بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
Terjemah Kitab
“Fihi ma Fihi”
Cara
Yang Mengenal Dirinya – Yang Mengenal Tuhannya
Karya: Jalaluddin Rumi
SEBELAS
KOMUNIKASI
DALAM CINTA : KOMUNIKASI PALING RAHASIA
Perkataan
“hati mengungkapkan persaksian yang serupa” merujuk pada komunikasi yang tidak
diaktakan secara terbuka. Ketika hati berkomunikasi secara langsung satu dengan
lainnya, apa perlunya kata dan lidah?
“Ya”,
kata raja muda, “tentu hati memberikan persaksian, tetapi fungsinya berbeda
dari telinga, mata, atau pun lidah. Ada keperluan yang berbeda untuk
masing-masing agar manfaat yang didapat lebih besar.”
Apabila
hati benar-benar telah terserap, maka segala yang lain lenyap di dalamnya, dan
tak ada lagi kebutuhan pada lidah. Layla bukanlah ruh murni, dia darah dan
daging. Mencintainya berarti mendesak kekuatan penyerapan pada Majnun sampai
dia tidak perlu melihat dengan matanya atau mendengar suaranya karena Layla
dianggap tidak terpisahkan dari dirinya.
Citramu
berada di dalam mataku; namamu pada bibirku
Pikiran
tentang engkau bersemayam di dalam hatiku
Di
mana lagi aku perlu menulis?
Makhluk
badaniah seperti manusia memiliki kemampuan tertntu, sehingga mencintainya bisa
membuat seseorang memasuki suatu wilayah dimana dia tidak menyadari
keterpisahan antara dia dengan yang dicintainya.
Seluruh perasaan, penglihatan, pendengaran,
penciuman, dan lain-lain terserap ke dalam yang dicintainya, sampai tidak ada
anggota tubuhnya yang membutuhkan rangsangan indrawi yang lain. Hal ini terjadi
karena dia melihat segala sesuatu “melebur” dan menganggap segala sesuatu
“hadir”.
Apabila salah satu anggota yang kita sebut
tadi menemukan kebahagiaan sempurna, seluruh anggota lain akan terserap ke
dalam keterposanaan orang itu dan tidak akan mencari rangsangan lain. Ketika
organ indra mencari rangsangan secara terpisah, ini menunjukkan belum terjadi
penyatuan sebagaimana dapat terjadi – tetapi hanya menemukan sebgian pemenuhan.
Ketika
satu indra belum terserap seluruhnya, indera lain mencari kepuasannya sendiri
secara terpisah. Pada hakikatnya anggota pancaindra adalah keseluruhan, tetapi
dalam bentuknya mereka merupakan bagian-bagian yang terpisah.
Ketika satu oragan terserap, yang lainnya ikut
terserap ke dalam organ itu. Seperti lalat : ketika terbang sayapnya bergerak,
kepalanya bergerak, semuanya bergerak. Ketika menghirup madu, seluruh organnya
sepakat berhenti bergerak. “Keterserapannya” membuat dia tidak sadarkan diri
dan tidak lagi melakukan pengerahan tenaga, gerakan atau pun perubahan.
Gerakan apa pun yang muncul dari orang
tenggelam tidak benar-benar dari dia, tetapi dari air. Apabila dia masih mampu
berteriak “Tolong aku tenggelam” maka dia tidak dapat dikatakan tenggelam.
Ungkapan
“Aku adalah Tuhan” bukanlah pengakuan atas keagungan. Melainkan suatu
kerendahan hati yang total. Seseorang yang berkata “Aku adalah hamba Tuhan”
menyebutkan dua keberasaan, dirinya dan Tuhan. Sedangkan ungkapan “Aku adalah Tuhan”
berarti peniadaan diri, yakni dia menyerahkan keberadaan dirinya sebagai
kekosongan (non-ekssistensi). Dikatakan “Aku adalah Tuhan” bermakna : “Aku
tidak ada, segala sesuatu adalah Dia. Keberadaan adalah Tuhan sendiri, aku
bukan keberadaan sama sekali; bukan apa-apa.” Pernyataan ini begitu luar biasa,
lebih dari pengakuan terhadap keagungan apa pun. Sayangnya, banayak yang tidak
memahami.
