بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
Terjemah Kitab
" SURAT-SURAT SANG SUFI "
SURAT KESEMBILAN
(A)
Kepada
Yahya Al-Saraj. Surat berisi nasihat dan saran kepada seseorang yang inti
wujudnya dirundung kesedihan, akibat keadaan-keadaan spiritual yang tidak bisa
diterimanya, dan ketika dicobanya tidak bisa dia gantikan dengan
keadaan-keadaan yang disukainya dan bisa diterimanya.
Segala puji bagi Allah atas keluasan Rahmat-Nya.
Telah kuterima suratmu yang melukiskan keadaan-keadaan spiritualmu
saat ini. Engkau katakan dirimu baik-baik saja.
Inti pesanmu adalah bahwa
engkau mendapati sebagian keadaan yang tengah engau alami itu tercela, sama
sekali tidak kausukai, dan bahwa engkau merasa bahwa itus ebagai keadaan yang
tidak mendukung untuk mendekatkan diri kepada Tuhanmu. Engkau ingin agar engkau
bisa menemukan jalanmu menuju, dan hidup dalam, keadaan-keadaan baru tertentu
yang engkau bayangkan dan engaku pandang secara intelektual sbagai layak
diinginkan dan bernilai positif.
Saudaraku, engkau berlaku terlalu keras pada dirimu sendiri,
dan bertindak tidak tepat. Dengan cara sia-sia dan tak bermanfaat, engkau telah
melelahkan pikiranmu dengan menghabiskan waktumu seperti itu. Yang lebih buruk
lagi, sangat berbahaya bagimu menyibukkan diri dengan persoalan-persoalan
semisal itu, sebab hal-hal itu membuatmu tidak mampu mengetahui maksud dkaum
sufi saleh dan suci, serta menjauhkanmu dari Tuhan Semesta Alam. Meskipun
begitu aku aku bisa memahami situasimu saat ini. Sebab tampaknya engkau pun
bernasib seperti orang lain yang tak terhitung jumlahnya, sebelum dan
sesudahmu, yang mengalami hal serupa. Engkau menganut pandangan untuk beruat
sekehendak mereka, entah dalam keadaan bergerak atau dalam keadaan diam, dan
bahwa mereka sama sekali bisa tidak memperdulikan Zat Pertama, Pencipta,
Pengautr, Penentu Takdir. Pada gilirannya, pandangan itu mengantar mereka
kepada pertanyaan-pertanyaan salah dan jawaban-jawaban lancung, sehingga mereka
secara tidak sadar menyimpang dari Jalan Lurus (Qs. 1 : 5).
Orang-orang ini berbeda-beda. Ada yang melakukan amalan0amalan
lahiriah, seperti dhalat, puasa, haji, umrah, berdoa, bersedekah, aksi militer,
mengajar, memperhatikan kebutuhan-kebutuhan seorang Muslim, dan amal-amal
Ibadah lainnya seperti itu, entah sering atau kadang-kadang saja. Mereka yang
menggeluti hal-hal sejenis ini tanpa menemukan kebahagiaan di dalamnya, atau
tanpa menyadari manfaat dan kebaikannya dalam pandangan Tuhan, seperti telah
engkau uraikan dalam kasusmu sendiri, mendapati diri mereka berada dalam
keadaan-keadaan spiritual yang tk bisa diterima, seperti yang engkau alami itu.
Kemudian, ada yang hanya puas dengan mengerjakan
amal-amal lahiriah ini dan tak ingin mengakhirinya. Tetapi, ketika mereka lalai
melaksanakannya, dirundung kemalasan atau kebosanan, atau sesuatu di antara
keduanya ini, yang lantaran satu dan lain sebab melemahkan keteguhan hati
mereka, maka kehidupan mereka menjadi sangat kacau. Dalam suasana kekacauan
itu, mereka percaya bahwa mereka telah disingkirkan jauh-jauh dari Allah.
74.
