بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
Al-Ta-aruf li-Madzhabi Ahl Al-Tashawwuf
{AJARAN KAUM SUFI}
Karya:
Ibn Abi Ishaq Muhammad Ibn Ibrahim Ibn Ya’qub Al-Bukhari Al-Kalabadzi
47.
AJARAN KAUM SUFI MENGENAI ZIKIR
Zikir
yang sesungguhnya adalah melupakan semuanya kecuali Yang Esa.
Maka
Tuhan berfirman : Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika engkau lupa.” Yaitu, jika
engkau telah melupakan apa yang bukan Tuhan, maka berarti engkau telah
mengingat Tuhan.
Nabi
berkata : “Orang yang sendiri itu lebih utama.” Mereka bertanya : “Siapakah
orang yang sendiri itu, wahai Rasul Allah?” Dia menjawab : “Laki-laki dan
perempuan yang banyak mengingat.” Yang sendiri” adalah dia yang tidak bersama
siapa-siapa.
Salah seorang tokoh besar Sufi berkata :
“Ingatan itu membuang alpa; dan kalau kealpaan itu telah hilang, maka engkau
menajadi orang yang ingat, bahkan jika engkau diam saja.”
Puisi
yang berikut ini dianggap merupakan gubahan al-Junaid :
Aku
mengingat Engkau;
Tak akan
kenanganku
Walau
dalam sekejap mata pun
Lepas
dari engkau
Aku
mengingat engkau;
Tapi tak
ada yang lebih mudah..
Dibanding
kata yang gampang terucap..
Terlupa
segera setelah terdengar..
Saya
mendengar Abul Qasim al-Baghdadi menuturkan, bahwa dia bertanya kepada salah
seorang tokoh besar Sufi : “Apakah yang membuat jiwa para “Ahli ma’rifat” itu
sakit? Mereka membenci zikir, dan senang akan perenungan, tapi, sebenarnya,
perenungan itu tidak mendatangkan penyelesaian, sedangkan zikir itu tidak
membawa mereka jauh dari penderitaan. Kebanggan mereka ada dalam kehormatan
yang tersembunyi di balik perenungan, dan yang membuat mereka lupa akan
penderitaan dalam susah payah mereka.” Dengan mengatakan, “Mereka menganggap
enteng buah dari zikir.” Dia mengisyaratkan bahwa buah-buah zikir ini merupakan
kesenangan jiwa (Nafsu), dan sudah tentu para ahli ma’rifat itu telah berpaling
dari jiwa dan kesenangan-kesenangannya. Tapi, perenungan mereka adalah tentang
keagungan, kebesaran, pilihan dan kebaikan Tuhan; mereka merenungkan utang
mereka pada Tuhan, dan karena itu mereka menghormati-Nya, sementara mereka
berpaling dari pemikiran mengenai kebaikan apa saja yang mungkin mereka miliki
di hadapan Tuhan, karena menghargai Dia. Sebab Nabi berkata, atas persetujuan
Tuhan, “Jika seseorang selalu mengingat Ku sehingga ia lupa berdoa kepada-Ku,
Aku anugerahkan baginya pahala yang lebih mulia daripada pahala yang Ku berikan
bagi mereka yang berdoa kepada-Ku.” Firman ini bisa ditafsirkan begini : Jika
seseorang begitu terpusat perhatiannya dalam merenungkan keagungan-Ku sehingga
dia lupa mengingat Aku dengan lidahnya .... Sebab ingatan dengan lidah itu
berarti berdoa; lebih-lebih, perenungan mengenai keagungan-Nya itu
membingungkan dia, dan membuat dia tidak mengingat Tuhan lagi. Inilah arti
kata-kata Nabi : “Aku tidak bisa
membllang pujian yang menjadi milik-Mu.”
Puisi
Al-Nuri berikut dikutip dalam hubungannya dengan hal ini :
Begitu
menggebu cintaku, aku sungguh ingin,
Untuk
menyimpan kenangan-Nya, selamanya dalam hatiku;
Tapi
wahai, gairah yang membakarku..
Menghanguskan
pikiran ku, dan membutuhkan ingatanku!.
