بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
Terjemah
Kitab
“AN-NASHA’IH”
NASIHAT-NASIHAT “SANG SUFI”
Karya:
IMAM
ABU ABDILLAH AL-HARITS BIN AS’AD
“AL-MUHASIBI”
--000--
NASIHAT KE - 3
Pangkal Bencana
adalah Cinta Dunia
Sahabatku, aku
mendapatkan bahwa yang menjadi pangkal setiap yang bertentangan dengan akhirat,
dan yang menjadi sasaran empuk dari tipu daya setan untuk merusak umat dan
menyia-nyiakan batas-batas hukum agama, aku temukan hal itu terletak pada
kecinntaan terhadap dunia, kehormatan, serta kedudukannya. Ia merupakan pangkal
bencana dan muara dari setiap kesalahan. Lalu, bermula dari sinilah para hamba
mengabaikan hak-hak Allah dan menelantarkan humkum-hukum-Nya, berupa perintah
Shalat, puasa, zakat serta seluruh kewajiban lainnya. Akibat cinta pada harta
dan kemegahan, mereka berlumur dengan hal-hal yang haram dan dosa, dan
merekapun menganggap remeh sebagian besar perintah Allah dan larangan-Nya. Oleh
karena itu, mereka berani terang-terangan di hadapan Allah dalam melakukan
penyimpangan, berani terus-menerus melakukan perbuatan dosa besar, serta berani
berbuat aniaya terhadap diri sendiri, sedang mereka tidak merasakan. Padahal,
sesungguhnya Rasulullah saw. Telah memperingatkan mereka akan ftnah dunia.
Telah sampai kepada kita bahwa Rasululullah saw. Bersabda : “Akan datang
kepada kalian sepeninggalku, sebuah dunia yang bakal menelan iman kamu,
sebagaiana api menghanguskan kayu bakar”, Dalam hadis lain
Rasulullah saw. Mengatakan : “Senantiasa Tuhan ku berpaling dari dunia, dan
dari orang yang diperdaya serta merasa tenang kepadanya, sejak dunia itu
diciptakan smpai hari kiamat.” Dan “Celakalah orang-orang yang memperbanyak harta kecuali orang yang
berkata dengannya tentang hamba-hamba Allah demikian dan demikian dari arah
kiri dan kanannya, tapi mereka itu hanya sedikit.”
Telah sampai kepada kita bahwa Allah SWT. Mewahyukan kepada Musa
as. : “Wahai Musa, jangan sekali-kali engkau cenderung kepada cinta dunia,
agar engkau tidak datang kepada-Ku dengan membawa dosa-dosa yang sangat
menyulitkanmu.” Juga telah
sampai kepada kita bahwa Isa as. Berkata : “ Wahai pengikutku!
Kekayaan itu memang kesenangan di dunia, tetapi kecelakaan di akhirat.Benar, bahwa
orang-orang kaya merupakan tempat orang-orang mengambil muka di dunia, tetapi
mereka akan diinjak-injak dengan kaki mereka di akhirat, dari depan dan dari
punggung. Maka dengan kebenaran aku berkata kepada kalian : “Orang-orang kaya itu tidak akan memasuki alam kerajaan langit.” Salah seorang salaf berkata : “Aku jatuh dari atas gedung lalu
tulangku patah, itu lebih aku sukai daripada bergaul dengan orang kaya.” Ia juga mengatakan, Kekayaan di dunia
merupakan kemuliaan, tetapi di akhirat merupakan kehinaan, dan orang kaya akan
monyong mulutnya dan akan mengalir air liurnya” Rasul saw. Pernah ditanya oleh seseorang : “Siapa di antara umat Mu yang jahat?Beilau saw. Menjawab
: “Orang-orang kaya.”
Celakalah engkau
wahai pemuja dunia! Tidakkah pernah sampai kepadamu berita tentang Musa as.
Yang melewati seseorang yang sedang menangis dan ketia ia pulang orang itu
masih menangis juga, beliau lantas berujar : “Ya Tuha, seorang
hamba Mu menangis karena takut kepada Mu,” Tuhan berkata : “Wahai Putra Imran, andai orang itu meninggalkan otaknya bersama
air matanya lalu memohon seraya mengangkat kedua tangannya sampai keduanya
berjatuhan niscaya tidak Aku ampuni dia, karena dia mencintai dunia.” Firman AllahSWT. Dalam Surat Hud ayat 15 – 16 yang tafsirnya : “Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya,
niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan
sempurna dan di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak
memperoleh akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang mereka
usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang mereka telah kerjakan.” Demikianlah keadaan orang yang mencintai dunia, semoga Allah SWT.
Melindungi kita sekalian dari kecintaan kepadanya.
Sahabatku!
Ketahuilah, bahwa baik dan rusaknya umat tergantung pada baik dan rusaknya
ulamanya. Dan di antara ulama itu ada yang menjadi rahmat bagi umat, sehingga
berbahagialah bagi siapa yang mengikuti mereka. Namun di antara mereka ada pula
yang menjadi fitnah bagi umat sehingga celakalah orang yang akrab dengan
mereka. Seorang yang berilmu, bila ia beramal berdasarkan ridha dari Allah SWT.
Lebih mengutamakan akhirat daripada dunia, tentu mereka itulah yang berhak
menjadi Khalifah (wakil) pra Rasul as.; menjadi juru nasihat bagi hamba-hamba
dan juru penerang ke jalan Allah SWT. Mereka adalah teman-teman para Nabi di
atas mimbar cahaya dalam perhiasan dan berpakaian, mereka dimuliakan dan
digembirakan, lalu terhadap semua keluarga, baik yang terdekat maupun yang
terjauh, mereka berikan syafaat, karena ketika dibangkitkan, semua makhluk
masing-msing menjadi sibuk. Maka merekalah yang menjadi rahmat Allah atas umat
serta berkah-Nya atas mereka. Mereka menyeru kepada jalan kemenangan sehinga
menjadi berbahagialah orang yang menyambut seruan mereka, dan memperoleh
kemenangan orang meneladani mereka, dan tentu saja bbagi mereka pula pahala
yang sepurna plus pahala orang yang mengikuti ajakan mereka. Terdapat beberapa
riwayat yang melukiskan keadaan mereka, salah satu diantaranya ialah ucapan
salah seorang tokoh tentang tafisr ayat berikut : Siapakah yang lebih
baik perkatannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal
yang salih dan berkata : “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang bererah
diri” (Fushshilat : 33), Ia berkata : Ini adalah kekasih Allah, wali-Nya, hasil seleksi-Nya dan
pilihan-Nya.Orang ini adalah yang paling dicintai Allah di antara penghuni
bumi. Ia menyambut seruan Allah dan mengajak orang untuk menyambut seruan itu.
Dan ia beramal salih dalam menyambut seruan itu seraya berkata : “Aku
termasuk orang-orang muslim”.
Inilah khalifah
Allah, wahai kaum! Dan ulama semacam inilah yang patut kau teladani dan kau ikuti
jejaknya, mudah-mudahan engkau endapatkan kebahagiaan serta kemenangan. Hanya
saja sebagian yang lain di antara mereka masih relah
terhadap dunia sebagai ganti dari akhirat. Mereka lebih mengutamakan dunia di
sisi Allah mereka sangat gemar mengumpulkannya, serta berambisi untuk
memperoleh kedudukan padanya. Ulama semacam ini lah yang senang diikuti oleh
sebagian besar manusia sehingga banyak sekali di kalangan umat yang mendapat
fitnah atas umat.
Mereka meninggalkan
nasihat kepada manusia agar mereka tidak dijelek-jelekkan di tengah-tengah
masyarakat. Celakalah mereka! Bagaimana mereka akan mendapatkan kebaikan di
bawah ancaman dari Allah Azza wa Jalla kepada mereka? Di samping itu mereka
telah menjual ilmu dengan harga yang murah. Sungguh, mereka itu merugi, dan
alangkah jeleknya apa yang mereka perdagangkan itu, karena selain harus memikul
dosa sendiri, ia juga harus menanggung dosa orang-orang yang mengikuti mereka,
sehingga semuanya binasa dan menyebabkan binasa. Mereka itulah wakil setan,
kaki tangan iblis, semoga Allah tidak memperbanyak orang seperti mereka di
kalangan umat manusia. Sesungguhnya Rasulullah saw. Telah memperingatkan
tentang fitnah yang ditimbulkan oleh ulama yang lebih mempriorotaskan dunia.
