بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
TERJEMAH KITAB
RISALATUL-QUSYAIRIYYAH
PENJELASAN
TENTANG
“TAHAPAN-TAHAPAN (MAQAMAT) PARA PENEMPUH JALAN SUFI”
32.
FIRASAT
Allah berfirman :
“Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang memperhatikan
tanda-tanda (firasat)” (Qs. Al-Hijr :75).
Dikatakan bahwa yang dimaksud
dengan : “Orang-orang yang memperhatikan tanda-tanda” adalah orang-orang yang
mempunyai firasat.
Diriwayatkan oleh Abu Sa’id
al-Khurdy, bahwa Rasulullah saw. bersabda :
“Waspadalah terhadap firasat
seorang Mukmin, sebab ia melihat dengan nur Allah swt.” (H.r. Bukhari dan
Tirmidzi).
Firasat adalah nuansa yang datang
meyelusup secara tiba-tiba ke dalam hati, yang menafikan segala sesuatu yang
berlawanan dengannya; dengan demikian ia memiliki ketentuan hukum dalam hati.
Firasat mempunyai akar kata yang sama dengan kata farisah, yang berarti mangsa
binatang buas. Jiwa si hamba tidak dapat menetang firasat, yang merupakan kriteria
potensi keimanan. Siapa pun yang lebih kuat imnnya, lebih tajam pula
firasatnya.
Abu Sa’id al-Kharraz berkomentar
: “Seseorang yang melihat dengan cahaya firasat identik melihat dengan cahaya
Al-Haq; muatan ilmunya datang dari Al-Haq, tidak bercampur dengan kealpaan
ataupun kelalaian. Bahkan, ketentuan Allah mengalir melaui lisan si hamba.”
Adapun perkataan al-Kharraz : “Ia
melihat dengan cahaya Al-Haq.” Adalah cahaya yang dikhususkan Allah kepadanya.
Muhammad al-Wasithy mengatakan :
“Firasat terdiri dari cahaya yang cemerlang dalam hati, yang membuat si ahli
ma’rifat mampu membawa rahasia-rahasia dari satu alam ghaib lainnya, sedemikian
rupa, hingga ia dapat melihat hal-hal dengan cara dimana Allah swt,
memperlihatkan kepdanya, hingga ia dapat berbicara melalui sukma budinya..”
Diriwayatkan bahwa Abul Hasan
ad-Dailamy menuturkan : “Aku pergi ke Anthakia karena mendengar keberadaan
seorang kulit hitam yang berbicara tentag hal-hal rahasia. Aku tinggal di sana
sampai ia turun dari Gunung Lukam. Ia membawa barang-barang halal yang
dijualnya. Aku lapar karena sudah dua hari tidak makan. Maka aku lalu bertanya
kepadanya; Berapa harganya ini?” Kubuat ia percaya bahwa aku akan membeli
barang dagangannya. Ia berkata kepadaku, ‘Duduklah di situ, jika barang-barang
ini sudah terjual aku akan memberimu uang yang dengannya engkau dapat membeli
makanan!” Maka aku lalu meninggalkannya dan pergi ke pedagang yang lain untuk
membuatnya mengira bahwa aku sedang menawar dagangannya. Kemudian aku kembali
kepadanya dan berkata : “”Jika engkau bermaksud menjual barang ini, maka
katakanlah kepadaku berapa harganya!.” Ia menjawab : “Engkau sudah dua hari
kelaparan. Duduklah! Jika barang ini telh terjual, aku akan memberimu uang
untuk membeli sesuatu.” Maka ku pun duduk, dan ketika barangnya telah terjual,
ia memberiku uang dan pergi meninggalkanku. Aku mengikutinya, dan ia berpaling
kepadaku serta berkata : “Jika engkau membutuhkan sesuatu, mintalah kepada
Allah swt! Tetapi bila hawa nafsumu memperoleh sesuatu dari terpenuhinya kebutuhan
itu, maka engkau terhijab dari Allah swt.”
Muhammad al-Kattany berkata :
“Firasat adalah mukasyafah dalam tahap yakin, dan menyatakan kegaiban. Ia
adalah salah satu tahapan keimanan.”
Dikatakan bahwa asy-Syafi’y dan
Muhammad bin al-Hasan – semoga Allah swt. merahmati mereka – sedang berada di
Masjidil Haram ketika seseorang masuk ke Masjid. Muhammad bin al-Hasan berkata
: “Aku punya firasat bahwa ia adalah seorang tukang kayu.” Dan asy-Syafi’y
berkata : “Aku punya firasat bahwa ia adalah seorang tukang besi.” Ketika
mereka bertanya kepada orang itu, ia menjawab, “Dahulu, aku pernah menjadi
tukang besi, namun sekarang aku adalah tukang gkayu.”
