بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
Terjemah Kitab
“Fihi ma Fihi”
Cara
Yang Mengenal Dirinya – Yang Mengenal Tuhannya
Karya: Jalaluddin Rumi
SEPULUH
AKU
SANGGUP MENGABULKAN PERMINTAANMU, TAPI RATAPAN KESEDIHANMU LEBIH AKU SUKAI
Parwana
pernah berkata, “Sebelum guru muncul, Malulana baha’uddin telah meminta maaf
padaku dan berkata bahwa tuan kita pernah berkata, seorang raja tidak harus
menyusahkan dirinya untuk datang melihat kami, karena kami adalah pokok
berbagai pernyataan. Pada satu keadaan kami berkata, pada keadaan yang lain
kami diam. Dalan satu keadaan kami berurusan dengan orang-orang, dalam keadaan
lain kami memilih untuk menetap dalam kesunyian. Terkadang pula kita terserap
dan terbingungkan sepenuhnya. Tuhan melarang raja untuk datang sementara kita
mampu menunjukkan rasa simpati padanya. Atau kita tidak memiliki waktu luang
untuk berbincang dan menasihatinya. Maka, akan lebih baik bagi kita untuk pergi
mengunjungi seorang sahabat apabila sedang memiliki waktu luang, hingga mampu
memperhatikan mereka dan kedatangan kita akan memberi mereka manfaat.”
“Aku
telah berbicara kepada Maulana Baha’uddin untuk menjawabnya, “kata Pangeran,
“bahwa aku tidak akan datang dengan tujuan agar tuan kami mau memperhatikanku
dan berbincang denganku.
Aku datang lebih karena aku masih memiliki
kehormatan sebagai makhluk di antara jajaran pelayannya. Dan sekarang tuan kami
begitu sibuk dan tidak pernah muncul ddi tengah-tengah kami. Tuan kami
membuatku terus menunggu waktu lama, sampai aku sadar betapa sukar bagi orang
Muslim juga bagi orang-orang lain. Tapi aku tetap menunggu di pintuku. Tuan
kami membuatku merasakan kepahitan pengalaman itu. Dia mengajariku dengan pengajaran
yang lebih baik dibandingkan pengajaran yang dilakukannya pada orang lain.”
“Tidak”
guru kami berkata kepadanya, “Aku membuatmu terus menunggu semata-mata karena
sikap memihak . Diriwayatkan bahwa suatu ketika Tuhan berkata, “Hai pelayanku!
Aku sanggup untuk segera mengabulkan permintaan yang kamu pintakan dalam
shalatmu, tetapi ratapan kesedihanmu lebih aku sukai.” Tanggapan dariku munccul
terlambat agar engkau terus meratap lebih banyak lagi dan memohon lebih kerap
lagi. Aku sanagat menikmati bunyi ratapan dan permohonanmu.”
Sebagai
contoh, dua pengemis datang pada seseorang. Pengemis yang satu ramah sekali dan
menyayangi tuan rumah, tapi yang lainnya menjijikan. Sang tuan rumah berkata
kepada pelayannya “Cepat berikan sekerat roti kepada lelaki menjijikan itu
hingga dia pergi dari rumah kita secepat mungkin. Katakan kepada yang lainnya,
penggemis yang berlaku baik, bahwa roti kita belum dibakar dan dia mesti
menunggu sampai roti itu siap!”
Aku
lebih suka melihat sahabatku dan memandangi mereka karena aku menginginkannya.
Begitu juga aku mengharapkan dari mereka. Ketika sahabat dalam khdiupan
ini telh melihat keseluruhan hakikat sahabatnya, persahabatan mereka akan
semakin terjalin lebih erat di dunia selanjutnya. Mereka akan segera mengenali
satu sama lain. Mengetahui betapa mereka telah bersama-sama di dunia ini.
Mereka akan dengan cepet berpegangan karena seseorang dengan cepat dapat
kehilangan sahabatnya. Tidakkah engkau lihat betapa di dunia ini engkau cepat
menjadi sahabat seseorang? Di dalam pendapatmu orang adalah suri teladan
kebajikan seperti Yusuf. Kemudian, karena satu perbuatan buruk yang tidak
menguntungkannya, dia berubah menjadi sosok dalam pandanganmu dan hilang dari
sisimu selamanya. “Yusuf” berubah menjadi serigala. Orang serupa yang pernah
engkau anggap sebagai Yusuf sekarang terlihat sebagai serigala. Bahkan apabila
bentuknya tidak berubah dan dia aorang sama yang pernah engkau lihat,
dengan kebajikan kebetulan ini engkau tetap akan merasa kehilangan dirinya.