Telah sampai kepada kita bahwa beliau saw. Bersabda : “Para fuqaha (ulama)
itu pengemban amanat para Rasul selama mereka tidak menceburkan diri ke dalam
urusan dunia, dan apabila mereka berbuat demikian, ragukanlah keberagamaan
mereka”.
Beliau saw. Juga
bersabda : Senantiasa umat ini berada di bawah tangan Allah dan di bawah
lindungan-Nya selama para pembaca Al Qur’an tidak manut kepada para pejabatnya,
selama orang-orang pilihan tidak memberikan restu kepada orang-orang jahatnya,
dan selama orang-orang baik tidak mengisitimewakan orang-orang bejatnya.
Tetapi, bila mereka melakukan itu, niscaya Allah akan mengangkat tangan-Nya dan
menguasakan atas mereka orang-orang yang kejam yang bakal menindas mereka
dengan seburuk-buruk siksaan.”
Beliau bersabda lagi
: “Tidak terjadi kiamat sampai orang-orang terpercaya berkhianat dan para
pembaca Al Qur’an menjadi fasik, mereka dihantam badai fitnah dan diliputi
kegelapan sehingga mereka menjadi bingung seperti bingungnya orang-orang Yahudi
di dalam gulita.” Ada yang bertanya
kepada Rasulullah saw. : “Wahai Rasul! Manusia manakah yang paling buruk?
Beliau saw. Menjawab : “Ya Allah, berilah ampunan, seburuk-buruk umatku
ialah ulama yang buruk.” Akan datang kepada manusia suatu masa dimana
masjid-masjid ramai tetapi kosong dari petunjuk. Hal demikian terjadi karena
ternyata ulama mereka adalah seburuk buruk orang yang dinaungi oleh langit.” Juga telah sampai pula kepada kita bahwa Allah SWT
mewahyukan kepada Daud a. : Janganlah engkau musyawarahkan urusan mu dengan
orang alim yang dimabukan oleh cinta kepada dunia, karena ia akan menjatuhkanmu
dengan kemabukannya dari jalan kecintaan. Mereka itu adalah perampok-perampok
atas hamba-hamba yang menginginkan-Ku.” Seorang ahli ilmua berkata : “Orang
yang ditambah oleh Allah ilmunya tapi bertambah pula cintanya kepada dunia,
niscaya tidak bertambah dekat jaraknya kepada Allah kecuali kian menjauh.
Sebagian ahli ilmu
menyebutkan tentang pergaulan dengan para ulama. Ia berkata : “Jika engkau mau, di dalam pergaulan dengan sebagian
mereka terdapat fitnah, yaitu bila di antara mereka terperdaya oleh dunia,
menggemarinya dan berambisi untuk mendapatkannya. Di dalam bergaul dengan mereka terdapat fitnah yang bakal menambah
kebodohan orang yang bodoh, meningkatkan kebejatan orang yang bejat, serta
merusak hari orang yang beriman.” Kemudian ia berkata
lagi : Ulama yang buruk itu duduk-duduk di
tengah jalan menuju akhirat, dan mereka menghalang-halangi hamba-hamba dari
perjalanan menuju Allah SWT. Lalu ahli ilmu itu
pun menangis.
Telah sampai kepada
kita bahwa Isa as. Berkata : “Ulama yang buruk berpuasa dan
melaksanakan shalat, tetapi tidak mengerjakan apa yang dianjurkan kepada
mereka. Mereka belajr tetapi tidak mengamalkannya. Amat jelek apa yang mereka
putuskan, mereka bertobat hanya melalui kata-kata serta angan-angan, dan mereka
berbuat pun dengan hawa nafsu. Kamu tiak membutuhkan mereka untuk membersihkan
kotoran dari kulit dan hatimu. Dengan kebenaran aku
berkata kepada kamu : “Jangan menjadi seperti ampas yang disaring di mana
hikmah mengalir dari mulut-mulut kamu tapi masih tersisa kedengkian di dalam
dada kamu.
Wahai pemuja dunia!
Bagaimana bisa mendapatkan akhirat orang yang tidak pernah padam api syahwatnya
terhadap dunia? Tidak pernah putus keinginan dirinya?
Dengan sebenarnya aku berkata : Hatimu menangis karena perbuatanmu, kalian
menaruh dunia di bawah lidah dan meletakkan ilmu di bawah telapak kaki. Dengan
sebenarnya aku mengatakan, kalian telah merusak akhirat kalian. Ternyata
kebaikan dunia lebih kau sukai daripada kebaikan akhirat, maka siapa yang lebih
merugi dari pada kamu jika kamu mengetahui! Celakalah kalian! Sampai kapan
kalian tetap menghalangi orang-orang berjalan menuju cahaya, dan sampai kapan
kalian berdiam di peukiman orang-orang yang bingung seakan-akan kalian
menyerukan kepada penghuni dunia agar membiarkan dunia ini untuk kalian.
Celakalah kalian! Apa gunanya untuk sebuah rumah yang gelap jikalau lampu
penerang diletakan di atasnya, sedang di dalamnya sepi dan gelap? Maka,
demikian pula, tidak berguna cahaya ilmu yang berada di mulut-mulut kalian,
sedangkan di dalam diri kalian terasa kosong, gelap dan hampa. Wahai pemuja
dunia! Tidak maukah kalian menjadi ulama yang mengamalkan ilmunya, menjadi
hamba yang bertakwa, dan menjadi orang merdeka yang dimuliakan. Hampir-hampir
dunia mencabut kamu dari akar-akarmu lalu ditutupkan kepada muka-mukamu,
kemudian kamu ditelungkupkan dan kesalahan-kesalahan mu ditarik dari ubun-ubun
kemudian kamu didorong dari belakang untuk diserahkan kepada Sang Raja di Hari
Pembalasan dalam keadaan telanjang dan sendiri-sendiri. Lalu Raja itu
memberhentikan kamu dan mendirikan kamu dalam keadaan terbuka aurat. Dan
akhirnya kamu diberi balasan atas buruknya seluruh perbuatan kamu.
Sahabatku! Mereka
adalah ulama-ulama jahat alias setan-setan dalam rupa manusia; mereka menjadi
fitnah bagi masyarakat; mereka sangat menggemari harta benda dunia serta
kedudukannya; mereka lebih mengutamakannya daripada akhirat; dan mereka pun
merendahkan agama terhadap dunia. Selagi di dunia mereka sudah tercela,
sedangkan di akhirat kelek, mereka merugi; atau Tuhan Maha Mulia akan
memberikan ampunan melalui Kemurahan-Nya.
Aku melihat orang
yang celaka, yang merugi, yang lebih mengutamakan dunia daripada akhirat, bahwa
kesenangannya bercampur dengan hal-hal yang menyusahkan dirinya. Mulai dari bermacam-macam
bentuk kegelisahan dan kemaksiatan sampai dengan kepada kerusakan dan
kebinasaan di akhir perjalanan hidupnya. Kegembiraan yang dulu pernah
dimilikinya kembali menjauhinya, tidak lagi tersisa untuk dirinya bagian dari
dunianya. Dan ia pun tidak bisa diselamatkan oleh agamanya, bahkan ia
memperoleh kerugian ganda di dunia dan akhirat akibat kegandrungannya kepada
dunia sedang ia tidak pernah mengetahui apa yang telah ditentukan untuk
dirinya, dan itulah bentuk kerugian yang nyata! Alangkah buruknya musibah itu,
dan alangkah besarnya bencananya! Karena itulah mawas dirilah kepada Allah.
Sahabatku! Janganlah
kamu diperdaya oleh setan dan wakil-wakilnya di antara manusia hanya karena
alasan yang lemah di sisi Allah SWT. Sesungguhnya mereka itu rakus terhadap
dunia lalu mencari-cari alasan untuk diri mereka.
