بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
Misykat Al-Anwar
Allah Adalah Cahaya Langit dan Bumi
Tak Ada Cahaya Sebenarnya kecuali Allah
Swt.
Mungkin saja Anda ingin
mengetahui alasan pengaitan cahaya Allah dengan lelangit dan bumi ataupun
alasan mengapa DIA sendiri adalah cahaya langit-langit dan bumi (QS. Al-Nur 24
: 35).
Kukira tidaklah
sepantasnya pengetahuan tentang itu masih tersembunyi bagi Anda setelah Anda
mengetahui bahwa DIA-lah cahaya itu sesungguhnya. Tiada cahaya selain DIA dan
bahwa DIA adalah cahaya seluruhnya dan yang paling meliputi secara sempurna.
Sebab, cahaya adalah ungkapan tentang sesuatu yang dengannya tersingkap
segala sesuatunya. Yang lebih tinggi lagi ialah yang tersingkap sesuatu
dengannya dan untuknya. Lebih tinggi lagi, yang tersingkap segala sesuatu
dengannya, untuknya,d an darinya. Bahwa yang demikian itulah cahaya yang
hakiki, tiada lagi di atasnya cahaya lain yang darinya ia menyulut dan
membekali diri. Sebab, ia sendiri sudah seperti itu, dengan dirinya sendiri,
pada zamannya sendiri, darinya dan untuknya, dan bukannya dari suatu zat selainnya.
Kemudian telah Anda
ketahui bahwa itu semua tak mungkin terperikan dan tak mungkin menyadang
sifat-sifat itu kecuali “Cahaya yang pertama”. Telah Anda ketahui pula bahwa
lelangit dan bumi terisi penuh dengan cahaya dari kedua watak atau sifatnya,
yakni yang dinisbatkan kepada penglihatan mata serta penglihatan hati. Atau
dengan kata lain, dengan indra dan dengan akal. Adapun cahaya indriawi ialah
yang dapat kita saksikan di lelangit, seperti bintang, matahari dan bulan. Atau
yang kita saksikan di bumi, seperti sinar-sinar yang memancar di atas segala
yang di bumi sehingga menimbulkan warna-warna yang beraneka ragam, terutama
pada musim-musim semi. Demikian da binatan, tumbuh-tumbuhan, logan dan segala
benda lainnya. Sekiranya tak ada cahaya seperti itu, warna-warna itu tak kan
tampak, bahkan tak berwujud sama sekali. Kemudian dari itu, segala bentuk dan
ukuran yang tampak bagi indra, hanya dapat diserap sesuai dengan warna-warna
itu dan tak mungkin itu semua dicerap kecuali perantaranya.
Adapun cahaya yang
pencerapannya secara mental dan spiritual, maka hal itu memenuhi alam atas,
yaitu alam bentuk esensi malaikat (Jawahir al-Mala’ikah)’ dan alam bawah, yaitu
dalam bentuk kehidupan hewani kemudian manusiawi. Dengan cahaya manusiawi
muncul tatanan alam bawah sebagaimana dengan cahaya malaikat muncul alam atas.
Itulah yang dimaksud firman Allah Swt. :
“Dialah yang telah
menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu sebagai penghuni yang
memakmurkannya. (QS. Hud 11 : 61).
Firman-Nya lagi :
“ ..... Bahwa Dia akan
menjadikan mereka khalifah-khalifah di muka bumi .... (QS. Al-Nur 24 : 55).
Firman-Nya lagi :
“ .... dan menjadikan
kami khalifah-khalifah di muka bumi (QS. Al-Naml 27 : 62). Firman-Nya lagi :
“ .... Aku jadikan
seorang khalifah di muka bumi ..... (QS. Al-Baqarah 2 : 30).
