بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
BAB 1. PENGETAHUAN TENTANG DIRI
Pengetahuan tentang
diri adalah kunci pengetahuan tentang Tuhan, sesuai
dengan Hadits:
"Dia yang mentetahui dirinya sendiri, akan mengetahui
Tuhan," dan
sebagaimana yang tertulis di dalam al-Qur'an: "Akan Kami
tunjukkan ayat-ayat
kami di dunia ini dan di dalam diri mereka, agar
kebenaran tampak bagi
mereka." Nah, tidak ada yang lebih dekat kepada
anda kecuali diri anda
sendiri. Jika anda tidak mengetahui diri anda sendiri,
bagaimana anda bisa
mengetahui segala sesuatu yang lain. Jika berkata"
"Saya mengetahui diri saya"- yang berarti bentuk luar anda; badan,
muka dan
anggota-anggota badan lainnya - pengetahuan seperti itu tidak
akan pernah bisa
menjadi kunci pengetahuan tentang Tuhan. Demikian pula
halnya jika
pengetahuan anda hanyalah sekedar bahwa kalau lapar anda
makan, dan kalau marah
anda menyerang seseorang; akankah anda
dapatkan
kemajuan-kemajuan lebih lanjut di dalam lintasan ini, mengingat
bahwa dalam hal ini
hewanlah kawan anda?
Pengetahuan tentang
diri yang sebenarnya, ada dalam pengetahuan tentang
hal-hal berikut ini:
Siapakah anda, dan
dari mana anda datang? Kemana anda pergi, apa tujuan
anda datang lalu
tinggal sejenak di sini, serta di manakah kebahagiaan anda
dan kesedihan anda
yang sebenarnya berada? Sebagian sifat anda adalah
sifat-sifat binatang,
sebagian yan glain adalah sifat-sifat setan dan selebihnya
sifat-sifat malaikat.
Mestai anda temukan, mana di antara sifat-sifat ini yan
gaksidental dan mana
yan gesensial (pokok). Sebelum anda ketahui hal ini,
tak akan bisa anda
temukan letak kebahagiaan anda yang sebenarnya.
Pekerjaan hewan
hanyalah makan, tidur dan berkelahi. Oleh karena itu, jika
anda seekor hewan,
sibukkan diri anda dengan pekerjaan-pekerjaan ini.
Setan selalu sibuk
mengobarkan kejahatan, akal bulus dan kebohongan. Jika
anda termasuk dalam
kelompok mereka, kerjakan pekerjaan mereka.
Malaikat-malaikat
selalu merenungkan keindahan Tuhan dan sama sekali
bebas dari
kualitas-kualitas hewan. Jika anda punya sifat-sifat malaikat, maka
berjuanglah untuk
mencapai sifat-sifat asal anda agar bisa anda kenali dan
renungi Dia Yang Maha
Tinggi, serta merdeka dari perbudakan nafsu dan
amarah. Juga mesti
anda temukan sebab-sebab anda diciptakan dengan
kedua insting hewan
ini: mestikah keduanya menundukkan dan
memerangkap anda,
ataukah anda yang mesti menundukkan mereka dan -
dalam kemajuan anda -
menjadikan salah satu di antaranya sebagai kuda
tunggangan serta yang
lainnya sebagai senjata.
Langkah pertama menuju
pengetahuan tentang diri adalah menyadari bahwa
anda terdiri dari
bentuk luar yang disebut sebagai jasad, dan wujud dalam
yang disebut sebagai
hati atau ruh. Yang saya maksudkan dengan "hati"
bukanlah sepotong
daging yang terletak di bagian kiri badan, tetapi sesuatu
yang menggunakan
fakultas-fakultas lainnya sebagai alat dan pelayannya.
Pada hakikatnya dia
tidak termasuk dalam dunia kasat-mata, melainkan dunia maya; dia datang ke
dunia ini sebagai pelancong yang mengunjungi suatu
negeri asing untuk
keperluan perdagangan dan yang akhirnya akan kembali
ke tanah asalnya.
