بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
TERJEMAH KITAB
RISALATUL-QUSYAIRIYYAH
PENJELASAN
TENTANG
“TAHAPAN-TAHAPAN (MAQAMAT) PARA PENEMPUH JALAN SUFI”
35.
GHIRAH
Allah swt. berfirman :
“Katakanlah, Tuhanku hanya
mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang lahir ataupun yang batin.” (Qs.
Al-A’raf :33).
Rasulullah saw. telah bersabda :
“Tidak ada yang lebih pencemburu
daripada Allah swt.Di antara cemburu-Nya adalah Dia melarang perbuatan keji,
baik kekejian yang lahir maupun keji yang batin.” (Hr. Bukhari – Muslim, Ahmad
dan Tirmidzi).
Diriwayat oleh Abu Hurairah r.a.
bahwa Rasulullah saw. telah bersabda :
“Allah itu pencemburu dan orang
Mukmin juga pencemburu. Cemburu Allah swt. adalah sifat yang muncul bilamana
seorang hamba yang beriman melakukan apa yang telah dilarang-Nya.” (H.r.
Bukhari-Muslim dan Tirmidzi).
Cemburu adalah rasa tidak suka
jika orang lain memiliki sesuatu. Allah digamabarkan bersifat Ghirah (cemburu),
berarti bahwa Allah tidak ridha manakala ada tuhan lain di sisi-Nya, yang
sesungguhnya adalah Hak Allah ketika hamba –Nya taat kepadan-Nya.
Diriwayatkan dari as-Sary
as-Saqathyketika dibacakan ayat :
“Dan apabila kamu membaca
Al-Qur’an, niscaya Kami adakan antara kamu dan orang-orang yang tidak beriman
pada kehidupan akhirat suatu hijab yang tidak dapat ditembus.” (Qs.
Al-Isra’:45).
As-Sary berkata kepada
murid-muridnya : “tahukah kamu apakah yang hijab itu? Itu adalah hijab cemburu.
Tidak ada yang lebih pencemburu daripada Allah swt.”
Dengan kata-kata :”Itu adalah
hijab cemburu”, maksud as-Sary bahwa Allah swt. tidak memberikan kemampuan
kepada orang-orang kafir untuk mengetahui kebenaran agama.
Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq berkata
: “Alah swt. telah mengingatkan beban kehinaan pada kaki orang-orang yang malas
dalam beribaddat kepada-Nya. Dia menempatkan mereka pada jarak yang ajuh
dari-Nya dan menajdika mereka terlambat lagi dari kedudukan yang dekat
kepada-Nya.”
Dalam makna ini mereka, para Sufi
bersyair :
Aku pencinta setia kepada yang kucintai,
tetapi
Pertolongan mana yang bisa
kuperoleh
Dengan buruknya pandangan para
tuan?
Kaum Sufi juga amengatakan
tentang masalah ini : “Sorang yang sakit tidak terjenguk, dan orang yang sangat
mengingini tidaklah diingikan.”
Al-Abbas az-Zauzany mengatakan :
“Aku dianugerahi kebaiakan dala permulaan perjalanan ruhaniku. Aku mengetahui
apa yang masih tersissa antara aku dan tujuanku. Pada suatu malam aku bermipi
tergelincir dari puncak gunung yang ingin kucapai. Aku sangat sedih (ketika
bangun). Kemudian aku tertidur lagi, dan mendengar sebuah suara mengatakan :
“Wahai Abbas, Allah tidak menghendaki engkau mencapai tujuan yang engku
upayakan. Tetapi Dia telah membawakan hikmah kepada lidahmu.” Ketika aku bangun
pagi aku benar-benar telah dianugerahi ilham ucapan-ucapan yang penuh hikmah.”
Syeikh Abi Ali ad-Daqqaq
menuturkan : “Suatu ketika ada seorang syeikh yang mengalami kondisi ruhani dan
saat-saat bersama Allah swt. Setelah itu ia tidak tampak beberapa lama di
antara orang-orang miskin. Ketika muncul kembali, tidak dalam keadaan
sebagaimana sebelumnya, mereka bertanya kepadanya apa yang telah terjadi. Ia
menjawab : “Duh, hijab telah terjadi.”