Abu Sa’id al-Kharraz berkata :
“Orang gyang mampu menyimpulkan (al-mustanbith) adalah orang yang selalu menaruh
perhatian kepada yang gaib. Tiada sesuatu pun yang tersembunyi atau terjaga
dari pandangannya. IA adalah orang yang ditunjuk dalam firman Allah swt.
“......tentulah orang-orang yang
mampu menemukan kebenaran akan mengetahui persoalannya.” (Qs. An-Nisa’ :83).”
Orang yang membaca firasat, akan
mengetahui intuisi dan juga mengetahui apa yang ada di lubuk hati yang dalam
dengan cara menyimpulkan dan melalui alamat-alamat. Allah swt. berfirman,
“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi
orang-orang yang memperhatikan tanda-tanda (firasat).” (Qs. Al-Hijr :75), yakni
bagi orang-orang ma’rifat terhadap tanda-tanda yang diungkapkan Allah mengenai
dua kelompok manusia, yaitu wali-wali Allah dan musuh-musuh-Nya.
Seseorang yang memiliki firasat,
melihat dengan cahaya Allah swt, yang mendaklah kamu menjadi orang-orang gyang
mengenal Tuhan (rabbaniyyin)” (Qs. Ali Imran :9), yakni para ulama ahli hikmah
yang berakhlak dengan Allah swt. Yang Haq, baik secara ideologis maupun moral.
Mereka bebas dari apa yang telah dikatakan orang lain, atau memberi perhatian
kepada mereka, atau dipedulikan oleh mereka.
Dalam suatu riwayat disebutkan,
Abdul Qasim al-Munady sedang menderita sakit. Ia adalh syeikh besar di kalangan
syeikh di Naisabur. Maka Abul Hasan al-Busyanjy dan al-Hasan al-Haddad pun
pergi menjenguknya. Di tengah jalan mereka membeli sebutir apel setengah dirham
dengan menghutang. Ketika mereka telah sampai ke rumahnya, Abul Qasim bertanya
: “Kegelapan apa lagi ini?” Mereka lalu pergi ke luar dan saling bertanya,
kesalahan apa yang telah mereka lakukan. Mereka berpikir dan kemudian
menyimpulkan, barangkali kesalahan itu adalah bahwa mereka belum membayar harga
apel itu. Maka mereka pun lalu pergi kepada si penjual buah, membayar apel itu
dan kembali ke rumah Abul Qasim. Ketika Abul Qasim melihat mereka, ia berkata :
“Aneh sakli. Orang dapat keluar dari kegelapan dengan begitu cepat. Ceritakan
kepadaku apa yang telah kalian lakukan!” Ketika mereka telah menceritakan apa
yang telah terjadi. Abul Qasim membenarkan, Ya” masing-masing dari kalian
berdua mengharapkan yang lain membayar apel itu, tapi malu memintanya. Jadi
pembelian apel itu tidak tuntas. Alasan pembelian apel itu adalah karena
diriku, dan hanya aku saja yang melihat kegelapan itu pada diri kalian berdua.”
Sementara Abul Qasim sendiri pun biasa pergi ke pasar setiap hari untuk
berjualan. Apabila ia telah memperoleh keuntungan yang cukup baginya .. antara
seperenam hingga setengah dirham --- maka ia akan pulang dan kembali pada kesibukan
utamanya, yaitu waktu utama dan mewaspadai hatinya.”
Al Husain bin Manshur berkata :
“Apabila Allah berkehendak untuk melimpahkan rahasia maka, Dia akan
mengamanatkan rahasia-rahasia kepada hati, yang kemudian dipahaminya dan
dipermaklumkannya.”
Ketika salah seorang Sufi ditanya
tentang firasat, ia menjawab, “Firaat berarti ada ruh-ruh yang bekeliling di
dalam langit dan mengamati makna hakiki dari masalah-masalah gaib. Mereka
berbicara tentang rahasia-rahasia penciptaan dengan bahasa nyata, bukan kata-kata
yang bersifat speklulasi atau dugaan.”
Diceritakan bahwa Zakariya
asy-Syikhtany terlibat perselingkuhan dengan seorang wanita sebelum ia berTaubat.
Suatu ketika setelah menjadi salah seorang murid terkemuka Abu Utsman al-Hiry,
ia berdiri di depan gurunya sambil berpikir tentang si wanita itu. Abu Utsman
menganggkat dan memandangnya sambil bertanya : “Apakah engkau tidak merasa
malu.”