Mereka menduga bahwa
sahabat-sahabat Rasul saw. Juga memiliki harta yang banyak sehingga orang-orang
terperdaya itu berlindug di balik kisah mereka tentang para sahabat supaya
orang lain mentolerir usaha mereka dalam menumpuk harta. Padahal setan telah
menimpakan bala atas mereka, sedang mereka tidak menyadadri!
Celakalah dirimu
wahai orang-orang yang telah terkena fitnah! Sesungguhnya dalihmu
mengatasnamakan harta Abdurahman bin ‘Auf itu merupakan jebakan setan yang
bertutur melalui lidahmu agar dirimu celaka! Sebab, ketika engkau menyangka
bahwa sahabat-sahabat pilihan itu menghendaki harta untuk kemewahan, kemuliaan
dan perhiasan, sungguh engkau telah berbagi ghibah kepada mereka serta berani
mengkaitkan mereka dengan perkara yang besar. Juga ketika engkau mengira bahwa
mengumpulkan harta yang halal itu lebih baik dan lebih utama daripada
meninggalkannya, sungguh dirimu telah melecehkan Nabi Muhammad saw. Dan para
Rasul. Engkau anggap mereka itu sedikit kemauan serta bersikap zuhud terhadap
kebaikan yang engkau gandrungi beserta teman-teman mu. Engkau hubungkan mereka
dengan kebodohan karena tidak meu mengumpulkan harta seperti yang engkau
lakukan.
Demikian pula ketika
engkau mengira bahwa mengumpulkan harta yang halal itu lebih baik daripada
meninggalkannya, berarti engkau menganggap Rasulullah saw. Tidak memberikan
nasihat kepada umatnya karena telah melarang mereka dari mengumpulkan harta,
padahal ia tau bahwa hal itu baik untuk mereka. Sungguh engkau telah menipu
mereka dengan prasangka itu, pada saat Beliau melarang mereka mengumpulkan
harta. Demi Tuhan langit, engkau telah mendustakan Rasulullah saw. Padahal
sesungguhnya, bagi umatnya, beliau adalah juru nasihat; beliau prihatin atas nasib
mereka.
Baiklah, ketika
engkau mengira bahwa mengumpulkan harta halal itu adalah lebih baik dan lebih
utama daripada meninggalkannya, sesungguhnya engkau telah menganggap bahwa
Allah SWT. Tidak memperhatikan hamba-hamba-Nya, karena telah melarang mereka
mengumpulkan harta padahal dia tau bahwa mengumpulkan harta halal itu lebih
baik daripada meninggalkannya. Sungguh engkau mengira bahwa Allah SWT. Tidak
mengetahui bahwa keutamaan dan kebaikan ini terletak pada mengumpulkan harta
karena telah melarang memperbanyaknya. Seakan-akan dirimu lebih mengetahui
tempat-tempat kebaikan dan keutaaan darupada Tuhanmu. Maha Suci Tuhan dari
kebodohanmu itu!.
Wahai orang yang
terfitnah! Sesungguhnya dirimu dijerumuskan oleh setan ketika ia memperindah
dalihmu dengan harta sahabat. Celakalah dirimu! Tidak ada gunanya bagimu
beralasan dengan harta “Abdurrahman ra. Itu, karena beliau sendiri menginginkan
pada hari kiamat agar dia diberi bagian dari dunia sekedar untuk kebutuhan
makanan hariannya saja. Rasulullah saw. Berssabda : Tidak seorang pun di antara manusia pada hari kiamat kelak, yang
kaya dan miskin, melainkan ia menginginkan supaya diberi bagian dari dunia
sekedar untuk makanan harian saja.”
Telah sampai kepdaku
bahwa ketika ‘Abdurrahman meninggal dunia, beberapa sahabat Rasul berkata :
“Kami mengkhawatirkan ‘Abdurrhman pada harta yang ditinggalkannya.” Ka’ab
berkata : “Subhanallah! Apa yang kalian takutkan terhadap ‘Abduurahman? Dia
berusaha dengan cara baik dan menafkahkannya juga dengan baik.” Lalu hal itu terdengar
oleh Abu Dzarr, dan ia pun keluar dala keadaan marah untuk menemui Ka’ab. Di
tengah jalan ia melewati tulang rahang binatang, maka tulang itu pun diambilnya
dan ia melanjutkan usaha mencari Ka’ab.
Ada yang membisiki
Ka’ab bahwa ‘Abu Dzarr mencarinya. Maka larilah Ka’ab ke tempat ‘Utsman bin
Affan, untuk mencari perlindungan dan menceritakan kepadanya tentang apa yang
telah terjadi. Abu Dzarr pun terus mencarinya hingga sampai juga ke rumah
Utsman Bin Affan. Tak kala Abu Dzarr masuk ke dalam rumah, berdirilah Ka’ab
berlindung di balik Utsman bin Affan karena ketakutan. Lalu Abu Dzarr berkata
kepadanya : “Wahai putera yahudi! Engkau kira tidak akan terjadi apa-apa dengan
harta yang ditinggalkan “Aburrahman!
Suatu hari Rasulullah
saw. Keluar dari Masjid Madinah menuju Uhud dan aku bersamanya, beliau berkata
: “Wahai Abu Dzarr.” Aku menjawab : “Labaika ya Rasulullah. Orang yang banyak
harta adalah orang yang paling miskin di akhirat kelak kecuali orang yang
berkata demikian dan demikian dari arah kanan dan kiri, depan dan belakangnya,
tapi mereka itu hanya sedikit.” Kemudian beliau berkata : “Wahai Abudzarr!” Aku
menjawab : “Ya, ya Rasulullah.” Beliau melanjutkan : “Tidaklah menyenangkan
bagiku andai aku memiliki emas sebessar gunung Uhud, yang aku nafkahkan di
jalan Allah, lalu aku mati sedangkan pada saat aku mati itu aku masih menyimpan
dua qirath.” Kemudian beliau menyambung lagi : “ Wahai Abu Dzarr! Engkau mau
yang lebih banyak sedangkan aku mau yang lebih sedikit.” Rasulullah saw.
Menginginkan ini sedangkan dirimu, wahai putera Yahudi, bilang tidak apa dengan
harta ‘Abdurrahman. Engkau telah berdusta dan berdusta pula orang yang
mengucapkan ucapan seperti ini.” Tidak hilang rasa takut Ka’ab sampai Abu Dzarr
pergi.
Telah sampai kepada
kami cerita tentang Abdurrahman bin ‘Auf, ketika ia kedatangan rombongan
kafilah membawa barang-barang miliknya dari Yaman, sehingga seisi kota Madinah
pun menjadi gempar. A’isyah ra. Bertanya : “Apa yang terjadi? Lalu dikatakan
kepadanya bahwa rombongan kafilah ‘Abdurrahman telah tiba di Madinah. Spontan
ia mengucapkan : “Benarlah Allah dan Rasul-Nya.” Hal ini sampai kepada
‘Abdurrahman, lalu ia pun bergegas mendatangi A’isyah dan bertanya kepadanya.
A’isyah menjawab : “ Aku mendengar Rasulullah saw. Bersabda : “Aku melihat
surga dan aku melihat orang-orang miskin dari golongan Muhajirin. Orang-orang
Muslim pun memasuki dengan bergegas namun aku tidak melihat seorangpun di
antara orang-orang kaya yang memasukinya kecuali dengan cara merangkak.
Mendengar itu, ‘Abdurrahman lantas berujar : “ Aku menjadikan Allah sebagai
saksi bahwa sluruh kafilah ini berikut barang-barangnya untuk jalan Allah,
sedangkan seluruh budak-budaknya merdeka, semoga aku memasukinya bersama mereka
dengan bergegas.”
Telah sampai kepada
kami bahwa Rasulullah saw. Pernah berkata kepada
‘Abdurrahman bin Auf, “Adapun dirimu adalah orang pertama masuk surga diantara
orang-orang kaya dari umat ku, dan hampir saja engkau tidak memasukinya kecuali
dengan cara merangkak.
