بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
Misykat Al-Anwar
Allah Adalah Cahaya Langit dan Bumi
Al-Ghazali
#####
Orang-Orang Yang terhijab oleh
Cahaya yang Disertai Berbagai Kegelapan
Mereka ini terdiri dari
tiga jenis :
1. Yang kegelapannya
berasal dari indra mereka.
2. Yang kegelapannya
berasal dari daya khayal mereka.
3. Yang kegelapannya
bersumber dari kesimpulan-kesimpulan akal berdasarkan perkiraan-perkiraan
analogis yang keliru.
1.
Orang-orang yang
terhijab oleh cahaya yang disertai kegelapan indriawi. Mereka ini terbagi lagi
dalam berbagai kelompok atau aliran yang pemikirannya sedikit banyak tidak
terpaku pada diri mereka sendiri dan tidak terlepas sama sekali dari pencarian
tentang Tuhan serta keinginan untuk mengenal-Nya. Tingkatan yang pertama dari
mereka ialah kaum penyembah berhala dan yang terakhir kaum tsanawiyah (yakni,
yang menduakanm Tuhan), Tuhan cahaya dan Tuhan kegelapan. Di antara mereka
terdapat berbagai tingkatan.
1.1.
Kaum penyembah berhala.
Mereka ini secara umum mengetahui bahwa ada Tuhan yang harus mereka utamakan di
atas diri mereka yang diliputi oleh kegelapan. Mereka juga memiliki kepercayaan
bahwa Tuhan mereka lebih mulia dari segalanya, lebih berharga dari segala yang
berharga. Namun, mereka ter-hijab oleh kegelapan idnra, sehingga tidak mampu
melampaui yang mahsus (sesuatu yang dapat dicerap oleh pancaindra). Karena itu,
mereka membuat patung-patung yang indah terbuat dari logam-logam mulia dan batu
permata, seperti emas, perak, dan yaqut (batu nilam), lalu menjadikannya
sebagai “tuhan-tuhan”.
Dengan demikian, mereka sebenarnya ter-hijab oleh
sebagian sifat dan cahaya Allah, yaitu cahaya keperkasaan dan keindahan-Nya.
akan tetapi mereka melekatkan sifat-sifat itu dengan benda-benda indrawi
sehingga ter-hijab dari cahaya-Nya itu oleh kegelapan indra. Sebab indra adalah
kegelapan bila dibandingkan dengan alam ruhani seperti telah diuraikan sebelum
ini.
1.2.
Sekelompok orang
berasal dari pedalaman Turki, tidak mempunyai agama atau syariat. Mereka
percaya mempunyai Tuhan, dan bahwa Tuhan mereka itu adalah “yang paling indah
dari segala suatu”. Karena itu, bila melihat seorang manusia yang memiliki
keindahan luar biasa, begitu pula pohon, kuda, dan lainnya, mereka bersujud
kepadanya dan berkata “Ia adalah Tuhan kita”. Orang seperti ini ter-hijab oleh
cahaya keindahan yang dibarengi oleh kegelapan indra. Keadaan mereka lebih baik
dibandingkan dengan kaum penyembah berhala, sebab yang mereka sembah ialah
“keindahan yang mutlak”, bukannya manusia atau benda tertentu. Mereka tidak
mengaiktkan keindahan ini dengan individu. Selain itu, yang mereka sembah ialah
“keindahan alami”, bukannya keindahan yang terbuat oleh tangan manusia sendiri.
1.3
Sekelompok orang yang
menyatakan bahwa “Tuhan kita haruslah bersifat nurani (cahayawi) pada Zatnya,
cemerlang dalam bentuknya, memiliki kekuasaan pada dirinya, amat berwibawa
sehingga tak mungkin dapat didekati, akan tetapi ia haruslah sesuatu yang
mahsus (dapat dicerap oleh indra), sebab sesuatu yang bukan mahsus; bagi
mereka, tidak ada artinya”. Mereka mendapai api memiliki sifat-sifat ini, maka
mereka pun menyembahnya dan menjadikannya sebagai Tuhan. Orang-orang ini
terh-hijab oleh cahaya kekuasaan dan kecenderungan. Kedua-duanya termasuk dio
antara cahaya-cahaya Allah Swt.