Pada awal hubungannya saya dengan
Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq -- Semoga Allah merahmatinya --
sebuah majelis pengajian diadakan untuk diri saya di Masjid al-Mutarriz. Suatu
ketika saya minta izin untuk pergi selama beberapa waktu ke Nasa, dan beliau
mengizinkan. Suatu hari saya berjalan dengan beliau ke tempat pengajiannya,
tiba tiba saya berpikir : “Seandainya beliau mau menggatikan saya mengajar di
pengajian-pengajianku ketika saya pergi.” Beliau berpaling kepada saya dan
berkata : “Aku akan menggantikanmu di pengajian salama engkau pergi.” Saya
terus berjalan. Sejenak terlintas dalam pikiran bahwa beliau sakit, dan akan
menyushkan jika beliau mengajar dua hari dalam seminggu. Saya ingin agar beliau
mengurangi kelas dan dan mengajar menjadi sekali (sehari) seminggu> Beliau
berpaling kapda saya dan berkata : “Kalau aku tidak dapat menggantikanmu
mangajar dua kali seminggu, aku hanya akan melakukannya sekali seminggu.”
Selagi saya berjalan terus, sejenak pikiran lain terlintas dalam hati, dan
beliau pun berpaling kepada saya dan mengatakan masalahnya sebagaimana yang
sedang saya pikirkan.
Syah al-Kirmany memiliki firasat
sangat tajam dan tidak pernah keliru. Bilau mengatakan :Firasat akan selalu
benar bagi orang yang merendahkan pandangannya dari keinginan hawa nafsu,
membiasakan wujud batinnya dari keinginan hawa nafsu, membiasakan wujud
batinnya dengan muraqabah yang terus menerus dan lahiriahnya selaras denga
Sunnah, dan membiasakan diri makan makanan yang halal saja.”
Abul Husain an-Nury ditanya :
“Darimana datangnya firasat ahli firasat? Ia menjawab, dengan menyebut firman
Allah swt. ini, “Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya dan
telah meniupkan ke dalamnya ruh-Ku.” (Qs. Al-Hijr :29). Jadi, bagi orang yang
jatah cahayanya lebih besar, maka musyahadahnya lebih kuat, dan penilaian
firatsatnya pun lebih dapat dipercaya. Apakah engkau tidak melihat bagaimana ruh
ditiupkan ke dalam tubuh Adam menjadi sebab sujudnya para malaikat kepadanya
dalam firman-Nya : “Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya dan
telah meniupkan ke dalamnya ruh-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan
bersujud.” (Qs. Al-Hijr :29).”
Pendapat Abul Husain an-Nury ini
mengundang kesamaran. Ia menyebutka peniupan ruh oleh Allah swt. ke dalam tubuh
Adam bukan untuk mendukng pendapat mereka yang mempercayai qadimnya ruh, bukan
pula seperti yang tampak bagi orang-orang berhati lemah. Apa pun yang
dibenarkan adalah peniupan ruh, pertemuan dan perpisahan, maka ia juga
dapat dikenai pengaruh dan perubahan yang pada gilirannya merupakan sifat-sifat
makhluk. Allah swt. menganugerahi orang-orang beriman dengan kemampuan
penglihatan batin dan firasat, yang sesungguhnya adalah ma’rifat. Inilah maksa
sabda Nabi saw. : “Sebab ia (orang beriman) melihat dengan nur Allah swt.”
yaitu dengan pengetahuan dan kearifan. Dia memberikan kepada Mukmin kedudukan
yang unik dan berbeda dari semua makhluk lainnya. Penamaan ilmu pengetahuan dan
kearifan hati ini bisa disebut dengan “Cahaya-cahaya.” Bukanlah suatu yang
bid’ah. Juga, diskripsi cahaya tersebut sebagai “peniupan ruh.”, bukanlah hal
yang mengada-ada, yang dimaksudkan adalah penciptaan.
Al-Husain bin Manshur mengatakan
: “Orang yang mempunyai firasat dapat mengenai sasarannya dengan panah pertama
yang dilepasakannya. Ia tidak penah berpaling pada penafsiran, spekulasi,
ataupun dugaan.”
Dikatakan : “Firasat para murid
adalah spekulasi yang menghasilkan keyakinan, dan firasat ahli
ma’rifat adalah pembenaran yang melahirkan hakikat.
Ahmad bin Ashim al-Anthaky
mengajarkan : “Jika engkau bermajelis dengan orang-orang jujur, maka berlaku
jujurlah terhadap mereka, sebab mereka adalah mata-mata hati. Mereka masuk ke dalam
hatimu dan meninggalkannya tanpa engkau sadari.”