Celakalah dirimu
wahai orang yang terperdaya! Apakah alasanmu tentang harta, padahal
‘Abdurrahman bin ‘Auf dengan keutamaannya, ketakwaannya, perbuatan makrufnya,
pengeluarannya di jalan Allah, perssahabatannya dengan Rasulullah saw. Dan
berita gembiranya bahwa ia akan masuk surga, tetapi ia harus bertahan lebih
dahulu di padang mahsyar, di tengah situasi yang sangat mencekam, hanya
gara-gara harta yang ia peroleh secara halal demi untuk menjaga kesucian
dirinya; untuk erbuatan makrufnya, untuk nafkahnya yang tidak pernah
berlebih-lebihan, untuk pengeluarannya di jalan Allah secara sukarela. Hanya
karena ini terpaksa ia tidak bisa bergegas menuju surga bersama orang-orang
miskin dari golongan Muhajirin. Kelak ia hanya bisa beringsut-ingsut jauh di
belakang mereka. Nah, bagaimmana menurut dugaanmu terhadap orang-orang semacam
kita yang senantiasa timbul tenggelam di dalam danau fitnah dunia?
Amat mengherankan
terhadap dirimu wahai orang yang terperdaya! Sementara anda yang bergumul dalam
kubangan syubhat dan haram, yang bersemangat dalam memungut kotoran-kotoran
manusia. Yang tidak memperdulikan apa yang didapatkan dala, usaha anda, yang
bergelimang dalam kesyubhatan, perhiasan dan kemegahan, yang terperangkap dalam
tipu daya dunia, masih saja sempat berdalih dengan ‘Abdurrahman bin ‘Auff dan hartanya,
sesungguhnya sahabt juga dulunya berbuat demikian. Seolah-olah anda menganggap
orang-orang salaf tersebut beserta tindakannya menjadi syubhat pula! Celakalah
dirimu, karena anggapan demikian termasuk analogi iblis juga termasuk di antara
fatwa-fatwanya yang ia bisikan kepada pengikut-pengikutnya.
Berikut aku akan
membeberkan kepada dirimu tentang keadaanmu yang sebenarnya dan keadaan para
salaf dahulu, agar engkau menyadari keburukanmu sekaligus akan mengerti tentang
keutamaan para sahabat dengan harta benda mereka, yang diinginkan untuk menjaga
kesucian dan dieluarkan pada jalan Allah. Mereka berusaha dengan cara yang
halal, memakan yang baik, mengeluarkan secara ekonomis, memprioritaskan
keuramaan, tidak pernah menahan hak orang lain darinya, dan tidak bersifat
kikir dengannya. Mereka berlaku dermawan dengan sebagian besar harta tersebut,
bahkan di antara mereka ada yang mendermakan seluruhnya. Terlebih lagi dalam
keadaan sulit, justru lebih mereka utamakan daripada diri mereka sendiri, Nah,
apakah demikian pula sikapmu? Demi Allah, sungguh dirimu sangat jauh dari
menyerupai mereka.
Sahabat-sahabat pilihan tersebut
lebih menyukai hidup dalam kemiskinan. Mereka aman dari rasa takut miskin;
dengan Allah dan ketentuan-Nya mereka bersuka cita; terhadap bala ...mereka
menerima; dalam kelapangan mereka bersyukur; dalam kesusahan mereka bersabar;
dalam senang mereka memuja; kepada Allah mereka tawadhu; terhadap kedudukan dan
kemegahan mereka bersikap wara’. Mereka tidak mencari dunia kecuali hanya bagian
yang diperbolehkan untuk mereka, dan merekapun merasa puas dengan berkecukupan
(sekedar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari)Mereka mengharapkan dunia namun
mereka rela menjadikannya sebagai pinjaman. Mereka memutuskan perkaranya
sekaligus. Mereka bersabar terhadap hal-hal yang tidak menyenangkan darinya,
mereka menelan pahitnya, dan berlaku zuhud terhadap kenikmatan dan
kesenangannya. Maka, Demi Allah, apakah demikian sikapmu?
Telah ssampai kepda
kami bahwa bila dunia menghampiri mereka, mereka berduka seraya meratap, “Ini
merupakan sebuah dosa yang disegerakan pembalasannya.” Namun bila kemiskinan
yang mendera mereka, mereka mengucapkan : “Selamat datang simbul orang-orang
saleh.”
Juga telah sampai
pula kepada kami, bahwa di antara mereka jika memasuki pagi hari dan mendapat
makanan di dalam keluarganya, ia lantas menjadi sedih dan murung. Namun jika
tidak mendapatkan apa-apa ia malah senang dan gembira. Padahal kebanyakan orang
tidak demikian. Bila mereka tidak mendapatkan sesuatu untuk keluarganya, mereka
bersedih. Sebaliknya, bila ada justru bergembira, dan engkau tidak demikian. Ia
menjawab : “Bila aku memasuki pagi hari sedang di keluargaku tidak memiliki
apa-apa, aku gembira karena dengan demikian aku memiliki kesempatan untuk
menjadikan Muhammad saw. Sebagai teladan. Tetapi apabila memasuki pagi, aku
mendapatkan sesuatu untuk keluarga, aku besedih, karena hari itu aku tidak
memperoleh kesempatan untuk menjadikan beliau sebagai teladan.
Berikut ini, telah
sampai pula kepada kami, bahwa bilamana berada dalam kemakmuran, mereka merasa
prihatin dan meratap, “Apa yang terjadi dengan kami di dunia ini? Dan apa yang
dimaui dengannya? Seolah-olah ketika itu mereka berada dalam suasana ketakutan.
Sebaliknya, bila
berada dalam keadaan serba kekurangan, mereka malah merasa senang dan berkata,
“ Sekarang Tuhan kami telah membuat perjanjian kepada kami.” Kemudian di antara
sebagian mereka ada pula yang berkata : “Hari yang menyenangkan hatiku,”
Seorang sahabat berkata : “Hari yang menyenangkan untuk ku adalah ketika ada
yang bilang bahwa tidak ada apa-apa di rumah, tidak ada dinar, tidak ada
dirham, juga tidak ada makanan, sebab bila Allah SWt. Menyukai seorang hamba,
ia akan mengujinya, “ Demikian keadaan dan sikap orang-orang terdahulu, padahal
sesungguhnya keutamaan mereka jauh dari sekedar yang telah kusebutkan tadi.
Maka, Demi Allah, demikiankah keadaanmu? Demi Allah, sungguh sangat jauh
kemiripanmu dengan mereka!
Lalu, sekarang aku akan membuka kedokmu
wahai orang yang terperdaya! Sungguh keadaanmu sangat bertolak belakang dengan
keadaan mereka, orang-orang salaf. Hal demikian terjadi karena engkau sering
melampaui batas ketika kaya, berlaku sombong ketika lapang, bersuka ria di kala
senang, lupa bersyukur terhadap nikmmat,frustasi di kala susah, benci bila ditimpa
bala, dan tidak bisa menerima ketentuan Tuhan. Engkau
membenti kefakiran dan menghindar dari kemiskinan, padahal keadann tersebut
merupakan kebanggaan orang-orang Muslim, sedangkan dirimu malah menjauhinya.
Engkau sengaja
menumpuk harta karena takut miskin. Padahal perbuatan demikian, cerminan dari
buruk sangkamu kepada Allah dan kurang yakinmu kepada jaminan-Nya. Kiranya
cukuplah sikapmu itu sebagai dosa, terlebih lagi bila engkau menumpuk harta itu
untuk kesenangan, kemewahan, keinginan dan kenikmatan dunia. Rasulullah saw.
Bersabda : “Seburuk-buruk umatku, mereka yang
diberi makan dengan kemewahan, lalu tubuh mereka tumbuh darinya.
Seorang ahli ilmu
berkata : “Akan datang pada hari kiamat kelak sekelompok orang yang menuntut
kebaikan untuk mereka, lalu dikatakan kepada mereka : “Kamu telah menghabiskan
rezkimu dalam kehidupan duniawimu (saja) dan kamu telah bersenang-senang
dengannya .” (QS. Al-Ahqaf :20). Ternyata dirimu berada dalam kelalaian.
