بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
Misykat Al-Anwar
Allah Adalah Cahaya Langit dan Bumi
Mata
Lahiriah (Indrawi) dan Mata Hati
Ketahuilah bahwa cahaya mata atau
cahaya penglihatan memiliki berbagai kelemahan. Ia dapat melihat benda-benda
lain, tetapi tidak dapat melihat dirinya sendiri. Ia juga tidak dapat melihat
sesuatu yang amat jauh ataupun yang amat dekat, atau benda-benda yang berada di
balik selubung. Ia hanya dapat melihat permukaan sesuatu dan bukan bagian
dalamnya. Ia hanya dapat melihat sebagian dari maujud, bukan keseluruhannya.
Sesuatu yang terbatas saja dan bukan sesuatu yang tak terbatas. Banyak
kesalahan yang dilakukannya pada waktu melihat sehingga sesuatu yang besar
tampak kecil dalam penglihatannya, sesuatu yang jauh tampak dekat, sesuatu yang
diam tampak bergerak, dan sesuatu yang bergerak tampak diam. Inilah tujuh macam
kekurangan yang tak terlepas dari mata lahiriah. Maka dari itu, kalau ada
“mata” diantara berbagai mata yang terlepas ketujuh kelemahan ini, tidaklah
sepatutnya kepada “mata” itu diberikan nama cahaya? Kini, dapatlah diketahui
bahwa di dalam diri manusia terdapat “mata” yang memiliki sifat kesempurnaan
ini.
Adakalanya ia dinamakan ‘aql
(akal), ruh atau nafs (jiwa) manusia. Akan tetapi sebaiknya kita lewati saja
istilah-istilah ini, karena banyaknya istilah akan menimbulkan berbagai makna
pada diri orang yang lemah penglihatan hatinya.
Adapun yang kita maksudkan adalah “makna yang
membedakan antara orang dewasa berakal dan bayi yang masih menyusu, dan
binatang dan orang gila.”
Kita sebut saja istilah ini
dengan “akal” mengikuti peristilahan umum yang berlaku. Yang penting ialah
bahwa akal lebih patut memperoleh sebutan “cahaya” daripada mata lahiriah.
Tidak lain, karena ia memiliki kemampuan mengatasi ketujuh kelemahan itu, yakni
:
Kelemahan pertama, mata
tidak dapat melihat dirinya, tetapi akal mencerap dirinya dan juga sesuatu yang
di luar dirinya. Akal dapat mencerap dirinya , yaitu dengan dengan pencerapan
tentang dirinya sebagai “yang memmiliki pengetahuan dan kemampuan”, dan
ia mencerap “pengetahuan yang dimilikinya”, “pengetahuan tentang pengetahuan
yang dimilikinya tentang dirinya”, “pengetahuan tentang pengetahuan
tentang pengetahuan yang dimilikinya tentang dirinya”, dan seterusnya
sam;ai tak terhingga.
Ini merupakan kekhasan yang sama
sekali tak dapat dimiliki oleh benda-benda lain yang mencerap dengan
mempergunakan suatu sarana lahiriah seperti mata. Namun di balik itu, ada
rahasia yang memerlukan uraian amat panjang.
Kelemahan yang kedua, mata tidak
dapat melihat sesuatu yang terlalu dekat atau terlalu jauh darinya, tetapi bagi
akal, dekat dan jauh tidak ada bedanya. Dalam sekejap mata, akal bisa naik ke
langit tertinggi, dan pada kejapan berikutnya, ia meluncur turun ke permukaan
bumi. Bahkan jika telah mencapai hakikat segala sesuatu, tersingkaplah baginya
bahwa kedekatan dan kejauhan tak kan datang mengelilingi kediriannya seperti
yang terjadi pada benda-benda materi. Hal ini merupakan contoh dari samudra
luas sifat-sifat kebesaran Allah. Sedangkan contoh takkan terlepas sama sekali
daripada memiliki kemiripan dengan aslinya sekalipun tidak akan mencapai
puncak derajat yang sama dengan aslinya itu.
Hal ini mungkin membuat Anda berpikir untuk
memahami makna yang benar dari sabda Nabi Saw :
“Allah menciptkan Adam menyerupai
citra-Nya.”
Akan tetapi, kukira bukan
waktunya pada kesempatan ini untuk mengarungi lautan masalah tersebut.