Abu Ja’far al-Haddad berkata :
“Firasat adalah kilasan pertama intuisi tanpa kontra hati. Jika suatu intuisi
datang kemudian dan berlawanan, itu tidak lebih dari kata hawa nafsu.”
Diceritakan bahwa Abu Abdullah
a-Razy an Naissabury mengabarkan : “Ibnu Anbary memberi pakaian wol untukku.
Kulihat asy-Syibly memakai sebuah sorban yagn sangat serasi dengan wolku.
Diam-diam aku menginginkan agar dapat memiliki jubah dan sorban itu sekaligus.
Ketka asy-Syibly meninggalkan kumpulan pengajiannya, ia berpaling padaku, Aku
pun mengikutinya, sebab sudah menjadi kebiasaannya untuk berpaling kepadaku
jika menginginkan agar aku ikut dengannya. Ketika ia masuk ke dalam rumahnya,
aku mengikutinya. “Lepaskan wol itu” katanya. Aku pun melepaskan wolku, yang
kemudian dilipatnya. Setelah itu dilemparkan sorbannya ke atas wolku,
disuruhnya orang menyalakan api, lalu dibakarnya wol dan sorban itu.”
Abu Hafs an-Naisabury menegaskan
: “Adalah keliru bagi siapa pun untuk mengikuti orang yang memiliki firasat.
Tetai maksudnya adalah berwaspada kepada orang yang memiliki firasat, sebab
Rasulullah saw. telah bersabda. “Waspadalah terhadap firasat orang Mukmmin.”
Beliau tidak bersabda : “Gunakanlah firasat kamu sekalian!.” Bagaimana mungkin
dibenarkan pengakuan firasat, bagi orang yang berada pada tahap waspada
terhadap firasat.?”
Abul Abbas bin Masruq menuturkan
: “Ketika aku pergi menjenguk seorang tua yang merupakan salah seorang sahabat
kami, kutemukan ia tinggal di lingkungan yang kumuh. Aku bertanya kepada diri
sendiri, “Bagaimana orang tua ini menolong dirinya?” Si orang tua itu lalu
berkata kepadaku : “Wahai Abul Abbas, campakkanlah bisikan kotor itu! Allah
memiliki kebaikan-kebaikan lembut yang tersembunyi.”
Az. Zubaidy mengabarkan : “Aku
sedang berada di dalam sebuah masjid di Baghdad bersama sekelompok fakir, sudah
berhari-hari kami tidak menerima sesuatu pun. Aku datang kepada al-Khawwas
untuk meminta sesuatu. Ketika pandangannya jatuh kepadaku, ia bertanya :
“Kebutuhan yang membawamu ke sini, diketahui Allah atau tidak?” Aku menjawab :
“Tentu saja Dia mengetahuinya.” Maka al-Khawwas pun memerintahkan : Kalau
begitu, jagalah ketenanganmu dan jangan perlihatkan kebutuhanmu kepada sesama
makhluk! Aku pun pergi, dan tidak alma kemudian kami diberi makanan yang
melebihi kebutuhan kami.”
Dikatakan, “Suatu hari Sahl bin
Abdullah sedang berada di dalam masjid jami.” Ketika seekor burung merpati
jatuh dari angkasa karena panas dan lelah. Sahl berseru : “Syeikh al-Kirmany
baru saja wafat atas kehendak Allah swt. Orang-orang yang berada di tempat itu
menuliskan ucapannya, dan memang benarlah apa yang dikatakannya itu.”
Dikatakan : “Abu Abdullah
at-Targhundy, salah seorang pembesar pada masanya, bepergian ke Thous. Sesampai
di kHarwa, ia menyuruh temannya : “Belilah sedikit roti!.” Temannya itu pun
membeli roti secukupnya untuk merek berdua, tetapi Abu Abdullah berkata
kepadanya : “Belilah lebih banyak lagi!.” Temannya dengan segera membeli roti
lagi sekiranya cukup untuk sepuluh orang, seolah-olah ia sengaja menganggap
ucapan Abu Abdullah sebagai isapan jempol semata. Ketika mereka tiba di atas
gunung, bertemulah dengan sekelompok orang yang telah diikat oleh kawanan
penyamun. Karena sudah agak lama mereka tidak menelan sesuap makanan, orang-orang
tersebut pun meminta makanan kepada mereka berdua. Abu Abdullah berkata :
“Bentangkanlah tilam untuk mereka!.”
