بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
TERJEMAH KITAB
RISALATUL-QUSYAIRIYYAH
PENJELASAN
TENTANG
“TAHAPAN-TAHAPAN (MAQAMAT) PARA PENEMPUH JALAN SUFI”
11.
LAPAR DAN MENINGGALKAN SYAHWAT
Allah berfirman :
“Dan, sungguh akan kami berikan
cobaan kepadamu, dengan sebagian ketakutan dan kelaparan, kekurangan harta,
jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang
sabar.” (Qs. Al-Baqarah :155).
Berikanlah kabar gembira dengan
pahala yang indah karena kesabaran mereka dalam menanggung lapar. Allah swt.
berfirman :
“Dan mereka memprioritaskan
(Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka memerlukan (apa yang
mereka beikan itu).” (Qs. Al-Hasyr :9).
Anas bin Malik menuturkan bahwa ketika Fatimah r.a. (Fatimah az-Zahra’ (18 s.H – 11 H/605 – 632
M). Putri Rasulullah saw. keturunan Bani Hasyim, suku Quraisy. Ibundanya
Khadijah binti Khuwailid. Fatimah dinikahkan Ali bin Abu Thalib r.a. melahirkan
Hasan dan Husein, Ummu Kaltsum dan Zainab). Fatimah r.a. memberikan sekerat
roti bagi Rasulullah saw. beliau bertanya : “Apa ini, wahai Fatimah?” Fatimah
menjawab : “Sepotong roti yang saya masak sendiri. Hati saya tidak dapat tenang
sebelum memberikan roti ini kepadamu.”
Beliau menjawab : “Ini adalah
sepotong makanan pertama yang masuk ke mulut ayahmu sejak
tiga hari ini.” (Hadits ini diriwayatkan oleh al-Harits bin Abu Usamah dalam
Musnad-nya, melalui sanad yang dha’if, namun memiliki bukti kebajikan sanad
dalam maknanya).
Alasan inilah yang menjadikan
lapar termasuk dalam sifat kaum Suf dan salah satu tiang mujahadah. Para
penempuh suluk selangkah demi selngkah membiasakan berlapar-lapar menahan diri
dari makan, dan mereka menemukan mata air kebijaksanaan di dalam lapar. Cerita
tentang mereka dalam hal ini cukup banyak.
Ibnu Salim berkata : “Etika
berlapar diri adalah bahwa seseorang terus menerus tidak mengurangi porsi
makanannya, kecuali sebesar telinga kucing (amat sedikit).” Dikatakan bahwa
Sahl bin Abdullah tidak makan, kecuali setiap limabelas hari. Manakala Bulan
Rmadhan tiba, ia bahkan tidak makan sampai melihat bulan baru. Dan tiap kali
berbuka hanya minum air putih saja.
Yahya bin Mu’adz menjelaskan :
“Seandainya orang dapat membeli lapar di pasar, maka para pencari akhirat
niscaya tidak akan perlu membeli sesuatu yang lain di sana.”
Sahl bin Abdullah berkomentar : “Ketika Allah swt. menciptakan dunia, Dia menempatkan dosa dan kebodohan
di dalam kepuasan nafsu makan dan minum, dan menepatkan kebijaksanaan dalam
lapar.”
Yahya bin Mu’adz mengatakan :
“Lapar bagi para penempuh jalan Allah (murid) adalah olah ruhani (riyadah),
sebuah cobaan bagi orang-orang yang berTaubat, dan siasat bagi para zahid,
tanda kemuliaan bagi para ahli ma’rifat.”
Yeikh Abu Ali ad.-Daqqaq
menuturkan : “Seseorang datang menjumpai salah seorang syeikh, dan ketika
melihat sang syeikh menangis, ia bertanya, ‘Mengapa Anda menangis?’ Sang Syeikh
menjawab : “Aku lapar.” Ia mencela, “Seorang seperti Anda, menangis karena
lapar?” Sang Syeikh balas mencela : “Diamlah! Engkau tidak mengetahui bahwa
tujuan-Nya menjadidkan aku lapar adalah agar aku menangis.”
