بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
Jatuhnya "Benteng Terakhir" Turki Utsmani
*Sultan Abdul Hamid II*
Beberapa referensi sejarah menyebutkan bahwa Sultan Abdul Hamid II pernah berteriak di depan wajah Bapak Zionisme Theodor Herzl, “Pergi dari hadapanku, hai manusia hina!” Ia pun berteriak kepada penjaga pintu yang mengizinkannya masuk, “Tidak tahukah kamu apa yang diinginkan babi ini dariku?” Setelah diusir, Herzl bersama rekannya bankir Yahudi Mizray Qrasow pergi ke Italia. Kemudian Qrasow mengirim telegram kepada Sultan, “Anda akan membayar pertemuan itu dengan nyawa dan kekuasaan Anda.”
Yahudi benar-benar bertekad menjatuhkan Abdul Hamid. Terbukti pada tahun 1904 mereka meledakkan sebuah truk di depan masjid tempat Sultan melaksanakan shalat Jumat, namun Allah menyelamatkannya dari kematian, padahal ketika itu banyak orang yang tewas.
Selanjutnya orang-orang Freemason berkonspirasi untuk menjatuhkan Sultan dari dalam. Mereka memiliki agen-agen yang menjadi pejabat-pejabat tinggi negara, seperti Thal’at Pasha, Menteri Pertahanan Anwar Pasha, Menteri Pendayagunaan Arstidi Pasha, Gubernur Syam Jamal Pasha, Menteri Keuangan Jawid Pasha (David Pasha), dan Mushthafa Kamal Pasha (Komandan Perang Wilayah Timur Arab dalam Perang Dunia 1).
Lama-kelamaan Sultan merasa dirinya dikelililingi oleh orang-orang yang sudah dibeli oleh gerakan Freemasonry yang memiliki kover organisasi Ittihat we Terrakki (IWT) (Persatuan dan Kemajuan).
Genggaman kekuasaan Sultan sedikit demi sedikit mulai melemah, hingga akhirnya mereka berhasil memaksa Sultan untuk mengumumkan konstitusi baru. Akhirnya Sultan membentuk Majalis Mab’utsan (semisal Dewan Perwakilan Rakyat) yang di dalamnya bisa dimasuki orang Yahudi, Nasrani, dan Muslim. Mizray Qrasow sendiri masuk dalam majelis tersebut.
Konstitusi tersebut diumumkan pada tahun 1908. Pengumuman konstitusi baru ini adalah dianggap sebagai kemenangan besar bagi orang-orang Kristen dan Yahudi di berbagai belahan dunia, sampai-sampai George Zaidan, tokoh Kristen pemilik Darul Hilal, menghadiahkan bukunya yang berjudul Al-lnqilab Al-’Utsmani (Revolusi Utsmaniyah) kepada orang-orang yang dianggapnya pahlawan tersebut.
Kemudian Majalis Mab’utsan bersidang untuk mengeluarkan surat pernyataan dilengserkannya Sultan. Dalam momen ini hakhom Yahudi Konstantinopel yang bernama Nahum Haym memiliki peran sangat menonjol. Ada tiga orang, yang kemudian mengajukan surat pencopotan tersebut kepada Sultan, yaitu Mizray Qrasow, Arstidi Pasha, dan Arif Hikmat, perwira angkatan laut yang ibunya menjadi pelayan di istana Sultan. Untuk mengamankan revolusi, orang-orang Freemason berhasil menggerakkan tentara di bawah pimpinan Mahmud Syaukat, seorang komandan berdarah Arab.
Pelengseran Sultan Abdul Hamid dari tampuk khilafah terjadi pada April 1909. Ini adalah pukulan yang sangat telak bagi umat Islam. Pada malam ketika Sultan Abdul Hamid turun tahta, bisa dikatakan bahwa Islam secara nyata telah disingkirkan dari kehidupan bernegara dan masyarakat, dan pada dasarnya Palestina juga sudah jatuh ke tangan Yahudi.
Anwar Pasha—salah satu tokoh Freemason dan aktor di balik pemberontakan terhadap Sultan—pernah berkata dengan nada “penyesalan” kepada Jamal Pasha, “Wahai Jamal, tahukah kamu apa dosa kita? Kita tidak mengenal dengan baik siapa itu Sultan Abdul Hamid sehingga kita diperalat oleh Zionis. Orang-orang Freemason internasional telah membeli kita sehingga kita mengerahkan segala upaya demi kepentingan Zionis. Inilah dosa kita sebenarnya.”
Dalam bukunya *Da’wah Al-Muqawamah Al-’Alamiyyah*, Abu Mush’ab As-Suri juga pernah mengutip pernyataan Bernard Lewis, sejarawan Yahudi ternama dari Amerika, “Rekan-rekan kita dari kalangan Masonis dan Yahudi telah bekerjasama secara diam-diam untuk menyingkirkan Sultan Abdul Hamid. Dia adalah penghalang yang kuat bagi bangsa Yahudi, sebab dia menolak memberikan Tanah Palestina untuk Yahudi walaupun hanya sejengkal.”
*Wibawa Sultan Abdul Hamid II di Mata Dunia*
Meskipun Inggris dan Prancis sejak lama lagi ingin menghancurkan Daulah Utsmaniyah, tetapi istilah ‘Jihad’- masih cukup berdaya untuk menjadikan Eropa menggeletar. Eropa masih takut terhadap “Orang Sakit Eropa”, julukan bagi Daulah Utsmaniyah.
