بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
TERJEMAH KITAB
RISALATUL-QUSYAIRIYYAH
PENJELASAN
TENTANG
“TAHAPAN-TAHAPAN (MAQAMAT) PARA PENEMPUH JALAN SUFI”
34.
KEDERMAWANAN HATI
Allah swt. berfirman :
“Dan mereka mengutamakan
(orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka memerlukan
(apa yang mereka berikan itu)>” (Qs. Al-Hasyr :9).
Diriwayatkan oleh Aisyah r.a.
Rasulullah saw. bersabda :
“Orang-orang yang
dermawan dekat dengan Allah swt, dekat dengan manusia, dekat dengan surga, dan
jauh dari nerka. Sedangkan orang-orang bakhil jauh dari Allah swt. jauh adari
manusia, jauh dari surga dan dekat pada neraka. Orang-orang bodoh yang pemurah
lebih disukai Allah swt. ketimbang orang yang tekun ibadat tetapi bakhil.” (Hr.
Tirmidzi, Baihaqi dan Thabrani.).
Tidak ada perbedaan dalam bahasa
ilmu pengetahuan antara kata juud dan sakha’. Allah tidak digambarkan dengan
sifat sakah’ hanya karena tidak adanya ketentuan pasti dari-Nya. Hakikat murah
hati (juud), manakala seseorang tidak merasa keberatan ketika mencurahkan
dirinya kepada orang lain.
Sementara sebagian kalangan Sufi,
derma (sakha’) adalah tahap pertama, disusul oleh Juud, kemudian
memprioritaskan orang lain (itsar). Orang yang memberikan kepada sebagian
manusia dan menyisakan untuk sebagian lainnya, ia adalah pemilik sakah’.
Sedangkan orang yang menyerahkan lebih banyak miliknya, dan menyisakan sedikit
untuk dirinya, ia adalah orang yang memiliki juud. Orang yang berada dalam
keadaan sangat membutuhkan, tetapi masih mengutamakan kebutuhan orang lain
dengan memberikan miliknya yang hanya cukup untuk hidupnya, itulah sifat itsar.
Saya mendengar dari Syeikh Abu
Ali ad-Daqqaq, bahwa asma’ binti Kharijah al-Fazzary mengatakan : “Aku tidak
mau menolak seseorang yang datang meminta kepadaku. Jika ia seorang yang
terhormat, aku memberinya untuk menjaga kehormatannya. Jika ia seorang
rendahan, ia membuatku mempu menjaga kehormatanku sendiri.”
Dikatakan bahwa Muwarriq al-‘ijly
dahulu pintar sekali dalam cara-caranya menunjukkan kebaikan budi kepada
sahabat-sahabat dekatnya. Ia biasa meninggalkan uang seribu dirham kepada mereka
dan berkata : “Tolong jaga uang ini sampai aku kembali!” Kemudian, ia menulis
surat kepada mereka : “Uang itu boleh kalian ambil.”
Dikatakan, seseorang dari Manbij
bertemu dengan seseorang dari Madinah, Orang manbij bertanya tentang orang
tersebut. “Ia dari mana?” Dikatakan kepadanya bahwa orang itu dari Madinah.
“Seseorang dari kota Anda, bernama Hakam bin Abdul Muthalib datang gkepada kami
dan membuat kami kaya.” Orang Madinah itu bertanya : “Bagaimana mungkin?” Ia
tidak datang kepada Anda, kecuali sekedar selembar jubah bulu domba!” Orang
Manbij itu menjawab : “Ia tidak menjadikan kami kaya harta. Namun ia
mengajarkan kepadakami kemurahan hati. Dengan begitu kami lalu saling memberi
satu sama lain hingga kami menjadi kaya.”
Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq menuturkan
: “Suatu ketika Ghulam al-Khalil membawa para Sufi di hadapan Khalifah. Sang
Khalifah lalu menyuruh agar mereka dipenggal lehernya. Sementara al-Junyad
terlindung oleh kedudukannya yang terhormat di lapangan fiqih. IA dapat
memberikan fatwa sesuai dengan mazhab Abu Tsur.