Ada juga yagn tidak memikirkan amal-amal ibadah, dan tidak
peduli sedikit pun tentangnya. Mereka membayangkan diri mereka daapt mengatasi
situasi apa pun yang mungkin mereka jumpai. Sebagian lagi memberikan waktu dan
tempat khusus bagi amal-amal mereka, seolah-olah masalahnya bergantung
sepenuhnya pada keduanya itu.
Manakala waktu sudah tiba, atau mereka sampai pada tempat yang
ditentukan, mereka menyadari telah melakukan kebiasaan bertindak lalai dan
menangguh-nagguhkan. Mereka hanya memenuhi apa yang telah dijanjikan, dan setia
kepada kondisi-kondisi yang telah ditetapkan.
Tetapi, mereka tidak memenuhi syarat-syarat dan janji-janji
mereka. Mereka menundanya hingga waktu lain, dan begitulah seterusnya.
Lalu, ada orang yang mengerjakan amal-amal keagamaan, dan
begitu mendengar kisah-kisah tentang para salaf dan kesetiaan mereka pada
Teladan Nabi dan amal-amal mereka yang baik memandang diri mereka sangat mampu
melakukan hal-hal demikian itu seandainya saja memutuskan untuk melakukannya.
Kemudian, mereka pun berkata, “Aku akan melakukan itu begitu
aku terbebas dari kesibukan ini dan itu, dan bila aku berada dalam keadaan
spiritual yang tepat.” Seperti telah aku kemukakan, mereka menghabiskan segenap
kehidupan mereka dengan sikap suka menangguh-nangguhkan.
Sebagian orang yakin bahwa kehidupan mereka kacau berantakan,
dan bahwa mereka tak mampu berbuata apa-apa. Yang demikian itu boleh jadi
sangat benar yakni, mereka mungkins saja demikian, baik dalam kenyataan maupun
secara kiasan; atau barangkali mereka hanya membayangkan bahwa memang begitu
keadaannya.
Manakala orang-orang ini mendengar tentang leluhur saleh
mereka, atau melihat seseorang yang memiliki sifat-sifat leluhur itu.
Mereka mengatakan, “Tak ada seorang pun seperti diriku yagn
mampu melakukan hal demikian itu, atau memiliki keinginan atau kemampuan
menyelesaikan hal-hal seperti itu. Makanya, mereka membiarkannya begitu saja,
dan tidak memutuskan untuk menerapkan pada diri mereka sendiri. Aku telah
mengamati semua sikap yang salah ini dalam diriku, dan juga melihatnya dalam
diri orang lain, karena alasan yang sederhana bahwa mereka bisa menaklukkan
kalbu-kalbu kita.
Sebaiknya, kaum sufi dan mereka yang memiliki kehidupan
spiritual tinggi, memperhatikan amal-amal batiniah, dan terbebas dari berbagai
penalaran yang tampaknya benar seperti itu. Mereka berusaha mengetahui secara
sempurna Keesaan Ilahi (Tawhid) sejak awal, sebab mereka membuat perjanjian dan
biasa berdoa dengan penuh rendah hati kepada Tuhan mereka, sehingga kalbu-kalbu
mereka menyadari kehadiran-Nya kapan pun.
Mereka berusaha menjadikan-Nya sebagai sahabat mereka dalam
segenap keadaan spiritual mereka, sejauh mereka mampu. Ketika Allah melihat
sikap yang demikian itu ada dalam diri mereka, Dia menyayangi mereka, dengan
menjadikan mereka tidak lagi memperhatikan kelemahan atau kekuatan mereka
sendiri dalam apa saja yang mereka lakukan atau tinggalkan.
Lalu Allah menjadi
perlindungan dan menjaga mereka. Dia menjamin kesejahteraan dan rezeki mereka,
sebab mereka adalah hamba-hamba-Nya, dan mengabdi beribadah kepada-Nya. Allah
Swt. berfirman : “Bukankah Aku cukup bagi hamba-hamba-Nya?” (Qs. 39:36).
Dia juga berfirman.
“Ingatlah, sesungguhnya Perlindunganku adalah Allah, yang menurunkan Kitab dan
Dia melindungi orang-orang yang saleh.” (Qs. 7:196). Dan dalam hadis qudsi,
Allah berfirman, “Aku bersama hamba-Ku manakala dia mengingat-Ku.”