Ketika manuisa menyadari penghambaannya kepada
Tuhan, dia sadar atas perbuatannya sebagai hamba. Penghambaan ini bisa jadi
memang ditujukan pada Tuhan. Namun dia masih memandang diri dan perbuatannya
setara dengan melihat Tuhan. Ini berarti dia tidak “tenggelam”; tenggelam
adalah dia yang dalam dirinya tidak memiliki gerakan atau perbuatan, kecuali
digerakkan oleh perubahan air.
Seekor
singa menangkap rusa. Rusa berusaha melarikan diri dari singa. Ada dua
keberadaan di sana, singa dan rusa. Ketika singa menangkap rusa dan rusa
pingsan dalam ancaman cakar singa, maka yang tersisa hanya keberadaan singa;
rusa jadi terlenyapkan.
“Terserapnya”
orang suci ialah bahwa Tuhan menyebabkan mereka menakuti Dia denegan ketakukan
yang berbeda dari ketakutan manusia terhadap singa, harimau dan tiran.
Dia
mengungkapkan rasa takut itu dari Tuhan, keamanan dari Tuhan, kesenangan dan kemudahan
juga dari Tuhan, dan keniscayaan kehidupan hari demi hari dari Tuhan. Pada
orang suci, Tuhan menjelma dalam bentuk khusus dan bijaksana : dapat dilihat
dengan mata , seperti halnya singa, harimau, atau api. Nyata bagi orang suci
bahwa bentuk singa mau pun harimau yang dilihatnya bukanlah dari dunia ini,
melainkan sebagai bentuk “sempurna” yang telah diberikan secara alami.
Tuhanlah yang mengunkapkan diri-Nya dalam
bentuk keindahan yang mempesonakan. Taman Unta bidadari, rumah mewah, makanan
dan minuman, pakaian kebesaran, kota besar, rumah, dan berbagai keajaiban sama
nilainya.
Orang
suci tahu betul bahwa iada satu pun yang berasal dari dunia ini. Tuhanlah yang
membuat mereka terlihat dengan memberi bentuk dan pakaian.
Dia
benar-benar mengetahui bahwa rasa takut berasal dari Tuhan, keamanan dari
Tuhan, dan seluruh ketenteraman serta keindahan dari Tuhan. Sekarang, meskipun
“ketakutan” orang suci tidak serupa dengan ketakutan biasa, tapi dapat sekilas
dilihat melalui ketakutan biasa. Itu dapat dibuktikan secara logika.
Konsep
tentang apa pun yang berasal dari Tuhan diberikan Tuhan. Para Filosof
mengatakan hal ini. Namun mereke mengetahuinya dari pembuktian logika, sedang
bukti logika sama sekali tidak memiliki keabadian.
Apabila
engkau menguraikan argumen logika kepada seseorang, dia akan gembira dan senang
terhadap hal itu; tetapi ketika kenangan terhadap itu hilang, maka kegembiraan
dan kesenangan terhadap hal itu hilang juga. Sebagai contoh, seseorang bisa
mengetahui melalui bukti logika bahwa rumah ada yang mambuat; bahwa pembuat
memiliki mata dan tidak buta. Dia pasti kuat dan tidak lemah. Dia ada dan bukan
tidak ada. Dia hidup dan tidak mati. Baru saja dia memiliki pengalaman membuat
rumah. Seluruh hal ini dapat diketahui, seseorang melalui bukti-bukti logika.
Tetapi bukti ini tidak abadi, sebab dengan cepat terlupakan.
