بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
TERJEMAH KITAB
RISALATUL-QUSYAIRIYYAH
PENJELASAN
TENTANG
“TAHAPAN-TAHAPAN (MAQAMAT) PARA PENEMPUH JALAN SUFI”
21.
MURAQABAH
Allah
swt. berfirman :
“Dan
Allah Maha Mengawasi segala sesuatu.” (Qs. Al-Ahzab :52).
Diriwayatkan
dalam suatu Hadits, bahwa malaikat Jibril datang kepada Rasulullah saw. dalam
rupa sebagai seorang manusia. Ia bertanya :
“Wahai
Muhammmad, apakah iman itu?” Beliau menjawab : “Iman adalah bahwa engkau
percaya kepada Allah swt. para Malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya,
utusan-utusan-Nya, dan kepada takdir yang baik maupun yang buruk, yang manis
maupun yang pahit.” Jibril berkata : “Engkau benar.” Jariri (perawai Hadits
ini) berkata : “Kami semua heran atas penegasannya terhadap kebenaran jawaban
Nabi, sedangkan Jibril sendiri yang bertanya. Kemudian Jibril bertanya lagi :
“Katakanlah kepadaku, apakah Islam itu?” Nabi saw. menjawab : “Islam yaitu
hendaknya engkau menegakkan shalat, membayar zakat, berpuasa pada bulan
Ramadhan dan melaksanakan Ibadat Haji ke Baitullah.” Jibril berkata : “Engkau
benar”. Keudian ia bertanya lagi : “Katakanlah kepadaku, apakah ihsan itu?”
Nabi menjawab : “Ihsan yaitu hendaknya engkau menyembah Allah seolah-olah
engkau melihat-Nya, (namun) jika engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia
melihatmu.” Jibril berkata : “Engkau benar.” (Hr. Muslim, Tirmidzi, Abu Dawud
dan Nasa’i).
Syeikh
Ali ad-Daqqaq berkomentar, bahwa sabda Nabi saw. “Jika engkau tidak
melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu.” Merupakan petunjuk mengenai keadaan
mawas diriepatnya ia dalam kesadaran ini merupakan muraqabah kepada Allah swt,
dan inilah sumber kebaikan baginya. Ia hanya akan sampai kepada muraqabah ini
setelah sepenuhnya melakukan perhitungan dengan dirinya sendiri mengenai apa
yang telah terjadi di masa lampau, memperbaiki keadaannya di masa kini, tetapi
berteguh di jalan yang benar, memperbaiki hubungannya dengan Allah swt. dengan
sepenuh hati, menjaga diri agar setiap saat senantiasa ingat kepada Allah swt.
taat kepada-Nya dalam segala kondisi. Baru setelah ia mengetahui
keadaan-keadaannya. Dia melihat perbuatannya, dan Dia mendengar perkataannya.
Orang yang alpa akan semua hal ini, ia akan jatuh dari titik awal wushul, lalu
bagaimana ia akan mencapai taqarub?”
Al-Jurairy berkata
: “Orang yang belum mengukuhkan rasa takwa dan muraqabah dirinya kepada Allah
swt. tidak akan mencapai mukasyafah dan musyahadah.”
Syeikh
Abu Ali ad-Daqqaq – semoga Allah merahmatinya --- berkata : “Suatu ketika ada
seorang raja mempunyai seorang menteri yang mendampingi di hadapannya. Sang
menteri berpaling kepada salah seorang pelayan yang hadir, bukan karena curiga,
tapi karena merasa adanya bisik-bisik di antara pelayang itu. Kebetulan sang
raja juga sedang memperhatikan menterinya itu. Sang menteri khawatir bila sang
raja akan mengira ia melihat kepada para pelayan itu karena curiga. Karena itu,
sang menteri tetap mengarahkan pandangannya kepada mereka. Sejak hari itu sang
menteri selalu datang kepada raja dengan mata memandang ke satu sisi. Inilah
mawas diri seorang manusia terhadap sessamanya; maka bagaimana pula halnya
mawas diri hamba terhadap Tuhannya?”
Saya
mendengar sorang fakir mengabarkan : “Ada seorang raja mempunyai seorang
pelayan yang mendapat perhatian lebih dari pelayan lainnya. Tidak seorang pun
di antara mereka yang lebih berharga atau lebih tampan dari pelayan yang satu
itu. Sang raja ditanya tentang hal ini, maka ia lalu ingin menjelaskan kepada
mereka kelebihan pelayan tersebut dari pelayan lainnya dalam pengabdian. Suatu
hari ia sedang menunggu kuda bersama para pengiringnya. Di kejauhan tampak
sebuah gunung bersalju. Sang Raja menatap ke arah salju itu dan membungkukkan
kepala. Si pelayan lalu memacu kudanya. Orang-orang tidak tau mengapa si
pelayan memacu kudanya. Tidak lama kemudian ia kembali dengan membawa sidikit
salju. Sang raja bertanya kepadanya : “Bagaimana engkau tau bahwa aku
menginginkan salju?” Si pelayan menjawab : “Karena paduka menatapnya terus, dan
seorang raja hanya melihat sessuatu jika mempunyai niat yang benar.” Maka sang
raja lalu berkata : “Aku memberinya anugerah dan kehormatan khusus, karena bagi
setiap orang ada pekerjaanya sendiri, dan pekerjannya adalah mengamati
pandangan mataku dan memperhatikan keadaanku.”
Salah
seorang Sufi berkomentar : “Orang yang muraqabah kepada Allah dalam benaknya,
niscaya Allah swt. akan menjaga anggota badannya.”