Aku berada bersama Syiekh Imam
Abu Ali ketika orang-orang yang hadir mulai membicarakan tentang bagaimana
Syeikh Abu Abdurrahman as-Sulamy bangit dari tempat duduknya ketika acara
penimakan, sebagaimana layaknya para fakir. Syeikh Abu Ali berkata, : “Mengenai
erilaku Abu Abdurrahman, apakah diam tidak lebih baik baginya?” Barangkali
beliau memerintahkan kepadaku : “Pergilah kepada as-Sulamy! Engkau akan
menemukannya sedang duduk di perpustakaannya. Di atas buku-buku itu ada sebuah
buku empat persegi yang kecil berwarna merah birisi puisi-puisi karya al-Husain
ban Manshur. Ambillah buku itu, tanpa berkata apapun kepadanya dan bawalah
kepadaku!” Waktu itu siang hari. Ketika aku pergi kepada as-Sulamy, ia sedang
berada di perpustakaannya, dan buku yang disebutkan Abu Ali ada di tempat yag
beliau sebutkan.
Ketika aku duduk, Syeikh Abu
Abdurrahman as-Sulamy mulai berkata, Suatu ketika ada seseorang yang mencela
salah seorang ulama karena perilakunya dalam penyimakan. Orang yang sama ini
pada suatu hari terlihat sedang berada sendirian di rumahnya, menari
berputar-putar seperti halnya orang yang sedang mengalami keleburan ruhani.
Ketika seseorang bertanya akepadanyamengapa ia berlaku demikian, ia menjawab :
“Aku menemui sebuah masalah yang membingungkan. Tiba-tiba penyelesaiannya
diungkapkan kepadaku. Aku begitu gembira sehingga tidak mampu menguasai diri
dan mulai menari berputar-putar.
Mereka berkata tentang orang ini
: “Seorang dengan kedudukan seperti itu bertindak seperti biasanya.”
Ketika kuperhatikan apa yag
diperintahkan oleh Syeikh Abu Ali kepadaku dan semuanya dalam keadaan seperti
yang beliau gambarkan, maka aku menyadari apa yang dikatakaApa yang harus
kulakukan, dalam keadaan terjepit di antara mereka begini?” Aku berpikir-pikir
dan memutuskan bahwa tidak ada pandangan lain selain kejujuran.”
Syeikh Abu Ali mengabarkan sebuah
buku tertentu kepadaku dn menyuruhku mengambilnya tanpa meminta izin kepada
Anda. Aku takut kepada Anda. Tapi juga tidak mau menurut Anda. Apa yang harus
aku lakukan?”
As-Sulamy mengambil jilid keenam
dri buku wacana al-Husain dimana terdapat juga sebuah bab karangannya sendiri
yang diberi judul Ash-Shayhur fi Naqdid Duhur dan berkata : “Bahwalah ini
kepadanya dan katakan : “Saya menelaah buku ini, dan saya menyalin beberapa
baris darinya ke dalam tulisan saya.” Maka aku pun pergi dari hadapannya.”
AL-Hasan al-Haddad menuturkan :
“Aku sedang berada bersama Abul Qasim al-Munady dan sekelompok fakir (Sufi)
yang sedang menjadi tamunya ketika ia menyuruhku pergi ke luar dan mencarikan
makanan untuk mereka. Aku merasa senang menerima tugas ini, sekalipun Abul
Qasim tahu bahwa bila aku adalah seorang yang sangat miskin. Aku membawa sebuha
keranjang besar dan pergi ke luar.
Di jalan menuju ke pasar Sayyar,
aku berjumpa dengan seorang syeikh yang berpakaian sangat bagus. Aku
mengucapkan salam kepadanya dan berkata : Ada sekelompok sufi yang sedang
berkumpul di dekat sini. Mungkin anda punya sesuatu untuk diberikan kepada
meraka?” Syeikh itu lalu menyuruh pelayannya membawa keluar persediaan
makanannya berupa roti, daging dan angur. Ketika aku kembali ke
rumah Aul Qasim al-Munady, ia menghmabur dari dalam rumah sambil berseru
kepadaku : “Kembalikan makanan itu ke asalnya di mana engkau memperolehnya
tadi!”
Aku kembali dan meminta maaf
kepada syeikh yang memberi makanan itu dan berkata : “Saya tidak menemukan
Sufi-sufi itu. Mungkin mereka sudah pergi.” Kukembalikan makanan itu kepadanya
dan kuteruskan langkahku pergi ke pasar. Aku berhasil memperoleh sedikit
makanan, yang segera ku bawa ke rumah Abul Qasim. Ia menyuruhku masuk ke dalam.