Kelak,
ketika hari kebangkitan tiba dan hakikat kehidupan berubah menjadi hakikat
lain, dan engkau tidak mampu untuk mengetahui seseorang dengan baik dan tidak
memaksakan dirimu kasuk ke dalam hakikatnya, engkau tidak akan mampu untuk
mengenalinya di kehidupan yang akan datang. Inti pernyataan ini ialah bahwa
kita mesti melihat satu sama lain lebih mendalam dan masuk melampaui sifat baik
dan buruk yang menempel pada diri manusia. Kita mesti amsuk dan melihat hakikat
satu sama lain. Karena sifat-sifat yang membedakan manusia dari yang lainnya,
bukanlah sifat sejati mereka.
Mereka
menceritakan tentang seseorang yang berkata, “Aku mengethaui si anu dan si anu
dengan baik. Aku mampu mengatkan kepadamu seperti apa dia.” Ketika diminta
untuk menjabarkannya dia mengatakan, “Dia pengembalaku dan dia memiliki dua
ekor sapi. Dan sampai hari ini masih demikian.”
Mungkin
saat ini seseorang mengatakan bahwa mereka telah melihat sahabatnya dan
mengetahui dengan baik. Namun jika mereka diminta untuk menggambarkan
pengenalannya, penjelasannya tidak akan beranjak dari cerita tentang dua ekor
sapi, yang sama sekali bukan penjelasan tentang orang itu. Orang meski pergi
melampaui sifat baik dan buruk manusia, lalu masuk ke dalam hakikat untuk
mengetahui seperti apa dia secara hakikat. Itulah yang disebut “penglihatan”
dan “Pengetahuan” sajati.
Maka
aneh jika orang yang bertanya tentang orang suci dan nabi yang terpikat oleh
(serta memperoleh kekuatan dari dan dipengaruhi) dunia yang tidak memenuhi
syarat. Yakni dunia yang tidak memiliki tempat atau pun bentuk, juga tak dapat
dijabarkan. Mereka selalu berada di dunia itu. Ketika seseorang mencintai yang
lain, dia memperoleh kekuatan, rahmat, manfaat, pengetahuan, pemikiran,
ketenangan, kebahagiaan dan duka lara darinya. Semua itu membutuhkan tempat di
dunia “tanpa tempat” (placeless).
Orang
memperoleh manfaat dari makanan yang dimakannya. Ini tidaklah terlalu
mengejutkan, dan orang masih terkagum-kagum ketika ada orang suci dapat jadi
pecinta dunia “tanap tempat” (Placeless) dan menerima bantuan darinya.
Konon,
ada seorang ahli metafisika yng menolak konsep ini. Suatu hari ia jatuh sakit
untuk waktu lama. Seorang ahli Agama datang menjenguknya, dan bertanya, “Apa
yang engkau cari?”
“Sehat,”
jawab ahli metafisika.
“Jelasksan
kepadaku ‘Sehat” ini agar aku mampu membawakannya padamu,” kata ahli agama.
“Kesehatan
tidak memiliki bentuk,” Jawab dia.
“Apabila
kesehatan tidak dapat disifatkan, bagaimana mungkin engkau mempu mencarikanya?”
Dia meminta penjelasan, “Katakan padaku, apa itu sehat?”
“Hanya
ini yang aku tahu,” jawab ahli metafisika, “ketika kesehatan datang, aku tegap,
sehat dan kuat. Aku jadi beruntung : warnaku merah sehat dan bersih, dan aku
merasa segar dan mekar.”
“Aku
bertanya kepadamu tentang sehat sehat itu sendiri,” kata ahli agama, “apa inti
sehat itu?”
“Aku
tidak tahu,” jawab yang ditanyai, “itu tidak dapat disifatkan.”
“Jika
engkau menjadi seorang Muslim dan bertobat dari jalanmu sebelumnya,” kata ahli
agama, “aku akan mengobati engkau, membuatmu sehat, dan membantu memperoleh
kembali kesehatanmu.”
Nabi
Muhammad pernah ditanya tentang “mampukah seorang manusia memperoleh manfaat
dari konsep yang tidak tersifatkan?” Beliau menjawab, “Itulah langit dan
bumi. Kamu melihat bentuknya dan memperoleh manfaatnya dari konsep universal.”