Mengenai asy-Syahham, ar-Raqqam,
an-Nury dan lain-lainnya, merek itu ditangkap, dan tikar dibentangkan untuk
pemenggalan kepala mereka. An-Nury melangkah ke depan dan si Algojo bertanya
kepadanya : “Apakah engkau sadar apa yang akan menimpa dirimu?” Ia menjawab :
“Ya” Si Algojo bertanya lagi : “Lantas apa yang membuatmu begitu bersemangat
tampil ke depan?” Ia menjawab : “Aku ingin agar kawan-kawanku dapat menikmati
hidup beberapa saat lagi.”
Si Algojo merasa bingung
bercampur heran atas jawaban An-Nury, dan melaporkan hal itu kepada Khaliafah,
yang kemudian diteruskan oleh para Sufi itu kepada seorang hakim untuk
diperiksa perkaranya. Sang Hakim mengajukan beberapa pertanyaan seputar Fiqih
kepada Abul Husain an-Nury, dan dijawabnya semua, lantas ia mengatakan : “Di
samping itu, sesungguhnya Allah mempunyai hamba-hamba yang jika mereka berdiri,
berdiri bersama Allah, dan apabila bicara, mereka bicara bersama Allah.” Ia
terus berbicara dan kata-katanya membuat sang Hakim menangis. Hakim itu lalu
mengirim pesan kepada Khalifah : “Jika orang-orang ini dianggap zindiq, maka
tidak ada lagi seorang Muslim pun di muka bumi ini.”
Dikisahkan, Ali ibnul Fudhail
membeli barang-barang dari penjaja-penjaja terdekat. Seseorang berkata : “Anda
akan menghemat uang jika mau pergi ke pasar.” Ia menjawab :
“Penjaja-penjaja ini telah datang ke dekat rumah kita denegan harapan dapat
menyediaka jasa kepada kita.”
Dikatakan : “Seorang laki-laki
mengirimkan seorang budak wanita kepada Jabalah, ketika ia sedang berada
bersama murid-muridnya. Ia berkata : “Betapa buruknya bila aku menerima budak
ini sementara Anda semua ada di sini. Aku tidak ingin
mengisitimewakan salah seorang dari Anda dengan memberikan budak
ini, sedangkan Anda semuanya mempunyai hak atas budak itu dan juga atas
penghormatanku. Budak ini tidak dapat dibagi-bagi di antara Anda sekalian.”
Jumlah mereka sebanyak delapanpuluh orang. Akhirnya Jabalah memerintahkan agar
didtangkan seorang budak wanita atau laki-laki untuk masing-masing muridndya itu.”
Dikatakn : “Suatu hari,
Ubaydullah bin Abu Bakrah kehausan di tengah perjalanan. Lalu ia meminta air di
rumah seorang wanita. Wanita itu mengisi sebuah cangkir untuknya dan berdiri di
belakang pintu, seraya berkata : “Menjauhlah dari pintu dan suruhlah salah
seorang budakmu untuk mengambil cangkir ini dariku, karena aku adalah seorang
wanita Arab, dan budakku telah meninggal dua hari yang lalu!”
Ubaydullah meminum air itu lalu
mengatakan kepada budaknya, “Ambilkan uang sepuluh ribu dirham untuknya!.” Wanita
itu berseru : “Subhanallah, Anda menghinaku?” Mendengar tanggapan wanita itu,
Ubaydullah menyuruh budaknya untuk menyerahkan duapuluh ribu dirham. Lalu
wanita itu berkata : “Aku mohon kepada Allah swt. agar Anda dimaafkan.”
Ubaydullah berkata lagi, “ Ambilkan tigapuluh ribu untuknya!.” Saat itulah si
wanita membanting daun pintu rumahnya dan berteriak : “Anda benar-benar
memalukan!>” Tatepai Ubaydullah berhasil memberikan kepadanya uang tigapuluh
ribu dirham itu, yang juga diterimanya. Sorenya, jumlah pelamarnya telah
menjadi berlipat ganda.