75.
Yang sulit menjadi mudah dan yang keras bisa ditanggung
hamba-hamba ini. Allah menjadikan setiap waktu mereka berharga dan sangat
penting. Dia tetapkan mereka dalam kesenangan dan dalam kerajaan besar.
Di dalam diri-Nya saja
mereka bergerak atau beristirahat. Kepada-Nya saja mereka bergantung.
Kepada-Nya saja mereka mengangkat segenap pikiran dan aspirasi mereka. Itulah
sebabnya Umat ini adalah yang terbaik di antara Umat-Umat lain.
Dalam salah satu hadis Nabi, Allah Swt. diriwayatkan berfirman
kepada Isa a.s. :”Aku akan membangkitkan sebuah Umat sesudahmy. Manakala mereka
mencintai apa yang menimpa diri mereka, mereka akan memuji dan bersyukur
atasnya. Jika mereka membenci apa yang menimpa diri mereka, mereka senantiasa
ingat akan ganjaran atau pahala mereka di akhirat nanti dan menanggungnya
dengan sabar, sekalipun mereka tidak memiliki pemahaman atau pengetahuan.” Isa
a.s. menjawab : “Ya Allah, bagaimana mungkin akan demikian, jika mereka tidak
memiliki pemahaman dan pengetahuan?” Allah menjawab, “Aku akan memberi mereka
pemahaman dan pengetahuan-Ku.”
Karena itu, agama umat Muhammad secara khusus ditandai oleh
kebebasan dan kemudahan. Umat tersebut tidak memandang rendah beban-beban yang
memberatkan sekalipun, lantaran apa yang mereka inginkan senantiasa ada dan
tersedia. Kemudahan dalam setiap situasi ini dimungkinkan hanya melalui
penglihatan kontemplatif (musyahadah) yang telah aku bicarakan. Allah Swt.
berfirman, “Dia sama sekali tidak menjadikan kesulitan atasmu dalam agama.
Ikutilah agama bapakmu, Ibrahim. Dalam Kitab ini dan sebelumnya, Allah menamai
kamu sebagai orang-orang Muslim.” (Qs. 22:78). Dan agama Umat itu tak lain
adalah Islam dan pengakuan tentang Keesaan Ilahi (Tawhid).
Nabi kita, Muhammad saw., bersabda, “Telah didbangkitkan
golongan ahli tauhid yang toleran, dan itu adalah agama Ibrahim a.s.” Seorang
sufi mengomentari kata-kata Nabi saw., “Mereka mendapati agama itu mudah dan
tidak sulit.” Sabda itu bermakna bahwa mereka hanya dibimbing kepada Allah
saja.
Karenanya, seseorang yang membimbingmu kepada
dunia ini, berarti dia menipumu, dan seseorang yang membimbingmu kepada
amal-amal lahiriah, hanya akan membuatmu sangat lelah. Tetapi orang yang
membimbingnmu kepada Allah, telah memberimu nasihat yang baik.
Maksudku di sini ialah memberitahumu bahwa orang-orang macam
begini melakukan beberapa kesalahan seperti yang telah aku sebutkan, yakni,
kesalahan yang berkaitan dengan tiadanya pengetahuan tentang diri yang sejati
dan penilaian yang akurat atas kemampuan dan kekuatan mereka sendiri. Bila
tidak demikian, mereka tidak akan mempunyai keadaan mamupun kedudukan
spiritual. Tetapi, karena jarang sekali kekurangan dalam hal ini, mereka terus
menerus waspada dan tetap kokoh dalam kedudukan mereka.
Mereka menemukan pijakan kuat dalam perhatian Allah kepada
mereka. Sebaliknya, orang-orang yang suka berdusta dan angkuh telah memutuskan
komunikasi mereka dengan Allah.
Engkau bisa memahami dari semuanya ini penyebab berbagai
kesalahan orang-orang ini, serta sarana agar orang yang aman tetap merasa aman.