Dawud bin Mu’adz mengisahkan,
bahwasanya Mukahllid mengabarkan : “Al-Hajjah bin Furafishah sedang berada
bersama kami si Syam, dan selama lima puluh malam ia tidak minum air ataupun
mengisi perut dengans esuap makanan pun.”
Abu Abdulalh Ahmad bin Yahya
al-Jalla’ berkata : “Abu Turab an-Nakhsyaby datang mengarungi padang pasir
Bashrah ke Mekkah – Semoga Allah melindungi kota ini – dan kami bertanya
kepadanya tentang makanannya. Ia menjawab : “Aku meninnggalkan Bashrah, makan
di Nibaj dan kemudian di Dzat Araq. Dari Dzat Araq aku datang kepada kalian.”
Jadi, ia menyebari padang itu dengan hanya makan sebanyak dua kali.”
Setiap kali Sahl bin Abdullah
lapar, ia tegar, dans etiap kali makan, ia menjadi lemah.
Abu Utsman al-Maghriby berkata :
Orang yang mengabdi kepada Tuhan (rabbany) hanya makan setiap empat puluh hari,
dan orang yang mengabdi kepada Yang Abadi (Shamadany) hanya makan setiap
delapan puluh hari.”
Abu Sulaiman ad-Darany menegaskan
: “Kunci dunia ini adalah mengisi perut, dan kunci akhirat aalah lapar.”
Sahl bin Abdullah ditanya :
“Bagaimana pendpat Anda tentang orang yang makan sekali sehari?” Dijawabnya :
“Itulah makan orang beriman.” Bagaimana dengan yang makan tiga kali sehari?” Ia
mencela : “Suruh saja orang membuat gentong makanan untukmu.”
Yahya bin Mu’adz berkomentar : Lapar adalah pelita, dan kenyang adalah api. Hawa nafsu adalah seperti
kayu api yang darinya muncul api yang berkobar, dan tidak akan padam sampai ia
membakar pemiliknya.”
Abu Nash as-Sarraj ath-Thausy
menuturkan : “Seorang laki-laki dari kaum Sufi datang menemui seorang syeikh
dan menyuguhkan sedikit makanan. Lalu ia bertanya : “Sudah berapa lama Anda
tidak makan?” Sang Syeikh menjawab : “Lima hari.” Si Sufi berkata : “Lapar Anda
adalah lapar orang bakhil> Anda memakai pakaian (bagus) sementara Anda
lapar. Itu bukanlah lapar orang fakir!”
Abu Sulaiman ad-Darany menegaskan
: “Bahwa meninggalkan sepotong daging di waktu makan malam lebih kusukai
daripada melakukan shalat sepanjang malam.”
Berkata Abul Qasim Ja’far bin
Ahmad ar-Razy : “Beberapa hari Abul Khayr al-“Asqalany ingin sekali
mengkonsumsi ikan. Lalu sejumlah ikan sampai ke tangannya melalui jalan yang
halal. Tetapi ketika tangannya meraih ikan itu untuk dimakannya, lalu ia
berkata : “Ya Alalh, jika hal ini menimpa orang yang mengulurkan tangannya
karena ingin memakan barang yang halal, apa pula yang akan terjadi kepada orang
yang mengulurkan tangannya untuk sesuatu yang haram?”
Saya mendengar Rustam asy-Syirazy
as-Shufy menuturkan : “Abu Abdullah bin Khafif sedang menghadiri jamuan makan,
tiba-tiba salah seorang muridnya bermaksud mengambil makanan mendahului sang
syeikh, karena laparnya. Salah seorang murid syeikh, yang ingin menegus atas
ketidak sopanannya itu, meenpatkan sedikit makanan di hadapan si fakir itu.