Dikatakan : “Kedermawanan hati
berarti bertindak pada saat munculnya instik yang pertama.”
Saya mendengar salah seorang
murid Abul hasan al-Busyanjy – semoga Allah merahmatinya – menuturkan : “Abul
Hasan al-Busyanjy sedang berada di dalam toilet. Ia memanggil salah seorang
muridndya dan memerintahkan : “Ambillah baju ini dariku dan berikan kepaa si
Fulan!” Seseorang bertanya kepadanya : “Tidak dapatkah Anda menunggu sampai
Anda keluar dari toilet?” Ia menjawab : “Aku tidak yakin apakah aku tidak
berubah pikiran dan batal memberikan baju ini.”
Qays bin Sa’d bin Ubadah pernah
ditanya : “Pernahkah Anda melihat orang yang lebih pemurah dari diri Anda
sendiri?” Ia menjawab tegas : “Ya.” Pernah kami berhenti di apdang pasir di
rumah seorang wanita. Suaminya pulang, dan ia berkata kepadanya : “Engkau punya
banyak tamu.” Maka suaminya itu lalu mengambil seekor unta, menyembelihnya, dan
memberitahukan, “Ini untuk Anda semua.”. Keesokan hari ia mengambil seekor unta
lagi dan mengatakan : “Ini untuk Anda.” Kami berkeberatan : “Tapi unta yang
Anda sembelih kemarin itu baru kami makan sedikit saja. “Ia menjawab : “Saya
tidak pernah meninggalkan daging basi kepada tamu-tamu saya.”
Kami tinggal di rumah orang itu
selam dua atau tiga hari lagi sementara hujan terus menerus turun, dan ia pun
terus melakukan hal yang sama. Ketika hendak berangkat meneruskan pejalanan,
kami tinggalkan uang seratus dinar di rumahnya dan berkata kepada isterinya :
“Mintakan maaf untuk kami kepada suami Anda!>” Lalu kami berangkat
meneruskan perjalanan. Pada tengah hari tiba-tiba ada teriakan seseorang di
belakang kami: “Berhenti wahai gerombolan orang jahat! Kalian semua mau
membayar keramah-tamahanku? Lalu ia memaksa kami kembali dan mengatakan : “Anda
mengambilnya kembali, atau saya tusuk Anda dengan tommbak saya ini!.” Uang itu
kami ambil kembali dan kami pun terus melanjutkan perjalanan. Kemudian orang
itu bersyair :
Jika kau ambil kembali pahala
Karena apa yang telah kuberikan,
Maka biarlah kehinaan
Bagi peraihnya.
Ahmad bin Atha’ ar-Rudzbary
berkunjung ke rumah salah seorang sahabtnya. Tidak seorang pun yang ada di
rumah itu dan pintu rumah dikunci. Ia berkata : “Orang ini seorang Sufi, tapi
mengunci rumahnya? Hancurkan saja kuncinya?” Maka meraka pun membongkar kunci
rumah itu. Diperintahkannya agar mereka membawa barang-barang yang ditemukan di
rumah itu untuk dijual ke pasar. Kemudian mereka mendiami rumah itu.
Ketika si empunya rumah datang,
ia tidak mampu mengucapkan sepatah kata pun. Kemudian istrinya masuk rumah itu,
dan ia masih mempunyai pakaian. Dilemparkannya pakaian itu sambil berucap :
“Wahai para sahabt, ini juga bagian dari milik duniawi kami, maka juallah
pula!” Suaminya bertanya kepadanya : “Mengapa engkau lebih suka menderita
seperti ini?” Si istri menjawab : “Diamah!” Bagi seorang syeikh seperti itu,
yang menghormati kita dengan memperlakukan kita penuh keakraban dan yang
melaksanakan urusan-urusan kita, juga menyisakan untuk kita sesuatu yang dapat
kita hinakan.”
