بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
TERJEMAH KITAB
RISALATUL-QUSYAIRIYYAH
Karya:
As-Syeikh Al-Imam Abul Qasim Abdul Karim Hawazin Al Qusyairi An Naisaburi
BAB TIGA.
TAHAPAN-TAHAPAN (MAQAMAT) PARA PENEMPUH JALAN “SUFI”
4.
T A Q W A
Allah berfirman :
“Sesungguhnya orang yang paling mulia
di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu.”
(Qs. Al-Hujarat :13).
Diriwayatkan oleh Abu Sa’id ak-Khudry,
bahwa seseorang menghadap Nabi saw. dan berkata : “Wahai Rasulullah, nsehatilah
saya!.” Beliau menjawab :
“Engkau harus mempunyai ketakwaan
kepada Allah, karena ketakwaan adalah kumpulan seluruh kebaikan. Engkau harus
melaksanakan jihad, karena jihad adalah kerahiban kaum Muslimin. Dan engkau
harus dzikir kepada Allah, karena dzikir adalah cahaya bagimu.” (H.r. Ibnu
Dharies, dari Abu Said).
Anas r.a. meriwayatkan, seseorang
bertanya kepada rasulullah saw. “Siaakah keluarga Muhammad?” Beliau menjawab
“Setiap orang yang takwa.”
Takwa merupakan kumpulan seluruh
kebaikan, dan hakikatnya adalah seseorang melindungi dirinya dari hukum Tuhan
dengan ketundukan kepada-Nya. Asal-Usul taqwa adalah menjaga dari syirik, dosa
dan kejahatan, dan hal-hal yang meragukan (syubhat), serta kemudian
meninggalkan hal-hal utama (yang menyenangkan).
Menurut Syeikh Abu Ali ad.-Daqqaq r.a.
masing-masing bagian tersebut memiliki bab tersendiri. Dan dinyatakan di dalam
tafsir menganei firman Allah swt. “Bertakwalah kepada Allah dengan
sebenar-benar takwa kepada-Nya.” (Qs. Ali Imran : 102), ayat ini mempunyai
makna bahwa Dia harus dipatuhi dan tidak ditentang, diingat dan tidak
dilupakan, dan bahwa kita harus bersyukur kepada-Nya, dan tidak mengufuri-Nya.
Sahl bin Abdullah menegaskan : “Tiada
penolong sejati selain Allah; tidak satu pun pembimbing yang sebenarnya selain
Utusan Allah; tak satu pun perbekalan yang mencukupi selain takwa, dan tidak
satu pun amal yang langgeng keteguhannya selain bersabar.
Al-Jurairy mengatakan : “Dunia dibagi
secara adil sesuai dengan cobaan, dan akhirat dibagi secara adil sesuai dengan
takwa.”
AL-Jurairy mengatakan : “Orang yang
belum menjadikan taqwa dan muraqabah sebagai hakim, antara dirinya dan Tuhan
tidak akan memperoleh musyafah dan musyahadah.”
An-Nashr Abadzy menjelaskan : “Taqwa
adalah bahwa hamba waspada terhadap segala sesuatu selain Allah swt. Barangsiapa
menginginkan takwa yang sempurna, hendaknya menghindari setiap dosa. Siapa pun
yang teguh dalam taqwa akan merindukan pepisahan dengan dunia, karena Allah swt
berfirman : “Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi
orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya.” (Qs. Al-An’am
:32).
Sebagian Sufi berkata : “Tuhan
menjadikan berpaling dari dunia dengan mudah bagi orang yang benar-benar
bertaqwa.” Abu Abdullah ar-Rudzbary mengatakan : “Takwa adalah menghindarkan
diri dari segala sesuatu yang menjadikan diri jauh dari Allah swt.”
Dzun Nuun al-Mishry mengatakan : “Orang
yang bertakwa kepada Allah adalah orang yang tidak menodai aspek lahirian
dirinya dengan sikap keras kepala, tidak pula aspek batiniahnya dengan
alamat-alamat keruhanian. Ia berdiri di sisi Allah dalam keadaan selaras.”
Abul Hasan al-Farisy berkata : “Takwa
mempunyai dimensi lahir dan batin. Dimensi lahir adalah pelaksanaan syariah, dan
aspek batinnya adalah niat dan mujahadah.”
Dzun Nuun membacakan baris-baris sejak
berikut :
Tak ada kehiduan
Selain bersama mereka
Yang hatinya mendambakan takwa
Dan yang istirahat dalam dzikir
Tentram dalam ruh keyakinan
Seperti anak menyusu di pangkuan
ibunya.