Keadaan yang terakhir ini bisa terjadi hanya dalam keadaan mulia, suatu keadaan
yang diberikan Allah kepada mereka sehingga mereka menjadi wali-wali Allah.
Karena itu, ketahuilah bahwa fungsi keadaan itu dalam agama
adalaha sebagai sarana mendekatkan diri kepada Tuhan Semesta Alam. Hendaknya
engkau berkeinginan naik ke kedudukan mulia ini, dan bergabung dengan para
musafir yang telah diberi Allah kerajaan besar ini.
Setelah engkau
melakukan ini, engkau akan memahami kebenaran pernyataanku bahwa satu-satunya
bantuanmu menuju kepadanya ada dalam keadaan itu sendiri. Dalam hubungan ini,
seseorang telah berkata, “Aku
mengetahui Tuhanku melalui Tuhanku.” Dan seandainya bukan karena Tuhanku, aku
tidak akan mengenal Tuhanku.”
Sebuah kisah menuturkan
bahwa seseorang bertanya kepada ‘Ali ibn Abi Thalib, “Apakah engkau mengetahui
Allah melalui Muhammad, atau apakah engkau mengetahui Muhammad melalui Allah?”
Ali menjawab, “Seandainya aku mengetahui Allah melalui Muhammad, aku tidak akan
menyembah Allah, dan Muhammad akan lebih tertancap kuat-kuat dalam jiwaku
ketimbang Allah. Allah mengenalkan diriku dengan-Nya lewat Diri-Nya.”
76.
Setelah identitas sarana menuju Allah dan sarana melalui Allah
tampak jelas di hadapanmu sekalipun mungkin tetap tidak bisa dipahami dari
sudut pandang rasional semata-mata sehingga engkau tidak melihat perbedaan
antara keduanya, maka engkau akan mencapai keadaan itu, yang merupakan tujuan para
pencari dan kesempurnaan dambaan orang yang merindukannya.
Sebab, satu-satunya
sarana yang tersedia ialah berada di dalam wujud Zat Yang Satu yang senantiasa
Hadir dan Dekat.
Karena itu, jika yang engkau cari itu sudah kautemukan dan ada
padamu, mengapa engkau melihat di luar diri-Nya, dan mengapa engkau mencari
perantara dari selain-Nya? Aku hanya bisa menyamakanmu, dalam hal itu, dengan
seseorang yang memegang mutiara berharga yang nilainya tidak dia hargai. Dia
menganggap mutiara itu seperti batu biasa saja, dan tidak tahu untuk apa.
Dia mengeluh tentang
sakit dan kemiskinan, dan meminta-minta kepada orang lain. Tetapi, lihatlah
betapa kondisi yang sebenarnya tampak jelas, sekalipun dia tetap berada dalam
keadaan itu. Maksudku ialah bahwa dalam keadaan itu, dia jelas tak mampu
mencapai tingkat kerajaan, belum lagi ekstase, kegembiraan, kesenangan dan
kebahagiaan yang menyertainya. Seperti telah dikatakan, “Hampir tidak
mengherankan kalau seorang musafir yang tengah mencari-cari air menemukan
seorang Yusuf.
Yang mengehrankan ialah bahwa pendosa yang mencari ampunan
menemukan Allah.” Allah Swt. berfirman, “Barangsiapa mengerjakan kejahatan atau
menzalimi dirinya sendiri, kemudian memohon ampunan kepada Allah, pastilah dia
mendapati Allah Maha Pengampun dan Maha Penyanyang.” (Qs. 4:110).
Kini, pentingnya masalah ini engkau sadari sepenuhnya;
“Mudah-mudahan engkau akan memahami.” Sudah barang tentu, terlalu lembut untuk
ditangkap kata-kata atau dikandung oleh ibarat. Kekuasaan Allah adalah penyebab
utama segala sesuatu.
Perkenalanku denganmu, dan kepercayaanmu kepadaku untuk
memperoleh petunjuk terbaik ke arah tujuanmu, berikut surat-suratmu kepadaku
dan jawaban-jawabanku kepadamu atas pertanyaan-pertanyaan ini, hanyalah sekedar
konteks, yang di dalamnya engkau bisa mencapai keinginanmu tanpa bantuan atau
kekuatan salah seorang dari kita.