Menyadari bahwa dirinya dicela karena kurang beradab, si fakir itu lalu tidak mau
makan selama limabelas hari sebagai hukuman dan pendisiplinan jiwanaya, serta
sebagai tanda Taubat atas ketidak sopanannya itu. Padahal selama ini ia telah
menderita kelaparan.”
Malik bin Dinar berkata :
“Barangsiapa telah mengalahkan syahwat dunia, maka itulah tindakan yang dapat
memisahkan setan dari lindungannya.”
Abu Ali ar-Rudzbary mengajarkan :
“Jika seorang Sufi setelah lima hari tidak makan, mengatakan ‘aku lapar’ maka
kirimlah ia ke pasar agar mendapatkan pekerjaan.
Saya mendengar Syeikh Abu Ali
ad-Daqqaq menuturkan ucapan seorang syeikh, bahwa penghuni neraka telah
dikalahkan oleh syahwatnya atas kewaspadaan mereka, hingga mereka tercela.
Beliau juga berkata : “Seseorang bertanya kepada salah seorang syeikh : “Apakah
Anda tidak enginginkan sesuatu?” Sang Syeikh menjawab, ‘Aku menginginkannya,
akan tetapi aku menahan diri.”
Syeikh yang lain ditanya :
“Adakah sesuatu yang tuan inginkan?”
Jawabnya : “Aku menginginkan
untuk tidak ingin lagi.”
Abu Nashr at-Tammar mengatakan :
“Pada suatu malam Bisyr datang kepadaku, dan aku berkata : “Segala Puji Bai
Allah yang telah membawamu ke sini. Sejumlah kapas dari Khurasan telah sampai
kepada kami; budak wanita telah menenunnya, menjualnya dan membeli sedikit
daging untuk kita. Engkau bisa berbuka puasa dengan kami. Ia menjawab : “ Jika
aku mesti makan dengan seseorang, aku akan memilih makan denganmu.” Lalu ia
menjelaskan : “Telah bertahun-tahun aku ingin makan terung, tetapi aku belum
ditakdirkan untuk memakannya. Lalu aku menjawab : “Ada terung yag halal dalam
makanan ini.” Ia menjawab : “Bahkan sampai bersih dari bijinya.”
Saya mendengar Abu Ahmad
ash-Shagir berkata : “Abu Abdullah bin Khafi menyuruhku menyuguhinya sepuluh
butir kismis untuk buka puasa setiap malam. Suatu malam aku merasa kasihan
kepadanya, dan kusuguhkan limabelas butir kismis. Ia memandangku dan bertanya :
“Siapa yang menyuruhmu (memberi lima belas kismis?)’ Lalu dimakannya sepuluh
butir dan membiarkan sisanya.”
Abu Turab an-nakhsyaby
berkomentar : “Jiwaku tidak pernah cenderung kepada hawa nafsu kecuali sekali
saja : Aku ingin sekali makan roti dan telur ketika aku sedang berada dalam
perjalanan. Lalu aku pun memasuki sebuah kampung. Seseorang gbangkit dan
memegang tanganku sambil berkata : “Orang ini adalah salah seorang dari
perampok itu!” Lalu oang-orang itu memukuliku tujuhpuluh kali. Seseorang
laki-aki di antara mereka mengenaliku dan menyela, Ini adalah Abu Thurab
an-Nakhsyaby!” Mendengar itu, mereka cepat-cepat meminta maaf kepadaku, dan
laki-laki itu lalu membawaku ke rumahnya karena rasa hormat dan kasihan
kepadaku, dan ia menjamu aku dengan roti dan telur. Maka aku berkata kepada
diri sendiri : “Makanlah, seteelh tujuh puluh kali pukulan!.”
Silahkan Bagikan Artikel ini
Mohon Maaf, Kepada Semua Sahabat, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih.**** Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar(Cara Download) dibawah postingan. Apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada, kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.