Ketika
“pencinta” pada satu sisi, melakukan penghambaan, mengetahui Pencipta, melihat
dengan Mata Ketentuan, membuka roti dan bergaul bersama-sama, maka Pencilta
tidak pernah beranjak dari pencitraan dan penglihatan mereka. Manusia seperti
itu telah “hilang” ke dalam Tuhan; dengan salam kepada orang itu, dosa bukanlah
dosa dan kejahatan bukanlah kejahatan. Orang-orang itu telah dikuasai dan
dileburkan.
Raja
suatu saat memerintahkan setiap budaknya memegang sebuah gelas minum emas untuk
tamu yang datang. Bahkan budak kesayangannya dia perintahkan memegang gelas
minuman itu. Tetapi ketika raja sendiri muncul, budak itu, karena mabuk
pandangan raja, pingsan dan menjatuhkan gelas minum hingga hancur
berkeping-keping.
Melihat
ini, yang lain berkata, “Barangkali ini yang mesti kita lakukan. “Dan mereka
semua sungguh-sungguh melemparkan gelas minuman. Raja memarahi dan bertanya
kenapa mereka melakukan hal itu.
“Karena
kesayanganmu melakukannya,” mereka menjawab.
“Engkau
bodoh,” kata raja, “dia tidak melakukannya. Aku yang melakukannya!”
Secara
lahiriah, seluruh “bentuk” itu telah melanggar, kecuali untuk pelanggaran
khusus itu, yang bukan hanya jiwa ketaatan melainkan melampaui batas ketaatan
dan pelanggaran. “Tujuan” adalah budak itu : Seluruhnya adalah pengikut raja.
Perbudakan tidak lagi sekedar bentuk padanya, ddia telah terisi dengan
keindahan raja.
Tuhan
mengatakan : “Apabila bukan untuk-Ku, Aku tidak akan menciptakan cakrawala.” Makna
“Aku adalah keberadaan” (ana al-Haqq) adalah “karena Diriku telah menciptakan
cakrawala”, itu “Aku adalah Keberadaan” yang diungkapkan dengan cara lain,
dengan simbul lain.
Ungkapan-ungkapan
mistik tampak berbeda dalam ribuan bentuk. Tetapi jika Tuhan satu dan jalan
satu, bagaimana mungkin semuanya jadi berbeda, dan bukan satu? Semuanya memang
tampak pada berbagai samaran berbeda, tetapi pada hakikat mereka satu. Jenis
terjadi pada bentuk : di dalam hakikat, semuanya tersatukan.
Ketika
pageran memerintah mendirikan tenda, satu orang mengikat tali, satu membuat
pancang, yang satu menjahit kain, satu mengaitkan, satu memotong, satu
menggunakan jarum. Meski pun dilihat dari luar seluruh bentuk ini terlihat
berbeda-beda dan berlainan, dari sudut pandang makna hakiki mereka semua
mengerjakan satu hal.
Keadaan
dunia ini seperti itu, bila engkau memikirkannya. Setiap orang, pendosa dan
orang suci, yang taat dan ingkar, setan dan malaikat, semuanya sama : melakukan
penghambaan kepada Tuhan. Sebagai contoh, raja berhasrat menguji budaknya untuk
memisahkan yang taat dari yang tidak taat, yang layak dipercaya dari yang
tidak, yang beriman dan penghianat. Tentu mesti ada yang menjadi “pembela si
jahat”, seorang penghasut, agar raja bisa menetapkan, setiap budak.
Bagaimana
raja menetapkan golongan budak-budaknya? Si penghasut, budak provokator,
bertindak sebagai budak raja, dan melakukan apa-apa yang raja perintahkan.
Angin dikirim untuk membedakan yang ajeg dan yang tidak, untuk mengeluarkan
ngengat dari pepohonan di taman. Ngengat akan pergi, sedangkan burung elang
akan bertahan.
Raja
suatu saat memerintahkan budak perempuannya untuk berhias secantik mungkin.
Setelah itu, dia disuruh keluar dan memperlihatkan diri di hdapan budak-budak
laki-laki.