Jika hal ini telah Anda
ketahui, mengertilah Anda bahwa alam ini seluruhnya dipenuhi dengan
cahaya-cahaya lahiriah yang dicerap oleh mata, serta cahaya-cayaha batiniah
yang dicerap oleh akal. Kemudian mengertilah Anda bahwa “cahaya-cahaya bawah”
saling melimpahkan cahayanya, yang satu kepada yang lainnya, seperti
melimpahnya cahaya dari pelita. Bahwa pelita itu ialah cahaya kudus kenabian
(an nur an-nabawy al-qudsiy). Bahwa ruh-ruh kudus kenabian itu memperoleh
limpahan cahayanya dari ruh-ruh alam atas, sebagaimana pelita memperoleh
limpahan cahaya dari api. Bahwa cahaya alam atas saling melimpahkan antara yang
satu dengan lainnya. Bahwa itu berurut-urutan seperti urutan-urutan
maqam-maqam, yang kemudian semuanya menunjuk ke arah “cahaya segala cahaya”, asal
dan sumber cahaya yang Pertama dan Utama, yaitu Allah Yang Maha Esa, tiada
sekutu bagi-Nya.
Dengan demikian,
mengertilah Anda bahwa segala cahaya hanya beroleh pinjaman dari-Nya dan
sesungguhnya yang hakiki hanyalah cahaya-Nya. Bahwa segalanya berasal dari
cahaya-Nya, bahkan DIA-lah, tidak ada sesuatu “DIA” selain-Nya, kecuali secara
majaz.
Kesimpulannya, tak ada
cahaya kecuali DIA. Segala cahaya adalah cahaya dari arah yang datang dari-Nya
dan tidak sekali-kali dari zatnya sendiri. Wajah segalanya tertuju dan
menunjukkan dirinya kepada-Nya. Seperti dalam firman Allah :
“Ke mana pun kamu
berpaling, di sana wajah Allah. (QS. Al-Baqarah 2 : 115).
Dengan demikian, La
ilaha illa huwa (tak ada ilah kecuali DIA). Sebab, Ilah adalah ungkapan bagi
sesuatu yang kepada-Nya semua wajah menunjukkan dirinya dengan ibadah
(penghambaan) dan ta’lih (pengakuan bahwa DIA adalah ilah atau Tuhan mereka).
Yang kumaksud dengan
“semua wajah” ialah wajah-wajah semua jiwa atau, dengan perkataan lain, semua
cahaya dan semua ruh. Bahkan, sebagaimana “tiada tuhan selain DIA”, maka “tiada
dia kecuali DIA”. Sebab “dia” adalah ungkapan tentang sesuatu yang
kepadanya diarahkan penunjukan (isyarat). Bagaimana pun juga, tidak akan ada
penunjukkan kecuali kepada-Nya. Bahkan setiap kali Anda menunjuk, dalam
hakikatnya itu adalah penunjukkan kepada-Nya, meskipun Anda tidak mengenal-Nya
disebabkan kelalaian Anda tentang “Hakikat segala hakikat” seperti telah kami
sebutkan sebelum ini.
Tak seorang pun akan
menunjuk ke arah “cahaya matahari”, tapi ternyata ke arah “matahari” itu
sendiri. Maka kedudukan seluruh yang ada dalam wujud ini, dalam kenisbahannya
kepada Allah Swt., dapat ditamsilkan dengan kenisbahan cahaya kepada matahari.
Dengan demikian, “tiada tuhan kecuali Allah: (la ilaha ilallah) adalah
tauhidnya kaum awam, sedangkan “tak ada dia kecuali DIA” (la huwa ila huwa)
adalah tauhidnya kaum khusus. Sebab pernyataan yang pertama lebih umum,
sedangkan yang kedua lebih khusus, lebih meliputi, lebih benar, lebih tepat,
dan lebih dekat kepada “ketunggalan dan keesaan murni”.
Adapun akhir mi’raj
semua makhluk adalah “Kerajaan Ketunggalan” (Mamlakatul Fardaniyyah).
Di baitu, tidak ada lagi tempat pendakian,
sebab pendakian tidak bisa dibayangkan kecuali dengan kemajemukan, mengingat
bahwa itu adalah suatu bentuk kenisbian yang menyangkut suatu tempat yang dari
situ pendakian dimulai dan ke situ ia berakhir.
