بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
TERJEMAH KITAB
RISALATUL-QUSYAIRIYYAH
PENJELASAN
TENTANG
“TAHAPAN-TAHAPAN (MAQAMAT) PARA PENEMPUH JALAN SUFI”
6.
ZUHUD
Nabi saw. bersabda
:
“Apabila kamu
sekalian melihat seseorang yang telah dianugerahi zuhud berkenaan dengan dunia
dan ucapan, maka dekatilah ia, karena ia dibimbing oleh hikmah.” (H.r. Abu
Khallad dan di-Takhrij oleh Abu Nu’im dan Baihaqi).
Syeikh Abu Ali
ad-Daqqaq mengatakan : “Pada umumnya banyak orang berbeda pendapat berkenaan
dengan zuhud. Sementara orang ada yang mengatakan, ‘Zuhud bersangkutan dengan
perkara yang haram saja, sebab perkara yang halal diterima Allah swt. Apabila
Allah swt. memberikan berkat kepada hamba-Nya berupa harta yang halal dan hamba
itu bersyukur kepada-Nya atas berkat itu, maka ia meninggalkan menurut
upayanya, tanpa harus mengajukan hak izin untuk mengekangnya.”
Sebagian yang lain
mengatakan : “Zuhud terhadap perkara yang haram adalah suatu kewajiban,
sementara zuhud terhadap perkara yang halal adalah suatu keutamaan. Apabila
hamba yang berzuhud miskin, tetapi sabar terhadap keadaannya, bersyukur serta
merasa puas atas segala sesuatu yang telah dianugerahkan Allah swt. kepadanya
maka hal itu lebih baik ketimbang berusaha menimbun kekayaan berlimpah di dunia.”
Allah swt. telah
menghimbau ummat manusia untuk bersikap zuhud berkenaan dengan pemerolehan
kekayaan, melalui firmannya :
“Katakanlah,
Kesenangandi dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk
orang-orang yang bertaqwa.” (Qs. An-Nisa’:77).
Banyak ayat
lainnya yang dapat dijumpai berkenaan dengan tidak berharganya dunia dan seruan
untuk bersikap zuhud terhadapnya.
Sebagian orang
yang mengatakan : “Apabila seorang hamba membelanjakan harta dalam ketaatan
kepada Allah swt. bersabar, dan tiak mengajukan keberatan terhadap
larangan-larangan syariat untuk dilakukannya dalam menghadapi kesulitan hidup,
maka adalah lebih baik baginya bersikap zuhud terhadap harta yang dihalalkan.”
Sebagian yang lain
berkomentar : “Seyogyanya bagi seorang hamba memutuskan untuk tidak memilih
meninggalkan yang halal dengan bebannya, dan tidak pula berusaha memenuhi
keperluan-keperluannya harta yang halal, ia harus bersyukur kepada-Nya. Apabila
Allah swt menentukan dirinya berada pada batas kecukupan hidup, maka hendaknya
tidak memaksakan diri mencari kemewahan, karena kesabaran merupakan suatu yang
paling utama bagi pemilik harta yang halal.”
Sofyan ats-Tsauri
berkata : “Zuhud terhadap dunia adalah membatasi keinginan untuk memperoleh dunia,
bukannya memakan makanan kasar atau mengenakan jubah dari kain kasar.
Sari as-Saqathy
menegaskan : “Allah SWT. menjauhkan dunia dari para auliya’-Nya, menjauhkan
dari makhluk-makhluk-Nya yang berhati suci, dan menjauhkannya dari hati mereka
yang dicintai-Nya lantaran Dia tidak memperuntukkannya bagi meraka.”
Zuhud disinggung
secara tidak langsung di dalam firman-Nya, (“Kami jelaskan yang demikian
itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan
supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu.”
(Qs. Al-Hadid :23). Sebab sang hamba tidak gembira atas apa yang dimilikinya di
dunia, dan tidak pula bersedih atas apa yang tiada dimilikinya.
Abu Utsman berkata
: “Zuhud alah hendaknya Anda meninggalkan dunia dan kemudian tidak peduli
dengan mereka yang mengambilnya.”
Syeikh Abu Ali
ad-Daqqaq mengatakan : “Zuhud adaah hendaknya Anda meninggalkan dunia
sebagaimana adanya. ia bukan berkata “Aku akan membangun pondok Sufi (ribath)
atau mendirikan masjid.”
Yahya bin Mu’adz mengatakan
: “Zuhud menyebabkan kedermawwanan berkenaan dengan hak milik, dan cinta yang
mengantarkan pada semangat kedermawanan.”