Selama dalam majelis, tiba-tiba
terjadi sesuatu yang merasuki hati mereka yang hadir, Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq
biasa berkata : “Ini adalah kecemburuan Allah swt. Dia tidak menghendaki mereka
mengalami nuansa lebih dari saat yang jernih ini.”
Dalam hal ini, para Sufi bersyair
berikut :
Juwita berhasrat datang kepada
kami;
Sampai ketika ia memandang cermin
Keindahan wajahnya
Telah menawan dirinya.
Sebagian Sufi ditanya : “Apakah
engkau ingin melihat-Nya?” ia amenjawab : “Tidak” Ia ditanya : “Mengapa?” Ia
menjawab : “Aku ingin menyucikan Keindahan yang begitu agung dari segala
pandangan seperti persepsiku.”
Para Sufi bersyair :
Aku iri kepada mataku yang
memandangmu
Hingga kutundukkan ketika aku
melihatmu.
Kulihat dirimu menampakkan
keindahan-keindahan
Yang membuatku terpesona.
Aku cemburu
Darimu
Padamu.
Asy-Syibly pernah ditanya :
“Kapankah engkau istirahat?” Ia menjawab : “Jika kudapati baha tiada lagi orang
berdzikir kepada-Nya.”
Saya mendengar Syeikh Abu Ali
ad-Daqqaq telah mengomentari sabda Nabi saw. ketika beliau baru saja
menyelesaikan akad jual beli seekor kuda dengan seorang Badui. Orang Badui itu
menuntut agar penjualan dibaalkan, maka Nabi membatalkannya. Kemudian si Badui
berkata : “Semoga Allah swt. memberimu umur panjang. Dari golong apa engkau?”
Nabi menjawab : “Seorang laki-laki dari suku Quraisy.” Salah seorang sahabat
yag hadir mencela si Badui : “Kekuarang ajaran mana yang lebih besar daripada
tidak mengenali Nabimu?” Syeikh Abu Ali berkata : “Nabi saw. bersabda : “Sorang
glaki-laki dari suku Quraisy.” Itu adalah karena cmeburu. Jika tidak, tentu
beliau akan menjawab kepda siapapun yang bertanya kepada beliau, siapa diri
belaiu yang sebenarnya. Kemudian Allah swt. menjadikan sahabt tersebut
mengungkapkan identitas beliau kepada si Badui dengan bertanya : “Kekurang
ajaran mana yang lebih besar dariapda tidak mengenali Nabimu?”
Sebagian Sufi berkata : “Cemburu
adalah sifat orang-orang pemula. Orang yang sudah mencapai kemanunggalan
tidaklah mengalami cemburu, tidak pula memiliki predikat ikhtiar, tidak pula
peduli atas apa yang terjadi di kerajaan. Allah swt. sematalah yang lebih utama
dari segalanya, dalam segala ketentuan yang dikehendaki-Nya.”
Sa’id bin Salam al-Maghriby
mengatakan : “Cemburu adalah amal para murid. Sedangkan mereka yang telah
mencapai hakikat kebenaran, tidak ada rasa cemburu.”
Dulaf asy-Syibly menjelaskan :
“Ada dua macam cemburu; Cemburu manusia satu sama lain dan cemburu Allah
terhadap hati manusia.” Diteaskannya juga : “Cemburu Allah menyangkut nafas
manusia, jika nafs itu dihembuskan untuk selain Alalh swt.”
Seharusnya dikatakan : Ada dua
macam cemburu : Pertama cemburu Allah kepada manusia, artinya Dia tidak ingin
ada sesuatu yang melimpahi makhluk. Dan kedua, cemburu hamba terhadap Allah
swt. berarti penolakannya untuk mengabdikan keadaan-keadaan atau nafasnya
kepada selain Allah.” Karenanya tidak dapat dikatakan :Aku cemburu kepada Allah
swt.” Tapi hendaklah mengatakan : Aku cemburu demi Allah swt.” Cemburu kepada
Allah swt, adalah kebodohan dan mungkin dapat meninggalkan agama. Tetapi
cemburu demi Allah, melahirkan pengagungan hak-Nya dan penjernihan amal-amal
kebajikan kepada-Nya.
