بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
Mazhab Dan Aqidah Al-Gazali
Dalam masalah fikih, beliau seorang yang bermazhab Syafi’i.
Nampak dari karyanya Al Wasith, Al Basith dan Al Wajiz. Bahkan kitab beliau Al
Wajiz termasuk buku induk dalam mazhab Syafi’i. Mendapat perhatian khusus dari
para ulama Syafi’iyah. Imam Adz Dzahabi menjelaskan mazhab fikih beliau dengan
pernyataannya, “Syaikh Imam, Hujjatul Islam, A’jubatuz zaman, Zainuddin Abu
Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Ath Thusi Asy Syafi’i.
Sedangkan dalam sisi
akidah, beliau sudah terkenal dan masyhur sebagai seorang yang bermazhab
Asy’ariyah. Banyak membela Asy’ariyah dalam membantah Bathiniyah, para filosof
serta kelompok yang menyelisihi mazhabnya. Bahkan termasuk salah satu pilar
dalam mazhab tersebut. Oleh karena itu beliau menamakan kitab aqidahnya yang
terkenal dengan judul Al Iqtishad Fil I’tiqad. Tetapi karya beliau dalam aqidah
dan cara pengambilan dalilnya, hanyalah merupakan ringkasan dari karya tokoh
ulama Asy’ariyah sebelum beliau (pendahulunya). Tidak memberikan sesuatu yang
baru dalam mazhab Asy’ariyah. Beliau hanya memaparkan dalam bentuk baru dan
cara yang cukup mudah. Keterkenalan Imam Ghazali sebagai tokoh Asy’ariyah juga
dibarengi dengan kesufiannya. Beliau menjadi patokan marhalah yang sangat
penting menyatunya Sufiyah ke dalam Asy’ariyah.
Akan tetapi tasawuf apakah yang diyakini beliau? Memang agak
sulit menentukan tasawuf beliau. Karena seringnya beliau membantah sesuatu,
kemudian beliau jadikan sebagai aqidahnya. Beliau mengingkari filsafat dalam
kitab Tahafut, tetapi beliau sendiri menekuni filsafat dan menyetujuinya.
Ketika berbicara dengan Asy’ariyah tampaklah sebagai seorang
Asy’ari tulen. Ketika berbicara tasawuf, dia menjadi sufi. Menunjukkan
seringnya beliau berpindah-pindah dan tidak tetap dengan satu mazhab. Oleh
karena itu Ibnu Rusyd mencelanya dengan mengatakan, “Beliau tidak berpegang
teguh dengan satu mazhab saja dalam buku-bukunya. Akan tetapi beliau menjadi
Asy’ari bersama Asy’ariyah, sufi bersama sufiyah dan filosof bersama filsafat.”
(Lihat Mukadimah kitab Bughyatul Murtad hal. 110).
Adapun orang yang menelaah kitab dan karya beliau seperti
Misykatul Anwar, Al Ma’arif Aqliyah, Mizanul Amal, Ma’arijul Quds,
Raudhatuthalibin, Al Maqshad Al Asna, Jawahirul Qur’an dan Al Madmun Bihi Ala
Ghairi Ahlihi, akan mengetahui bahwa tasawuf beliau berbeda dengan tasawuf
orang sebelumnya. Syaikh Dr. Abdurrahman bin Shalih Ali Mahmud menjelaskan
tasawuf Al Ghazali dengan menyatakan, bahwa kunci mengenal kepribadian Al
Ghazali ada dua perkara:
Pertama, pendapat beliau, bahwa setiap orang memiliki tiga
aqidah. Yang pertama, ditampakkan di hadapan orang awam dan yang difanatikinya.
Kedua, beredar dalam ta’lim dan ceramah. Ketiga, sesuatu yang dii’tiqadi
seseorang dalam dirinya. Tidak ada yang mengetahui kecuali teman yang setara
pengetahuannya. Bila demikian, Al Ghazali menyembunyikan sisi khusus dan
rahasia dalam aqidahnya.
Kedua, mengumpulkan pendapat dan uraian singkat beliau yang
selalu mengisyaratkan kerahasian akidahnya. Kemudian membandingkannya dengan
pendapat para filosof saat beliau belum cenderung kepada filsafat Isyraqi dan
tasawuf, seperti Ibnu Sina dan yang lainnya. (Mauqif Ibnu Taimiyah Minal
Asyariyah 2/628).
Beliau (Syeikh Dr. Abdurrahman bin Shalih Ali Mahmud) menyimpulkan
hasil penelitian dan pendapat para peneliti pemikiran Al Ghazali, bahwa tasawuf
Al Ghazali dilandasi filsafat Isyraqi (Madzhab Isyraqi dalam filsafat ialah
mazhab yang menyatukan pemikiran dan ajaran dalam agama-agama kuno, Yunani dan
Parsi. Termasuk bagian dari filsafat Yunani dan Neo-Platoisme. Lihat Al
Mausu’ah Al Muyassarah Fi Al Adyan Wal Madzahibi Wal Ahzab Al Mu’ashirah, karya
Dr. Mani’ bin Hamad Al Juhani 2/928-929). Sebenarnya inilah yang dikembangkan
beliau akibat pengaruh karya-karya Ibnu Sina dan Ikhwanush Shafa. Demikian juga
dijelaskan pentahqiq kitab Bughyatul Murtad dalam mukadimahnya. Setelah
menyimpulkan bantahan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah terhadap beliau dengan
mengatakan, “Bantahan Ibnu Taimiyah terhadap Al Ghazali didasarkan kejelasannya
mengikuti filsafat dan terpengaruh dengan sekte Bathiniyah dalam menta’wil
nash-nash, walaupun beliau membantah habis-habisan mereka, seperti dalam kitab
Al Mustadzhiri. Ketika tujuan kitab ini (Bughyatul Murtad, pen) adalah untuk
membantah orang yang berusaha menyatukan agama dan filsafat, maka Syaikhul
Islam menjelaskan bentuk usaha tersebut pada Al Ghazali. Yang berusaha
menafsirkan nash-nash dengan tafsir filsafat Isyraqi yang didasarkan atas
ta’wil batin terhadap nash, sesuai dengan pokok-pokok ajaran ahli Isyraq
(pengikut filsafat neo-platonisme).” (Lihat Mukadimah kitab Bughyatul Murtad
hal. 111).
Tetapi perlu
diketahui, bahwa pada akhir hayatnya, beliau kembali kepada ajaran Ahlusunnah
Wal Jama’ah meninggalkan filsafat dan ilmu kalam, dengan menekuni Shahih
Bukhari dan Muslim. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Penulis Jawahirul
Qur’an (Al Ghazali, pen) karena banyak meneliti perkataan para filosof dan
merujuk kepada mereka, sehingga banyak mencampur pendapatnya dengan perkataan
mereka. Pun beliau menolak banyak hal yang bersesuaian dengan mereka. Beliau
memastikan, bahwa perkataan filosof tidak memberikan ilmu dan keyakinan.
Demikian juga halnya perkataan ahli kalam. Pada akhirnya beliau menyibukkan
diri meneliti Shahih Bukhari dan Muslim hingga wafatnya dalam keadaan demikian.
Wallahu a’lam.”
Sumber : http://tasawufislam.blogspot.com/
Silahkan Bagikan Artikel ini
Mohon Maaf, Kepada Semua Sahabat, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih.**** Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar(Cara Download) dibawah postingan. Apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada, kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.