بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
bledug Kuwu
Obyek wisata Bledug Kuwu ini berupa telaga lumpur hangat
seluas kurang lebih 45 hektar, yang disebut Bledug Kuwu. Fenomena Bledug Kuwu
ini adalah keluarnya air beserta lumpur dari endapan laut purba yang keluar
karena tekanan air vertikal. Lumpur yang disemburkan Bledug Kuwu disertai asap
putih yang membubung itu rata-rata mencapai ketinggian 3 meter. Namun pada
saat-saat tertentu terjadi letupan keras yang mampu menyeburkan lumpur setinggi
10 meter hingga nampak demikian spektakuler. Letupan keras ini biasanya terjadi
pagi buta ketika udara dingin atau saat cuaca mendung.
Obyek wisata ini terletak di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan,
Kabupaten Grobogan, 28 kilometer ke arah timur kota Purwodadi. Kawasan wisata
yang secara geografis terletak di dataran rendah bersuhu 28-36° Celcius ini
menyajikan letupan gelembung lumpur raksasa yang mengeluarkan percikan air dan
garam. Adanya kandungan garam di tempat itu oleh masyarakat setempat
dimanfaatkan untuk membuat garam secara tradisional dan sangat menarik untuk
dinikmati.
Legenda terjadinya Bledhug Kuwu :
Dikisahkan, pada sekitar abad ke-7 Masehi, daerah Grobogan
termasuk dalam wilayah Kerajaan Medang Kamolan yang diperintah oleh Dinasti
Sanjaya/Syailendra. Salah seorang raja dari dinasti ini adalah Dewata Cengkar,
seorang yang konon amat gemar makan daging manusia. Karena kesukaan raja yang
aneh tersebut, membuat rakyat merasa ketakutan. Mereka tidak ingin menjadi
santapan sang raja yang haus darah itu. Berbagai cara dilakukan untuk melawan
sang raja, tetapi semuanya sia-sia saja. Tak ada yang bisa mengalahkan
kesaktian sang raja.
Beberapa waktu kemudian, muncullah Ajisaka, seorang
pengembara, yang merasa prihatin dengan penderitaan yang dialami oleh rakyat.
Ajisaka pun kemudian berusaha untuk menghentikan kebiasaan sang raja. Dengan
disaksikan oleh ribuan pasang mata, Ajisaka pun menantang adu kesaktian dengan
sang raja. Banyak orang yang menyangsikan kemampuan Ajisaka, mengingat tubuhnya
yang kecil. Namun apa pun, masyarakat tetap menaruh harapan kepada Ajisaka.
Sang raja yang menerima tantangan Ajisaka hanya terbahak-bahak. Raja pun
menawarkan, kalau seandainya Ajisaka mampu mengalahkannya, maka Ajisaka berhak
memperoleh hadiah berupa separuh wilayah kerajaan. Sebaliknya, jika Ajisaka
kalah, maka raja akan memakan tubuh Ajisaka.
Ajisaka pun menyanggupi semua tawaran sang raja. Adapun
permintaan terakhir Ajisaka kepada sang raja adalah, jika dia kalah dan
tubuhnya dimakan oleh sang raja, Ajisaka memohon agar tulang-tulangnya nanti
ditanam dalam tanah seukuran lebar ikat kepalanya. Tentu saja sang raja segera
mengiyakan dan sama sekali tidak menduga bahwa ikat kepala Ajisaka itu adalah
ikat kepala yang mengandung kesaktian. Ajisaka segera melepas ikat kepalanya
dan kemudian menggelarnya di atas tanah. Ajaib, ikat kepala itu berubah menjadi
melebar. Raja Dewata Cengkar menggeser tempat berdirinya. Hal itu berlangsung
terus seiring dengan makin mebelarnya ikat kepala Ajisaka, sampai akhirnya
Dewata Cengkar tercebur di Laut Selatan. Namun Dewata Cengkar tidak mati,
sebaliknya, tubuhnya menjelma menjadi bajul (buaya) putih. Sepeninggal Dewata
Cengkar, rakyat kemudian menobatkan Ajisaka sebagai raja di Medang Kamolan.
Pada saat Ajisaka memerintah
Medang Kamolan, muncullah seekor naga yang mengaku bernama Jaka Linglung.
Menurut pengakuannya, dia adalah anak Ajisaka dan saat itu sedang mencari
ayahnya. Melihat wujudnya, Ajisaka menolak untuk mengakuinya sebagai anak.
Ajisaka pun berusaha menyingkirkan sang naga, tetapi dengan cara yang amat
halus. Kepada sang naga, Ajisaka mengatakan akan mengakuinya sebagai anak, jika
naga itu berhasil membunuh buaya putih jelmaan Dewata Cengkar di Laut Selatan.
Terdorong keinginan untuk diakui sebagai anak, Jaka Linglung pun menyanggupi
permintaan Ajisaka untuk membunuh Dewata Cengkar.
Jaka Linglung pun segera berangkat. Oleh Ajisaka, Jaka
Linglung tidak diperkenankan melalui jalan darat agar tidak mengganggu
ketenteraman penduduk. Sebaliknya, Ajisaka mengharuskan Jaka Linglung agar
berangkat ke Laut Selatan lewat dalam tanah. Singkatnya, Jaka Linglung pun
sampai di Laut Selatan dan berhasil membunuh Dewata Cengkar. Sebagaimana
berangkatnya, kembalinya ke Medang Kamolan pun Jaka Linglung melalui dalam tanah.
Dan sebagai bukti bahwa dia telah berhasil sampai di Laut Selatan serta
membunuh Dewata Cengkar, Jaka Linglung tak lupa membawa seikat rumput grinting
wulung dan air laut yang terasa asin.
Beberapa kali Jaka Linglung mencoba muncul ke permukaan,
karena mengira telah sampai di tempat yang dituju. Kali pertama dia muncul di
Desa Ngembak (kini wilayah Kecamatan Kota Purwodadi), kemudian di Jono
(Kecamatan Tawangharjo), kemudian di Grabagan, Crewek, dan terakhir di Kuwu
(ketiganya masuk Kecamatan Kradenan). Di Kuwu inilah, konon Jaka Linglung
sempat melepas lelah. Dan tempat munculnya inilah yang kini diyakini menjadi
asal muasal munculnya Bledhug Kuwu.
Silahkan Bagikan Artikel ini
Mohon Maaf, Kepada Semua Sahabat, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih.**** Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar(Cara Download) dibawah postingan. Apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada, kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.