Namun, di saat
lenyapnya kemajemukan, ketunggalan menjadi kenyataan, kenisbian tak berlaku
lagi dan penunjukan pun tak menentu. Tidak ada lagi sesuatu yang disebut
ketinggian dan kerendahan, atau yang turun dan yang naik. Tak mungkin lagi
menanjak, tak mungkin lagi mendaki, sebab tidak ada ketinggian di balik
yang tertinggi. Tidak ada lagi kemajemukan di samping yang tunggal, dan tidak
ada lagi pendakian bersama dengan sirnanya kemajemukan.
Kalaupun ada perubahan
dari suatu keadaan seperti itu, maka itu hanya dapat terjadi dengan “turun ke
langit dunia”, yakni dengan cara pemancaran cahaya dari atas ke bawah. Sebab
sesuatu yang tertinggi kendati tidak ada yang tertinggi lagi darinya, tapi ada
yang lebih rendah darinya.
Inilah tujuan dari
segala tujuan dan akhir dari segala pencarian! Diketahui oleh siapa yang
mengetahuinya dan diingkari oleh siapa yang tidak mengenalnya. Ia termasuk ilmu
yang esensinya tersembunyi dan tersimpan rapat, yang tidak akan mengetahuinya
kecuali “laum ilmuwan yang mendalami ilmunya tentang Allah, atas perkenan Allah
(al-‘ulama’u billah). Manakala mereka mengungkapkannya tak akan mengingkarinya
kecuali ahlul ghirrati billah (yakni, roang-orang yang terkelabui dan mengira
dirinya telah mengenal Allah).
Maka tidaklah terlalu mengherankan apabila
sebagian ulama berkata bahwa yang diamksud dengan “turun ke langit dunia”,
ialah turunnya “seorang” malaikat.
Di antara kaum ‘arifin
ada yang berfaham lebih jauh dari itu dengan mengatakan bahwa Yang Mahatunggal
adakalanya turun ke langit dunia dalam arti “turun-Nya” ke penggunaan
indra-indra atau penggerakkan anggota tubuh dalam arti seperti yang
diisyaratkan oleh sabda Nabi saw. :
“ .... maka Aku menjadi
telinganya yang dengan itu ia mendengar, matanya yang dengan itu ia melihat,
serta lidahnya yang dengan itu ia bicara.”
Apabila DIA adalah
telinganya, matanya, dan lidahnya, maka dengan demikian Dia-lah, dan bukan
selain DIA, yang mendengar, yang melihat, dan berbicara. Demikian itulah makna
yang diisyaratkan oleh fiman-Nya kepada Musa a.s. : “Ketika aku sakit engkau
tak menjenguk-Ku” (hadis Qudsi).
Dengan ini dapat
dipahami semua gerakan yang dilakukan oleh orang yang benar-benar bertauhid
seperti ini dari langit dunia (langit terendah), dan perasaan-perasaannya dari
langit di atasnya, serta pemikiran akalnya di atas itu lagi ketika ia melakukan
pendakian dari langit akal menuju batas akhir mi’raj yang dibenarkan untuk
makhluk dan di “Kerajaan Ketunggalan” sampai tujuh lapisan,
kemudian setelah itu
bersemayam di atas ‘arsy wahdaniyyah (singgasana ketunggalan) dan dari sana
men-tadbir-kan segala urusan ke berbagai lapis langit ....
Seyogyanyalah uraian
ini menjadi bahan renungan siapa saja yang membaca hadis Nabi Saw., bahwa Allah
Swt, mencipta Adam a.s., menyerupai citra Al-Rahman” .... agar ia tidak
mengartikannya begitu saja secara sembarangan. Sebab hal itu jelas memiliki
takwil (arti tersembunyi) seperti juga dalam ucapan sebagian orang ahli tasawuf
: “Akulah yang Haqq” dan “Maha Suci Aku!” Demikian pula sabda Nabi Saw, (dalam
suatu hadis Qudsi) : “Tak kau jenguk Aku ketika Aku sakit” : dan .... “maka Aku
adalah telinganya, matanya, dan lidahnya ....”
Nah, kukira cukup
sampai di sini aku harus menarik kendali uraianku, sebab kurasa Anda tak akan
mampu menerima seperti ini lebih dari kadar yang telah kuberikan.