Dikatakan : “Takwa seseorang ditandai
oleh tiga sikap yang baik : Tawakal terhadap apa yang belum dianugerahkan,
berpuasa diri dengan apa yang telah dianugerahkan, dan bersabar dalam
menghadapi milik yang hilang.”
Thalq bin Habib menjelaskan : “Takwa
adalah bertindak sesuai dengan ketundukan kepada Allah sesuai dengan cahaya
Allah swt.”
Abu Hafs mengatakan : “Takwa adalah
sikap seseorang membatasi dirinya terhdap hal-hal yang jelas diperbolehkan,
hanya itu.”
Abu Husyn az-Zanjany mengatakan :
“Barangsiapa yang modal hartanya adalah takwa, ia akan lelah menghitung
labanya.”
Al-Wasithy menegaskan : “Takwa adalah
sikap seseorang menjauhi ketakwaannya; artinya menghindari kesadaran akan
taqwa. Contoh orang yang bertakwa adalah Ibnu Sirin. Suatu saat Ibnu Sirin
membeli empat puluh kaleng mentega. Ketika salah seorang membantunya
menyingkirkan seekor tikus dari salah satu gucinya, Ibnu Sirin bertanya
kepadanya, “Guci mana yang darinya tikus itu kamu singkirkan? Ia menjawab :
“Saya tidak tau! Selanjutnya Ibnu Sirin memutuskan mengosongkan semua guci
dengan menuang seluruh mentega ke atas tanah. Contoh orang saleh adalah Abu
Yazid al-Bisthamy. Pada suatu hari ia membeli kunyit jingga di Hamadhan. Ia
menjumpai hanya sedikit kunyit-jingga, dan ketika kembali ke Bistham,
ditemukannya dua ekor semut di kunyit tersebut. Maka, ia kembali ke Hamadhan
dan melepaskan kedua semut itu.”
Abu hanifah tidak pernah mau berteduh
di bawah kerindangan pohon milik orang yang gberhutang kepadanya. Ia
menjelaskan, “sebuah hadits menyatakan :
“Setia hutang yang pengembaliannya
disertai kelebihan adalah riba” (Riwayat al-Ajluni, namun as-Suyuti menganggap hadits
ini dha’if).
Abu Yazid sedang mencuci jubah di luar
kota bersama seorang sahabat, ketika sahabatnya berkata : “Kita jemur jubah di
dinding pagar kebun buah itu.” Abu Yazid menjawab : “Jangan menancapkan paku di
dinding orang.!” Sahabatnya menyarankan : “Jemur saja di atas pohon.” Abu Yazid
menjawab : “Aku khawatir ia akan menyebabkan cabang-cabangnya patah.” Ia
berkata : “Bentangkanlah ia di atas rerumputan!” Abu Yazid menjawab :
“Rerumputan itu makanan hewan ternak. Jangan kita menutupi dengan jubah
ini!>” Selanjutnya, ia menghadapkan punggungnya hingga satu sisi jubahnya
mengering, lantas membalik sisi yang lain hingga mengering pula.
Dikisahkan, pada suatu hari Abu Yazid
memasuki masjid dan menancapkan tongkatnya ke tanah. Tongkat itu roboh dan
menimpa tongkat seseorang yang berusisa lanjut, yang juga menancapkannya di
tanah, dan menyebabkan tongkat orang tersebut roboh. Orang tua itu membungkuk,
lalu mengambil tongkatnya. Abu Yazid pergi ke rumah orang tua tersebut dan
minta maaf kepadanya, dengan mengatakan : “Anda tentu merasa terganggu
disebebkan oleh kelalaian saya, ketika Anda terpaksa membungkuk.
Utbah al-Ghulam tampak bercucuran
keringat di musim dingin. Ketika orang-orang di sekitarnya menanyakan hal itu
kepadanya, ia memberikan penjelasan. “Ini adalah tempat di mana aku telah
bermaksiat kepada Allah swt.” Ketika diminta memberikan penjelasan lebih
lanjut, ia mengatakan : “Aku mengambil sebongkah lempung dari dinding ini,
supaya tamuku dapat membersihkan tangan dengannya, tetapi aku tidak meminta
izin terlebih dahulu kepada pemilik dinding ini.”