Hal
itu dilakukan untuk mengetahui siapa yang menjadi penghianat. Meskipun perilaku
budak perempuan itu jika dilihat dari luar dikategorikan telah menyimpang dari
nilai-nilai kebaikan, tapi pada hakikatnya, semua yang diperbuat oleh budak itu
adalah penghambaan terhadap raja.
Semua
“budak” kemudian, baik dan buruk, melihat diri mereka di dalam dunia ini,
melakukan penghambaan dan ketaatan kepada Tuhan, penghambaan tersebut tidak
bisa dibuktikan dengan buku logis atau kesesuaian dengan adat yang berlaku,
melainkan dengan persaksian “tanpa hijab”. Karena semuanya, baik dan jat,
adalah budak Tuhan, dan tentu taat pada-Nya. Tiada satu pun yang tidak
memuja-Nya (QS.17:44).
Bagi
orang seperti itu, dunia ini adalah “kembangkitan kembali”, karena
“kebangkitan” adalah untuk melayani Tuhan dan tidak melakukan apa pun kecuali
melayani-Nya. Konsep tersebut mereka pahami di sini. “Apabila hijab penutup
diangkat. Aku tidak akan menjadi lebih pasti.”
Keterangan
kata “alim mesti menandakan orang lebih terpuji daripada “arif, karena Tuhan
dipanggil dengan nama “Alim, Bukan “arif.
Arif
berarti orang pada awalnya tidak mengetahui sesuatu kemudian mengetahuinya, dan
ini tidak berlaku untuk Tuhan. Secar konotatif, pada sisi lain, orang “arif
lebih agung karena dia mengetahui sesuatu di luar penalaran logis. Yang
dimaksudkan para mistik dengan “arif ialah orang yang menyerap dunia dengan
intuisi, pewahyuan dan penyingkapan. Dikatakan satu orang “alim labih baik
daripada seribu zahid. Itu terjadi karena seorang zahid mesti melakukan
kezuhudan dengan pengetahuan. Kezuhudan tanpa pengetahuan adalah absurd.
Apa itu kezuhudan? Kezuhudan berarti berpaling
dari dunia ini. Berada untuk beramal saleh untuk dunia nanti. Kezuhudan juga
meniscayakan seseorang untuk mengetahui dunia ini dengan seluruh keburukannya
dan ketidakabadiannya.
Dia
juga harus mengetahui rahmat, keabadian, dan ketetapan dunia mendatang. Orang
yang selalu berjuang untuk beramal saleh berarti dia mengetahui tidak
hanya bagaimana melakukan perbuatan itu, tetapi perbuatan apa yang mesti dilakukan
orang, dan itulah pengetahuan yang sebenarnya. Kezuhudan kemudian mustahil
tanpa pengetahuan, dan seorang zahid niscaya adalah seorang “yang tahu”.
Perkataan
bahwa “alim lebih baik daripada seribu zahid memang benar, meski maknanya tidak
dapat dipahami dengan wajar. Pengetahuan yang berarti “pengetahuan kedua”
diberikan Tuhan setelah seseorang memiliki kezuhudan dan pengetahuan
pertama.
Pengetahuan kedua adalah buah dari pengetahuan
dan kezuhudan sebelumnya. Orang “yang mengetahui” seperti itu betul-betul lebih
baik dari seribu zahid. Ia seperti manusia yang menanam satu pohon yang
menghasilkan buah.
Satu
pohon yang telah menghasilkan buah lebih baik dari seribu pohon yang belum
menghasilkan apa-apa pun, bahkan mungkin akan memberi banyak hama yang
menghancurkan. Haji yang telah mencapai Ka’bah lebih baik daripada yang sedang
melakukan perjalanan melalui padang pasir. Orang yang disebut ke dua baru
memiliki kesempatan yang bisa jadi tidak akan dia peroleh, sedangkan yang
pertama telah tiba, sudah mengalami kenyataan. Satu kenyataan lebih baik
daripada seribu kesempatan.