Pengetahuan tentang wujud dan sifat-sifatnya inilah yang
merupakan kunci
pengetahuan tentang Tuhan.
Beberapa gagasan
tentang hakikat hati atau ruh bisa diperoleh seseorang
yang mengatupkan
matanya dan melupakan segala sesuatu di sekitarnya
selain
individualitasnya. Dengan demikian, ia juga akan memperoleh
penglihatan sekilas
akan sifat tak berujung dari individualitas itu. Meskipun
demikian, pemeriksaan
yang terlalu dekat kepada esensi ruh dilarang oleh
syariat. Di dalam
al-Qur'an tertulis: "Mereka bertanya kepadamu tentang ruh.
Katakan: Ruh itu
adalah urusan Tuhanku." (QS 17:85). Yang bisa diketahui
adalah bahwa ia
merupakan suatu esensi tak terpisahkan yang termasuk
dalam dunia titah, dan
bahwa ia tidak berasal dari sesuatu yang abadi,
melainkan diciptakan.
Pengetahuan filosofis yang tepat tentang ruh bukanlah
merupakan pendahuluan
yang perlu untuk perjalanan di atas lintasan agama,
melainkan muncul lebih
sebagai akibat disiplin-diri dan kesabaran berada di
atas lintasan itu,
sebagaimana dikatakan dalam al-Qur'an: "Siapa yang
berjuang di jalan
Kami, pasti akan Kami tunjukkan padanya jalan yan glurus."
(QS 29:69).
Untuk melanjutkan
peperangan ruhaniah demi mendapatkan pengetahuan
tentang diri dan
tentang Tuhan, jasad bisa digambarkan sebagai suatu
kerajaan, jiwa (ruh)
sebagai rajanya serta berbagai indera dan fakultas lain
sebagai tentaranya.
Nalar bisa disebut sebagai wazir atau perdana menteri,
nafsu sebagai pemungut
pajak dan amarah sebagai petugas polisi. Dengan
berpura-pura
mengumpulkan pajak, nafsu terus-menerus cenderung untuk
merampas demi
kepentingannya sendiri, sementara amarah selalu cenderung
kepada kekasaran dan
kekerasan. Pemungut pajak dan petugas polisi
keduanya harus selalu
ditempatkan di bawah raja, tetapi tidak dibunuh atau
diungguli, mengingat
mereka memiliki fungsi-fungsi tersendiri yang harus
dipenuhinya. Tapi jika
nafsu dan amarah menguasai nalar, maka - tak bisa
tidak - keruntuhan
jiwa pasti terjadi. Jiwa yang membiarkan fakultas-fakultas
yang lebih rendah
untuk menguasai yang lebih tinggi ibarat seseorang yang
menyerahkan seorang
bidadari kepada kekuasaan seekor anjing, atau
seorang muslim kepada
tirani seorang kafir.
Penanaman kualitas-kualitas
setan, hewan ataupun malaikat menghasilkan
watak-watak yang
sesuai dengan kualitas tersebut - yang di Hari Perhitungan
akan diwujudkan dalam
bentuk kasat-mata, seperti nafsu sebagai babi, ganas
sebagai anjing dan
serigala, serta suci sebagai malaikat. Tujuan disiplin moral
adalah untuk
memurnikan hati dari karat-nafsu dan amarah, sehingga
bagaikan cermin yan
gjernih, ia memantulkan cahaya Tuhan.
Barangkali di antara
pembaca ada yang akan berkeberatan, "Tapi jika
manusia telah
diciptakan dengan kualitas-kualitas hewan, setan dan malaikat,
bagaimana bisa kita
ketahui bahwa kualitas malaikat merupakan esensinya
yang sebenarnya,
sementara kualitas hewan dan setan hanyalah aksidental
dan peralihan
belaka?" Atas pertanyaan ini, saya jawab bahwa esensi tiap
makhluk adalah sesuatu
yang tertinggi di dalam dirinya dan khas baginya.