Dan
sungguh ajaib, gairah
Itu
sendiri tersapu, menjauh dan mendekat
Kekasih
berdiri, dan seluruh rasa
Kenanganku
tersapu dalam harapan dan ketakutan..
Al-Junaid
berkata : “Jika seseorang mengatakan “Tuhan” sedangkan dia belum pernah
merenung, maka dia seorang pendusta.” Kebenaran pernyataan ini disaksikan oleh
firman Tuhan : “Mereka mengatakan : “Kami mengakui, bahwa kamu benar-benar utusan
Allah.” ..... Allah menyaksikan bahwa orang-orang munafik itu benar-benar
pendusta.” Tuhan menuduh mereka pendusta, meskipun pernyataan mereka itu benar
adanya, karena pernyatan itu tidak didasarkan atas perenungan.
Yang lain
berkata : “Hati adalah untuk merenung, lidah adalah untuk mengutarakan
perenungan itu; Jika seseorng mengutarakan sesuatu tanpa merenungkannya, maka
dia adalah saksi yang tidak sah.”
Salah
seorang tokoh Sufi berkata :
Engkaulah
pencipta kesusahanku, Tuhan, bukan kenanganku,
Sebab
Engkau akan menghapus segala kenanganku,
Kenangan
adalah selubung, dan bersekutu dengan pikiran..
Untuk
membutakan hatiku, dan menyembunyikan Engkau dari
Pandangan-ku
Inilah
penafsirannya : Zikir adalah alat bagi orang yang mengingt; oleh karena itu, jika
saya tak merenung pada saat saya mengingat, maka kelalaian itu adalah pada diri
saya, sebab , sifat-sifat orang itu sendirilah yang mencegahnya dari
merenungkan Tuhannya.
Sarri
as-Saqati berkata : “Aku menemani seorang berkulit hitam (negro) di padang
pasir dan aku mengamati bahwa setiap kali dia mengingat Tuhannya, warna
kulitnya berubah putih. Aku berkata : “Saudaraku, sungguh, jika engkau
mengingat Tuhan sebagaimana Dia mestinya diingat, kulitmu sendiri pun akan berubah,
dan bentukmu berganti.” Lalu dia mulai bernyanyi :
Kami-kmai
mengingat ... namun kealpaan
Bukanlah
kebiasaan kami, tapi cahaya bersinar..
Udara
gaib terhirup, dan Tuhan dekat..
Lalu
hilang lenyaplah kedirian, dan aku
Ada
sendiri bersama Tuhan, yang dengan kabar jelas
Bersaksi
atas Dzat-Nya dan dengan itu dikenal,
Syair
berikut dari Ibn Atha bisa juga dikutip :
Zikir
adalah dari jenis yang lain, kulihat,
Yang
pertama oleh cinta dan rindu bisa di atasi;
Yang
berikut, hubungan jiwa,
Dan
dengannya bercampur, sebagai keseluruhan tanpa kehidupan
Oleh ruh
dipercepat pada nafas..
Yang
berikut melepas ruh, dan berurusan dengan kematian..
Yang
kadang tersembunyi, kadang tampak, yang akhir menjulang..
Tinggi
atas mahkota kepala, dan segala kekuatan
Penglihatan
dan pemikiran, ya, setiap fantasi..
Dari
benak tiada sanggup menjangkau. Dengan jelas
Mata hati
kemudian melihat Dia, dan mencaci
Zikir,
sebagai beban yang berat ditanggungnya.
Dia
membagi zikir menjadi beberapa kelas. Yang pertama adalah zikir hati, berarti
bahwa Dia yang diingat dulunya terlupakan, lalu teringat kembali; yang kedua
adalah Zikir tentang sifat-sifat Dia yang diingat; yang ketiga adalah
perenungan mengenai Dia yang diingat. Dan yang terakhir ini, maka berarti orang
itu telah melewai zikir; sebab sifat-sifat Dia yang diingat membuat engkau jauh
dari sifat-sifatmu sendiri, dan dengan begitu engkau jauh dari zikir.
Silahkan Bagikan Artikel ini
Mohon Maaf, Kepada Semua Sahabat, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih.**** Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar(Cara Download) dibawah postingan. Apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada, kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.