بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
TERJEMAH
KITAB
RISALATUL-QUSYAIRIYYAH
Karya:
Abul Qasim Abdul Karim Hawazin Al Qusyairi An Naisaburi
BAB 2.
TERMINOLOGI TASAWUF
(Istilah kata-kata
dalam bahasa tasawuf)
8.
FANA’ DAN BAQo’
Sejumlah Sufi mengisyaratkan Fana’ pada
gugurnya sifat-sifat tercela, sementara baqa’ diisyaratkan sebagai kejelasan
sifat-sifat terpuji. Kalau pun seorang hamba tidak terlepas dari salah satu
sifat tersebut , maka dapatlah dimaklumi, sebenarnya, salah satu bagian apabila
tidak dijumpai dalam diri manusia, maka dapatlah ditemui sifat satunya lagi.
Barangsiapa fana’ dari sifat-sifat tercela, maka yang tampak adalah sifat-sifat
terpuji. Sebaliknya, jika yang mengalahkan adalah sifat-sifat yang hina, maka
sifat-sifat yang terpuji akan tertutupi.
Perlu diketahui, bahwa predikat yang
menjadi sifat hamba mengandung perbuatan, akhlak dan tingkahlaku.
Perbuatan-perbuatan tersebut merupakan daya manusia melalui ikhtiarnya.
Sedangkan akhlak merupakan pembawaan. Namun sifat itu berubah menurut
konsistensi kebiasaannya. Sedangkan tingkah laku merupakan suatu perilaku yang
dikembalikan kepada hamba dari segi permulaannya. Hanya saja, penjernihannya
muncul setelah pembersihan amal. Seperti akhlak dalam satu segi. Demikian pula
manakala sang hamba terus menerus membersihkan perbuatannya, melalui upaya yang
telah diberikan kepadanya. Allah swt. memberikan anugerah kepadanya melalui
penjernihan tingkah laku, bahkan melalui penyempurnaan tingkah laku tersebut.
Siapa yang berupaya meninggalkan
perbuatan kehinaan dengan bahasa syariat, maka ia telah fana’ dari syahwatnya.
Jika telah fana’ dari syahwatnya, akan kekallah bangunan dirinya serta
keikhlasan dalam ubudiyahnya. Sipa yang zuhud di dunia dengan hatinya,
maka ia telah faa’ dari kesenangannya. Dan jika telah fana’ kesenangannaya,
berarti telah kekal melalui kejujuran kembali dirinya. Barangsiapa menerapi
(mengobati) akhlaknya dari penyakit kalbu seperti dengki, angkuh, bakhil,
sangat bakhil, marah, sombong dan sebagainya dari kenakguhan nafsu, maka
berarti telah fana’ dari kebejatan akhlak. Kalau sudah demikian, yang kekal
dalam dirinya adalah ketidakpeduliannya kepada kepentingan pribadinya (futuwwah)
dan kejujuran pada diri sendiri. Barangsiapa menyaksikan berlakunya qudrat
dalam mekanisme hukum dan aturan, maka dapat dikatakan : Ia telah fana’ dari
tanggungan perkara pertama dari makhluk. Jika ia fana’ dari pengaruh-pengaruh
imaji makhluk, maka ia kekal bersama sifat-sifat Al-Haq. Dan siapa yang
terlimpahi kerajaan hakikat, sehingga tiada sedikitpun yang disaksikan, baik
alam kenyataan, pengaruh, rumus, atau penundaan, maka ia telah fana’ dari
makhluk, dan abadi bersama Al-Haq. Ke-fana’-an hamba dari segala perbuatannya
yang hina, dan tingkahlakunya yang buruk, telah menghilangkan
perbuatan-perbuatan seperti itu. Ke-fana’-an mereka atas dirinya dari makhluk
lainnya, dengan cara menghilangkan rasa untuk diri sendiri dan mereka. Kalau
telah fana’ dari perbuatan, akhlak dan tingkah laku, maka subyek ke-fana’an
dari semua itu tidak boleh di-maujud-kan.
Apabila dikatakan, “,Manusia
benar-benar fana’ dari dirinya dan dari makhluk, maka dirinya maujud dan
makhluk juga maujud, tetapi ia tidak tahu dirinya dan juga juga tidak mereka.
Tidak ada rasa maupun berita. Maka dirinya ada, dan makhluk menjadi ada,
berikutnya. Namun ia lupa dari dirinya maupun semua makhluk, sama sekali tidak
merasakan adanya dirinya dan makhluk lainnya (karena keparipurnaan yang penuh
dalam kesibukannya terhdap sessuatu yang lebih luhur dari semuanya.)”
Terkadang Anda melihat seseorang
memasuki tempat penguasa atau orang yang kejam, lalu orang tersebut merendahkan
diri atau merendah pada majelis di sana. Alangkah jauh jauh hati itu, juga
dirinya, hingga tak mungkin untuk mengatakan sesuatu. Allah berfirman :
“Maka tatkala wanita-wanita itu
melihatnya, mereka kagum kepada (keelokan)nya, dan mereka melukai jari-jari
tangannya.” (Qs. Yusuf 31).
Suatu gambaran ketika mereka sama
sekali tidak menemukan rasa sakit ketika (pertama kali menyaksikan raut muka
Yusuf a.s.). Mereka adalah wanita-wanita yang lemah, dan mereka berkata :
“Dan mereka berkata : “Maha Sempurna
Allah, ini bukanlah manusia. Sesungguhnya ini tidak lain, hanyalah malaikat yang
mulia.” (Qs. Yusuf : 31).
Inilah kealpaan makhluk atas
perilakunya sendiri ketika bertemu dengan sesamanya. Bagaimana menurut dugaan
Anda dengan orang yang dibuka untuk menyaksikan Al-Haq? Kalaupun mereka lupa
dari rasa dalam dirinya dan orang-orang sejenisnya, maka adakah lebih
menakjubkan lagi ketimbang melihat-Nya?
Barangsiapa fana’ dari kebodohannya,
yang kekal adalah ilmunya. Siapa yang fana’ dari kesenangannya, yang kekal
adalah zuhudnya. Siapa yang fana’ dari angan-angannya, yang kekal adalah kehendaknya.
Demikian juga seluruh konotasi kiprahnya. Apabila hamba fana’ dari sifatnya
yang bisa diingat, kemudian menaiki tahap lebih tinggi dengan fana’nya dari
melihat ke-fana’-an itu sendiri. (Inilah yang disebut Fana’u Fana’ ).
Sebagaimana digambarkan penuyair :
Ada kaum yang tersesat di padang
gersang
Aa pula yang tersesat di padang
cintanya
Mereka fana’, kemudian fana’ lalu fana’
Lantas mereka kekal dengan kekal dari
kedekatan Tuhan-nya.
Yang pertama adalah fana’ dari dirinya,
fana’ dari sifatnya karena Baqa’-Nya Sifat-sifat Al-Haq. Kemudian fana’nya dari
sifat-sifat Al-Haq karena penyaksiannya terhadap Al-Haq itu sendiri, kemudian
fana’-nya dari melihat penyaksian fana’, melalui keleburan dirinya dalam Wujud
Al-Haq.
Kembali ke Bab 2(dua) (Istilah kata-kata dalam bahasa tasawuf)
Silahkan Bagikan Artikel ini
Mohon Maaf, Kepada Semua Sahabat, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih.**** Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar(Cara Download) dibawah postingan. Apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada, kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.