Sebagaimana kamu lihat, kekuasaan yang ada di langit : hujan muncul dari awan
dan musim panas atau pun dingin sebagaimana mestinya, juga perubahan
cuaca. Semuanya demi yang terbaik dan sesuai dengan keinginan Tuhan. Sekarang
bagaimana mungkin seonggok awan yang mati dapat menegetahui kapan ia akan turun
menjadi hujan? Bagaimana mungkin bumi yang kamu lihat sekarang menumbuhkan
tanaman yang semula satu menjadi sepuluh? Pasti ada seseorang yang
memahami ini. Melalui dunia ini engkau mampu melihat “seseorang” itu dan akan
tertolong. Seperti “kulit” yang membantumu menyerap makna hakiki kemanusiaan,
melalui bentuknya kamu akan mampu menyerap makna dunia.
Ketika
Nabi Muhammad “mendpat wahyu” dan berbicara, dia mengatakan, “Tuhan berfirman”.
Pada kasus tersebut, meskipun lidah nya sendiri yang mengatakan, dia sendiri
tidak berasda di sana sama sekali : “pembicaraannya” adalah Tuhan. Karena Nabi
Muhammad tahu dari awal bahwa dia tidak tahu apa-apa tentang perkataannya itu,
ketika merasakan kata-kata itu terucapkan bagitu saja dari lidahnya, dia sadar
bahwa diriny abukan orang yang sama seperti sebelumnya. Ini disebut sebagai
“penguasaan” Tuhan.
Nabi
Muhammad tidak hanya mengatakan orang dan nabi yang mendahului kehidupannya
ribuan tahun lalu, melainkan juga mengenai yang akan terjadi sampai akhir dunia
ini. Dia pun berbicara tentang singgsana Tuhan dan alam semesta. Karena dia,
saat itu, dimiliki “masa lalu”; makhluk yang dibatasi waktu tidak dapat
berbicara mengenai hal itu. Bagaimana mungkin “yang sementara” bercerita tentang
“yang abadi?” Sangat aneh, tentu saja. Maka, pada saat pewahyaun, bukan Nabi
Muhammad yang mengatakan, melainkan Tuhan. Dia tidak berbicara atas kehendaknya
sendiri. Itu bukan lain adalah wahyu yang diungkapkan kepada dirinya (QS.53:
3-4).
Tuhan melampaui bentuk dan kata Ucapan-Nya di
luar kata-kata dan suara, tetapi Dia mengemukakan ucapan-Nya melalui kata,
suara, atau bahasa apa pun yang dikehendaki-Nya.
Di
sepanjang jalan taman, kita sering menemukan arca bebatuan dan burung batu
tersusun di sekitar kolam. Air mengalir dari mulutnya dan melimpah ke dalam
kolam. Namun orang cerdas mana pun tahu bahwa air itu tidak muncul dari mulut
arca batu, tetapi dari tempat yang lain.
Apabila
engkau ingin “mengetahui” seseorang, buatlah dia berbicara. Kemudian engkau mampu
“mengetahui” dia yang sebenarnya dari ucapannya. Bagaimana jika ia menipu,
karena tahu bahwa orang dapat diketahui dari ucapannya, sehingga terus menerus
mengucapkan sesuatu yang samar agar tidak didketahui?”
Ini
seperti dongengan mereka tentang anak kecil yang kebingungan, dan berkata
kepada ibunya, “Saat malam hari menjadi gelap, hantu muncul kepadaku. Aku takut
kepadanya.”
“Jangan
takut,” kata sang ibu. “jika engkau melihat hantu itu, beranilah dan serang
dia. Engkau akan tahu, itu hanya khayalanmu.”
“Tapi,
ibu,” kata anak itu, “apa yang mesti aku lakukan jika ibu hantu itu
mengatakan hal serupa pada anaknya?”
Sekarang,
jika da seseorang yang sengaja tidak ingin diketahui dan berdiri sendiri,
bagaimana aku tahu dia yang sebenarnya? Jawabannya adalah, berdiam diri
terhadap kehadirannya. Berikan dirimu kepadanya dan bersabar! Barangkali sebuah
kata akan terluncur dari bibirnya. Jika tidak, sebuah kata barangkali
secara tidak hati-hati akan meluncur dari bibirmu, atau pikiran atau gagasan
bisa jadi muncul pada dirimu. Dari pikiran atau gagasan itu barangkali engkau
“mengetahui” dia, karena engkau saat itu telah “terpengaruh” olehnya. Itu
adalah “pantulan” dan “penyatuan” dirinya yang tercermin ke dalam dirimu.
Syeh
Sarrazi duduk di antara pengikutnya. Salah satu dari mereka tiba-tiba
membayangkan lezatnya kambing guling. Syeh menyuruh agar membawa sejumlah
kepala kambing kepadanya. “Syeh,” kata mereka, “bagaimana engkau mengetahui
bahwa dia menginginkannya?”
