinda pada kepalan tangannya, karena mereka tidak mengatahui
inti yang utama dari suatu benda.
Aku
adalah burung, seekor Bulbul, atau seekor nuri, karena suaraku telah ditetapkan
dan tdiak dapat membaut suara lain apa pun. Jika aku diminta untuk menghasilkan
bunyi lain yang berbeda, aku tidak akan mampu. Sebaliknya, terhadap hal ini
adalah contoh seseorang yang belajar meniru suara burung. Dia bukan burung sama
sekali. Kenyatannya, dia adalah musuh burung, seorang pemburu, tetapi dia mampu
membuat burung menyahut karena menganggap suara itu sebagai suara burung.
Karena bunyi yang dia buat dikira-kira dan dan tidak pantas jadi miliknya,
apabila diminta, dia mampu membuat bunyi berbeda. Dia mampu membuat sahutan
berbeda karena dia telah belajar “mencuri barang orang dan menunjukkan kepadamu
secarik linen lain dari setiap rumah.”
Silahkan Bagikan Artikel ini
Mohon Maaf, Kepada Semua Sahabat, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih.**** Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar(Cara Download) dibawah postingan. Apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada, kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.