Ketika
Abu Husain bin Hind ditanya : “Kapankah seorang hamba mengusir domba-dombanya
ari padang kebinasaan dengan tongkat panjangnya?” Ia menjawab : “Manakala ia
tau bahwa seseorang sedang memperhatikannya.”
Ketika
Ibnu Umar r.a. sedang berada dalam perjalanan ia melihat seorang anak laki-laki
sedang mengembalakan kambing. Ibnu Umar bertanya kepadanya : “Maukah engkau
menjual seekor kambingmu kepadaku?” Si anak menjawab : “Kambing-kambing ini
bukan milikku.” Ibnu Umar berkata : “Katakan saja kepada pemiliknya bahwa
seekor serigala telah melarikannya.” Si anak berkata : “Lantas di mana Allah?”
Setelah kejadian itu, untuk beberapa waktu lamanya Ibnu Umar selalu mengatakan
: “Budak itu berkata : :Di mana Allah?”
Al-Junayd
berkata : “Barangsiapa mewujudan muraqabah, hanyalah takut akan hilangnya
bagian dari Allah swt. tidak yang lain.”
Salah
seorang syeikh mempunyai beberapa murid, dan ia lebih menyukai salah seorang
muridnya dn memberinya perhatian lebih daripada murid-murid yang lain. Ketika
ditanya tentang hal itu, ia menjawab : “Aku akan menunjukkan kepaamu mengapa
aku bersikap demikian terhadapnya.” Lalu diberikannya kepada setiap orang
muridnya seekor burung dan memerintahkan kepada mereka : “Sembelihah
burung-burung itu di suatu tempat di mana tidak seorang pun akan melihatnya!.”
Mereka semua lalu berangkat, kemudian masing-masing kembali dengan burung
sembelihannya. Tetapi murid kesayangannya itu kembali dengan membawa burung
pemberian sang Syeikh yang masih dalam keadaan hidup. Ketika Syeikh bertanya :
“Mengapa engkau tidak menyembelihnya?” Si murid menjawab : “Tuan memerintahkan
saya untuk menyembelih burung ini di tempat yang tidak dilihat oleh siapa pun,
dan saya tidak bisa menemukan tempat seperti itu.” Mendengar jawaban muridnya
itu sang Syeikh lalu berkata kepada murid-murid yang lain : “Inilah sebabnya
mengapa aku lebih memberikan perhatian kepadanya.”
Dzun Nuun
al-Mishry mengatakan : “Tanda muraqabah adalah memilih apa yang di pilih oleh
Allah swt. menganggap besar apa yang dipandang besar oleh-Nya dan menganggap
remeh apa yang di pandang-Nya remeh.”
Ibrahim
an-Nashr abadzy menegaskan : “Harapan (raja’) mendorongmu untuk taat, takut
(khauf) menghindarkanmu dari maksiat; dan muraqabah diri membawamu kepada jalan
kebenaran hakiki.”
Ketika
ditanyakan kepada Ja’far bin Nashr mengenai muraqabah, ia berkata kepada saya :
“Muraqabah adalah menjaga diri terhadap sirri dikarenakan adanya kesadaran akan
pengawan Allah swt. terhadap setiap bisikan.”
Al
Jurairy menjelaskan : “Jalan kita didbangun atas dua bagian yaitu hendaknya
engkau memaksa jiwamu untuk muraqabah terhadap Allah swt. dan hendaknya ilmu
tampak dalam perilaku lahiriahmu.”
Abdullah
al-Murta’isy berkomentar : “ Muraqabah adalah menjaga diti atas batin sendiri
dikarenakan kesadaran akan Yang Ghaib dalam setiap pandangan dan ucaparn.”
Ketika
Ibnu Atha’ ditanya : “Amal ibadat apakah yang paling baik?” Ia menjawab :
“Muraqabah terhadap Allah swt di setiap waktu.”
Ibrahim
al-Khawwas berkata : “Kemawasan diri menghasilkan muraqabah; muraqabah
menghasilkan ketulusan bagin dan lahir, semata kepada Allah swt.”
Abu
Utsman al-Maghriby menegaskan : “Disiplin paling utama pada diri manusia dalam
menempuh tharikat ini adalah instropeksi dan muraqabah, sedang aplikasinya
dengan ilmu.”
Abu
Utsman menuturkan : “Abu Hafs mengatakan kepadaku, : “Manakala
engkau duduk mengajar orang gbanyak, jadilah seorang penasihat kepada hati dan
jiwamu sendiri dan jangan biarkan dirimu tertipu oleh berkumpulnya mereka di
sekelilingmu, sebab mereka hanya memperhatikan wujud lahiriahmu, sedangkan
Allah swt. memperhatikan wujud batinmu.”
Abu Sa’id
al-Kharraz mengabarkan : “Salah seorang syeikh mengatakan kepadaku : “Engkau
harus mengawasi batinmu dan bermawas diri terhadap Allah. Suaut ketika aku
sedang bepergian melalui padang pasir, dan tiba-tiba aku mendengar suara keras
yang menakutkan di belakangku. Aku ingin menoleh tapi, hatl itu tak kulakukan.
Lalu aku melihat sesuatu jatuh ke atas pundakku, dan aku menoleh, sedang aku
menjaga batinku, lantas aku menoleh dan kulihat seekor binatang buas yang
besar.”
Muhammad
al-Wasithy berkata : “Amal ibadat terbaik adalah menjaga waktu. Artinya, si
hamba tidak melihat ke luar batas dirinya, tidak memikirkan sesuatu pun selain
Tuhannya, dan tidak menyertakan diri dengan sesuatu pun selain waktunya.”
Silahkan Bagikan Artikel ini
Mohon Maaf, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih. Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar (Cara Download) dibawah postingan. apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.
Related Posts :