Barangkali Anda tak
mampu menggapai susunan kata-kata seperti di atas disebabkan himmah (pikiran
dan semangat) Anda tak dapat mencapai puncak itu. Oleh sebab itu, kini
terimalah olehmu kata-kata yang lebih dekat kepada pemahamanmu dan lebih dekat
kepada kelemahanmu.
(((()))
Ketahuilah bahwa makna
pernyataan “Allah adalah Cahaya lelangit dan bumi” dapat Anda pahami dalam
hubungannya dengan cahaya penglihatan lahiriah. Yaitu bila Anda menyaksikan
warna-warna musim semi, terutama kehijauannya, dalam cahaya siang hari
misalnya, tentu Anda takkan ragu bahwa Anda benar-benar menyaksikan warna-warna
itu. Bahkan mungkin Anda mengira bahwa Anda tak melihat apa-apa selain
warna-warni itu. Seakan-akan Anda berkata : “Tak sesuatu pun tampak
bagiku selain kehiajuan.”
Begitulah, banyak orang
bersikeras seperti ini, lalu mereka secara keliru mengatakan bahwa tak ada
makna bagi cahaya, dan bahwa tak ada suatu apa pun di samping warna-warna yang
tampak.
dengan demikian, mereka mengingkari adanya
cahaya, padahal ia adalah yang paling tampak benderang di antara segala
sesuatu. Betapa tidak, sedangkan dengannyalah segala benda akan tampak. ia pula
yang melihat pada dirinya sendiri dan membuat lainnya mampu melihat, seperti
penjelasan yang telah lalu.
Namun, pada saat
terbenamnya matahari dan ketidak hadiran pelita serta hilangnya bayang-bayang,
merek akan menyadari perbedaan esensial yang tak terhindarkan antara tempat
bayang-bayang dan letak cahaya. Lalu mereka akan mengakui adanya esensi cahaya
di balik warna-warna yang dapat dicerap bersama warna-warna yang tampak,
sehingga disebabkan kuatnya kesenyawaannya dengan warna-warna itu, ia menjadi
seakan-akan tak dapat dicerap. Disebabkan kuatnya ketampakkannya, ia pun
menjadi tersembunyi, kekuatannya itulah yang mungkin menyebabkannya
tersembunyi, sebab bilamana telah melampaui batasnya, keadaan sesuatu akan
tampak seperti keadaan kebalikannya.
Jika telah Anda sadari
ini, kini ketahuilah bahwa orang-orang yang telah tercerahkan nuraninya
(arbabul basha’ir) tak melihat sesuatu melainkan pasti juga melihat Allah
bersamanya. Mungkin pula sebagian dari mereka akan melampaui ini lalu berkata :
“Tak sesuatu pun yang kulihat kecuali telah kulihat Allah sebelumnmya”.
Sebab, di antara mereka ada yang melihat
segala sesuatu ketika melihat Allah; tapi ada pula yang melihat segala sesuatu
lalu melihat Allah dengan itu. Makna yang pertama ditunjukkan oleh firman Allah
Swt :
“ .... Tidakkan cukup
(bagimu) bahwa Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu? (QS. Fushshilat 41
:53).
Makna kedua ditunjukkan
oleh Firman-Nya sebelum itu :
“Akan Kami perlihatkan
kepada mereka tanda-tanda Kami di segala wilayah dan dalam jiwa mereka sendiri
hingga jelas bagi mereka bahwa itu adalah kebenaran sejati. (QS. Fushshilat 41
: 53).
Yang pertama termasuk
ahli musyahadah (penyaksian) dan yang kedua termasuk kelompok yang menyimpulkan
kemaujudan Allah dengan tanda-tanda dari segala ciptaan-Nya.
Yang pertama adalah
tingkatan kaum shiddiqin, yakni orang yang tulus dan membenarkan secara
sempurna. Yang kedua adalah tingkatan ‘ulama rasikhun (yang mendalam ilmunya).
Setelah kedua tingkatan itu, tak ada lagi
kecuali tingkatan orang-orang ghafilin (orang-orang yang lalai) dan mahjubin
(terhalang oleh tirai penutup).