Kelemahan ketiga, mata tidak
dapat mencerap sesuatu yang berada di balik hijab, tetapi akal dapat bergerak
bebas, bahkan di sekitar ‘arasy (singgasana Ilahi), kursiy dan segala sesuatu
yang berbeda di balik selubung lelangit, dan di sekitar para penghuni alam
tertinggi serta ‘alam malakut, sama bebasnya seperti di alam dunianya
sendiri, yakni kerajaannya yang dekat dan khusus baginya. Bahkan,
hakikat-hakikat segala sesuatu tidak akan ter-hijab (terdinding) bagi akal.
Pada kenyataannya, hijab bagi akal hanyalah di saat ia meng-hijab dirinya
sendiri dengan sifat dan cara yang sama seperti mata menutup dirinya sendiri
ketika mengatup pelupuknya. Hal ini akan Anda ketahui secara lengkap pada
bagian ketiga buku ini.
Kelemahan keempat, mata
hanya dapat mencerap bagian luar serta bagian permukaan segala sesuatu dan
bukan bagian dalamnya, bahkan hanya kulit dan bentuknya, dan bukan
hakikat-hakikatnya. Sedangkan akal mempu menerobos bagian dalam segala sesuatu
dan rahasia-rahasisanya, mencerap hakikat-hakikat dan ruh-ruhnya, menyimpulkan
sebab-sebab, sifat-sifat dan hukum-hukumnya, darimana ia berasal, bagaimana
penciptaannya, atas berapa bentuk makna ia tersusun, apa martabat dan
kedudukannya dalam wujud, betapa hubungannya denga makhluk-makhluk lainnya, dan
masih banyak lagi materi bahasan seperti ini yang menjadi amat panjang bila
diuraikan. Oleh karena itu, sebaiknya diringkas saja.
Kelemahan yang ke lima, mata
hanya dapat melihat sebagian kecil dari maujuda (segala sesuatu yang ada). Ia
tidak mampu menjangkau yang ma’qul dan mahasus (yang dapat dijangkau oleh akal
dan perasaan) semuanya, yang berada di luar penglihatannya. Ia juga tidak dapat
bunyi-bunyian, bau-bauan, rasa makanan, panas dan dingin ataupun menyamai
berbagai daya cerap lainnya, yakni daya pendengaran, penciuman dan perasaan.
Demikian pula perasaan-perasaan
kejiawaan, seperti gembira, senang, sedih, gelisah, bimbang, nyeri, bahagia,
cinta, rindu, kemampuan, kemauan, pengetahuan, dan aneka ragam maujudat lainnya
yang tak terhitung banyaknya. Jadi, mata mempunyai jangkauan yang sempit, ruang
lingkupnya terbatas, tidak mampu melampaui batas alam warna dan bentuk, yang
notabene merupakan kemaujudan paling rendah. Sebab, jism-jism (benda-benda)
merupakan bagian terendah dari segala maujuda, yakni segala yang ada di alam
ini, substansi dan aksidennya. Adapun bentuk dan warna hanya merupakan ‘aradh
(aksiden) terendah dan maujudat, sedangkan seluruh maujudat adalah bidang
jangkauan akal, disebabkan ia dapat mencerap semua maujudat yang telah kami
sebutkan; dan yang belum kami sebutkan, lebih banyak lagi. Dengan demikian,
akal mampu berkiprah dan memberikan penilaiannya pada semua itu dengan penuh
keyakinan dan kepastian, sehingga rahasia-rahasia dan makna-makna tersembunyi,
tampak jelas baginya.
Nah, betapa mungin mata lahiriah
bisa menyamai akal dalam kepatutannya untuk menyandang nama cahaya? Tidak! Mata
mungkin saja adalah “cahaya” bila dibandingkan dengan sesuatu lainnya. Tapi ia
sesungguhnya adalah “kegelapan” bila dibandingkan dengan akal, bahkan ia adalah
satu di antara banyak mata-mata (spion) yang ditugaskan oleh akal untuk
mengawasi khazanahnya yang paling rendah, yaitu khazanah warna-warna dan
bentuk-bentuk, agar ia (mata) melaporkan berita-berita itu semua, sehingga akal
dapat menetapkan penilaiannya dengan pikirannya yang tajam dan keputusan yang
berlaku. Demikian pula, perasaan indra lainnya, adalah spion-spion akal
berkenaan dengan berbagai khayalan, pikiran, perkiraan, ingatan dan hafalan. Di
belakang itu smua, masih ada “pelayan=pelayan” dan “tentara-tentara” yang
tunduk patuh pada perintahnya di dunianya yang sekarang.