Engkau telah dicegah
untuk menadapatkan kenikmatan akhirat lantaran kenikmatan dunia, maka alangkah
besar penyesalan dan kecelakaan itu! Benar,
barangkali engkau mengumpulkan harta demi kemegahan, kebanggaan dan perhiasan
di dunia, padahal telah sampai kepada kami bahwa siapa yang mencari dunia untuk
bermegahan dan berbangga dengannya, kelak ia akan berjumpa dengan Allah, dan
Allah dalam keadaan marah kepadanya, sedangkan engkau tidak merasa terancam
dengna kemarahan Allah yang bakal menimpamu ketika menginginkan kemegahan dan kemewahan itu.
OK. Barangkali menetap
di dunia ini lebih engkau sukai daripada berpindah ke haribaan Allah Azza wa
Jalla, dan engkau tidak suka untuk bertemu dengan Allah, padahal Allah lebih
tidak suka untuk bertemu dengan mu. Engkau tetap berada dalam kelalaian, bahkan
barangkali engkau akan meratapi kehilangan kesempatan mu untuk meraih mata
benda di dunia itu \.
Rasulullah saw.
Bersabada : “Siapa yang menyesali dunia yang
luput darinya, ia mendekati api neraka sejauh seribu tahun perjalanan.” Nah, engkau sangat menyesali sesuatu yang luput darimu tanpa merasa terancam dengan kedekatanmu kepada siksaan
Allah SWT. Benar, barangkali engkau kadang-kadang harus keluar dari agama mu
demi untuk memenuhi keinginan duniawimu, lalu engkau bersuka cita terhadap
dunia yang menghampirimu dan hatimu pun senang kepadanya.
Dalam sebuah hadis, Rasulullah saw. Bersabda : Siapa yang menyukai dunia dan itu menyenangkannya, hilanglah
rasa takut akan akhirat dari hatinya.” Salah seorang Ulama
mengatakan : “Engkau akan diperhitungkan lantaran kesedihanmu, juga akan
diperhitungkan lantaran kegembiraan mu terhadap dunia tat kala engkau mampu
meraihnya.”
Siapa yang menyukai
dunia, dan hal itu menyenangkannya, tercabutlah kekhawatiran terhadap hari
akhirat dari hatinya. Egnkau bersukaria terhadap duniamu, sementara kau
lepaskan kekhawatiran terhadap Allah. Baik, barangkali kepandaianmu pada dunia
lebih berlipat daripada perhatianmu pada urusan akhirat; barangkali musibah
yang menimpamu karena maksiat lebih ringan menurutmu daripada musibah
berkurangnya dunia. Baik, barangkali kekhawatiran terhadap kehilangan harta
barangkali lebih belipat daripada kekhawatiranmu terhadap dosa. Barangkali
engkau mengeluarkan untuk orang lain sesuatu yang engkau kumpulkan dari kotoran
yang tercemar demi kedudukan dan kemuliaan dunia; Barangkali engkau rela
orang-orang lain menerima murka Allah agar berbuat baik kepadamu, menghargai
dan memuliakanmu. Celakalah dirimu! Seakan-akan penghinaan Allah terhadapmu
pada kari kiamat tidak berarti bagimu dibanding penghinaan manusia terhadapmu
di dunia. Barangkali engkau menyembunyikan keburukanmu di mata manusia dan
engkau tidak merasa terancam dengan pengetahuan Allah terhadap hal itu,
seakan-akan tercemarnya namamu di sisi Allah tidak berarti bagimu daripada
tercemarnya namamu di mata manusia; seakan-akan makhluk lebih tinggi nilainya
di matamu daripada Khaliq. Maha Suci Allah dari kebodohanmu.
Celakalah dirimu!
Masih ada sisa-sisa keburukan lainnya yang belum pernah disandang oleh dirimu
dan bagaimana engkau akan berkata di hadapan orang-orang yang berakal. Padahal
aib itu ada pada dirimu, dan dirimu berlumur dengan kotoran namun masih ingin berdalih dengan harta orang-orang yang
suci. \
Amatlah jauh
kemiripanmu dengan orang-orang salih terdahulu! Demi Allah sesungguhnya telah
sampai kepadaku bahwa mereka dalam hal yang di halalkan, lebih zuhud daripada
kamu dalam hal yang di haramkan. Sesuatu yang tidak apa-apa menurutmu,
merupakan bencana bagi mereka. Kesalahan kecil mereka pandang lebih besar
daripada kamu dalam memandang dosa besar. Sebaik-baik dan sehalal-halal harta
menurtmu adalah bagaikan yang subhat di antara harta mereka. Engkau prihatin
terhadap kejahatan sebagaimana mereka prihatin terhadap kebaikan mereka karena
khawatir tidak diterima. Puasamu bagaikan berbukanya mereka, kesungguhanmu
dalam beribadah bagaikan masa reses dan waktu tidur mereka, bahkan seluruh
kebaikanmu setara dengan satu dari kebaikan mereka.
Salah seorang sahabat
berkata : “Keuntungan para shiddiqin (Orang-orang yang benar dan jujur)
adalah sesuatu yang luput dari dunia mereka, sedangkan kebutuhan mereka adalah
sesuatu yang dijauhkan dari mereka, sedangkan kebutuhan mereka adalah adalah
sesuatu yang dijauhkan dari mereka di antara dunia. Maka siapa yang tidak
demikian keadaannya, tidaklah ia bersama mereka di dunia, apalagi di akhirat.” Subhanallah! Berapa jauh perbedaan antara dua golongan tersebut!
Golongan bersama sahabt pilihan yang mencari ke
dudukan di sisi Allah dan golongan bersama kalian dalam kelompok orang-orang
yang rendah. Semoga Allah Yang Maha Mulia memberikan ampunan dengan
Karunia-Nya.
Apabila engkau
mengira bahwa dirimu meneladani para sahabat dalam menumpuk harta untuk menjaga
kesucian dan mengeluarkannya di jalan Allah, coba renungkanlah terlebih dahulu
urusanmu itu! Celakalah dirimu, masih bisakah kita Ataukah engkau mengira bahwa
engkau berhati-hati dalam mencari yang halal sebagaimana yang mereka lakukan?
Padahal telah sampai ke padaku bahwa di antara sahabat ada yang mengatakan, “Kami meninggalkan tujuh puluh pintu dari yang halal karena khawatir
akan jatuh kepada salah satu pintu yang haram”. Saudara ku! Adakah
kewaspaadaan seperti ini dalam dirimu? Tidak, demi Tuhan Ka’bah, aku tidak
mengira ada hal demikian pada dirimmu? Oleh karena itu, yakinah bahwa
mengumpulkan harta dengan tujuan untuk berbuat baik adalah jebakan setan yang
akan menggiringmu. Lantaran kebaikan itu, kepada usaha syubhat yang berbaur
padanya antara yang batil dan yang haram.”
Wahai orang-orang
yang terperdaya, tidakkah engkau mengetahi bahwa kekhawatiranmu akan tercebur
ke dalam syubhat lebih utama dan lebih mulia nilainya di sisi Allah daripada
berusaha dalam syubhat dan mengeluarkannya di jalan Allah dan di jalan
kebaikan.
Aku mendengar seorang
ahli ilmu berkata : “Engkau meninggalkan satu dirham
karena khawatir bahwa hal itu tidak halal, lebih baik bagimmu daripada engkau
bersedekah dengan seribu dinar dari barang yang syubhat, yaitu yang tidak
engkau ketahui apakah barang tersebut bagimu halal atau tidak.”
Kemudian, jika engkau
mengira bahwa dirimu adalah paling bertakwa dan paling Wara’ untuk terjerumus
ke dalam syubhat, dan engkau mengumpulkan harta halal berdasarkan dugaanmu
untuk dikeluarkan di jalan Allah, celakalah dirimu bia menduga demikian
sehingga merasa tidak akan diajukan untuk perhitungan (hisab). Karena sesungghnya
para sahabat pilihan sangat takut terhadap pertanyaan ketika hisab.