Ketika aku menceritakan kepadanya semua yang terjadi, ia berkata : “Ya itulah
Ibnu Sayyar, seorang pecinta dunia yang dekat dengan penguasa, Kalau engkau
mencari makanan untuk para Sufi, carilah seperti ini, bukan seperti tadi itu.”
Abul Husain al-Qarafi mengisahkan
: “Aku mengunjungi Abul Khayr at-Tinaty, dan ketika aku berpamitan kepadanya,
ia mengantarku sampai ke pintu masjid dan berkata : “Wahai Abul Husain, aku
tahu engkau tidak membawa bekal, karenanya bawalah dua butir apel ini!”
Kuterima apel itu, kumasukan ke dalam saku, lalu aku berangkat. Tiga hari
lamanya aku tidak memperoleh makanan, karena itu kuambil satu apel dan kumakan.
Kemudian aku berpikir-pikir mau memakan apel yang kedua, dan kudapati kedua
apel itu masih ada dalam kantongku. Aku terus memakan apel-apel itu, dan kedua
apel itu ada terus dalam kantongku sampai aku tiba di pintu gerbang kota Mosul.
Aku berkata dalam hati : “Kedua
apel ini telah merusak kondsi tawakkalku kepada Allah, karena keduanya telah
menjadi semacam bekal bagiku.” Maka aku terakhir kalinya kuambil kedua apel itu
dan melihat sekelilingku. Tiba-tiba kulihat seorang fakir memakai jubah sedang
meratap.” Aku sangat menginginkan apel itu.” Maka kuberikan kedua apel itu
kepadanya. Ketika aku merenung masalah apel tersebut, terlintas dalam pikiranku
bahwa Syeikh Abu Khayr mungkin telah mengirim kedua apel itu kepada orang ini,
dan aku hanya menjadi perantara kebaikannya itu. Kucari orang kafir itu, tapi
ia sudah lenyap.
Ada seorang pemuda yang belajar
kepada Junayd. IA mampu membaca pikiran orang . Al-Junayd diberitahu akan hal
ini, dan ia lalu bertanya kepada pemuda itu :Benarkah apa yang dikatakan orang
tentang dirimu?” Pemuda itu lalu berkata kepada al-Junayd : “Yakinlah tentang
sesuatu.” Al-Junayd menjawab : “Aku telah yakin.” Pemuda itu berkata : “Anda
sedang meyakini ini dan itu.” AL-Junayd berkata, “Bukan.” Pemuda itu meminta
al-Junayd mengulangi keyakinannya dua kali lagi, dan setiap kali Al-Junayd
mengatakan bahwa tebakan si pemuda salah, dan saya yakin akan hati saya.”
Al-Junayd mengakui : “Kamu memang benar ketika tiga kali kamu mengatakan apa
yang sedang kuyakini, tetapi aku ingin menguji apakah hatimu akan berubah atau
tidak.”
Ibrahim ar-Raqqy jatuh sakit.
Dibawakanlah obat kepadanya dalam sebuah mangkok, yang lalu diminumnya. Kemudia
ia berkata : “Sebuah insiden yang besar telah terjadi di kerajaan hari ini. Aku
tidak akan makan atau minum sebelum aku tahu insiden apa itu.” Setelah beberapa
hari datanglah kabar bahwa al-Qurthuby telah memasuki Mekkah al-Mukarramah pada
saat itu, dan ia terbunuh pada perang besar-besaran tersebut.
Diriwayatkan dari Anas bin Malik
r.a. bahwa ia mengabarkan : “Aku datang kepada Utsman bin Affan r.a. Setelah
eku melihat seorang waniat di jalan. Aku telah membayangkan wajahnya yang
cantik. Utsman berkata : “Salah seorang di antara kamu telah datang kepadaku
hari ini dengan bekas-bekas zina di matanya.” Aku bertanya kepadanya : Apakah
mungkin ada wahyu setelah Rasulullah saw. wafat?” Beliau berkata : “Tidak, tapi
adan kemampuan mata hati, bukti dan firasat yang benar.”
Ahmad al-Kharraz mengatakan :
“Aku masuk ke Masjidil Haram di mana aku melihat seorang fakir yang memakai dua
potong jubah, sedang meminta-minta kepada orang gbanyak. Aku berkata dalam hati
: “Orang seperti ini merupakan beban bagi orang banyak.” Si fakir itu melihat
kepadaku dan berkata : “Ketahuilah bahwa Allah mengetahui semua yang ada di
dalam jiwamu, karena itu berhati-hatilah terhadap-Nya.” (Qs. Al-Baqarah : 235).