Diperalatnya mereka
itu semua sebagaimana seorang raja memaksa dan memperalat hamba-hamba
sahayanya, bahkan lebih dari itu. Uraian tentang itu amat panjang dan telah
kami berikan dalam bab Keajaiban Ilmu dari Kitab Ihya Ulumuddin.
Kelemahan ke enam, yaitu bahwa
mata tidak mampu melihat sesuatu yang tak terhingga (yang tidak ada
batasnya) sebab ia hanya melihat sifat-sifat benda-benda yang dikenal,
sedangkan benda-benda tidak mungkin kecuali memiliki batas. Adapun akal dapat
mencerap hal-hal yang ma’qul (yang dapat dipikirkan), sedangkan pikiran-pikiran
adalah sesuatu yang – tentunya – tak terhingga.
Memang, bila akal memperhatikan
ilmu-ilmu yang telah diketahuinya, sudah tentu apa yang telah diraihnya sampai
sekarang adalah terbatas, tetapi ia pun memiliki kekuatan untuk mencerap
sesuatu lainnya yang tak terbatas atau tak terhingga. Uraian tentang ini amat
panajng, tapi bila Anda ingin, ambillah sebuah contoh di bidang ilmu hitung.
Akal dapat menguasai pengetahuan mengenai bilangan-bilangan yang tak terbatas.
Ia menguasai kelipatan dua, tida dan bilangan lainnya yang tak ada batasnya. Ia
juga dapat mencerap berbagai hubungan dan kaitan antara bilangan-bilangan yang tak
ada batasnya. Bahkan, ia mencerap “pengetahuan dirinya tentang sesuatu”,
“pengetahuannya tentang pengetahuan dirinya tentang sesuatu”, serta
“pengetahuannya tentang pengetahuan dirinya tentang sesuatu”. Kemampuannya
dalam hal ini pun tak berhenti pada suatu akhir ......!
Kelemahan ke tujuh, yaitu
bahwa mata mencerap sesuatu yang besar seakan kecil. Ia melihat matahari
sebesar bola dan bintang-bintang serupa dengan dinar-dinar berserakan di atas
hamparan permadani biru, sedangkan akal menyadari bahwa bintang dan matahari
berlipat kali jauh lebih besar dari bumi. Mata melihat bintang-bintang berhenti
di tempatnya, juga bayang-bayang matahari di hadapannya diam tak bergerak, dan
tubuh anak kecil tetap pada ukurannya. Sedangkan akal mengetahui bahwa bocah itu
bergerak tumbuh dan terus bertambah besar, bayang-bayang bergerak terus menerus
dan bintang-bintang berjalan bermil-mil di setiap saat.
Seperti ketika Nabi
Saw., bertanya kepada Jibril : “Apakah matahari telah bergerak dari pertengahan
langit?” Jibril menjawab : “tidak; ya” Rasulullah bertanya : “Bagaimana?” Jawab
Jibril “Sejak ucapanku tidak’, sampai ‘ya’, matahari telah bergerak sejauh
perjalanan lima ratus tahu.”.
Banyak sekali kesalahan
penglihatan mata, sedangkan akal terhindar daripadanya. Seandainya Anda berkata
:
“Telah Kami singkap tirai yang
menutupimu ............. kini penglihatanmu amat tajam! (QS. Qaf – 50 : 22).
Tirai itu tidak lain adalah tirai
khayal dan wahm (persangkaan) palsu. Pada saat itulah orang yang telah
terkelabui oleh prasangakaan, kepercayaan dan khayalan yang palsu berkata :
“Wahai Tuhan kami, kini kami
telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami ke dunia agar dapat
beramal saleh. Kini kami telah menjadi orang-orang yang yakin ..... (QS.
Al-Sajdah : 32 – 12).
Dengan ini Anda telah mengetahui
bahwa --- sesungguhnya --- “mata” lebih utama menyandang nama “cahaya” daripada
cahaya yang biasa dikenal dan dirasakan. Kemudian Anda mengetahui pula bahwa
akal lebih utama dengan nama cahaya daripada mata. Bahkan di antara keduanya
terdapat perbedaan tingkatan yang demikian besarnya, sehingga membolehkan kita
berkata bahwa “akal” – lah yang lebih utama, bahkan sebenarnya lebih berhak
menyandang nama “cahaya”.
Kembali Ke Bab satu
Silahkan Bagikan Artikel ini
Mohon Maaf, Kepada Semua Sahabat, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih.**** Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar(Cara Download) dibawah postingan. Apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada, kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.