Telah sampai kepada
kami bahwa di antara mereka ada yang berkata : “Tidaklah
menggemberikan ku kalau aku mendapatkan hasil dari usahaku setiap hari sebanyak
seribu dinar dari barang yang halal, lalu aku nafkahkan dalam ketaatan kepada
Allah dan usaha tersebut tidak menghalangiku melakukan shlata jamaah!.” Orang-orang berkata, kenapa demikian, mudah-mudahan Allah
mengaisihimu? Ia menjawab : “Karena au tidak besa lepas dari
suaru maqam pada hari kiamat, sehingga Allah SWT. Bertanya : “Hambaku, darimana
usahamu ini dan di mana engkau nafkahkan?” Mereka itu
orang-orang yang bertakwa yang berada dalam meliu Islami yang utuh, sedangkan
barang yang halal tersedia buat mereka, tapi mereka meninggalkan harta karena
malu akan di hisab, sebab khawatir bahwa kebaikan harta mereka tidak bisa
menutupi keburukannya. Adapun dirimu saat ini berada di tengah-tengah sampah
umat, dan barang yang halal di masamu sangat langka, dan engkau memperebutkan kotoran-kotoran,
lalu engkau mengira bahwa dirimu mengumpulkan harta yang halal! Celakalah
dirimu! Di mana barang yang halal itu sehingga engkau bisa mengumpulkannya?
Walaupun harta yang
halal tersedia di hadapanmu, namun apakah engkau tidak takut hatimu akan
berubah ketika telah menjadi kaya? Karena, telah sampai kepada kami, bahwa di
antara sahabt ada yang mendapatkan harta warisan yang halal, lalu ia
meniggalkannya sebab khawatir itu akan merusak hatinya. Maka apakah engkau
berkeyakinan bahwa hatimu lebih terpelihara daripada hati para sahabat sehingga
engkau tidak menyimpang sedikitpun dari kebenaran dalam urusan dan keadaanmu.
Maka jika engkau menduga demikian, sesungguhnya engkau telah berbaik sangka
terhadap nafsumu yang selalu menyruh kepada keburukan. Celakah dirimu! Aku di
sini hanya sekedar memberi nasihat.
Au berpandangan,
alangkah baiknya jika engkau merasa puas dengan berkecukupan dalam kebutuhan se
hari-hari dan engkau tidak mengumpulkan harta demi perbuatan baik sehingga
engkau tidak perlu diajukan pada hari hisab. Sebab telah sampai kepada kami,
bahwa Rasulullah saw. Bersabda :“Siapa yang diseldiki secara mendalam ketika hisab, ia
akan disiksa.” Tertulis dalam Kitab Ihya, sebuah hadits
yang berbunyi : “Seorang laki-laki dihadapkan pada kiamat, ia yang telah
mengumpulkan harta dengan cara yang haram dan mengeluarkannya pada jalan yang
haram pula, maka dikatakan , ‘Bahwa ia ke neraka. ‘Kemudian dihadapkan pula
seorang laki-laki yang mengumpulkan harta secara halal tapi ia memngeluarkannya
pada hal yang haram, maka dikatakan, ‘ Bahwa ia ke neraka, ‘Berikutnya
dihadapkan pula seorang laki-laki yang telah berusaha secara halal dan
mengeluarkannya pada jalan yang halal, maka dikatakan kepadanya ‘Berhenti dulu!
Barangkali lantaran mencari harta itu engkau melalikan sesuatu yang telah Aku
wajibkan kepadamu, pada shalat umpamanya, engkau tidak melaksanakannya tepat
waktu, atau sedikit engkau anggap remeh pada ruku, sujud dan wudhunya.
Laki-laki itu
menjawab : “Tidak, ya Tuhan, aku berusaha dengan baik dari yang halal dan
mengeluarkannya secara halal, juga tidak melengahkan sedikit pun di antara apa
yang Engkau wajibkan kepadaku. ‘Kemudian dikatakan lagi kepadanya, ‘Barangkali
engkau pernah menyoombongkan diri dengan kendaraan atau dengan pakaianmu, atau
apapun yang engkau merasa bangga dengannya, ‘Ia menjawab : “Ya Tuhan ku, aku
berusaha secara baik dari yang halal dan mengeluarkannya secara halal, tidak
melakukan apa yang Engkau wajibkan kepadaku, juga tidak menyombongkan diri atau
merasa bangga dengannya, ‘Lalu dikatakan lagi kepadanya, ‘Barangkali engkau
pernah menahan hak orang lain yang telah Aku suruh dirimu untuk memberikan
kepadanya baik dari kerabatmu, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan
orang-orang musafir, ‘Ia menjawab : “Tidak, ya Tuhanku, aku telah berusaha
secara baik dari yang halal dan mengeluarkannya secara halal, tidak melalaikan
sedikitpun di antara apa yang telah Engkau wajibkan kepadaku, tidak
menyombongkan diri dan tidak pula merasa bangga serta tidak menahan hak orang
lain yang telah engkau perintahkan kepadaku untuk memberikan kepadanya, ‘Lalu
orang-orang tadi di datangkan dan berdebat dengannya. Mereka berkata, ‘YA
Tuhanku, Engkau telah memberinya, menjadikannya kaya, menempatkannya di
tengah-tengah kami dan menyuruhnya untuk memberi kami. ‘Maka jika orang ini
benar-benar memberikan hak mereka, tidak melalaikan kewajibannya, tidak sombong
dan berbangga, akan dikatakan kepadanya, Tunggu dulu! Sekarang hadirkan
kesyukkuranmu terhadap satu nikmat yang telah aku karuniakan kepasamu, baik
dari makanan, minuman, tegukan atau kelezatan. ‘Dan laki-laki itu terus ssaja
ditanyai..” Nah, celakalah dirimu, siapa yang berani untuk diajukan dalam
sidang pengadilan seperti ini, dihujani pertanyaan bertubi-tubi kecuali orang
yang tertipu dan terperdaya sepertimu!.
Celakalah diirmu!
Interogasi seperti tadi diajukan kepada seseorang yang selalu konsisten dalam
mencari yang halal, yang selalu menunaikan hak-hak dengan
hartanya, dan senantiasa melaksanakan kewajiban sesuai dengan
batasan-batasannya, namun dia harus dihisab dengan hisab seperti itu. Lantas
bagaimana menurutmu orang-orang seperti kita yang senantiasa timbul tenggelam
dalam fitnah dunia; dalam lumpurnya; dalam syubhat dan perhiasannya. Celakalah
engkau, karena interogasi semacam inilah maka orang-orang bertakwa enggan
berurusan dengan dunia. Mereka merasa cukup dengan pemenuhan kebutuhan
sehari-hari, berusaha mengerjakan kebajikan yang lain tanpa perlu susah payah
mencari harta.
Maka hendaknya dirimu
menjadikan orang-orang pilihan tersebut sebagai teladan. Tetapi jika dirimu
merasa enggan untuk melakukan hal demikian dan tetap mengira bahwa engkau sudah
berada pada batas optimal dalam wara’ dan takwa, bahwa tidak mencari harta
kecualli dari barang yang halal dengan dugaanmu bahwa hal itu untuk menjaga
kesucian dan untuk pengeluaran di jalan Allah, engkau yakin bahwa sedikit pun
engkau tidak menegeluarkan harta halal kecuali dengan benar, juga hatimu
sedikitpun tidak berubah dari hal-hal yang disukai oleh Allah SWT. Dan tidak
membenci-Nya, baik secara rahasia maupun terang-terangan, bahkan selalu merasa
takut, dan jika memang demikian adanya dirimu, tetapi engkau pasti tidaklah
demikian, namun bagaimanapun keadaanyya yang penting engkau harus bersikap rela
terhadap berkecukupan dan berusaha menghindari pemilik harta bila mereka ingin
melibatkanmu. Lalu berusaha bergabung dengan rombongan pertama, yaitu rombongan
Muhammad saw. Tanpa perlu ada kekhawatiran bakal tertahan untuk diperhitungkan.
Tentulah mencari selamat atau celaka.