“Tetapi
orang yang belum tiba masih memiliki harapan,” kata raja muda.
“Bagaimana
mungkin yang penuh harapan dapat dibandingkan dengan telah merasakannya?” kata
guru. “Ada perbedaan besar antara kesempatan dan kepastian. Kenapa kita masih
perlu membincangkan perbedaan itu? Semuanya sudah jelas. Kita membincangkan
kepastian, dan ada perbedaan penting antara satu kepastian dengan yang
lainnya. Keunggulan Nabi Muhammad yang berada di atas semua Nabi berasal dari
kepastian. Meski pun begitu, seluruh nabi berada di dalam keadaan kepastian
hingga mereka melampaui rasa takut, tetapi ada perbedaan kepastian di sana. Dan
kami naikkan beberapa di antara mereka beberapa derajat di atas yang lain
(QS. 43:32).
Rasa
takut dan jenjang ketakutan dapat dijelaskan, tetapi jenjang kepastian tidak.
Apabila seseorang melihat pada dunia ketakutan, maka dapat dilihat betapa
setiap orang memaksakan dirinya sendiri seseorang secara fisikan, yang lainnya dalam
hal keuangan, yang lainnya lagi dalam hal psikis. Satu ber-shaum, yang lainnya
bershalat, yang lainnya melakukan sepuluh rakaat, yang lain seratus. Jenjang
mereka memiliki bentuk dan penjelasan, yakni dapat dijelaskan, seperti halnya
jenjang dari Konya ke Caesarea mampu dijelaskan. Mereka adalah Qaymaz, Uprukh,
Suttan, dan seterusnya. Pada sisi lain, rute laut antara Antalya dan
Iskandariah tidak dapat dijelaskan. Seorang kapten kapal mungkin mengetahuinya
tetapi dia tidak mau mengatakannya kepada ‘orang darat’ karena mereka tidak
akan mengerti.”
“Tetapi
sekedar mengatakan kepada mereka, akan sangat bermanfaat, “kata pangeran.
“Bahkan apabila tidak mengetahui sesuatu pun, mereka bisa belajar sedikit dan
seteah itu mengira-ngira.”
“Ya,
tentu saja,” kata guru. “Seorang yang tetap bangun di kegelapan malam hari,
bisa menjelaskan bahwa hari telah berganti. Bahkan apabila tidak mengetahui
keadannya, dia masih menantikan bergantinya hari.
Sekali
lagi, orang bepergian dengan karavan di kegelapan, malam berawan, dan dia tidak
tahu tempat di mana berada, sejauh mana dia pergi, atau daerah mana yang telah
didlampaunya. Meski demikian, saat hari berganti, dia bisa melihat hasil
perjalannya itu, yakdi dia telah datang ke suatu tempat. Siapa pun yang
berusaha keras demi keagungan Tuhan, tidak akan pernah tersesat, meski dia
menutup kedua matanya. Siapa pun melakukan setitik kebaikan dia akan melihatnya
(QS.99:7).
Di
sinilah engkau di dalam kegelapan, tetap ‘terhijab’ hingga tidak mampu melihat sejauh
mana telah maju. Pada akhirnya, meski demikian, engkau akan menyerap bahwa
dunia ini adalah “persemaian” hari akhirat. Apa pun yang engkau sebarkan di
sini akan engkau peroleh hasilnya di sana.”
Isa
banyak tertawa. Yohanes sang pembaptis banyak menangis. Yohanes berkata,
“Engkau telah betul-betul aman dari muslihat halus Tuhan hingga tertawa
demikian banyak.”
“Engkau”
kata Isa, “tentu sangat tidak mengindahkan kebaikan, Rahmat halus dan Misteri
Tuhan hingga menangis demikian banyak.”