Ketahuilah, bahwa Sunnatullah
atas wali-wali-Nya adalah – jika mereka menemukan kepuasan pada selain Allah,
mendengarkan kepada selain Allah, atau memperbolehkan yang selain Allah untuk
bersemayam dalam hati mereka, maka hal itu akan menimbulkan kegelisahan dalam
hati mereka – Allah bagitu cemburu akan hati mereka hingga Dia mengembalikan
mereka kepada Diri-Nya, dalam keadaan kosong dari semua hal lain yang
memberikan kepuasan kepada mereka, dari semua yang mereka pedulikan dan dari
semua yang mereka perbolehkan bersemayam di hati mereka. Sebagaimana Nabi Adam
as. Ketika hatinya tersirat keinginan hidup abadi di surga, justru sebaliknya
beliau dikeluarkan dari surga. Ini juga terjadi kepada Ibrahim as. Di saat
keberadaan Ismail membuat beliau bangga dan kagum, Allah memerintahkan untuk
menyembelihnya, sampai Ismail keluar dari dalam hati Ibrahim. “Tatkala keduanya
telah berserah diri dan Ibrahim telah membaringkan anaknya atas pelipis (nya)
(untuk dikorbankan)” (Qs. Ash-Shaffaat :103), dan Ibrahim telah menyucikan
batinnya melalui perintah-Nya, lalu Allah menggantikan dengan domba.
Muhammad bin Hissan menuturkan :
“Sekali waktu, ketika aku sedang mengelilingi pegunungan Libanon, seorang
pemuda datang kepadaku. Tubuhnya telah terbakar oleh badai pasir dan anin,
Ketika melihatku, ia berpaling dan lari. Aku mengikutinya dan berkata : Berilah
aku sepatah kata nasihat!.” Ia menjawab : “Waspadalah, karena
Dia pecemburu. Dia tidak mau menemukan sesuatu selainDiri-Nya dalam
hati hamba-Nya.”
An-Nashr Abadzy berkata : “Alalh
swt. adalah Pencemburu. Salah satu tanda cemburu-Nya adalah bahwa Dia tidak
menjadikan jalan menuju Diri-Nya selain Dari-Nya sendiri.”
Diriwayatkan bahwa Alalh swt.
menyampaikan wahyu kepada sala seorang Nabi-Nya : “Si Fulan membutuhkan Aku dan
Aku pun membutuhkannya. Jika ia memenuhi kebutuhan-Ku, Aku pun akan memenuhi
kebutuhannya.” Nabi tersebut – semoga Allah melimpahkan keselamatan kepadanya –
bertanya dalam munajatnya : “Wahai Tuhanku, abagaimana mungkin Engkau
membutuhkan sesuatu?” Allah menjawab : “Ia telah menemukan ketenangan selain
Aku. Maka hendaknya ia mengosongkan hatinya. Aku akan memenuhi kebutuhannya.”
Diceritakan bahwa Abu Yazid
al-Bisthamy bermimpi melihat sekelompok bidadari. IA memandang mereka, sehingga
beberapa hari waktunya terbengkelai. Kemudian ia bermimpi melihat mereka lagi.
Tetapi kali ini ia tidak menoleh kepada mereka, seraya berkata : Kalian semua
mengalihkan perhatianku.”
Dikatakan bahwa Rabi’ah
al-Adawiyah jatuh sakit paa suatu hari, dan seseorang bertanya tentang sebab
sakitnya. IA menjawab : “Karena aku memalingkan hatiku ke surga, maka Allah
mendidikku dan bagi-Nya berhak menegcamku. Aku tidak akan melakukannya lagi.”
Diriwayatkan bahwa as-Sary
as-Saqathy mengabarkan : “Satu ketika aku sedang mencari salah seorang sahabatku.
Aku menjelajahi beberapa gunung dan bertemu dengan segerombolan orang yang
semuanya berpenyakit, buta atau lumpuh. Ketika aku bertanya kepada mereka apa
yang sedang mereka kerjakan di temepat itu, mereka menjawab : “Kami diberitahu
bahwa di sini tinggal seorang laki-laki yang keluar (dari gua) sekali setahun.
Jika ia berdoa untuk orang banyak, mereka akan sembuh.” Aku lalu menunggu
sampai orang itu keluar. Ia berdoa untuk orang-orang itu dan mereka pun sembuh.
Aku mengikutinya, datang ke dekatnya dan bertanya, : “Apakah obat untuk
penyakit batinku? Ia menjawab : “Wahai Sary, pergilah dariku, agar Alalh swt.