Di Prancis, misalnya, pernah ada rencana pementasan teater yang diadaptasi dari karya *Voltaire*. Drama itu bertema “Muhammad atau Kefanatikan” yang isinya mencaci Rasulullah. Di samping itu juga menghina putra angkat beliau Zaid bin Haritsah serta istrinya Zainab—yang setelah bercerai dinikahi oleh Rasulullah.
Setelah mengetahui berita tentang rencana pementasan tersebut, Sultan Abdul Hamid II memperingatkan pemerintah Prancis melalui duta besarnya di Paris agar menghentikan pementasan drama itu dan mengingatkan akan dampak politik yang bakal dihadapi Prancis jika pementasan tersebut nekat dilanjutkan. Prancis pun serta-merta membatalkannya.
Grup teater itu pun datang ke Inggris untuk melanjutkan pementasan serupa dan sekali lagi Sultan memperingatkan Inggris. Kali ini Inggris menolak peringatan tersebut dengan alasan tiket-tiket telah dijual dan pembatalan drama bertentangan dengan prinsip kebebasan rakyatnya. Perwakilan Turki Utsmani di Inggris pun menyatakan ke Pemerintah Inggris bahwa meskipun Prancis mempraktikkan “kebebasan”, tetapi mereka telah melarang pementasan drama tersebut. Namun, Inggris berkilah bahwa kebebasan yang dinikmati oleh rakyatnya jauh lebih baik dari apa yang dinikmati oleh Prancis.
Setelah mendengar jawaban itu, Sultan Abdul Hamid II sekali lagi memperingatkan, “*Saya akan mengeluarkan perintah kepada umat Islam dengan menyatakan bahwa Inggris sedang menyerang dan menghina Rasulullah kami! Saya akan menyatakan jihad fisabilillah (perang)*.” Mendapat gertakan ini, Inggris dengan segera melupakan klaim “kebebasan berekspresi”nya, dan pementasan teater itu pun dibatalkan.
Jadi, meskipun Daulah Utsmaniyah berada dalam kondisi sekarat, namun Sultan Abdul Hamid II masih dihormati di kancah internasional, dan kata “jihad” mengintimidasi kekuatan besar Barat. Inilah intervensinya dalam rangka melindungi kepentingan umat Islam dalam urusan global. (Buletin Khilafah No. 15, 23 Juni 1989, Inggris dan Ar-Rayyah, Vol. 3, Ed. 4, April 1994).
Kehebatan Abdul Hamid diakui sendiri oleh penguasa Eropa seperti Raja Jerman Wilhelm II. Dia pernah berkata, “Aku telah menemui banyak raja dan penguasa sepanjang hidupku. Aku temukan mereka semua lebih lemah jika dibandingkan denganku, atau yang terkuat sekalipun adalah yang sebanding denganku. Namun, jika berhadapan dengan Abdul Hamid, aku merasa gentar.” Wilhelm II memang pernah mengunjungi Abdul Hamid pada tahun 1898.
*Mushthafa Kamal: Menghancurkan Turki dan Menyingkirkan Khilafah*
Setelah kejatuhan Sultan Abdul Hamid II, selanjutnya Turki dikendalikan oleh Kelompok Turki Muda dan IWT yang juga sudah dikendalikan oleh Yahudi Freemason.
Begitulah, ujian dan goncangan menimpa Turki secara bertubi-tubi. Institusi khilafah yang lemah dipermainkan oleh orang-orang IWT yang mempropagandakan nasionalisme.
Mereka sendiri umumnya adalah orang-orang sekular dan anti-Islam. Tempat-tempat ibadah Yahudi-Masonik pun tersebar begitu cepat, sementara utang negara juga semakin menumpuk.
Semua itu akibat oleh ulah tangan Yahudi yang ingin melemahkan Turki sehingga mereka bisa sampai ke Palestina, “Tanah yang Dijanjikan”.
Turki keluar dari Perang Dunia I dan II dalam keadaan “hancur lebur”. Negara-negara Sekutu berebut untuk membagibagi “warisan” wilayahnya yang luas. Eropa pun bisa beristirahat dengan tenang dari “sosok menakutkan” yang telah membuat mereka sulit tidur dalam kurun waktu yang cukup lama.
Kemudian tampil Mushthafa Kamal Attaturk, padahal sebelumnya ia kalah dalam pertempuran di Timur Arab. Sosoknya menonjol sebagai komandan militer setelah terlibat pertempuran sengit melawan Yunani. Sejak itu pena mulai bergerak menuliskan kemenonjolan Musthafa Kamal. Sebagian pengamat sejarah dan politik berpendapat bahwa sikap diam Triple Entente –tiga negara pengawas, yaitu Inggris, Prancis, dan Rusia, yang menyiagakan pasukan di dekat front pertempuran antara Turki vs Yunani–karena memiliki tujuan tersendiri. Sosok Mushthafa Kamal perlu ditonjolkan agar dia bisa menjalankan peran yang sudah menunggunya, yakni memerangi Islam dan meruntuhkan khilafah.
Akhirnya negara-negara koalisi itu menarik diri dari Turki. Ketika Majelis Umum Inggris mengkitik Karzon yang menyetujui penarikan pasukan koalisi dari Turki—karena khawatir Turki akan bangkit kembali untuk menyerang Eropa—maka Karzon menjawab, “Jangan khawatir, Turki tidak akan bangkit kembali setelah kami melepaskannya dari Islam dan khilafah.”
Sumber : *An-Najah*
Silahkan Bagikan Artikel ini
Mohon Maaf, Kepada Semua Sahabat, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih.**** Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar(Cara Download) dibawah postingan. Apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada, kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.