Bisyr ibnul Harits mengatakan :
“Menaruh perhatian kepada seorang yang bakhil membuat hati jadi keras.”
Dikatakan, ketika Qays bin Sa’id
bin Ubadah jatuh sakit, sahabt-sahabatnya tidak datang menjenguknya, karena itu
ia bertanya tentang mereka. Dikatakan kepadanya : “Mereka malu karena
hutang-hutangnya kepada Anda. “Ia berteriak : “Semoga Allah melaknat uang yang
mencegah seorang saudara mengunjungi saudaranya.!” Qays bin Sa’d lalu mengirim
seorang utusan untuk mempermaklumkan bahwa barangsiapa mempunyai hutang
kepadanya, hutang itu dihalalkan. Sore itu pintu rumahnya rusak karena desakan
orang-orang yang datang mengunjunginya.
Dikatakan kepada Abdullah bin
Ja’far, “Anda memberi cukup banyak jika diminta, tetapi Anda menggerutu jika
ditentang meskipun sedikit.” Ia menjawab, “Aku memberikan hartaku, tapi aku
menggerutu dengan nalarku.”
Diceritakan bahwa Abdullah bin
Ja’far pergi menengok salah satu perkebunanya di pedesaan. Di tengah
perjalanan, ia berhenti di sebuah kebun kurma suatu kaum dimana seorang budak
hitam sedang bekerja. Ketika si budak itu mengeluarkan bekal makanannya, seekor
anjing masuk ke dalam kebun itu dan mendatanginya. Budak itu lalu meemparkan
sepotong roti, dan anjing itu memakannya. Ia melemparkan sepotong lagi, dan
sepotong lagi roti pada anjing itu, yang terus lahap memakannya.
Abdullah bin Ja’far, yang melihat
hal itu, bertanya kepada si budak : “Wahai budak, berapa banyak makanan yang
engkau terima tiap hari?” Ia menjawab : “Seperti yang anda saksikan adi.”
Abdullah bertanya, “Lantas mengapa engkau berikan makananmu pada anjing itu,
bukannya engkau makan sendiri.?” Si budak menjelaskan : “Di tempat ini tidak
ada anjing. Anjing itu telh datang dari jauh dalam keadaan lapar, dan saya
tidak mau mengusirnya.” Abdullah bertanya lagi : “Bagaimana engkau makan hari ini?”
Si budak menjawab : “Saya akan berlapar saja hari ini.” Abdullah berkata : “Aku
telah dicela orang karena terlalu pemurah! Ternyata budak ini lebih pemurah
dariku.” Maka ia lalu membeli kebun kurma itu, sekaligus dengan budak itu dan
alat-alat kerjanya, kemudian memerdekakan budak itu dan memberikan kebun itu
kepadanya.”
Diceritakan bahwa seorang
laki-laki mengunjungi seorang sahabatnya, lalu mengetuk pintu rumah sahabtnya
itu. Si sahabat bertanya kepadanya : “Ada apa?” Laki-laki itu menjawab : “Aku
punya hutang sebanyak empat ratus dirham yang memberatkan hatiku.” Maka
laki-laki itu lalu mengambil uang empatratus dirham dan memberikannya kepada
sahabatnya. Setelah itu ia masuk ke dalam sambil menangis. Istrinya bertanya
kepadanya : “Mengapa engkau tidak mengjukan alasan kepadanya, bahwa Anda dalam
keadaan susah?” Suaminya menjawab : “Aku menangis karena kau tidak melihat
kondisi yang menimpanya sehingga terpaksa mengungkapkannya kepadaku.”
Mutharrif asy-Syakhir mengajarkan
: “Apabila salah seorang di antaramu membutuhkan sesuatu dariku, hendaklah
menyampaikannya melalui pesan tertulis, sebab aku tidak suka melihat hinanya
wajah seseoarng yang sangat membutuhkan.”