4
Kuda dan keledai
kedua-duanya adalah hewan pengangkut beban, tetapi
kuda lebih unggul dari
keledai karena ia dimanfaatkan untuk perang. Jika
gagal dalam hal ini,
ia pun terpuruk ke tingkatan binatang pengangkut beban.
Fakultas tertinggi di
dalamnya adalah nalar yang menjadikannya bisa
merenung tentang
Tuhan. Jika fakultas ini dominan dalam dirinya, maka
ketika mati dia
tinggalkan di belakangnya segenap kecenderungan kepada
nafsu dan amarah,
sehingga memungkinkannya berkawan dengan para
malaikat. Dalam hal
pemilikan kualitas-kualitas hewan, manusia kalah
dibanding banyak
hewan, tetapi nalar membuatnya lebih unggul dari mereka,
sebagaimana tertulis
di dalam al-Qur'an: "Telah Kami tundukkan segala
sesuatu di atas bumi
untuk manusia" (QS 45:13). Tetapi jika kecenderungan-
kecenderungannya yang
lebih rendah yang menang, maka setelah
kematiannya, dia akan
selamanya menghadap ke bumi dan mendambakan
kesenangan-kesenangan
duniawi.
Selanjutnya, jiwa
rasional di dalam manusia penuh dengan keajaiban-
keajaiban pengetahuan
maupun kekuatan. Dengan itu semua ia menguasai
seni dan sains, ia
bisa menempuh jarak dari bumi ke langit bolak-balik
secepat kilat, dan
mampu mengatur lelangit dan mengukur jarak antar
bintang. Dengan itu
juga ia bisa menangkap ikan dari lautan dan burung-
burung dari udara,
serta bisa menundukkan binatang-binatang seperti gajah,unta dan kuda.Pancainderanya
bagaikan lima pintu yang terbuka menghadap ke dunia luar.
Tetapi ajaib dari
semuanya ini, hatinya memiliki jendela yang terbuka ke arah
dunia ruh yang tak
kasat-mata. Dalam keadaan tertidur, ketika saluran
inderanya tertutup,
jendela ini terbuka dan ia menerima kesan-kesan dari
dunia tak-kasat-mata;
kadang-kadang bisa ia dapatkan isyarat tentang masa
depan. Hatinya
bagaikan sebuah cermin yang memantulkan segala sesuatu
yang tergambar di
dalam Lauhul-mahfuzh. Tapi, bahkan dalam keadaan tidur,
pikiran-pikiran akan
segala sesuatu yang bersifat keduniaan akan
memburamkan cermin
ini, sehingga kesan-kesan yang diterimanya tidak
jelas. Meskipun
demikian setelah mati pikiran-pikiran seperti itu sirna dan
segala sesuatu tampak
dalam hakikat-telanjangnya. Dan kata-kata di dalam
al-Qur'an pun
menyatakan: "Telah Kami angkat tirai darimu dan hari ini
penglihatanmu amat
tajam."
Membuka sebuah jendela
di dalam hati yang mengarah kepada yan gtak-
kasat-mata ini juga
terjadi di dalam keadaan-keadaan yang mendekati ilham
kenabian, yakni ketika
intuisi timbul di dalam pikiran - tak terbawa lewat
saluran-indera apa
pun. Makin seseorang memurnikan dirinya dari syahwat-
syahwat badani dan
memusatkan pikirannya pada Tuhan, akan makin
pekalah ia terhadap
intuisi-intuisi seperti itu. Orang-orang yang tidak sadar
akan hal ini tidak
punya hak untuk menyangkal hakikatnya.
Intuisi-intuisi
seperti itu tidak pula terbatas hanya pada tingkatan kenabian
saja. Sebagaimana juga
besi, dengan memolesnya secukupnya, ia akan bisa
dijelmakan menjadi
sebuah cermin. Jadi, dengan disiplin yang memadai,
pikiran siapa pun bisa
dijadikan mampu menerima kesan-kesan seperti itu.