1.4.
Mereka yang beranggapan
bahwa karena kita dapat berbuat sesuka hati terhadap api, dengan menyalakan dan
memadamkannya, maka ia beraa di bawah kekuasaan kita. Oleh sebab itu, ia tidak
layak berfungsi sebagai Tuhan. Hanya sesuatu yang menyandang sifat-sifat
keindahan dan kecemerlangan, lalu kita berada di bawah kekuasaannya, dan di samping
itu ia juga menyandang sifat-sifat kemuliaan dan ketinggian; hanya sesuatu yang
seperti itulah yang layak menjadi Tuhan. Ilmu tentang bintang (astronomi), dan
pengaruh-pengaruh yang ditimbulkannya (astrologi), sangat di kenal di kalangan
mereka. Oleh sebab itu, ada di antara mereka yang menyembah bintang Syi’ra, ada
pula yang menyembah Yupiter atau bintang-bintang lainnya, tergantung dari
besarnya pengaruh masing-masing menurut kepercayaan mereka. Orang-orang seperti
ini ter-hijab oleh cahaya ketinggian, kecemerlangan, dan kekuasaan, yang
semuanya itu termasuk di antara cahaya-cahaya Allah Swt.
1.,5.
Orang-orang yang hampir
bersesuaian dengan kelompok sebelumnya ini dalam pokok-pokok kepercayaanya,
akan tetapi mereka mengatakan bahwa tidak selayaknya Tuhan kita dilukiskan
sebagai sesuatu yang kecil atau besar dalam hubungannya dengan jawahir
nuraniyyah (substansi-substansi cahaya), bahkan sepatutnya ia adalah yang
terbesar di antara itu semua. Maka, merekan pun menyembah matahari ketika
melihatnya sebagai yang terbesar. Mereka itu ter-hijab oleh cahaya kebesaran di
samping cahaya-cahaya lainnya, ditambah lagi dengan kegelapan indra.
1.6.
Mereka yagn lebih agak
maju dari kelomp;ok-kelompok sebelum ini, kata mereka”Matahari tidak memonopoli
cahaya semuanya, tetapi benda-benda lain pun memiliki cahaya-cahayanmya.
Tidaklah sepatutnya ada sekutu bagi Tuhan dalam kecahayannya.” Karena itu,
mereka pun menyembah “cahaya mutlak” yang menghimpun semua cahaya, lalu
menganggapnya sebagai Rabbul ‘Alamin, Tuhan seru sekalian alam, yang kepada-Nya
dinisbahkan segala kebaikan.
Tetapi mereka menyaksikan pula terjadinya
kejahatan-kejahatan di dunia ini dan menganggap tidak sepantasnya menisbahkan
hal itu kepada Tuhan mereka. Sebab Tuhan seharusnya dijauhkan dari hal-hal seperti
itu. Berdasarkan itu mereka mempercayai adanya pertentangan antara dia dan
kegelapan, dan bahwa alam ini dikuasai oleh dua kekuatan, atau dua Tuhan; yakni
cahaya dan kegelapan, yang ada kalanya mereka namakan Yazdan dan Ahraman.
Mereka itu adalah kelompok tsanawiyah (yang menduakan Tuhan). Demikianlah,
cukup bagi Anda uraian ini sekedar menyebutkan mengenai aliran-aliran ini meski
sesungguhnya masih banyak lagi aliran lainnya semacam ini.
2.
Orang-orang yang
ter-hijab oleh sebgian cahaya yang disertai oleh kegelapan khayalan.
Mereka ini
dapat melampaui indra dan menetapkan tentang adanya sesuatu di balik
benda-benda indriawi.