Telah sampai kepada
kami bahwa Rasulullah saw. Berssabda : “Para fakir miskin
dari golongan Muhajirin lebih dahulu masuk surga daripada orang-orang kaya di
antara mereka, selama lima puluh ribu tahun.” Beliau juga
mengatakan : “Adapun pemilik harta, mereka bakal
menemui kesulitan berupa penahanan, dan akan mengalami haus sesuai dengan apa
yang dikehendaki oleh Allah”. Hadis lain berbunyi : “Orang-orang miskin dari
kaum yang beriman memasuki surga sebelum orang-orang kaya, mereka
bersenang-senang dan memakan makanan, sedang yang lain masih merangkak dengan
lutut mereka, maka Allah SWT. Berkata : “Di sana ada orang-orang yang aku
kehendaki sebelum kamu, kalian adalah pemimmpin dan pejabat, maka, tunjukanlah
kepada Ku apa saja yang telah kalian perbuat dengan sesuatu yang telah Aku
berikan kepada kalian.” Salah seorang ahli imu berkata : “Tidaklah menggembirakanku walau aku memiliki Humran Ni’am
(kiasan untuk kenimkmatan yang besar), sedang aku tidak bisa bergabung dengan
rombongan pertama bersasma Muhammad saw. Dan kelompoknya.
Wahai kaum yang mengkhawatirkan
hisab! Raihlah kesempatan bersama orang-orang yang ringan beban hisab-nya dalam
rombongan orang-orang Muslim, serta takutlah bila terlambat dan terpisah dengan rombongan Rasulullah saw. Sebagaimana takutnya orang-orang yang
bertakwa.
Diceritakan bahwa
seorang sahabat merasa haus lalu ia minta minum, maka didatangkanlah kepadanya
segelas air dan madu. Ketika ia mengambil air itu dan meneguknya, ia pun
terseduh kemudian menangis dan menangis. Lalu ia berusaha mengusap air mata
dari wajahnya dan hendak berbicara, tapi ia kembali menangis. Ketika
tangisannya kian menjadi-jadi seorang bertanya kepadanya, apakah tangisan itu
lantaran iar tadi? Ia menjawab : “Benar! Tat kala suatu hari aku duduk bersama
Rasulullah saw. Dan tidak ada orang lain bersama beliau ketika itu selain
diriku, beliau memertahankan dirinya dan berseru : “Menyingkirlah
dariku” Aku bertanya kepadanya : “Demi dirimu,
maka siapakah gerangan yang engkau ajak bicara? Beliau menjawab : “Itulah dunia yang tampil di depanku dengan corak dan
keindahannya, yang berkata kepadaku : Wahai Muhammad, raihlah aku! Maka aku
katakan kepadanya : “Menyingkirlah dariku!” Lalu ia berkata lagi :”Jika engkau
selamat dariku, wahai Muhammad, sesungguhnya tidak akan selamat dariku orang-orang
sesudahmu.
Wahai kaum,
orang-orang pilihan itu tidak menangis kecuali takut bila terputus hubungan
dengan Rasulullah saw. Hanya lantaran meminum air yang halal. maka celakalah
dirimu yang bergelimang dengan kenikmatan dan syahwat yang sulit untuk dikatakan
terbebas dari usaha haram dan syubhat, padahal engkau tidak merasa khawatir
akan terputus hubungan dengan Rasul saw. Alangkah bodohnya kebodohan mu itu!
Sungguh malang nian
nasibmu, bila engkau tercecer dari rombongan Muhammad saw. Pada hari kiamat.
Pasti engkau akan menyaksikan suatu peristiwa dahsyat yang membuat malaikat dan
nabi-nabi bergidik melihatnya.
Bila engkau lengah
dari mengejar rombongan itu, pasti engkau akkan mengalami masa yang panjang
untuk menyusulnya. Bila engkau menghendaki harta yang berlimpah pasti engkau
akan mengalami sulitnya hisab. Bia engkau tiidak merasa puas dengan yang
sedikit pasti engkau mengalami masa penantian rintihan dan ratapan yang amat
panjang. Bila engkau rela dengan keadaan orang-orang yang tertinggal, pasti engkau
akan terputus hubungan dengan golongan kanan, dengan Rasul Tuhan Semesta Alam,
dan engkau akan sangat terlambat untuk menikmati karunia orang-orang yang
diberi kenikmatan,\. Dan bila engkau bersebarangan dengan sikap orang-orang
yang bertakwa, pasti engkau akan bersama orang-orang yang tertahan dalam
situasi yang mencekam di Hari Pembalasan.
Celakalah dirimu,
renungkanlah apa yang engkau dengar! Maka jika engkau mengira bahwa dirimu juga
seperti orang-orang salaf pilihan, merasa puas dengan sekedar bisa makan
sehari-hari, bersikap zuhud terhadap yang halal, menafkahkan harta benda lebih
engkau utamakan daripada diri sendiri, tidak khawatir akan kemiskinan, tidak
menumpuk harta untuk hari esok, tidak menyukai harta berlimpah dan dan
kekayaan, rela dalam kefakiran, gembira dengan yang sedikit dan kemiskinan,
senang dengan kerendahan dan kesederhanaan, benci kedudukan dan ketinggian,
engkau merasa kuat dalam urusanmu, dan tidak berubah dari petunjuk,
sesungguhnya engkau telah melakukan hisab terhadap dirimu di dunia. Engkau
telah menjalankan semua urusanmu sesuai dengan yang telah disetujui oleh
keridhaan ALLAH SWT. Engkau tidak akan ditahan untuk diinterogasi dan tidak
akan di hisab, dan orang sepertimu termasuk di antara orang-orang yang takwa.
Hanya saja engkau
masih berpikiran bahwa engkau mengumpulkan harta yang halal untuk pengeluaran
di jalan Allah. Maka, celaka dirimu, wahai orang yang terperdaya! Renungkanlah!
Permasalahanmu dan perbaikilah pandanganmu! Tidakkah engau mengetahui bahwa
menghindari kesibukan dengan harta serta mengosongkan hati untuk berzikir,
mengingat menyebut, berpikir dan merenung tentu lebih selamat untuk agama,
lebih memudahkan untuk hisab, lebih meringankan pertanyaan ketika diinterogasi,
lebih merasa aman dalam menghadapi dahsyatnya peristiwa kiamat, lebih
memperbanyak pahala dan lebih meninggikan nilaimmu di sisi Allah SWT, dalam
keadaan berlipat-lipat.
Salah seorang sahabt
berkata : “Andaikan seseorang di dalam sakunya memiliki sejulah uang dinar yang
diinfakannya, sedang yang lain berzikir kepada Allah SWT. Niscaya yang berzikir
itu lebih utama.”
Diceritakan bahwa
salah seorang ulama ditanya tentang orang yang mencari harta untuk dikeluarkan
dalam kebajikan, ia menjawab : “Meninggalkannya justru lebih baik.” Seorang
Tabi’in pilihan ditanya tentang dua orang, salah seorang di antaranya mencari
harta yang halal dan ia mendapatkannya, lalu dengannya ia menghubungkan tali
silaturrahmi dan diperuntukannya untuk dirinya, sedangkan yang lain menjauh
tidak mau mencarinya dan tidak mau menerimanya, maka yang mana di antara mereka
yang lebih utama? “Demi Allah, jauh sekali antara keduanya, yang menghindar
lebih utama, perbedaannya sama dengan antara timur dan barat,” Jawabnya.
Lebih baik bagimu
untuk menyerahkan dunia kepada orang yang mengejarnya. Sedangkan bagimu
sekarang adalah menjauhi kesibukan dengan harta supaya lebih menyegarkan untuk
tubuhmu, mengurangi kecapaianmu, menyenangkan untuk hidupmu, memuaskan hatimu,
mengurangi kegundahan dan kegelisahanmu. Maka atas dasar apa engkau mengumpulkan
harta kalau meninggalkannya dapat membuatmu lebih utama daripada orang yang
mengejarnya untuk tujuan kebajikan.
Benar, kesibukanmu
dengan mengingat Allah lebih utama untuk mu daripada mengeluarkan harta di
jalan-Nya, sehingga berkumpulah pada dirimu kesenangan dunia serta keselamatan
serta keutamaan di akhirat.
