بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
Makanan Sufi adalah Dzikrullah
Anak-anak sekalian, jujurlah padaku. Lepaskanlah sebagian hartamu yang ada di rumahmu. Aku tidak punya keinginan sedikitpun kecuali kejujuran dan keikhlasanmu, bukan untukku, tetapi demi untukmu. Peganglah dengan kuat ucapanmu, lahir dan batin, karena ada malaikat yang selalu mengawasi lahiriyahmu, sedangkan Allah Azza wa-Jalla yang mengawasi batinmu.
Hai orang yang membangun istana dan apartemen, yang umurnya hilang dalam pembangunan dunia, yang tidak menegakkan bangunan dengan niat yang shaleh. Padahal membangun dunia itu fondasinya adalah niat yang saleh, bukan membangun dengan fondasi nafsu dan kesenanganmu. Hanya orang bodoh yang membangun dengan nafsu dan kesenangan, watak dan tradisinya tanpa disertai aturan yang jelas dan keselarasan dengan ketentuan Allah azza wa-Jalla dan tindakanNya.
Ia membangun tidak disertai keserasian yang benar dan tidak dipersiapkan untuk apa ia membangunnya, lalu orang lain yang menempatinya. Kemudian di hari kiamat ia ditanya, “Untuk apa kamu membangun? Darimana uang kamu dapatkan? Untuk apa uang itu kamu salurkan? Semua dihisab. Karena itu carilah ridhoNya dan carilah keserasian dengan kehendakNya. Terimalah apa yang telah dibagikan padamu, dan jangan berburu yang bukan bagianmu. Nabi Saw, bersabda:
“Siksa Allah Azza wa-Jalla paling pedih pada hambaNya di dunia adalah perburuannya pada bagian yang bukan bagiannya.”
Datanglah kepadaku, dan apa yang ada padamu dengan baik sangka padaku, sungguh kalian akan bahagia dengan ucapanku.
Celakalah, kamu mengakui sebagai muslim, sementara kamu menentang Allah azza wa-Jalaa, kontra pada hamba-hambaNya yang saleh. Kamu dusta dengan pengakuan itu. Islam itu bersumber dari kata Istislam, yang berarti menyerahkan diri pada ketentuan Allah Azza wa-Jalla, pada takdirNya, serta rela dengan tindakanNya disertai pijakan pada Kitab dan Sunnah RasulNya Saw. Jika anda bisa demikian, benarlah Islam anda.
Akibat negatif dari angan-angan panjangmu, membuatmu banyak terlibat maksiat kepada Allah azza wa-Jalaa, kontra padaNya. Sebaliknya bila anda membatasi angan-angan anda, kebaikan bakal tiba dengan sendirinya. Maka peganglah kebaikan itu bila anda ingin bahagia.
Apa pun yang datang padanya, ia raih dengan tangannya, dan ia ridho, disertai keserasian syari’at, dan kerelaan padaNya, tidak kerena kerelaan nafsu atau watak diri, tidak pula karena kerelaan syetan, sungguh, maksudnya Allah Azza wa-Jalla telah menentukan takdir pada mereka. Bukan berarti mereka tiada, dari berbagai segi mana pun, karena kita semua tidaklah ma’shum setelah usainya periode Kenabian –semoga sholawat salam pada mereka-. Jiwanya tenteram, hawa nafsunya dikalahkan, pengaruh wataknya padam, syetannya terpenjara. Apa yang ada di tangannya dariNya tidak pernah berputar, tidak pernah berserah atau mandeg pada sebab akibat, karena tauhid itu bukannya memandang bahaya dan manfaat datang dari seseorang.
Padahal dirimu itu semuanya nafsu, semuanya penuh selera kesenangan, semuanya berdasar kebiasaan diri, tak ada sedikitpun tawakal. Sedangkan bertauhid kepada Allah Swt, awalnya adalah kabar pahit, kemudian berubah manis, lalu remuk redam, kemudian keterpaksaan, selanjutnya mati, baru kehidupan yang abadi.
Hinakan dirimu, baru raih kemuliaan. Fakirlah, baru kaya raya. Awalnya tiada lalu ada bersamaNya, bukan bersama dirimu. Jika dirimu sabar, maka benarlah apa yang anda kehendaki berserah dengan Allah Azza wa-Jalla, jika tidak, maka anda tidak meraih yang benar.
Segala hal yang membuat mu sibuk jauh dari Allah Azza wa-Jalla pasti tercela bagimu, walaupun anda telah melakukan sholat dan puasa, setelah anda melaksanakan hal-hal yang fardhu dan sunnah. Bila anda melaksanakan kewajiban puasa, kemudian setelah itu anda lapar dan dahaga ketika melaksanakan puasa sunnah, namun hati anda tidak hadir di hadapan Allah Azza-wa-Jalla, tidak bisa muroqobah padaNya, tidak hidup bersamaNya, dekat padaNya, sungguh anda menjadi hamba yang terhijab, hambanya makhluk, dan hamba hawa nafsu.