Kebenaran inilah yang
diisyaratkan oleh Nabi ketika beliau berkata: "Setiap anak lahir dengan
suatu fitrah (untuk menjadi muslim); orang tuanyalah yang
kemudian membuatnya
menjadi seorang Yahudi, Nasrani atau Majusi." Setiap
manusia, di kedalaman
kesadarannya, mendengar pertanyaan "Bukankah
Aku ini tuhanmu?"
dan menjawab "Ya". Tetapi ada hati yang menyerupai
cermin yang telah
sedemikian dikotori oleh karat dan kotoran sehingga tidak
lagi memberikan
pantulan-pantulan yang jernih. Sementara hati para nabi dan
wali, meskipun mereka
juga mempunyai nafsu seperti kita, sangat peka
terhadap segenap
kesan-kesan ilahiah.
Bukan hanya dengan
nalar pengetahuan capaian dan intuitif saja jiwa
manusia bisa menempati
tingkatan palin gutama di antara makhluk-makhluk
lain, tetapi juga
dengan nalar kekuatan. Sebagaimana malaikat-malaikat
berkuasa atas kekuatan-kekuatan
alam, demikian jugalah jiwa mengatur
anggota-anggota badan.
Jiwa yang telah mencapai suatu tingkatan kekuatan
khusus, tidak saja
mengatur jasadnya sendiri, melainkan juga jasad orang
lain. Jika mereka
ingin agar seseorang yang sakit bisa sembuh, maka si sakit
pun akan sembuh, atau
menginginkan seseorang yang sehat agar jatuh sakit,
maka sakitlah orang
itu, atau jika ia inginkan kehadiran seseorang, maka
datanglah orang itu
kepadanya. Sesuai dengan baik-buruknya akibat yang
ditimbulkan oleh jiwa
yang sangat kuat ini, hal tersebut diistilahkan sebagai
mukjizat dan sihir.
Jiwa ini berbeda dari orang biasa dalam tiga hal:
1. Yang hanya dilihat
oleh orang-orang lain sebagai mimpi, mereka lihat
pada saat-saat jaga.
2. Sementara kehendak
orang lain hanya mempengaruhi jasad mereka
saja, jiwa ini, dengan
kekuatan kehendaknya, bisa pula menggerakan
jasad-jasad di luar
mereka.
3. Pengetahuan yang
oleh orang lain diperoleh dengan belajar secara
sungguh-sungguh,
sampai kepada mereka lewat intuisi.
Tentunya bukan hanya
tiga tanda ini sajalah yang membedakan mereka dari
orang-orang biasa,
tetapi hanya ketiganya itulah yang bisa kita ketahui.
Sebagaimana halnya,
tidak ada sesuatu pun yang mengetahui sifat-sifat
Tuhan yang sebenarnya,
kecuali Tuhan sendiri, maka tak ada seorang pun
yang mengetahui sifat
sebenarnya seorang Nabi, kecuali seorang Nabi. Hal
ini tak perlu kita
herankan, sama halnya dengan di dalam peristiwa sehari-hari
kita melihat
kemustahilan untuk menerangkan keindahan puisi pada
seseorang yan
gtelinganya kebal terhadap irama, atau menjelaskan
keindahan warna kepada
seseorang yang sama sekali buta. Di samping
ketidakmampuan, ada
juga hambatan-hambatan lain di dalam pencapaian
kebenaran ruhaniah.