Diceritakan bahwa seseorang ingin
membuat gara-gara terhadap Abdullah bin Abbas. IA membawa orang-orang tekemuka
di kota dan mengatakan kepada mereka bahwa Abdullah telah mengundang mereka ke
rumahnya untuk makan siang hari itu juga. Mereka pun pergi ke rumah Abdullah,
dan pekarangan rumahnya pun penuh dengan kehadiran mereka. Abdullah bertanya :
“Ada apa ini?” Seseorang memberitahukan kepadanya apa yang telah terjadi.
Dengan segera Abdullah menyuruh orang untuk membeli buah-buahan dan roti serta
memasak makanan. Semunaya itu dikerjakan tepat pada waktunya. Ketika semua
makanan telah habis dimakan, ia bertanya kepada para wakilnya, : “Apakah
mungkin bagiku untuk menyediakan makanan begini banyaknya setiap hari?” Mereka
menjawab : “Ya”. Maka Abdullah pun mengatakan : “Jika demikian, biarlah semua
orang ini menjadi tamuku setiap hari.”
Saya mendengar Syeikh Abu
Abdurrahman as-Sulamy menuturkan : “Ketika Syeikh Abu Sahl ash-Sha’luky sedang
berwudhu di pekarangannya, seorang laki-laki datang meminta sedekah. Abu Sahl
tidak membawa sesuatu pun, karenanya ia lalu berkata : “Tunggu sampai aku
selesai!” Orang itu pun menunggu. Begitu Abu Sahl selesai, ia berkata kepada
orang itu : “Ambillah botol minyak wangi ini dan pergilah!” Orang itu mengambil
botol itu lalu pergi. Abu Sahl menunggu sampai ia merasa yakin bahwa orang itu
sudah pergi jauh; kemudian ia berteriak : “Ada orang mencuri botol minyak
wangi!” Orang-orang pun mengejar “si pencuri” tetapi tidak berhasil
menyusulnya. Abu Sahl berbuat demikian hanya karena keluarganya
sering mengecamnya atas tindakannya yang sering menyerahkan hartanya untuk
orang lain.
Syeikh Abu Sahl memberikan
jubahnya kepada seorang laki-laki di saat musim dingin. Karena hanya itu
satu-satunya jubah milik beliau, maka beliau memakai jubah wanita jika hendak
pergi mengajar. Suatu delegasi ulama-ulama terkenal yang terdiri dari wakil-wakil
dari setiap bidang ilmu datang dari Persia. Delegasi tersebut
mencakup pra fuqaha tekemuka, ahli kalam, ahli nahawu. Sedangkan panglima
tentara, yakni Abul Hasan, memerintahkan Abu Sahl untuk menyambut kedatangan
mereka. Beliau mengenakan pakaian perang di balik jubah wanita yang dipakainya,
lalu menaiki kendaraannya. Sang Panglima berkata : “Ia mengejekku di hdapan
seluruh penduduk kota, dengan berkendaraan memakai jubah wanita!” Tetapi Abu
Sahl kemudian berdebat dengan seluruh anggota delegasi terssebut, dan berhasil
memenangkannya.
Saya juga mendengar Syeikh Abu
Abdurrahman as-Sulamy – semoga Allah merahmatinya – mengabarkan bahwa Syeikh
Abu Sahl tidak pernah memberikan sedekah kepada siapa pun dengan tangannya
sendiri. Bahkan hartanya ia lempar ke tanah agar diambil orang yang
membutuhkannya, dan berkata : “Dunia ini bagiku kecil nilainya dibanding kau
melihat ke arahnya, sementara tanganku di atas tangan seseorang.” Ia menyitir
sabda Rasulullah saw. “ Tangan yang di atas lebih baik dari tangan yang di
bawah.” (Hr. Muslim dan Tirmidzi).
