بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
Wali Allah Syekh Hasan Munadi
nyatnyono ungaran
Di wilayah Ungaran Kabupaten Semarang juga dikenal penyebar
agama Islam bernama Syaikh Hasan Munadi dari Desa Nyatnyono. Beliau adalah
menantu dari Ki Ageng Makukuhan, seorang aulia yang dimakamkan di daerah Kedu
Temanggung Jawa Tengah. Beberapa bekas peninggalan Hasan Munadi yang konon
disebut-sebut sebagai keturunan Brawijaya V itu, hingga sekarang juga masih
dapat dijumpai di wilayah Ungaran dan Gunungpati Semarang.
Dalam perjalanannya, Hasan Munadi juga pernah singgah dan
mengajarkan agama Islam di Desa Nongkosawit Gunungpati Semarang. Hal itu
dibenarkan Sutiknyo (47) warga RT 01 RW 01 Desa Nongkosawit yang juga sebagai
juru kunci salah satu peninggalan Syaikh Hasan Munadi berupa empat sakaguru
beserta tumpang sari masjid.
”Dulu Syaikh Hasan Munadi pernah menyebarkan agama Islam dan
hendak mendirikan masjid. Namun karena sudah lama tidak pernah menengok kampung
halaman di Nyatnyono, beliau kemudian mau pulang,” kata Sutiknyo.
Saat hendak pulang ke desanya, pembangunan masjid di Desa
Nongkosawit belum selesai. Meskipun demikan, dia sudah berpesan kepada para
kiai dan santrinya untuk terus melaksanakan pembangunan masjid dan mengaji
seperti yang telah diajarkannya kepada mereka.
Ketika sampai di tengah perjalanan menuju kampung halaman,
perasaan Syaikh Hasan Munadi tidak enak. Dia kemudian kembali lagi ke Desa
Nongkosawit dan melihat dari kejauhan kalau warga sekitar ternyata tidak
melaksanakan pesannya untuk terus mengaji, melainkan justru klonengan dan
janggrungan. Melihat hal itu, Syaikh Hasan Munadi kemudian bersabda bahwa
hingga sampai kapan pun, tidak akan ada santri atau kiai kondang dari Desa
Nongkosawit.
”Selain sakaguru
masjid, beliau juga meninggalkan benda pusaka berupa bende di wilayah ini dan
setiap tahun pada bulan Rajab ada tradisi arak-arakan bende,” terang Sutiknyo.
Sementara peninggalan lain adalah sebuah pusaka bedug yang kini berada di Desa
Randusari Gunungpati.
Di Ungaran, salah satu bangunan peninggalan dari Hasan
Munadi adalah Masjid Subulussalam Nyatnyono. Masjid yang dikenal dengan nama
Masjid Karomah Hasan Munadi tersebut bahkan dipercaya lebih tua daripada Masjid
Agung Demak.
Konon menurut cerita, sebelum mengerjakan masjid tersebut,
Hasan Munadi didatangi Sunan Kalijaga. Saat itu dia diminta membantu
pembangunan Masjid Agung Demak yang juga akan didirikan. Hasan Munadi bersedia
memenuhi permintaan Sunan Kalijaga dengan sebuah syarat, yakni meminta
Walisanga menyelesaikan masjid di lereng timur Gunung Ungaran dulu sebelum
membangun Masjid Demak.
Kepada Sunan Kalijaga, dia meminta salah satu tiang
penyangga yang akan digunakan untuk mendirikan Masjid Demak dan permintaan
tersebut dikabulkan. Sunan Kalijaga mengantarkan salah satu tiang yang diminta
ke Nyatnyono. Pada awal pembangunannya, masjid tua itu hanya didirikan dengan
satu tiang. Namun, pada zaman Belanda, oleh Kiai Raden Purwo Hadi ditambah
menjadi empat saka (tiang). Pada 1985 masjid tersebut direnovasi oleh masyarakat
tanpa mengubah posisi atau jumlah tiangnya.
Hasan Munadi tercatat sebagai punggawa Kerajaan Demak yang
saat itu dipimpin oleh Raden Fatah. Dengan pangkat tumenggung, dia dipercaya
memimpin tentara Demak mengatasi segala bentuk kejahatan dan keangkuhan yang
mengancam kejayaan Kerajaan Demak. Hasan Munadi kemudian memilih mensyiarkan
Islam di daerah selatan kerajaan dan meninggal pada usia 130 tahun. Beliau
meninggal dan kemudian dimakamkan di kampung halaman Nyatnyono di atas Masjid
Subulussalam.
Tak jauh dari Makam Hasan Munadi, terdapat pula pemandian /
sendang yang konon dahulunya untuk tempat mandi dan mengambilan air wudhu dari
Hasan Munadi, yang dikenal dengan nama Air Keramat Sendang Kalimat Thoyibah.
Air tersebut bersumber dari mata air yang dahulunya tongkat dari Hasan Munadi
ditancapkan ketanah. Bila kita rasakan air tersebut maka air tersebut seperti
air zam zam. Konon air keramat sendang kalimat thoyibah berkhasiat istimewa
wasilah mengobati segala penyakit.
Namun pengunjung sebelum mandi diwajibkan untuk mengganti
pakaian dengan sarung dan juga tidak diperbolehkan memakai perhiasan, cincin,
gelang dan lain sebagainya. Bila kita lupa membawa sarung maka disediakan jasa
untuk penyewaan sarung dipintu masuk sendang air keramat kalimat thoyibah.
Berikut ini tata cara tahlil untuk mandi di Air Keramat
Sendang Thoyibah, dibaca sebelum mandi/sebelum air digunakan untuk wasilah atau
apa saja yang tidak bertentangan dengan agama :
Uluk salam kepada Nabi Khidir as. "Assalamu'alaika ya
Nabiyyallahi Khidir balya bin malkaan'alahissalam.
Membaca dua kalimat syahadat (3 X)
Berwudhu seperti biasa. "Nawaitu wudhu'a liraf'il
khakimul khadatsil ashghari fardhal lillahi ta'alaa."
Membaca Surat Al-Fatikhah dikhususkan kepada waliyullah
Hasan Munadi dan waliyullah Hasan Dipuro. Illa khadroti Waliyullah Hasan Munadi
wa ilaa khadrati Waliyullah Hasan Dipuro (3 X).
Membaca shalawat Nabi SAW kemudian berdo'a kepada Allah SWT
sebelum mandi. " Allahumma shalli 'alaa Sayyidinaa Muhammad (7 X).
Silahkan Bagikan Artikel ini
Mohon Maaf, Kepada Semua Sahabat, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih.**** Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar(Cara Download) dibawah postingan. Apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada, kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.