Salah
satu dari orang suci Tuhan, yang hadir pada pertukaran pendapat ini
bertanya pada Tuhan, mana dari keduanya yang lebih terpuji derajatnya. Tuhan
menjawab, “Orang yang berpikir lebih baik tentang Aku” yakni, “ Di mana
pun hamba-hama-Ku berpikir tentang Aku, Aku ada di sana. Aku memiliki bentuk
dan citra untuk setiap hamba-Ku. Dengan citra apa pun mereka mencitrakan,
demikianlah Aku. Aku terikat dengan citra tempat Tuhan berada; Aku terganggu
oleh ungkapan bahwa Tuhan tidak ada.
Ah
hamba-Ku, bersihkan pikiranmu, karena mereka adalah tempat perbuatan-Ku.
Sekarang cobalah dirimu sendiri dan lihat mana yang lebih bermanafaat untukmu –
menagis, tertawa, bershaum, shalat, atau mundur. Ambil mana pund ari semua hal
itu yang paling sesuai dengan dirimu dan menyebabkan engkau maju lebih baik!”
“Rundingkan
setiap perkara dengan hatimu, meskipun apabila ada seorang ahli Fiqih
mengeluarkan kepadamu sebuah pendapat.
Engkau
memiliki konsep di dalam dirimu. Bandingkan pendapat ahli Fiqih dengan konsep
itu agar engkau dapat memilih mana yang paling sesuai. Ketika doketer datang
kepada pasien, dia membuat penyelidikan mengenai “dokter dalam” yang engkau
miliki di dalam dirimu, yakni watakmu. Dia yang di dalam, akan menerima yang
baik untukmu dan menolak apa pun yang buruk.
Maka,
dokter luar menyelidiki dokter dalam tentang aa-apa yang telah engkau makan,
apakah itu berat atau ringan, dan tentang bagaimana engkau tidur. Dokter luar
membuat diagnosisnya berdasarkan perkataan dokter dalam. Dokter dalam. Watak,
adalah yang utama; dan ketika dia “jatuh sakit” berarti watak itu rusak,
hasilmmya dia melihat hal “ ke belakang” dan menjelaskan bahwa gejalanya “tidak
beres”.
Dia
memanggil gula asam dan cuka manis. Di dalam contoh ini dia perlu dokter luar
untuk membantunya mengembalikan keadaan normalnya, sesudah itu dokter luar
boleh sekali lagi mengambil nasihat dari dalam. Sekarang manusia memiliki watak
untuk konsep; dan ketika jatuh sakit, apa pun yang dilihat atau dikatakan
indera dalamnya adalah kebaikan dari kenyataan. Di dalam contoh ini, orang suci
adalah dokter yang membantu mengencangkan watak, hati dan mengencangkan Agama.
“Tunjukkanlah setiap hal sebagaimana adanya mereka!”
Manusia
adalah hal besar : Segalanya telah tertuliskan di dalam dirinya, tetapi “hijab”
keburukan” menghalanginya untuk membaca pengetahuan yang telah dia miliki di
dalam dirinya. “Hijab” dan “kebururkan” itu berbetuk kesibukan, tipu daya
duniawiyah, dan hasrat. Maka, meskipun semua itu terletak tersembunyi di
dalam “kegelapan”, di belakang “hijab”, manusia dapat membaca sesuatu dan
ia sadar dengan apa yang dia baca.
Pertimbangkan
betapa “sadarnya” dia, dan pengetahuan yang telah dia singkapkan membuat hijab
terangkat dan kegelapan menghilang. Segala perbuatan seperti berdagang,
menjahit, membangun, bertani, tukang pandai besi, astronomi, kesehatan dan
lain-lain, telah dilakukan oleh menusia dan semuanya berasal dari dalam
dirinya, tidak dari bawah gumpalan batu dan lumpur.