((()))
Kemudian ketahuilah, sebagaimana
dengan cahaya lahiriah segala sesuatu akan tampak bagi bashirah (penglihatan
batiniah), sebab DIA bersama segala sesuatu, tak pernah berpisah dengannya, dan
dengan-Nya pula segalanya akan tampak.
namun di sini masih ada
perbedaan, yaitu bahwa cahaya lahiriah adakalanya menghilang dengan terbenamnya
matahari, tertutup sampai timbulnya kebali bayang-bayang. Sedangkan cahaya
ilahi yang dengannya tampak segala sesuatu, tak mungkin dibayangkan
ketidakhadirannya, mustahil pula ia akan terbenam.
Cahaya itu akan selalu bersama segala sesuatu
selama-lamanya.
Dengan demikian, dalam pembuktian ini terdapat
perbedaan. Seandainya dapat terbayangkan ketidak-hadiran Allah, niscaya
hancurlah lelangit dan bumi, dan akan tersingkaplah dengan adanya perbedaan itu
jalan menuju pengetahuan tentang esensi sesuatu yang menjadi Sumber Utama
segalanya.
Akan tetapi, mengingat
bahwa segala sesuatu semuanya sama dalam kesaksian akan keesaan penciptanya,
sebab segalanya – dan
bukan sebagiannya saja – bertasbih dengan memuji-Nya pada setiap waktu – dan
bukan di sebagian waktu saja – maka jelaslah tentang perbedaan tersebut dan
tertutuplah jalan untuk mengenali segala sesuatu ialah dengan (mengenali)
kebalikannya (atau lawannya).
Sehingga
kesaksian akan sesuatu yang tidak ada lawan dan kebalikannya akan
membingungkan, dan selanjutnya akan membuatnya tersembunyi atau tak dapat
dikenali.
Ketersembunyiannya itu
adalah justru akibat dari kuatnya ketampakkannya atau juga disebabkan ketiadaan
perhatian kepadanya akibat kuatnya pancaran cahayanya.
Mungkin sekali
rangkaian kata-kata ini pun tak dapat dimenegerti dengan baik oleh orang-orang
yang lemah pengetahuannya, sehingga ia memahami ucapan kami bahwa : “Allah
bersama segala sesuatu sebagaimana cahaya bersama segalanya”, seakan-akan
DIA menghuni setiap tempat dan ruang. Mahatinggi dan Mahasuci DIA dari
penisbahan kepada tempat!
Namun yang lebih jauh
kemungkinannya dari timbulnya khayalan ini ialah dengan menyatakan kepada Anda
bahwa DIA “ada” sebelum segala sesuatu, dan bahwa DIA berada di atas segala
sesuatu dan bahwa DIA yang menampakkan segala sesuatu.
Sesuatu yang menampakkan (mewujudkan), dalam
pengertian orang yang terbuka mata hatinya, tentu tidaklah akan berpisah
dari yang tampakkannya atau yang diwujudkannya. Itulah yang kami maksud dalam
ucapan kami bahwa “DIA bersama segala sesuatu”.
Kemudian, tentunya Anda
menyadari bahwa yang menampakkan bereada “sebelum” yang ditampakkan, dan di
atasnya, kendati DIA bersamanya. DIA “bersamanya” dari satu segi dan
“sebelumnya” dari satu segi. Namun, janganlah Anda mengira bahwa itu saling
bertentangan. Ambillah pelajaran dari benda-benda indriawi yang dapat
terjangkau oleh tingkatan pengetahuan Anda. Perhatikanlah bagaimana gerakan
tangan berlangsung “bersama” dengan gerakan bayangan tangan dan juga
“sebelumnya”.
Nah, siapa saja yang
dadanya tak cukup lapang untuk memahami ini, sebaiknya dia meninggalkan segala
ilmu yang sejenis dengan ini, sebab bagi setiap ilmu ada orang-orangnya, dan
setiap orang dimaksudkan baginya sesuatu yang memang ia diciptakan untuknya.
Silahkan Bagikan Artikel ini
Mohon Maaf, Kepada Semua Sahabat, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih.**** Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar(Cara Download) dibawah postingan. Apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada, kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.