Abu Marrtsad – rahimahullah ---
salah seorang yang murah hati, dan karenanya salah seorang penyair telah
memujinya. Beliau mengatakan : “Aku tidak punya sesuatu pun untuk kuberikan
kepadamu. Laporkan kepada Hakim, dengan tuduhan bahwa aku berhutang kepadamu
sepuluh ribu dirham, untuk ku akui, sehingga hakim itu menahanku. Sebab
keluargaku pasti tidak membiarkan diriku ditahan.” Si penyair itu pun menuruti
perintahnya dan ia tidak dapat berbuat banyak, kecuali Abu Martsad harus
menyerahkan sepuluh ribu dirham agar ia keluar dari tahanan. An Abu Martsad pun
keluar setelah ditunaikan hutangnya.
Sorang laki-laki meminta sedikit
sedekah kepada Hasan bin Ali bin Abu Thalib r.a. Maka beliau lalu memberi orang
itu sebanyak lima puluh ribu dirham dan limaraus dinar. Beliau menyuruh
orang itu mencari kuli untuk mengangkut uang itu. Orang itu pun lalu
mencari kuli. Kemudain al-Hasan memberikan kepadanya selendangnya, sambil
berkata :”Upah kuli itu, kutanggung juga.” Ketika seorng wanita meminta makok
madu kepada Lsyts bin Sa’id, ia menyuruh orang membawa sekantong kulit penuh
madu kepada wanita tersebut. Seseorang mengkritik atas tindakannya itu, dan
dijawab oleh Layts, “Ia meminta sesuai dengan kebutuhannya, dan aku memberi sesuai
dengan kesenanganku.”
Salah seorang Sufi menuturkan :
“Aku Shalat Subuh di masjid al-Asy’ats di Kufah, karena aku sedang mencari
salah seorang yang berhutang kepada kepadaku. Seusai menunaikan shalat,
seseorang meletakkan satu stel pakaian dan sepasang ssandal di hadapan setiap
orang yang ada di masjid itu, termasuk juga diriku. Aku bertanya :Apa ini?”
Orang-orang menjawa :Al-Asy’ats telah kembali dari Mekkah, dan beliau menyruh
hal ini dilakukan kepada seluruh jamaah masjid.”. Aku berkata : “Akan tetapi
aku orang luar. Aku datang ke kota ini hanya untuk mencari salah seorang yang
berhutang kepadaku.” Mereka berkata : “Hadiah ini untuk semua yang hadir.”
Diceritakan, bahwa menjelang
wafat, asy-Syafi’y r,a, memerintahkan : “Perintahkan si Fulan agar memandikan
aku!” Namun orang yang dimaksud tidak ada di sana. Ketika ia datang kepadanya
dikatakan tentang pesan asy-Syafi’y tersebut. Maka ia minta untuk melihat
pembukuan asy-Syafi’y, dan ia menemukan bahwa asy-Syafi’y punya hutang sebanyak
tujuh puluh ribu dirham. Orang itu kemudian menyelesesaikan huang itu dan
berkaa : “Inilah tugasku memandikan beliau.”
Diceritakan bahwa ketika
asy-Syafi’y kembali ke Mekkah dari San’a beliau membawa uang sepuluh ribu
dinar. Seseorang mengatakan kepada beliau : Anda harus membeli budak wanita
dengan uang itu.” Mendengar itu, beliau lalu memasang sebuah tanda di luar kota
Mekkah dan menumpahkan dinar-dinar tersebut. Kepada setiap orang yang datang ke
kemah, beliau memberinya segenggam uang. Ketika waktu dhuhur tiba, beliau berdiri
dan mengibas-ngibaskan jubah, dan ternyata tidak sekeping yang pun yang
tertingggal.
Dikisahka, bahwa as-Sary pergi
kelaut pada hari raya, dan bertemu dengan seorang penting. Tetapi as-Sary hanya
melihat sekilas saja kepadanya. Seseorang berkaa : “Itu orang penting.” Ia
menjawab : “Aku tahu siapa dia, tetapi telah dituturkan bahwa apabila dua orang
Muslim berjumpa, maka seratus bagian rahmat Allah dibagikan kepada mereka
berdua :sembilan puluh persen untuk orang yang lebih bergembira di antara mereka
berdua. Aku ingin agar ia memperoleh bagian yang lebih banyak.