Ibnul Jalla’
berkomentar : “Zuhud adalah sikap Anda memandang dunia ini hina di mata Anda,
maka berpaling darinya akan menjadi mudah bagi diri Anda.”
Ibu Khafif berkata
: “Pertanda zuhud adalah adanya sikap tenang ketika berpisah dari harta milik.”
Dikatakannya pula : “Zuhud adalah ketidak senangan jiwa pada dunia, dan
melepaskan urusan hak milik itu.”
An-Nashr Abadzy
berkata : “Orang zuhud selalu asing di dunia dan seorang ahli ma’rifat )’arif)
adalah orang asing di akhirat.”
Dikatakan : “Bagi
orang yang benar-benar bersikap zuhud, dunia akan menyerahkan diri kepadanya
dengan penuh kerendahan dan kehinaan.” Oleh sebab itu, dikatakan : “Apabila
sebuah topi jatuh dari langit, ia akan jatuh di atas kepala seseorang yang
tidak menghendakinya.”
Al-Junayd
mengajarkan : “Zuhud adalah kekosongan hati dari sesuatu yang tangan tidak
memilikinya.”
Ulama salaf
berbeda pendapat soal zuhud. Sufyan ats-Tsaury; Ahmad bin Hanbal; Isa bin Yunus
dan lain-lainnya menegaskan bahwa zuhud di dunia berarti membatasi angan-angan
dan keinginan. Ungkapan sebagaimana mereka tegaskan, cenderung dipahami sebagai
faktor-faktor penyebab zuhud, sekaligus sebgai faktor pembangkit zuhud dan
makna esensial yang mencakup disiplin zuhud itu sendiri.
Abdullah ibnul
Mubarak berkomentar : “Zuhud adalah tawakkal kepada Alalh swt. dipadu dengan
kecintaan kepada kefakiran.
Syaqiq al-Balkhy
dan Yusuf bin Asbat juga mengatakan demikian. Jadi, ini juga merupakan satu
dari tanda-tandan zuhud, lantaran si hamba tidak mampu merelakan kecuali dengan
tawakkal kepada Allah swt.
Abdul Wahid bin
Zaid memberikan penjelasan : “Zuhud, adalah menjauhkan diri dari apa pun yang
memalingkan Anda dari Allah swt.”
Ketika AL-Junayd
bertanya soal zuhud, Ruwaym menjawab, “Zuhud adalah meremehkan dunia dan
menghapus bekas-bekasnya dari hati.”
As-Sary berkata :
“Kehidupan seorang zahid tidak akan baik apabila dirinya terpalingkan dari
kepedulian terhadap jiwanya, dan kehidupan seorang ‘arif tidak akan baik
apabila terlalu mementingkan jiwanya.”
Al-Junayd berkata
: “Zuhud adalah mengosongkan tangan dari harta dan mengosongkan hati dari
kelatahan.”
Ditanya tentagn
zuhud, asy-Syibli menjawab : “Zuhud adalah hendaknya Anda menjauhkan diri dari
segala sessuatu selain Allah swt.”
Yahya bin Mu’adz
berkata : “Tidak akan sempurna zuhud seseorang, kecuali memiliki tiga karakter
ini : Berbuat tanpa diserta keterikatan, berbicara tanpa disetai ambisi, dan
kemudian tanpa adanya kekuasaan atas orang lain.”
Abu Hafs
mengatakan : “Tidak ada zuhud kecuali dalam perkara yang halal, dan di dunia
ini tiada yang halal, karena tiada pula zuhud.”
Abu Utsman berkata
: “Allah swt. memberi seorang zahid sesuatu lebih daripada sekedar yang
diinginkannya, dan Dia memberikan sesuatu kepada hamba yang dicintai-Nya kurang
dari yang ia inginkan, Dia memberi hamba yang mustqim sesuai yang
diinginkannya.”
Yahya bin Mu’adz
berkata : “Orang zuhud adalah yang mengusik hidung Anda dengan bau cuka, tetapi
kaum ‘arif menyebarkan keharuman minyak kasturi.”
Hasan al-Bashry
berkata : “Zuhud di dunia, hendaknya Anda membenci muatan dan pendukungnya.”
Seseorang bertanya
kepada Dzun Nuun al-Mishry : “Kapan aya dapat menjauhkan diri dari dunia?” Daun
Nuun menjawab : “Ketika Anda menjauhkan diri dari Nafsu.”
Muhammad ibnul
Fadhl mengatakan : “Sikap memprioritaskan orang lain bagi kaum zuhud adalah
pada waktu mereka berkecukupan, sedangkan kaum ksatria adalah pada waktu sangat
membutuhkan.”