Ibrahim bin Adham berkaa : “Pada suatu
malam aku menggisi waktu di bawah kubah Masjid Kubah Batu Karang di Baitul
Maqdis. Di tengah malam sepi turun dua malaikat. Malaikat pertama bertanya
kepada sahabatnya : “Siapakah orang yang berdiam di sini? Sahabatnya menjawab :
“Ibrahim bin Adham.” Malaikat pertama itu berkata : “Inilah orang yang
derajatnya telah diturunkan Allah swt. satu tingkat! Maka, Malaikat ke dua
bertanya : “Mengapa? Ia menjawab : “Karena ketika ia membeli sedikit kurma di
Nashrah, sebutir kurma bercampur menjadi satu dengan kurma yang dibelinya, ia
tidak mengembalikan kepada pemiliknya.”
Kemudia Ibrahim melaporkan : “Aku
berangkat ke Bashrah, membeli kurma dari orang tersebut, dan menjatuhkan se butir
kurma ke dalam kurma-kurma miliknya. Aku kembali ke Yerusalem dan dan mengisi
malam hariku di Masjid Kubah Batu Karang. Ketika sebagian malam
berlalu, aku melihat dua malaikat turun dari langit, dan malaikat yang satu
bertanya kepada sahabatnya : “Siapakah orang yang berdiam di sini? Sahabatnya
menjawab : “Ibrahim bin Adham.” Malaikat yang bertanya berkata lagi : “Ini
adalah orang yang telah dikembalikan dan dinaikan derajatnya oleh Allah swt.”
Dikatakan bahwa takwa mempunyai
bermacam-macam aspek; bagi kaum awam taqwa adalah menghindari syirik, bagi kaum
terpilih (khawash) adalah menghindari dosa-dosa, bagi para auliya’ adalah
menghindari ketergantungan pada amal, dan bagi para Nabi menghindari
menisbatkan amal kepada selain Allah swt. Sebab taqwa mereka datang dari-Nya
dan kembali kepada-Nya.
Amirul Mukminin Ali bin Abu Thalib r.a.
berkata : “Kaum termulia di dalam dunia adalah kaum dermawan dan yang paling
mulia di akhirat adalah kaum yang taqwa.”
Diriwayatkan oleh Abu Umamah, bahwa
Nabi. Saw. menegaskan :
“Apabila seseorang menatap kecantikan
seorang wanita dan kemudian menundukkan matanya setelah tatapan pertama, maka
Allah menjadikan tindakannya itu suatu ibadat yang rasa manisnya dirasakan oleh
hati orang yang melakukannya.” (Hr. Ahmad dalam Musnad-nya).
Al-Junayd sedang duduk-duduk bersama
Ruwaym, Al-Jurairy dan Ibnu Atha’. Al-Junayd berkata : “Seseorrang tidak akan
selamat kecuali bila berlindung secara ikhlas kepada Allah.” Allah swt.
berfirman : “Dan terhadap tiga orang yang tidak ikut serta (berjihad), hingga
ketika bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa
mereka pun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah
mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya
saja. Kemudian Allah menerima tobat mereka agar mereka tetap dalam tobatnya.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.” (Qs. At-Taubah
:118).
“Dan Allah menyelamatkan orang-orang
yang bertaqwa kaena kemenagan mereka, mereka tiada disentuh oleh azab (neraka
dan tidak pula) mereka berduka cita.” (Qs. Az-Zumar :61).
Al-Jurairy berkata : “Seseorang akan
selamat hanya dengan tekun beribadat. Allah swt. berfirman : “.... (yaitu)
orang-orang yang memenuhi janji Allah dan tidak merusak perjanjian.” (Qs.
Ar-Ra’ad :20).
Ibnu Atha’ menegaskan : “Seseorang akan
tidak selamat kecuali dengan sikap malunya di hadapan Allah swt. Allah swt.
berfirman : “Tidakkah ia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat segala
perbuatannya.” (Qs. Al’Alaq :14). “Bahwa sanya orang-orang yang telah ada untuk
mereka ketetapan yang baik dari kami, mereka itu dijauhkan dari neraka.: (Qs.
Al-Anbiya :101).
Dikatakan, seseorang tidak akan selamat
kecuali dengan pilihan yang telah ditetapkan atas dirinya. Allah swt. berfirman
: “Dan kami telah memilih mereka (untuk menjadi Nabi-nabi dan Rasul-rasul) dan
Kami menunjuki mereka ke jalan yang lurus.” (Qs. Al-An’am :87).
Silahkan Bagikan Artikel ini
Mohon Maaf, Kepada Semua Sahabat, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih.**** Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar(Cara Download) dibawah postingan. Apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada, kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.