Salah satu di antaranya adalah pengetahuan yang
dicapai secara
eksternal. Sebagai misal, hati bisa digambarkan sebagai
sumur dan pancaindera
sebagai lima aliran yang dengan terus-menerus
membawa air ke
dalamnya. Agar bisa menemukan kandungan hati yang
sebenarnya, maka
aliran-aliran ini mesti dihentikan untuk sesaat dengan cara
apa pun dan sampah
yang dibawa bersamanya mesti dibersihkan dari sumur
itu. Dengan kata lain,
jika kita ingin sampai kepada kebenaran ruhani yang
murni, pada saat itu
mesti kita buang pengetahuan yang telah dicapai dengan
proses-proses
eksternal dan yang sering sekali mengeras menjadi prasangka
dogmatis.Kesalahan dari jenis
lain, berlawanan dengan itu, dibuat oleh orang-orang
yang dangkal yang -
dengan menggemakan beberapa ungkapan yang
mereka tangkap dari
guru-guru Sufi - ke sana ke mari menyebarkan kutukan
terhadap semua
pengetahuan. Ia bagaikan seseorang yang tidak capak di
bidang kimia
menyebarkan ucapan: "Kimia lebih baik dari emas," dan
menolak emas ketika
ditawarkan kepadanya. Kimia memang lebih baik dari
emas, tapi para ahli
kimia sejati amatlah langka, demikian pula Sufi-sufi sejati.
Seseorang yang hanya
memiliki pengetahuan yang dangkal tentang tasawuf,
tidak lebih unggul
daripada seorang yang terpelajar. Demikian pula seseorang
yang baru mencoba
beberapa percobaan kimia, tidak punya alasan untuk
merendahkan seorang
kaya.
Setiap orang yang
mengkaji persoalan ini akan melihat bahwa kebahagiaan
memang terkaitkan
dengan pengetahuan tentang Tuhan. Tiap fakultas dalam
diri kita senang
dengan segala sesuatu yang untuknya ia diciptakan. Syahwat
senang memuasi nafsu,
kemarahan senang membalas dendam, mata senang
melihat obyek-obyek
yang indah, dan telinga senang mendengar suara-suara
yang selaras. Fungsi
tertinggi jiwa manusia adalah pencerapan kebenaran,
karena itu dalam
mencerap kebenaran tersebut ia mendapatkan kesenangan
tersendiri. Bahkan
soal-soal remeh, seperti mempelajari catur, juga
mengandung kebaikan.
Dan makin tinggi materi subyek pengetahuan
didapatnya, makin
besarlah kesenangannya. Seseorang akan senang jika
dipercayai untuk
jabatan Perdana Menteri, tetapi betapa lebih senangnya ia
jika sang raja
sedemikian akrab dengannya sehingga membukakan soal-soal
rahasia baginya.
Seorang ahli astronomi
yang dengan pengetahuannya bisa memetakan
bintang-bintang dan
menguraikan lintasan-lintasannya, mereguk lebih banyak
kenikmatan dari
pengetahuannya dibanding seorang pemain catur. Setelah
mengetahui bahwa tak
ada sesuatu yang lebih tinggi dari Allah, maka betapa
akan besarnya
kebahagiaan yang memancar dari pengetahuan sejati tentang-
Nya itu!
Orang yang telah
kehilangan keinginan akan pengetahuan seperti ini adalah
bagaikan seorang yang
telah kehilangan seleranya terhadap makanan sehat,
atau yang untuk
hidupnya lebih menyukai makan lempung daripada roti.
Semua nafsu badani
musnah pada saat kematian bersamaan dengan
kematian organ-organ
yang biasa diperalat nafsu-nafsu tersebut. Tetapi jiwa
tidak. Ia simpan
segala pengetahuan tentang Tuhan yang dimilikinya, malah
menambahnya.
Suatu bagian penting dari
pengetahuan kita tentang Tuhan timbul dari kajian
dan renungan atas
jasad kita sendiri yang menampakkan pada kita
kebijaksanaan,
kekuasaan, serta cinta Sang Pencipta. Dengan kekuasan-
Nya, Ia bangun
kerangka tubuh manusia yang luar biasa dari hanya suatu
tetesan belaka.
Kebijakan-Nya terungkapkan di dalam kerumitan jasad kita
serta kemampuan
bagian-bagiannya untuk saling menyesuaikan,Ia
perlihatkan cinta-Nya
dengan memberikan lebih dari sekadar organ-organ
yang memang mutlak
perlu bagi eksistensi - seperti hati, jantung dan otak -
tetapi juga yang tidak
mutlak perlu - seperti tangan, kaki, lidan dan mata.