Dengan adanya sudut pandangan ini, engkau akan mengetahui
bahwa segenap keadaan spiritualmu mengikuti jalan yang sama ini. Allah tidak mau memberi rezeki
kepada hamba-Nya yang beriman kecuali dari sumber-sumber yang tidak diketahui
oleh sang hamba. Lantas, untuk apa segenap kerja, usaha, kelelahan, dan
pencarian ini?” Kamu mengehndaki selain Allah; dan apakah anggapanmu terhadap
Tuhan Semesta Alam?” (Qs. 37: 86-87).
Engkau mesti memahami, bahwa Allah lebih dekat sekedar
menggantikan segala yang bersifat sementara dan sebentar sifatnya. Sungguh, orang yang menemukan
Allah tidaklah menginginkan apa-apa. Tetapi orang yang kehilangan Allah,
tidaklah memiliki apa-apa.
Kaum sufi dan orang-orang yang memiliki kehidupan spiritual
tinggi berpijak pada fondasi ini.
Segala godaan dan kekhawatiran yang menyerangmu dan
menghalangi pandanganmu mengenai objek keinginanmu dan pencapaian tujuanmu,
bakal mencegahmu dari mewujudkan kebenaran-kebenaran ini. Setalah Allah
memberimu pemahaman yang aku bicarakan itu, dan engkau telah tenggelam di
dalamnya, maka kewajibanmu adalah terus menerus beribadah dan mendekatkan
diri kepada Allah, sehingga kelelahan, kebosanan, maupun penipuan tidak
bisa menjatuhkanmu dari beribadah kepada Allah asalkan engkau hidup dengan
pemahaman itu dalam segenap kedatangan dan kepergianmu. Jika engkau
memandang bahwa segala seuatu berwujud dan bersumber dari Allah, maka engkau
akan bersyukur kepada-Nya, yang telah menganugerahkan kepadamu kemenangan mudah
ini, perniagaan yang menguntungkan dan berkembang ini. Selanjutnya, engkau pun
akan beroleh kebahagiaan dan tempat mulia di akhirat nanti (Qs. 3:14; 13 : 29).
Karena itu, saudaraku, terimalah dengan ikhlas apa yang telah
kukatakan padamu. Belajarlah
lebih mengutamakannya ketimbang pengetahuan rasional dan tradisional. Pahamilah
bahwa akal tidak bisa memahaminya, pun tidak pula tradisi bisa mengungkapkannya
dengan jelas. Yang demikian itu adalah pengetahuan yang Allah amanatkan pada
relung-relung kalbu paling dalam.
Dituturkan bahwa salah seorang nabi di kalangan Bani Israil
menerima Kitab Wahyu yang mengatakan, “Jangan katakan, “Pengetahuan ada di langit; siapa yang
akan membawanya turun?” atau ‘Ia ada di dalam bumi, siapa yang akan membawanya
naik ke atas?” atau, ‘Ia di seberang lautan; siapa yang akan
menyeberangkannya?” Pengetahuan berada di dalam inti wujudmu dan dalam kalbumu.
Sehingga sekarang pun engkau bisa berlaku di ahdapanku sebagai
orang yang bersemangat dan mengikuti teladan nabo-nabi suci. Pengetahuan ini
akan menyebar dari kalbumu ke lidahmu sampai ia meliputimu dan mengisimu.
Satu-satunya tujuanku menulis ini kepadamu tentang
keadaan-keadaan spiritualmu ialah agar engkau memiliki prinsip yang kokoh
tempat engkau bisa kembali, dan fondasi tempat engkau bisa membangun.
Nah, sekarang tentang apa yang engkau katakan mengenai
rangkaian keadaan spiritualmu dalam siang dan malam harimu. Kemajuan itu adalah
baik dan merupakan pertolongan yang engkau perlukan dalam bersyukur kepada
Allah karena telah membimbingmu kepada-Nya dan karena perhatianmu kepada-Nya.
