AJARAN KAUM SUFI TENTANG KEMANFAATAN
Mereka
mengakui bahwa Tuhan memperlakukan hamba-hamba-Nya sesuai dengan apa yang
dikehendaki-Nya, dan membuat ketetapan bagi mereka dengan cara yang
dikehendaki-Nya, tidak soal apakah hal itu mendatangkan manfaat bagi mereka
atau tidak; sebab ciptaan itu adalah ciptaan-Nya dan perintah itu adalah perintah-Nya. – “Tuhan tidak akan
ditanya tentang apa-apa yang diperbuat-Nya, malahan mereka jualah yang akan
ditanyai.” Kalau bukan karena hal ini, maka tidak akan ada bedanya antara hamba
dan Rabb.
Tuhan
berfirman : “Dan janganlah orang-orang kafir itu Allah hendak menyiksa mereka
dalam kehidupan dunia ini, dan kelak nyawa mereka akan melayang dalam keadaan
kafir,” dan lagi : “Merekalah orang-orang yang tidak dikehendaki Allah untuk
menyucikan hatinya.” Doktrin “Manfaat
terbesar” itu mengisyaratkan bahwa kekuatan (Tuhan) terbatas dan bahwa
kekayaan-Nya bukannya tak ada habisnya, dan bahwa Tuhan sendiri dalam hal itu
tidak mampu; sebab jika Dia berurusan dengan orang-orang sampai pada “batas
manfaat mereka” maka tidak ada lagi yang tersisa di luar “batas” itu, sehingga
bahkan jika Tuhan ingin menambah “manfaat” mereka, Dia tidak akan mampu melakukannya,
dan tidak memiliki alat sama sekali untuk menjamin mereka dengan “manfaat”
berikutnya di luar yag telah diberikann-Nya untuk mereka sungguh Tuhan jauh
lebih tinggi dari itu!
Mereka
mengakui bahwa seluruh urusan Tuhan
dengan hamba-hamba-Nya – kebaikan, kesehatan, keamanan, iman, petunjuk,
kecitaan, hanyalah merupakan suatu siskap merendahkan diri dari pihak-Nya;
kalau pun Dia tidak bertindak demikian, hal itu tetap saja bida dilakukan-Nya
dengan mudah. Hal ini sama sekali bukan merupakan kewajiban Tuhan; sebab jika
Tuhan telah diwajibkan mengikuti cara bertindak semacam itu, maka Dia tidak
lagi pantas dipuji dan disyukuri.
Mereka
mengakui bahwa pahala dan hukuman bukanlah masalah kebaikan hati, melainkan
kehendak, sifat pengasih dan keadilan Tuhan. Manusia tidak sepantasnya dihukum
selamanya karena dosa-dosa yang telah tidak dilakukannya lagi, jika mereka
tidak sepantasnya mendapat pahala selamanya dan tak terbatas karena jumlah
tindakan-tindakan (baik) mereka yang terbatas.
Mereka
mengaku bahwa jika Tuhan meu menghukum semua orang yang ada di surga dan di
bumi, tetap saja Dia tidak bertindak secara tidak adil terhadap mereka, dan
bahwa jika Tuhan akan membawa semua orang Kafir ke surga, hal itu pun bukan
mustahil, sebab ciptaan itu adalah ciptaan-Nya, dan perintah itu adalah
perintah-Nya. Tapi Dia telah menyatakan bahwa Dia akan memberi rahmat pada
orang-orang yang beriman untuk selamanya, dan menghukum orang-orang kafir untuk
selamanya pula, dan Dia benar dala setiap firman-Nya dan semua yang Dia nyatakan
itu benar.
Oleh
sebab itu, Dia pasti berurusan dengan manusia dengan cara yang seperti itu, dan
Dia tidak mungkin berlaku sebaliknya; sebab Tuhan itu tidak berdusta – sungguh
Tuhan jauh lebih tinggi dari itu!.
Mereka
mengakui bahwa Tuhan tidak bertindak atas alasan apa pun, sebab jika
tindakan-tindakan Tuhan itu ada alasannya, maka alasan itu ada alasannya, dan
dengan begitu bersifat ad infinitum; dan itu salah. Tuhan berfirman : “Sesungguhnya
orang-orang yang sudah terlebih dahulu mendapat taufik dari Kami, mereka
dijauhkan dari neraka.” Dan lagi : “Dia telah memilihmu.”
Dan lagi : “Dan telah lebih dahulu ditetapkan
oleh Tuhanmu, bahwa Aku akan memenuhi neraka jahanan dengan jin dan manusia
(durhaka) semuanya.” Daln lagi : “Sesungguhnya telah Kami sediakan untuk
penghuni neraka itu banyak jin dan manusia.” Tak satu pun dari firman Tuhan itu
yang tidak adil atau salah; sebab, ketidak-adilan itu merupakan sesuatu yang
terlarang, dan benar-benar terdiri dari tindakan yang meletakkan sesuatu tidak
pada tempatnya; sedangkan aniaya merupakan suatu penyelewengan dari jalan yang
telah dibuat lurus dan dari teladan yang telah ditetapkan oleh Dia Yang Ada di
atas dan Yang Menguasai manusia-manusia di bawah. Karena Tuhan tidak berada di
bawah kekuasaan seorang pun, dan karena Dia tidak diperintah atau disesali oleh
yang ada di atas-Nya, maka tidak mungkin Dia bertindak tidak adil atau aniaya
dalam ketetapan-Nya. Tiada yang kotor dalam diri-Nya; sebab yang kotor adalah
yang Dia buat kotor, dan yang indah adalah yang Dia buat indah. Seseorang
berkata : “Yang kotor adalah yang dilarang-Nya, sedang yang indah adalah yang
diperintahkan-Nya.”
Muhammad
ibn Musa berkata : “Hal-hal yang tampak indah adalah yang indah karena
pengungkapan-Nya, sedangkan hal-hal yang tampak kotor adalah kotor karena
selubung-Nya; keduanya merupakan sifat yang ada dalam pasca kekekalan dan yang
telah ada dalam pra-kekekalan.” Hal ini berarti bahwa yang mengembalikan engkau
dari benda-benda kepada Tuhan adalah indah, sedangkan yang mengembalikan engkau
kepada benda-benda dan bukan kepada Tuhan adalah kotor;
Jadi yang kotor dan
yang Indah adalah benda-benda yang sifat-sifatnya telah ditetapkan oleh Tuhan
dalam pra-kekekalan. Kalau tidak, hal itu bisa jadi berarti bahwa yang tampak
indah itu dibukakan dari selubung larangan, sehingga tidak da lagi selubung
antara manusia dengan yang indah itu; sedangkan yang kotor ada di balik
selubung, yaitu larangan. Penafsiran yang kedua itu sesuai dengan sabda
Muhammad saw : “Dan di atas gerbang-gerbang itu terdapat selubung-selubung yang
terjuntai”, dikatakan bahwa gerbang yang terbuka itu adalah peraturan Tuhan
yang tak dapat diganggu gugat (muharim), sedangkan selubung itu adalah
batas-batas (larangan-larangan)Nya (hudud).