Diriwayatkan
ada seekor gagak yang mengajari manusia bagaimana mengubur yang mati, tetapi
sebenarnya cara penguburan itu berasal dari pantulan yang dilemparkan manusia
pada gagak. Itu adalah dorongan manusia sendiri yang menyebabkan gagak
melakukannya, karena binatang adalah bagian dari manusisa. Bagaimana mungkin
yang ‘bagian’ mengajari yang inti” Demikan pula, apabila manusia ingin
menulis dengan tangan kirinya, dia mesti mengambil pena, tetapi, tidak peduli
betapa pun kuat niat hatinya, tangannya akan tetap goyah begitu menulis. Meski
demikian, tangan mau menulis sesuatu karena perintah dari hati.
Ketika
pangeran datang, Maulana sedang mengeluarkan kata-kata agung. Saat itu, guru
tak menghentikan pembicarannya, karena ucapan tidak dapat disela apabila ucapan
itu berasal dari empu kata-kata, perkataan akan selalu datang pada dirinya.
Kata-kata
berkomunikasi dengan dirinya. Ketika musim dingin, apakah pepohonan tidak
menggugurkan dedaunan, atau buah-buahan luruh, Seseorang tak akan menganggap
bahwa pohon-pohon itu bodoh. Mereka selalu bekerja. Musim dingin adalah waktu
untuk “tenaga” musim panas adalah waktu untuk “hasil”.
Hasil mereka dapat dilihat oleh siapa pun,
tetapi “tenaga” tidak terlihat. Itu seperti orang yang memberikan
rangkaian bunga, tidak ada yang melihat atau mengetahui. Yang paling utama
adalah “tenaga”, karena dari sanalah kita mendapatkan “hasil;”
Kita
sesungguhnya selalu berkomunikasi dengan orang yang menyatu dengan diri kita –
di dalam kesunyian, kehadiran, dan ketiadaannya.
Bahkan
di dalam perang kita bersatu, bergaul bersama. Bahkan apabila kita saling
menyerang dengan kepalan, kita berhubungan akrab, kita bersatu. Tidak ada
kepalan, karena di dalamnya adalah kismis. Apabila engkau tidak mempercayainya,
bukalah kepalanmu dan lihat apakah di sana ada kismis atau mutiara berharga?
Orang
lain berbicara tentang perkara yang halus dan dan terpelajar melalui prosa dan
puisi, tetapi di sini pangeran lebih condong kepada kami dan berada di sini
bersama kita. Itu bukan karena pengetahuan agung, kecerdasan lembut, atau
hikayat nasihat kita. Hal itu dapat ditemukan di mana pun. Tidak kekurangan
persediaan. Dia mencintaiku dan lebih condong kepadaku untuk alasan lain, yang
dia lihat hal lain, dia lihat pencahayaan lain yang telah dia lihat di tempat
lain.
Diceritakan,
suatu ketika raja memanggil Majnun dan bertanya, “Apa yang salah dengan dirimu?
Apa yang terjadi pada dirimu hingga mempermalukan dirimu, mengabaikan kawan dan
kerabat, dan pergi menuju kebobrokan dan kehancuran? Siapa itu Layla?
Kecantikan macam apa yang dia miliki? Ayo, biar aku perhaatikan kepadamu
sejumlah kecantikan sejati. Akan aku berikan kepadamu.”
Ketika
wanita-wanita cantik muncul dan ditunjukkan kepada Majnun, dia menundukkan
kepalanya dan melihat ke tanah.
“Angkat
kepalamu, “kata raja, “dan perhatikan!”
“Aku
takur.” Kata Majnun, “bahwa cintaku kepada Layla adalah pedang terhunus.
Apabila aku mengangkat kepalaku ia akan memutuskannya. “Ini adalah keterserapan
di dalam cintanya untuk Layla. Yang lain pun memiliki mata, bibir, dan hidung.
Apa yang dilihatnya did alam diri Layla hingga membuat dirinya seperti itu?
Silahkan Bagikan Artikel ini
Mohon Maaf, Kepada Semua Sahabat, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih.**** Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar(Cara Download) dibawah postingan. Apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada, kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.