“Karena”,
Syeh menjawab, “Selama tiga puluh tahun aku tidak memiliki keinginan. Aku telah
menyucikan diriku dan melampaui segala “keinginan”. Aku menjadi sebening cermin
tanpa bayangan. Ketika aku memiliki hasrat kepala kambing guling, dan ketika
itu menjadi “keinginan”, aku tahu bahwa itu berasal dari sahabatku itu. Cemin
tidak memiliki bayangan. Apabila bayangan muncul dalam cermin, tentu ia datang
dari sesuatu yang lain.”
Seorang
suci datang ke tempat pengasingan mencari tujuan luhur. Sebuah suara muncul
kepadanya, “Tujuan luhur seperti itu tidak dapat dicapai dengan cara
mengasingkan diri. Biarlah, sampai pandangan orang agung jatuh kepadamu dan
menyebabkan engkau mencapai tujuanmu.”
“Ke
mana aku mesti pergi menemukan orang agung ini?” tanya dia.
“Di
dalam masjid jama’ah,” dia diberi tahu.
“Bagaimana
aku mengenalinya di antara demikian banyak orang?”
“Pergi!”
kata suara itu,” dia akan mengenalimu dan memandang keapdamu. Dan tanda
pandangan itu ialah satu kendi besar akan jatuh dari tanganmu. Saat engkau tak
sadar diri, saat itulah engkau tahu bahwa dia telah melirik kepadamu.” Maka dia
mengisi sebuah kendi dengan air, dan memberikan minuman kepada orang-orang di
masjid. Shaf demi shaf. Tidak lama kemudian dia mengalami perasaan aneh dan
mengeluarkan jeritan keras. Lalu kendi terjatuh. Ia terbaring tak sadarkan
diri di sudut masjid. Jemaah masjid bubar. Ketika itu, dia melihat
dirinya sendirian. Dia tidak pernah melihat “Raja” itu yang melemparkan
pandangan kepadanya. Tetapi dia mencapai tujuannya.
Tuhan
memiliki orang-orang yang tidak pernah memperlihatkan diri mereka karena Tuhan
merasa cemburu padanya. Tetapi orang-orang itu telah dianugerahi pelbagai
hadiah yang menjadi tujuan pencarian banyak orang. Raja seperti itu sangatlah
jarang dan tentu saja amat berharga.
Kami
mengatakan, “Orang-iarng agung datang dalam kehadiran kalian.”
“Kami
tidak lagi hadir” jawab mereka, “itu sudah lama berlalu, sejak kehadiran kami
yang pertama. Jika mereka muncul, mereka muncul dalam bayangan seseorang yang
dibentuk oleh keyakinan. Beberapa orang pernah berkata kepada Isa, “Kami akan
datang di rumahmu. Isa menjawab, “Kapan dan di mana di dunia ini, engkau akan
mendatangi rumahku? Pernahkah kami memiliki sebuah rumah?”
Sebuah
donegeng tentang Isa yang mengelana di padang pasir. Tiba-tiba hujan badai
muncul. Dia mencari perlindungan sementara dalam sarang srigala di sebuah gua
sampai hujan berhenti. Di sana dia menerima wahyu : Tinggalkanlah sarang itu,
karena ada anak srigala yang tidak dapat berlindung di sana!
“Oh
Tuhan,” ratapannya, “ada tempat perlindungan untuk anak srigala, sementara
tidak satu pun untuk putra Maryam.”
“Jika
anak srigala memilii tempat perlindungan,” jawab Tuhan, “Tidak ada sesuatu pun
yang dapat mengusirnya dari rumahnya. Engkau pun tentu memiliki sesuatu yang
menggerakkanmu. Jika engkau tidak memiliki rumah, apa yang menyebabkanmu
bertahan di dalamnya? Rahmat dan penghargaan yang diberikan si penggerak itu
padamu lebih berharga daripada langit, bumi, dunia, juga Singgasana Ilahi.”
ooOOoo
“Maka,”
kata guru, “apabila penguasa datang dan kita tidak segera muncul, dia tentu
tidak terluka atau peduli. Apakah kedatangannya untuk menghargai dirinya atau
kita? Apabila dia datang untuk menghargai kita, tentu ia akan sabar menunggu
kita. Semakin lama menunggu, semakin besar penghargaannya pada kita. Jika bermaksud
menghargai dirinya dan meminta ganjaran surga, maka penderitaannya ketika
menunggu akan menjadi ganjarannya yang terbesar. Pada kedua hal itu dia
memperoleh keuntungan ganda karena kedatangannya. Maka dia mesti bergembira dan
senang karenanya.”
Silahkan Bagikan Artikel ini
Mohon Maaf, Kepada Semua Sahabat, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih.**** Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar(Cara Download) dibawah postingan. Apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada, kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.