بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
Sikap Benar Terhadap Urusan Allah
Syeikh Abul Hasan Asy-Syadzily
Barangsiapa memutuskan diri
untuk tidak mengurus dirinya dan melimpahkan urusannya pada Allah; memutuskan
pilihannya hanya pada pilihan Allah; memutuskan pandangannya hanya
memandang Allah; memutuskan kebaikannya hanya pada ilmu Allah disebabkan
oleh disiplin kepatuhan dan ridhanya; kepasrahan total dan tawakalnya
pada Allah;
maka Allah benar-benar
menganugerahkan kebaikan nurani hati, yang juga disertai dengan dzikir,
tafakkur dan hal-hal lain yang sangat istimewa.
(Syeikh Abul Hasan berkata pada
salah satu muridnya): Aku melihatmu senantiasa mengekang nafsumu dan menarik
perkaramu dalam memerangi nafsumu itu. Engkau wahai Luka’ bin Luka’,
maksudku dengan itu menyatakan dua nafsu, terhadap leluhur dan pada anak-anak.
Engkau ditindih oleh ikut mengatur urusan (yang bukan urusanmu), hingga
sampai pada suapan yang engkau makan dan minuman yang engkau teguk, juga
dalam ucapan yang engkau katakan atau engkau diamkan. Lalu dimana posisimu di
hadapan Yang Maha Mengatur, Maha Tahu dan Maha Mendengar lagi Melihat; Maha
Bijaksana lagi Maha Waspada, Yang Maha Agung Keagungan-Nya dan Maha Suci
Asma’-asma’-Nya? Bagaimana bisa Dia disertai oleh yang lain-Nya? Karena itu
bila engkau menghendaki sesuatu yang akan engkau lakukan atau engkau
tinggalkan, maka berlarilah kepada Allah menghindari semua itu, maka Allah pun
akan menyingkirkanmu dari neraka. Jangan mengecualikan sedikitpun. Tunduklah
kepada Allah, kembalikan dirimu kepada Allah. Sebab Tuhanmu mencipta apa
yang dikehendaki-Nya dan memilihkan.
Hal demikian tidak akan kokoh
kecuali pada orang yang benar atau seorang wali. Orang yang benar adalah orang
yang mengikuti aturan hukum. Sedangkan wali orang yang tidak mempunyai
aturan hukum. Orang yang benar bersama hukum Allah, sedangkan wali, fana’
dari segala sesuatu bersama Allah.
Sementara para Ulama ikut mengatur
dan memilih, menganalisa dan mengiaskan. Mereka dengan segenap akal dan
sifatnya senantiasa demikian. Sedangkan para syuhada’ terus menerus
mengendalikan dan berjuang, mereka berperang, membunuh dan dibunuh, dan mereka
hidup dan ada pula yang mati. Mereka dihadapan Allah tetap hidup walaupun
secara indera dan fisik tidak ada.
Adapun orang-orang shaleh, jasad
mereka disucikan sedangkan rahasia batin mereka menggigil dan tegang. Tidak
relevan untuk menjelaskan kondisi ruhani mereka kecuali bagi orang yang benar
pada awal langkahnya atau bagi wali pada akhir tahapnya. Engkau cukup melihat
apa yang tampak pada lahirnya berupa kebajikan-kebajikan mereka, dan jangan
berupaya menjelaskan kondisi batin mereka. Kalau engkau inginkan suatu
perkara yang hendak engkau lakukan atau engkau tinggalkan, kembalilah kepada
Allah, seperti yang kukatakan kepadamu. Mohonlah pertolongan kepada Allah dan
kembalikan dirimu pada-Nya. Ucapkanlah:
“Wahai Yang Awal, wahai Yang Akhir,
aku memohon demi kebenaran namaku pada
Asma-Mu, dan sifatku pada Sifat-Mu, dan urusanku pada Urusan-Mu, pilihanku pada
Pilihan-Mu, jadikanlah bagiku sebagaimana engkau berikan kepada wali-wali-Mu
(Dan masukkan diriku)dalam berbagai hal (pada jalan masuk yang benar, dan
keluarkanlah diriku tempat keluar yang benar, dan berikanlah padaku, dari
sisi-Mu, kekuasaan yang menolong). Takutlah dirimu untuk bersangka buruk kepada
Allah: “Bertawakallah kepada Allah, sesungguhnya Allah mencintai
orang-orang yang bertawakal.”
Aku pernah melihat, seakan-akan
diriku duduk dengan salah seorang muridku di hadapan guruku —semoga Allah
merahmatinya—, lalu guruku berkata, “Jagalah empat hal dariku. Tiga untukmu dan
yang satu untuk orang yang kasihan ini:
Janganlah engkau berusaha memilih
persoalanmu sedikitpun, pilihlah untuk tidak memilih.
Berlarilah dari semua upaya memilih
itu. Penghindaran pilihanmu pada segala sesuatu, semata untuk menuju kepada
Allah. “Dan Tuhanmu menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan memilih apa
yang terbaik bagi mereka.”
Setiap pilihan-pilihan syariat dan
tata aturannnya, maka itulah pilihan Allah, engkau tidak memiliki kompetensi di
dalamnya, dan engkau harus patuh pada-Nya, simak dan taatlah. Itulah posisi
Pemahaman Ilahi (fiqhul-Ilahy) dan Ilmu Ilhami (ilmul-ilhamy). Itulah bumi ilmu
hakikat yang diambil dari Allah bagi orang yang bertindak lurus. Fahami dan
baca, serta berdoalah kepada Tuhanmu, sesungguhnya engkau berada dalam petunjuk
yang lurus. Namun apabila mereka membantahmu, katakanlah, Allah Maha Tahu atas
apa yang kalian semua ketahui.