Setelah aku minta maaf kepadanya di dalam hati, lantas ia berkata : “Dan
Dia-lah yang menerima Taubat dari hamba-hamba-Nya.” (Qs. Asy-Syuura :25).”
Ibrahim al-Khawwas berkata :
“Suatu hari ketika aku sedag berada di masjid besar Baghdad, ada sekelompok
fakir di sana. Tiba-tiba,seorang pemuda gagah perkasa dengan keharumannya yang
menyebar di samping juga sanat ramah serta tampan rupawan datang kepada kami
sambil tersenyum. Aku berkata kepada sahabt-sahabtku : “Pikirankau mengatakan
bahwa anak muda ini seorang Yahudi.” Mereka semua tidak setuju dengan ucapanku
itu. Aku keluar dan begi juga pemuda itu. Kemudian ia kembali kepada mereka dan
bertanya : “Apa yang dikatakan syeikh itu tentang diriku?” Mereka semua merasa
malu untuk mengatakan kepadanya, tetapi pemuda itu terus mendesak hingga
akhirnya mereka mengungkapkan. : “Ia mengatakan bahwa engkau seorang Yahudi.”
Setelah itu anak muda itu datang kepadaku, membungkuk di hdapanku, dan berikrar
masuk Islam.”
Ketika seseorang bertanya tentang
perbuatannya tadi, ia berkata, “Kami membaca dalam kitab suci kami bahwa
firasat orang-orang yang jujur tidak pernah keliru.” Lalu aku berkata :
“Sebenarnya, aku menguji orang-orang Islam. Aku mencari-cari di antara mereka
dan memutuskan, jika da seorang kyang jujur di antara mereka, maka ia adalah
seorang Sufi, sebab para Sufi berbicara dengan firman Alalh swt. Aku
menyembunyikan identitasku dan mengelabui mereka. Ketika Syeikh ini mengetahui
siapa diriku sebenarnya dengan firasatnya, maka tahulah aku bahwa ia adalah
penegak kebenaran yang jujur.” Dan pemuda ini kemudian menjadi salah seorang
Sufi besar.”
Ahmad al-Jurairy bertanya :
“Adakah di antara kalian yang tahu apabila Alalh berkehendak membuat peristiwa
besar di kerajaan memberitahunya, sebelum kejadian itu terjadi?” Kami menjawab
: “Tidak”. Ia berkata : “Menangislah kamu sekalian karena adaya hati yang belum
pernah menemukan sesuatu dari Allah swt!.”
Abu Musa ad-Dailamy mengatakan :
“Ketika aku bertanya kepada Abdurrahman bin Yahya tentang tawakkal, ia
menjelaskan, Tawakkal berarti bahwa jika engkau memasukan tanganmu sebatas
pergelangan tangan ke dalam mulut ular, engkau tidak merasa takut kepada
apa-pun selain Allah swt. Kemudian aku pergi kepaa Abu Yazid untuk bertanya
kepadanya tentang tawakkal. Aku mengetk pintu rumahnya, dan dari balik pintu ia
menjawab : “Apakah kata-kata Abdurrahman tidak cukup untukmu?” Aku meminta :
“Bukakan pintu!.” Ia menjawab : “Engkau tidak datang untuk mengunjungiku, dan
jawabannya sudah ada di balik pintu.” Pintu pun tidak dibukakan untuk-ku. Aku
lalu pergi dan menunggu hingga satu tahun lamanya. Kemudian aku ingin pergi
kepadanya lagi dan ia berkata. “Selamat datang. Sekarang engkau datang kepadaku
sebagai tamu. “ Aku tinggal bersamanya selama sebulan, dan tidak ada bisikan
hatiku yang tertuang, melainkan ia selalu mengatakannya kepadaku. Ketika
mengucapkan selamat berpisah kepadaku, aku meminta kepadanya : “Berikanlah
sepatah kata lagi yang bermanfaat!” Ia berkata : Ibuku mengatakan kepdaku bahwa
ketika ia mengundang aku, setip kali ada makanan halal yang disuguhkan
kepadanya, maka tangannya dapat mengambil makanan itu, tetapi jika ada sesduatu
yang syubhat di dalamnya, tangannya tidak mau diulurkan.”
Ibrahim al-Khawwas mengabarkan:
“Aku pergi ke padang pasir, di mana kau mengalami banyak cobaan. Ketika tiba di
Mekkah, aku menemukan keajaiban. Secara tidak terduga ada seorang tua berseru
kepdaku : “Wahai Ibrahim, aku ada bersamamu ketika engkau di padang pasir,
tetapi aku tidak berbicara kepadamukarena takut kalau-kalau aku menggangu
keadaan batinmu. Sekarang, keluarlah waswas dari dirimu!.”