“Dan mereka mengutamakan
(orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam
kesusahan.” (Qs. Al-Hasyr : 9).
Al-Kattany
mengatakan : “Sesuatu yang tidak ditentang oleh orang Kufah, tidak oleh orang
Madinah, orang Irak, juga tidak oleh orang Syria, adalah zuhud terhadap dunia,
kedermawanan dan berdoa supaya ummat manusia mendapatkan kebaikan.” Artinya,
tidak seorang pun yang mengatakan bahwa hal-hal ini tidak terpuji.”
Seseorang bertanya
kepada Yahya bin Mu’adz : “Bilakah saya akan memasuki kedai tawakal, mengenakan
jubah zuhud dan duduk dalam majelis bersama kaum zuhud?” Yahya menjawab :
“Ketika Anda tiba pada suatu keadaan dalam olah ruhani (riyadhah) dalam diri
Anda secara rahasia, sehingga sampai pada batas ketika Allah memutuskan rezeki
kepada Anda sebelum tiga hari tidak merasakan lemah. Tetapi apabila tujuan ini
tidak tercapai, maka duduk di atas karpet kaum zuhud hanyalah kebodohan, dan
saya tidak dapat menjamin bahwa diri Anda tidak akan terhinakan di
tengah-tengah mereka.”
Bisyr al-Hafi
menegaskan : “Zuhud adalah seorang raja yang tidak menempati suatu tempat
selain hati yang kosong.”
Muhammad ibnul
Asy’ats al-Bikandy berkata : “Barangssiapa berbicara tentang zuhud dan menyeru
manusia kepada zuhud disamping juga menginginkan sesuatu yang mereka miliki,
maka Allah swt. akan melepaskan kecintaan pada akhirat dari hatinya.”
Dikatakan :
“Manakala seoarang hamba menjauhkan diri dari dunia, maka Allah swt.
mempercayakan dirinya kepada malaikat yang menanamkan kebijaksanaan di dalam
hatinya.”
Seorang ‘Sufi
ditanya : “Mengapa Anda menolak dunia>” Ia menjawab : “Karena ia telah
menolakku.”
Ahmad bin Hanbal
memberikan penjelasan : “Ada tiga macam zuhud : Bersumpah menjauhi
perkara yang haram adalah zuhud kaum awam; Bersumpah menjauhi sikap
berlebih-lebihan dalam perkara yang halal adalah zuhud kaum terpilih (Khawash),
dan bersumpah menjauhi apa pun yang memalingkan sang hamba dari Allah swt.
adalah zuhud kaum ‘Arifin.”
Syeikh Abu Ali
ad-Daqqaq menuturkan : “Salah seorang Sufi ditanya : “Mengapa Anda menolak dunia
?” Dijawab sang Sufi : “Karena aku menarik diri dari kemewahan dan menolak
menginginkannya barang sedikit pun.”
Yahya bin Mu’adz
berkata : “Dunia ini bagaikan pengantin wanita. Orang yang menerimanya akan
membelai rambutnya penuh kelembutan. Sedang bagi si zahid, di dalamnya akan
tampak kusam, mengacak-acak rambutnya, dan membakar gaunnya. Kaum ‘Arifin,
senantiasa sibuk dengan Allah swt. tidak sedikit pun menoleh pada sang
pengantin wanita.”
As-Sary berkata :
“Aku melaksanakan seluruh aturan zuhud dan dianugerahi segala sesuatu yang
kuminta dalam doa, keculai zuhud terhadap masyarakat. Aku belum mencapai ini,
dan aku pun belum sanggup menanggungnya.”
Dikatakan : “ Kaum
zuhud teleh mengucilkan diri dan berkumpul hanya dengan sesama mereka saja,
sebab mereka menjauhi nikmat-nikmat sementara, demi nikmat-nikmat yang abadi.”
An-Nashr Abadzy
berkomentar : “Zuhud adalah memelihara darah kaum zahidin dan menumpahkan darah
kaum ‘Arifin.”
Hatim al-Asham
mengatakan : “Kaum zuhud menghabiskan isi dompetnya sebelum dirinya, dan orang
yang berperilaku zuhud menghabiskan dirinya sebelum dompetnya.”
Al-Fudhailbin
‘Iyadh berkata : “Allah swt. menempatkan seluruh kejahatan dalam satu rumah dan
menjadikan kecintaan kepada dunia sebagai kuncinya. Dia amenempatkan seluruh
kebaikan di rumah yang lain dan menjadikan zuhud sebagai kuncinya.
Silahkan Bagikan Artikel ini
Mohon Maaf, Kepada Semua Sahabat, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih.**** Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar(Cara Download) dibawah postingan. Apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada, kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.