Yang demikian itu mencakup kedekatan kepada Allah Swt, yang tak banyak orang
bisa mencapainya. Hanya saja, engkau merasa keberatan dalam urusan-urusan
keseharianmu.
Jadwal pelaksanaanmu
mengganggumu, hingga engkau tidak lagi merasa senang, seperti engkau
alami sebelum kehilangan pandangan konteplatifmu karena kelalaian. Jika engkau
berhenti memusatkan perhatian apda dirimu sendiri, dan tak lagi memandang
kemampuan dan kekuatanmu sendiri sebagai hal-hak istimewa pribadimu, dan
sebagai gantinya memalingkan pandanganmu kepada keesaan Allah Swt.
dalam perlindungan-Nya
kepadamu, dan meluruskan pikiran-pikiranmu tentang-Nya, maka engkau akan
menyadari kebaikan Allah kepadamu dan banyak cara Dia menunjukkan kekuasaan-Nya
kepadamu. Maka, tak ada sesuatu pun bisa mengalihkan pencarianmu, dan engkau
akan memberikan perhatianmu yang penuh kepada-Nya.
Inilah beberapa rahmat yang terlihat olehku, yang akan
membantumu untuk memulai berpikir. Dia mengeluarkanmu dari kegelapan ketiadaan
menuju cahaya kebenaran. Kemudian, Dia memeliharamu dengan rahmat-Nya, dan
membesarkanmu dengan kasih sayang dan kelembutan-Nya, sampai engkau mampu
berpikir dan memahami. Dia lalu menghiasaimu dengan hiasan Islam dan keimanan,
dan memberimu pengetahuan mendalam dan bukti yang jelas tentangnya. Dia memberi
jalan menuju Kitab-Nya, yang dengan itu Dia menunjukkan firman-Nya yang mulia
kepadamu, dengan membuatmu mampu memahami perwujudan sifat-sifat dan
Nama-nama-Nya, dan mendapatimu layak menerima perinth-perintah-Nya, dan
kesaksian yang bisa dipercaya dari nabi-nabi_nya. Kemudian, Dia membekalimu
dengan pengetahuan, dan mengangkatmu ke keluhuran pengajaran.
Rahmat-Nya melampaui semua ini; sebagian besar tidak bisa kita
ketahui. Dan semuanya ini terjadi tanpa perantara atau jasa apa pun darimu; itu
semua hanyalah kemurahan dan anugerah-Nya semata-mata. Semua rahmat atau nikmat
ini tidak bisa kita hitung, sebab, “Jika kamu menghitung-hitung nikmal Allah,
kamu tidak bakal bisa menghinggakannya.” (Qs. 14:34).
Seseorang yang mengalami rahmat-rahmat ini, dan menaydari
bahwa dia adalah seorang tamu tak diundang di tengah-tengah berbagai rahmat
ini, akan sangat senang dan bersyukur atasnya. Yang demikian itu mencegah
seseorang menginginkan apa yang tidak diberikan Allah Swt kepadanya.
Seringkali, seseorang meninggal di tengah-tengah berbagai rahmat seperti ini
tanpa mengetahuinya. Tak ada sesuatu pun yang lebih berharga bagi Allah Swt
ketimbang tindakan sang hamba menghadapi situasi aktualnya.
Sebab, yang
demikian itu menunjukkan penghambaan seseorang dan merupakan batu ujian bagi
perilaku. ‘Amr ibn ‘Utsman Al-Makki, semoga Allah meridhainya, mengatakan, “Tasawuf
bermakna bahwa sang hamba bertindak setepat mungkin setiap saat.” Yang dimaksud
adalah bahwa sang hamba hadir di hadapan Tuhannya Swt setiap saat, dengan
menjalankan kewajiban-kewajiban Hukum Wahyu yang ditetapkan untuk waktu
tertentu.
Silahkan Bagikan Artikel ini
Mohon Maaf, Kepada Semua Sahabat, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih.**** Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar(Cara Download) dibawah postingan. Apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada, kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.