Baiklah, seandainya
mengumpulkan harta untuk kebajikan itu lebih utama daripada menjauhinya,
pastilah kami didahului oleh Nabi Muhammad saw. Terhadap keutamaan dan kebaikan
yang kamu kira terdapat dalam pencarian harta itu. Akan tetapi, Rasulullah saw.
Mengetahui betul bahwa ridha Allah SWT. Terletak pada sikap menghindari dunia,
maka dari itu jauhilah oleh mu.
Diceritakan dari
Rasulullah saw. Bahwa beliau bersabda : “Aku didatangi oleh
Jibril as. Yang membawa kunci perbendaharaan bumi. Maka demi dzat yang jiwa
Muhammad di tangan-Nya, aku tidak mengulurkan tangan kepadanya.” Dalam hal ini, seorang sahabt berkomentar, andaikata beliau
mengeahui bahwa di situ ada kebaikan, pastilah beliau saw. Mengulurkan
tangannya.
OK, andaikata dalam
pengumpulan harta itu terdapat keutamaan yang besar, pastilah demi keutamaan
akhlak engkau harus meneladani Nabi Muhammad saw. Karena dengannyalah Allah
memberinya petunjuk, sekaligus kau harus pula menerima pilihan beliau saw.
Untuk dirinya, yaitu menghindari dunia. Rasulullah saw. Bersabda : “Apalah bagiku dan bagi dunia, tidaklah aku dan dunia ini
melainkan seperti seorang musafir yang menunggangi kendaraannya lalu berteduh
di bawah sebatang pohon kemudian ia berangkat lagi meninggalkannya.”
Dalam sebuah doanya
beliau saw. Berkata : “Ya Allah hidupkanlah aku dalam
keadaan miskin, matikanlah aku dalam keadaan miskin, dan kumpulkan aku bersama
orang-orang miskin, janganlah engkau campurkan aku bersama orang-orang kaya.” Dan dalam doanya yang lain beliau saw. Berkata :”Ya Allah,
jadikanlah rezeki keluarga Muhammad sekedar memenuhi kebutuhan.”
Celakalah dirimu!
Apakah kalian mengira bahwa Muhammad saw, itu bodoh sehingga memilih alternatif
ini untuk dirinya? Tidak!!! Demi dzat yang telah memuliakannya dengan risalah,
tidaklah beliau memilih suatu alternatif ini untu dirinya, melainkan pada
perkara yang lebih utama dan lebih tinggi nilainya. Maka, ridhailah untuk
dirimu sesuatu yang diridhai oleh Nabi Muhammad sw. Jadikanlah Nabimu itu
sebagai teladan, dan berjalanlah di bawah panji-panjinya untuk mencapai surga
dengan segera.
Saudaraku,
renungkanlah apa yang kau dengar sarta yakinlah bahwa kebahagiaan dan
kemenangan terdapat dalam tindakan menghindari dunia. Sesungguhnya telah sampai kepada kami bahwa Rasulullah saw.
Bersabda : “Sesungguhnya pemuka orang beriman di
surga adalah orang yang apabila ia makan siang, ia tidak bisa makan malam,
apabila ia mencari utang, ia tidak mendapatkan uang; ia tidak memiliki kelebihan
pakaian kecuali yang menutupi tubuhnya, dan ia tidak mampu untu mencari sesuatu
yang memperkayanya. Ia memasuki sore dalam keadaan demikian dan memasuki pagi
juga dalam keadaan demikian, ia selalu ridha kepada Tuhan-nya. Mereka itulah
orang-orang yang telah ddiberi nikmat oleh Allah dan golongan para nabi,
shiddiqin, para syuhada, dan orang-orang salih. Maka alangkah baiknya mereka
sebagai teman-teman (QS. An-Nisa : 69).
Saudaraku,
renungkanlah apa yang engkau dengar dan yakinlah bahwa keburukan itu terkumpul
dalam perbuatan memperbanyak harta benda dunia.
Telah sampai kepada
kami bahwa Rasulullah saw. Berkata kepada Bilal ra. : “Jika engkau mampu berjumpa dengan Allah dalam keadaan miskin,
bukan dalam keadaan kaya maka lakukanlah.” Bilal berkata : “Bagaimana dengan
diriku wahai Rasulullah?” Beliau berkata : “Apa yang dirizkikan kepadamu jangan
disembunyikan dan apa yang diujikan atasmu jangan ditolak.” Bilal berkata lagi
: “Bagaimana dengan diriku terhadap hal demikian ya Rasulullah?” Beliau berkata
: “Atau engkau mau ke neraka?”.
Celakalah dirimu!
Jika engkau memahami apa yang engkau dengar, maka tiada lagi alasan bagimu
untuk mengumpulkan harta lebih dari sekedar kebutuhan sehingga dapat engkau
jadikan dalih di hadapan Allah. Sungguh, demi Allah, jadikanlah itu kesibukan!
Sampai kapan engkau masih tetap menumpuk-numpuk harta setelah adanya penjelasan
ini. Sesungguhnya telah ditolak pengakuanmu bahwa engkau menumpuk harta untuk
tujuan berderma dan kebaikan. Pasti engkau lakukan itu karena takut kemiskinan,
juga engkau lakukan demi kenikmatan, perhiasan, kemewahan, bermegahan,
keududukan, riya, kesombongan, penghargaan, sanjungan dan kemuliaan, lalu
engkau mengira bahwa usaha itu demi kebajikan. Sungguh maang nasibmu!
Hati-hatilah terhadap Allah SWT. Dan malulah dengan pengakuanmu wahai orang
yang terpeerdaya, karena sesungguhnya dirimu terjebak dalam fitnah dengan
mencintai dunia. Jadikanlah dirimu mengakui bahwa keutamaan, kebaikan, dan
ridha terhadap sekedar kebutuhan sehari-hari adalah dalam menghindari kelebihan.
Jadikanlah dirimu ketika mengumpulkan harta itu merasa tertipu lalu mau
mengakui kejahatanmu serta takut kepada hisab. Maka hal demikian itu lebih
selamat untukmu dan lebih dekat kepada maaf daripada mencari-cari alasan untuk
menumpuk-numpuk harta.
Saudaraku!
Renungkanllah apa yang engkau dengar, dan perhatikanlah diri sendiri melalui
akal sehatmu. Sesungguhnya keberuntungan untuk mu terdapat dalam menghindari
dunia, dan Allah tidak memerlukanmu, tetapi dirimulah yang sangat butuh kepada
Allah SWT.
Saudaraku! Ketahuilah
bahwa pada masa sahabat r.a .. harta yang halal banyak tersedia, namun mereka
adalah orang yang paling wara dan paling zuhud terhadap yang diperbolehkan
untuk mereka. Sedangkan pada masa kita sekarang, yang halal sudah langka, maka bagaimana
dengan kita untuk mendapatkan walau sekedar memenuhi kebutuhan dan menutupi
hajat? Adapun perbuatan dari menumpuk-numpuk harta pada zaman kita sekarang,
mudah-mudahan Allah SWT. Melindungi kita dari hal yang demikian. Maka, mana
ketakwaan kita seperti takwanya para sahabat, seperti wara’, zuhud, dan
kewaspadaan mereka? Mana nurani kita seumpama nurani dan kebaikan niat mereka?
Kita telah dijangkiti, demi Tuhan Langit, oleh berbagai macam penyakit jiwa
serta nafsu rendahnya, padahal dalam waktu dekat akan tiba waktu menghadap.
Maka, alangkah bahagianya orang yang ringan bebannya ketika mereka mendahului;
alangkah geisahnya orang yang berat bebannya keetika harus tertahan; dan
alangkah senangnya orang-orang yang bertakwa pada hari dikumpulkan! Sedangkan
duka cita yang panjang bagi orang yang bermewah-mewah dan mencampur adukan. Aku
telah meberikan nasihat kepada kalian jika mau menerimanya, tapi sayang yang
mau menerima nasihat ini hanya sedikit. Semoga Allah memberikan taufik kepada
kita sekalian untuk setiap kebaikan melalui Rahmat-Nya.
Silahkan Bagikan Artikel ini
Mohon Maaf, Kepada Semua Sahabat, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih.**** Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar(Cara Download) dibawah postingan. Apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada, kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.