Orang arif biLlah itu senantiasa tegak di hadapanNya di bawah panji-panji taqarrub padaNya, melalui ilmu dan batinnya, pada saat yang sama ia menjalankan ketentuan dan takdirNya. Karena itu ia tak berdaya dalam peran, dirinya tanpa peran, ia bergerak tanpa gerak dari dirinya, ia diam tanpa diam dari dirinya, dan ia tergolong pada firmanNya Azza wa-Jalla:
“Dan Kami balik-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri.” (Al-Kahfi 18)
Ketika sifat tak berdaya muncul, mereka bergerak dengan kemampuan, sementara ketika tak berdaya mereka diam dan pasrah. Gerak itu ketika wujudmu ada, dan diam itu ketika wujudmu tiada. Gerak dalam aturan hukum dan diam dalam ilmu. Sesungguhnya diri anda baru benar jika anda keluar dari diri anda sendiri, keluar dari nafsu, kesenangan, karakter dan perilaku secara total. Janganlah anda bergelayut dengan makhluk yang sesungguhnya tidak memiliki bahaya dan manfaat bagimu, begitu pula rizkimu. Kecuali bergelayut kepada Allah azza wa-Jalla.
Selamanya anda harus menjalankan perintah dan menghindari laranganNya. Tak ada yang tersisa di tanganmu, kecuali Allah azza wa-Jalla, sehingga anda menjadi manusia paling kaya dan pling mulia, seperti Adam as, segala sesuatu bersujud padanya. Ini semua tersembunyi dari umumnya akal makhluk, dan banyak diantaranya kaum khusus (khawash) yang merupakan nukleus dari Adam as dan tergolong meraih lubuk jiwanya.
Hai orang yang sangat sedikit memanfaatkan pengetahuan, lihatlah mereka ini semula konsentrasi belajar pada kaum Sufi, kemudian mereka hatinya uzlah dari makhluk, walau lahiriyahnya berinteraksi untuk membangun dan mendidik sesama, namun batinnya bersama Allah azza wa-Jalla, senantiasa berbakti dan bersamaNya. Mereka eksis di tengah makhluk secara syariat, tetapi batin mereka menghindar dari makhluk, bahkan menghindar dari segalanya.
Secara lahiriyah mereka sibuk dengan aturan hukum, ketika pakaian mereka kotor, mereka cuci, mereka perbaiki pakaian itu, mereka beri parfum wewangian. Ketika robek mereka jahit. Mereka inilah pemuka-pemuka makhluk, laksana gunung-gunung yang kokoh, sedangkan hatinya senantiasa bersama Allah Azza wa-Jalla, lunglai di hadapanNya, senantiasa muroqobah padaNya dan tenggelam dalam pengetahuanNya.
Ya Allah jadikanlah dzikir kepadaMu sebagai konsumsi kami, dan berikanlah rasa puas kami dengan mendekat kepadaMu. Amin.
Sedangkan hati anda, mati.kawan-kawan anda adalah oerang-orang yang hatinya mati. Seharusnya anda bergaul dengan orang yang hatinya hidup, para kekasihNya yang Nujaba’, dan kaum abdal. Anda adalah kuburan yang mendatangimkuburan. Mayat yang mendatangi mayat. Masa anda adalah zaman yang menmggiring anda seperti zaman anda. Orang buta yang menuntun orang buta seperti anda. Karena itu bergaullah dengan orang yang beriman, yang yaqin dan saleh. Bersabarlah dengan ucapan-ucapan mereka, terima dan amalkan, maka anda akan bahagia.
Terimalah ucapan-ucapan para Syeikh, amalkan dan hormati mereka jika anda ingin bahagia. Aku punya seorang Syeikh, apabila ada problema dalam diriku, dan ungkapan dalam hatiku, aku tidak ingin mengutarakan padanya, semata karena rasa hormatku padanya, dan adab yang baik yang harus kulakukan. Aku tak pernah berguru dengan seorang Syeikh, kecuali aku sangat hormat padanya dengan adab yang bagus.
Seorang Sufi tidak pernah pelit, karena memang tidak ada yang tersisa pada dirinya, karena segalanya sudah ia tinggalkan. Jika ia diberi sesuatu, maka sesuatu itu diberikan lagi pada orang lain, bukan untuk dirinya. Hatinya sudah bersih dari materi yang ada dan fenomena gambaran yang ada. Orang pelit itu adalah orang yang menyimpan hartanya. Sedangkan para Sufi hartanya untuk orang lain. Bagaimana ia akan pelit dengan harta milik orang lain? Sedangkan ia tidak membenci dan menyenangi harta itu, tidak pula berpaling pada harta tersebut, bahkan tidak butuh pujian, tidak peduli cacian, tidak memandang pemberian, pencegahan, bahaya dan manfaat, dari selain Allah azza wa-Jalla.
Mereka ini tidak gembira dengan kehidupan, juga tidak gelisah dengan kematian. Yang dinilai sebagai kematian manakala ia mendapatkan amarah Tuhannya, dan yang disebut kehidupan adalah ridhoNya itu sendiri. Kecemasannya ketika dalam kesibukan ramai, dan kebahagaiannya ketika dalam kesendirian. Konsumsi makannya adalah dzikir kepada Tuhannya Azza wa-Jalla, dan minumannya bersumber dari kemesraan denganNya. Bagaimana mereka disebut pelit dengan benteng dunia dan seisinya, sedangkan mereka tidak butuh semua itu?
Ya Tuhan kami, berikanlah kami di dunia kebajikan, dan di akhirat kebajikan (pula), dan lindungi kami dari ‘azab neraka.
Silahkan Bagikan Artikel ini
Mohon Maaf, Kepada Semua Sahabat, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih.**** Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar(Cara Download) dibawah postingan. Apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada, kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.