Yang Pencemburu, tidak melihatmu mencari ketenangan dari selain Dia. Itu akkan
merendahkan derajatmu di sisi-Nya.”
Sisi lain kecemburuan adalah,
bahwa sebagian orang cemburu ketika melihat orang lain berdzikir kepada-Nya
dengan alpa; sehingga tidak mungkin rasanya memandang mereka, yang membuatnya
menderita.
Saya
mendengar Syeikh Abu Ali ad-Daqqaqberkomentar tentang kejadian ketika seorang
badui masuk ke dalam masjid Nabi dan kencing. Para sahabat berdatangan untuk
mengeluarkan orang itu. Abu Ali mengatakan : “Orang Badui itu berperilaku buruk
sekali, tetapi justru rasa malu justru menimpa para sahabat. Begitu juga halnya
dengan seorang hamba. Apabila ia mengetahui kemahakuasaan dan kebesaran Allah
swt. maka ia akan marah manakala mendengar seseorang berdzikir kepada Allah
dengan ceroboh, atau manakala melihat seseorang melakukan ketaatan ibadat tanpa
benar-benar disertai pernghormatan kepada-Nya.”
Diceritkan,
bahwa salah seorang putra Abu Bakr asy-Syibly yang bernama Abul Hasan, meinggal
dunia. Sebagai tanda berkabung, ibunya memotong seluruh rambutnya. Asy-Syibly
pergi ke rumah pemandian dan mencukur jenggotnya hingga licin. Setiap orang
yang datang untuk mengucapkan dukacita bertanya : “Apa yag telah engkau
lakukan, wahai Abu Bakr?” Ia menjawab : “Aku mengikuti contoh yang diberikan
istriku.” Salah seorang di antara mereka bertanya lagi, : “Katakanlah kepadaku,
wahai Abu Bakr, mengapa Anda melakukan hal ini?” Ia menjawab : “Aku tahu bahwa
orang-orang akan datang untuk menyatakan belassungkawa dengan menyebut nama
Allah secara sembrono dengan mengatakan : “Semoga Allah memberikan ganti
kepadamu.” Aku mengorbankan jenggotku untuk menebus kesembronoan mereka dalam
meneyebut-nyebut nama Allah swt.”
Ketika
an-Nury mendengar seseorang menyerukan adzan, ia berteriak : “Bohong dan
racun!” Sebaliknya ketika mendengar seekor anjing menggonggong, ia berkata :
“Iya, aku siap melayanimu!.”
Seseorang berkomentar : “Ini adalah bid’ah. Ia
mengatakan kepada seorang beriman yang bersaksi atas tauhid, “Bohong dan
racun.” Sementara ia mengatakan, “Ya siap melayanimu.” Pada anjing yang
menggonggong” Ketika ditanya alasan ucapannya itu, an-Nury menjelaskan : “Orang
itu menyebut-nyebut nama Allah swt. dengan penuh kealpaan, sedangkan anjing
itu, Allah swt. telah berfirman : “Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada
di dalamnya bertasbih kepada Allah.” (Qs. Al-Isra :44).
Suatu ketika asy-Syibly menyerukan adzan. Usai mengucapkan
dua kalimah syahadat, ia berkata : “Seandainya Engkau tidak memerintahkan aku
menyebut demikian, niscaya aku tidak akan menyebutkan yang lain bersama
dengan-Mu.
Suatu ketika seseorang mendengar seorang lainnya
berseru : “Maha Agung Allah.” Ia menjawab : “Aku lebih ska mengagungkan-Nya,
dengan cara tidak seperti itu.”
Abul Hasan al-Khazafany berkata : “Laa ilaaha
illallaah dari dalam kalbu, dan Muhammadarrasuulullaah dari telingaku, maka
orang yang hanya melihat perkataan ini pada tekstualnya saja akan menyangka
bahwa ia telah menghina syariat. Namun sesungguhnya tidaklah demikian. Sebab,
bahaya bagi tipu daya, justru ketika disandarkan pada Kekuasaan Allah swt.
sementara justru menghina dalam pelaksanaannya.”
Silahkan Bagikan Artikel ini
Mohon Maaf, Kepada Semua Sahabat, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih.**** Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar(Cara Download) dibawah postingan. Apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada, kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.