Kepada semuanya ini
telah Ia tambahkan sebagai hiasan hitamnya rambut,
merahnya bibir dan
melengkungnya bulu mata.
Manusia dengan tepat
disebut sebagi 'alamushshaghir' atau jasad-kecil di
dalam dirinya.
Struktur jasadnya mesti dipelajari, bukan hanya oleh orang-
orang yang ingin
menjadi dokter, tetapi juga oleh orang-orang yang ingin
mencapai pengetahuan
yang lebih dalam tentang Tuhan, sebagaimana studi
yang mendalam tentang
keindahan dan corak bahasa di dalam sebuah puisi
yang agung akan
mengungkapkan pada kita lebih banyak tentang kejeniusan
pengarangnya.
Di atas semua itu,
pengetahuan tentang jiwa memainkan peranan yang lebih
penting dalam
membimbing ke arah pengetahuan tentang Tuhan ketimbang
pengetauhan tentan
gjasad kita dan fungsi-fungsinya. Jasad bisa
diperbandingkan dengan
seekor kuda dengan jiwa sebagai penunggangnya.
Jasad diciptakan untuk
jiwa dan jiwa untuk jasad. Jika seorang manusia tidak
mengetahui jiwanya
sendiri - yang merupakan sesuatu yang paling dekat
dengannya - maka apa
arti klaimnya bahwa ia telah mengetahui hal-hal lain.
Kalau demikian, ia
bagaikan seorang pengemis yang tidak memiliki
persediaan makanan,
lalu mengklaim bisa memberi makan seluruh penduduk kota.
Dalam bab ini kita
telah berusaha sampai tingkat tertentu untuk memaparkan kebesaran jiwa
manusia. Seseorang yang mengabaikannya dan menodai kapasitasnya dengan
karat atau memerosotkannya, pasti menjadi pihak yang kalah di dunia ini dan
di dunia mendatang. Kebesaran manusia yangsebenarnya terletak
pada kapasitasnya untuk terus-menerus meraih kemajuan. Jika tidak,
di dalam ruang temporal ini, ia akan menjadi makhluk
yang paling lemah di
antara segalanya - takluk oleh kelaparan, kehausan,panas, dingin dan
penderitaan. Sesuatu yang paling ia senangi sering
merupakan sesuatu yang
paling berbahaya baginya. Dan sesuatu yang
menguntungkannya tidak
bisa ia peroleh kecuali dengan kesusahan dan kesulitan. Mengenai
inteleknya, sekadar suatu kekacauan kecil saja di dalam
otaknya sudah cukup
untuk memusnahkan atau membuatnya gila.
Sedangkan mengenai
kekuatannya, sekadar sengatan tawon saja sudah bisa
mengganggu rasa santai
dan tidurnya. Mengenai tabiatnya, dia sudah akan gelisah hanya dengan
kehilangan satu rupiah saja. Dan tentang kecantikannya, ia
hanya sedikit lebih cantik daripada benda-benda
memuakkan yang
diselubungi dengan kulit halus. Jika tidak sering dicuci, ia akan menjadi sangat
menjijikkan dan memalukan. Sebenarnyalah manusia
di dunia ini sungguh amat lemah dan hina. Hanya di
dalam kehidupan yang
akan datang sajalah ia akan mempunyai nilai, jika
dengan sarana
"kimia kebahagiaan" tersebut ia meningkat dari tingkat hewan
ke tingkat malaikat.
Jika tidak, maka keadaannya akan menjadi lebih buruk
dari orang-orang
biadab yan gpasti musnah dan menjadi debu. Perlu baginya
untuk - bersamaan
dengan timbulnya kesadaran akan keunggulannya
sebagai makhluk
terbaik - belajar mengetahui juga ketidakberdayaannya,
karena hal ini juga
merupakan salah satu kunci kepada pengetahuan tentang
Tuhan.
Silahkan Bagikan Artikel ini
Mohon Maaf, Kepada Semua Sahabat, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih.**** Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar(Cara Download) dibawah postingan. Apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada, kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.