Engkau harus tetap zuhud di dunia
dan bertawakal kepada Allah. Sebab zuhud itu merupakan fondasi amal, dan
tawakal merupakan modal dalam berbagai tingkah laku ruhani. Bersaksilah
kepada Allah dan berpegang teguhlah dalam ucapan-ucapan, tindakan-tindakan,
akhlak, dan tingkah laku ruhani. “Barangsiapa berpegang teguh kepada Allah,
maka benar-benar ia diberi petunjuk ke jalan lurus.”
Takutlah untuk bersikap ragu,
syirik, tamak, dan berpaling dari Allah demi sesuatu. Sembahlah Allah atas
dasar agungnya kedekatan, engkau akan mendapatkan kecintaan dan keistimewaan
pilihan, kekhususan dan kewalian dari Allah. “Allah adalah Wali bagi
orang-orang yang bertaqwa.”
Sedangkan —untuk lelaki yang perlu
dikasihani ini— faktor yang menyebabkan putusnya hubungan ketaatan dengan
Allah, dan hatinya yang terhijabi dari bukti-bukti ketauhidan, ada dua perkara:
Pertama ia masuk dalam pekerjaan
dunianya dengan cara ikut campur mengaturnya. Kedua dalam amal akhiratnya
dipenuhi keraguan atas anugerah-anugerah Ilahi Sang Kekasih. Sehingga Allah
menyiksanya lewat hijab, dan terus menerus dalam keraguan, serta melalaikannya
akan hisab kelak, lalu ia terjerumus dalam lautan tadbir dan takdir (ikut
campur aturan dan takdir Allah). Lalu ia mendekati dengan kewaspadaan yang
kotor. Apakah kalian semua tidak bertobat kepada Allah dan mohon ampunan
kepada-Nya, sedangkan Alllah itu Maha Pengampun lagi Maha Pengasih. Karena itu
kembalilah pada Allah berkaitan dengan prinsip-prinsip pengaturan dan takdir,
engkau akan mendapatkan limpahan kemudahan, antara dirimu dengan
kesulitan yang ada akan terhapuskan. Setiap ke-wira’i-an yang tidak membuahkan
ilmu dan nur, maka ke-wira’i-an itu sama sekali tak berpahala. Sedangkan setiap
kemaksiatan yang diikuti oleh rasa takut dan berlari kepada Allah, janganlah
engkau anggap sebagai dosa.
Ambilah rizkimu menurut pilihan
Allah bagimu dengan mengamalkan ilmu dan mengikuti sunnah Nabi Saw.
Engkau jangan naik ke tahap
berikutnya sebelum Allah menaikkan dirimu, sebab dengan tindakanmu itu telapak
kakimu bisa tergelincir.
Suatu ketika aku berhasrat pada
sedikit saja dari dunia, tidak banyak, lantas aku mengurungkan dan
mengkhawatirkan jika hal itu termasuk adab yang buruk (su’ul adab). Aku
bergegas kepada Tuhanku, dan ketika tidur aku bermimpi, seakan-akan Nabi
Sulaiman as. sedang duduk di atas tempat tidur, sementara di sekelilingnya
banyak pasukan. Beliau menyodorkan periuk dan piringnya. Aku melihat
suatu hal yang telah disifatkan Allah dalam firman-Nya: “dan piring-piring
yang besarnya seperti kolam dan periuk-periuk yang tetap (di atas
tungkunya).” (Q.s. Saba’: 13). Lalu tiba-tiba ada yang memanggilku, “Janganlah
engkau memilih sedikitpun disisi Allah, namun jika engkau memilih sebagai
ubudiyah semata bagi Allah dalam rangka mengikuti Rasulullah Saw. ketika
bersabda: “Sebagai hamba yang bersyukur” yakni sebagai Rasul. Kalau toh
pun harus memilih, pilihlah untuk tidak memilih. Dan larikanlah pilihanmu itu
pada pilihan Allah.”
Aku terbangun dari tidurku, lalu
kulihat ada yang berkata padaku, “Sesungguhnya Allah telah memilihkanmu untuk
berdoa:
“Ya Allah luaskanlah rizki padaku
dari duniaku, dan janganlah engkau jadikan hijab dengannya (rizki dunia) itu
terhadap akhiratku. Jadikanlah tempatku di sisi-Mu selamanya dihadapan-Mu,
senantiasa memandang dari-Mu kepada-Mu. Tampakkanlah Wajah-Mu dan tampakkanlah
padaku dari penglihatan dan dari segala sesuatu selain-Mu. Hapuskanlah
penghalang antara diriku dengan Diri-Mu. Wahai Dzat, yang Dia adalah Maha Awal,
Maha Akhir, Maha Dzahir, Maha Batin, dan Dia adalah Maha Tahu atas segala
sesuatu.”
Manusia paling celaka adalah manusia
yang menghalangai diri pada Tuhannya, dan mengambil alih urusan duniawinya,
sementara ia alpa akan prinsip dan tujuan, serta amal akhiratnya.
Silahkan Bagikan Artikel ini
Mohon Maaf, Kepada Semua Sahabat, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih.**** Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar(Cara Download) dibawah postingan. Apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada, kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.