Diceritakan bahwa suatu hari
Amirul Mukminin Ali bin Abu Thalib r.a. sedang menangis. Seseorang bertanya
kepada beliau : “Apa yang membuat Anda menangis?” Beliau menjawab : “Tidak
seorang pun tamu yang datang kepadaku selama seminggu. Aku takut bila Allah
swt. telah menghinaku.”
Dikatakan bahwa Anas bin Malik
r.a. mengatakan : “Zakat atas rumah adalah hendaknya sebuah kamar disediakan di
dalamnya untuk tamu.”
Mengenai firman Allah swt. :
“Sudah sampaikah kepadamu
(Muhammad) cerita tentang tamu Ibrahim (malaikat-malaikat) yang dimuliakan?”
(Qs. Adz-Dzariyat :24).
Yang dimaksud bahwa tamu-tamu
yang dimuliakan, karena Ibrahim as. Sendiri yang melayani mereka. Juga
dikatakan demikian, karena si tamu seorang mulia dengan sendirinya juga seorang
yang mulia.
Ibrahim ibnul Junayd menuturkan :
“Ada empat perbuatan yang tidak boleh dihindari oleh seseorang, walaupun ia
seorang prnguasa : “Berdiri dari tempat duduknya untuk ayahnya, melayani
tamunya, melayani seorang ulama yang pernah menjadi gurunya, dan bertanya
tentang apa yang tidak diketahuinya.”
Ibnu Ababs r.a. bekomentar
tentang firman Allah swt. :
“Tidak ada halangan bagi kamu
makan bersama-sama mereka atau sendirian.” (Qs. An-Nuur :61).
Ayat ini bermakna : “Mereka akan
merasa berdosa jika di antara mereka makan sendirian. Maka Allah lalu
mengizinkan hal itu bagi mereka.”
Dikatakan bahwa Abdullah bin Amir
bin Kurayz sekali waktu sedang menjamu seorang laki-laki dengan baik. Ketika
orang itu hendak berangkat, budak-budak Abdullah menolak membantunya. Ketika
ditanya tentang hal ini, Abdullah menjawab : “Mereka enggan membantu orang yang
meninggalkan kami.”
Abdullah bin Bakuwayh melantunkan
syair al-Muntanabby dalam konteks di atas :
Jika kau tinggalkan kaum
Padahal mereka mampu
Untuk tidak memisahkan ddirimu
dengan mereka
Maka orang yang berangkat
Kan menjadi susah
Abdullah bin Mubarak berkata :
“Kemurahan jiwa dengan tidak menengok milik orang lain lebih baik dari
kemurahan hati dalam memberikan milik sendiri.”
Salah seorang Sufi berkata :
“Pada suatu hari yang sangat dingin aku pergi ke Bisyr ibnul Harits. Ia telah
melepskan sebagian dari pakaiannya, dan menggil kedinginan. Aku bertanya
kepadanya : “Wahai Abu Nashr, orang lain mengenakan pakaian tambahan pada hari
seperti ini. Mengapa Anda berpakaian begitu tipis?” Ia menjawab : “Aku ingat
kepada orang-orang miskin dan keadaan mereka, dan aku tidak punya apa pun untuk
diberikan kepada mereka. Maka aku ingin sama-sama menderita seperti halnya
mereka, kedinginan.”
Abu Ali ad-Daqqaq mengatakan :
“Kedermawanan hati bukanlah jika orang kaya memberi kepada orang miskin.
Kedermawanan hakiki adalah jika orang miskin memberi kepada orang kaya.”
Silahkan Bagikan Artikel ini
Mohon Maaf, Kepada Semua Sahabat, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih.**** Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar(Cara Download) dibawah postingan. Apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada, kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.