Kendati demikian, mereka tidak mampu melampaui daya
khayal, sehingga mereka pun menyembah “suatu Maujud yang duduk di atas “arsy (singgasana)”.
Yang paling rendah tingkatannya di antara mereka adalah kelompok Mujassimah,
yakni yang menyatakan bahwa Tuhan ber-jism (bertubuh). Kemudian
kelompok-kelompok Karamiyyah semuanya. Aku tidak hendak menguraikan tentang
pendapat-pendapat serta aliran-aliran mereka, sebab kurasa tidak ada gunanya.
Akan tetapi, yang paling tinggi tingkatannya di antara mereka adalah pengikut
aliran yang menafikan semua bentuk kejisiman Tuhan serta perubahan-perubahan
kondisi yang menyertainya kecuali satu hal, yaitu tentang bersamayamnya Tuhan
di suatu arah tertentu yang dapat ditunjuk yakni “di atas”. Sebab, kata mereka,
sesuatu yang tidak dinisbahkan ke suatu arah dan tidak dapat dilukiskan ke
suatu arah dan tidak dapat dilukiskan sebagai “di luar alam dunia” atau “di
dalamnya”, menurut mereka, sama saja dengan “tidak ada”, karena tidak dapat
dikhayalkan. Orang-orang seperti ini tidak mengetahui bahwa persyaratan dasar
sesuatu yang ma’qul (yang dapat dicerna oleh akal) kemungkinannya untuk
melampaui segenap arah dan ruang.
3.
Mereka yang ter-hijab
oleh cahaya-cahaya Ilahi yang disertai oleh kesimpulan-kesimpulan akal yang
salah, berdasarkan perkiraan-perkiraan analogis yagn keliru dan diliputi
kegelapan. Sesuai dengan itu, mereka menyembah Tuhan yang bersifat mendengar,
melihat, mengetahui, kuasa, menghendaki, hidup lagi tersucikan daripada
mendiami arah yang mana pun, akan tetapi mereka memahami sifat-sifat ini sesuai
dengan sifat-sifat manusiawi mereka sendiri. Adakalanya sebagian mereka
menegaskan bahwa firman-Nya terdiri dari huruf-huruf dan suara-suara seperti
ucapan kita sendiri. Sebagian dari mereka berpendidikan agak lebih maju lagi
dengan mengatakan bahwa firman-Nya itu “menyerupai bisikan hati kita”, yakni
tanpa hurf dan tanpa suara. Demikian pula jika dituntut untuk menjelaskan
tentang hakikat sifat-sifat mendengar, melihat, dan hidup yang berkaitan
dengan-Nya, mereka kembali ke sikap tasybih (menyerupakan sifat Allah Swt,
dengan makhluk-Nya) dalam hakikat maknanya, walau pun mereka mengingkarinya
dengan ucapan mereka. Ini disebabkan mereka sama sekali tidak mampu memahami
makna-makna sebenarnya dari penyebutan sifat-sifat ini dalam kaitannya dengan
Allah Swt. Karena itu pula, mereka mengatakan bahwa kehendak-Nya adalah
bersifat “baru” (hadits, bukan qadim) seperti juga sifat kehendak kita, dan
bahwa DIA bertujuan sesuatu dari perbuatan-Nya seperti hanya kita bertujuan.
Ini semua adalah
aliran-aliran dan mazhab=-mazhab yang cukup terkenal, tidak perlu diuraikan
secara terpeerinci. Secara keseluruhan mereka adalah orang-orang yang ter-hijab
dari ALLAH Swt, oleh beberapa jenis cahaya yang disertai dengan
kesimpulan-kesimpulan berdasarkan perkiraan-perkiraan analogis yagn keliru.
Kelompok-kelompok itu
semuanya adalah jenis-jenis bagian II, yakni yang ter-hijab
oleh cahaya yang disertai oleh kegelapan.
Silahkan Bagikan Artikel ini
Mohon Maaf, Kepada Semua Sahabat, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih.**** Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar(Cara Download) dibawah postingan. Apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada, kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.