Diakbarkan bahwa meskipun
a-Furghani al-Murghinany pergi setiap tahun menunaikan ibadat haji, melewati
Naisabur tanpa singgah ke kediaman Abu Utsman al-Hiry. Ia menjelaskan : “Suatu
ketika aku pergi menjenguknya dan memberi salam kepadanya, tetapi ia tidak
membalas salamku. Aku bertanya kepadanya : “Seorang Muslim datang menemui
seorang Muslim lainya dan mengucapkan salam, namun tidak memperoleh balasan?
Abu Utsman menjawab, “Apaakah seperti itu, seseorang yang gmelakukan ibadat
haji, meninggalkan ibunya dan tidak memperlakukannya dengan penuh horamt?
Mendengar ucapannya itu, aku kembali ke Furghanah dan tinggal di sana menemani
ibuku hingga akhir hayat beliau. Kemudian aku pergi menemui Abu Utsman, dan
ketika masuk ke rumahnya, ia menerimaku dan menyuruhku duduk.” Setelah itu,
al-Furghani tinggal bersamanya terus menerus. Ia meminta agar ditugaskan
merawat piaraannya, yang menjadi pekerjaannya sampai Abu Utsman wafat.”
Khayr an-Nassaj berkata : “Suatu
hari aku sedang duduk-duduk di rumahku ketika instinkku mengatakan bahwa
al-Junayd sedang berada di depan pintu. Tapi aku mengingkari instinkku itu.
Untuk kedua dan ketiga kalinya instinkku itu muncul lagi, hingga akhirnya aku
berjalan ke arah pintu, dan benarlah ia ada di sana. Al-Junayd bertanya :
“Mengapa engkau tidak datang pada instink yang pertama?”
Muhammad ibnul Husain al-Bisthamy
mengabarkan : “Ketika aku pergi menjenguk Abu Utsman al-Maghriby, aku berkata
dalam hati : “Barangkali ia menginginkan sesuatu dariku.” Abu Utsman berkata :
“Manusia tidak cukup puas bahwa aku menerima pemberian mereka. Sehingga mereka
menambah permintaanku pada diri mereka,”
Salah seorang fakir menuturkan :
“Aku sedang berada di Baghdad. Terketuk olehku bahwa al-Murta’isy akan datang
kepadaku dengan membawa uang limabelas dirham hingga aku dapat membeli kantong
makanan, tali dan sandal yang dapat kupergunakan untuk pergi ke padang pasir.
Tba-tiba kudengar pintu diketuk orang. Aku membukanya, dan kulihat
al-Murtha’isy berdiri di sana, membawa sebuah pundi-pundi kain. Ia
memerintahkan “Ambillah ini” Aku berkata : “Wahai syeikh, aku tidak
menginginkannya.” Ia bertanya, Lantas mengapa engkau mengganggu aku? Berapa
uang yang engkau inginkan? Aku menjawab : “Limabelas dirham.” Ia berkata :
“Inilah uang itu, lima belas dirham.”
Salah seorang Sufi berpendapat
mengenai firman Allah swt. “ Dan apakah orang-orang yang sudah mati kemudian ia
Kami hidupkan?” (Qs. Al-An’am :122), dimaksudkan adalah mati hatinya. Kemudian
Allah menghidupkannya melalui cahaya firasat, dalam hati itu pula ditampakkan
cahaya musyahadah, yang tentu tidaklah sama dengan orang yang berjalan dalam
keadaan alpa dengan kealpaannya.
Dikatakan : “Firasat seseorang
benar, berarti ia telah naik ke tahapan musyahadah.”
Abul Abbas Ahmad bin Masruq
berkata : “Seorang yang cukup tua datang kepada kami. IA berbicara tentang
tasawuf secara menawan, dan instinknya sanat bagus. Ia menyuruh kami, dalam
suatu ucapannya : “Katakanlah kepadaku apa yang ada dalam benak kalian!.”
Pikiranku mengatakan bahwa ia adalah seorang Yahudi. Pikiran itu seakan-akan
merupakan peringatan yang mendesak, maka aku pun mengungkapkannya kepada
al-Jurairy. Ungkapanku itu membuat perasaannya tertekan, tetapi aku menegaskan
: “Aku tidak punya pilihan lain, kecuali mengatakannya kepada orang ini.” Maka
aku pun berkata kepadanya : “Engkau menyuru kami mengatakan kepadamu apa pun
yang ada dalam pikiran kami. Pikiranku mengatakan baha engkau adalah seorang
Yahudi.” Sesaat ia menundukkan kepala, lalu mengangkatnya, dan mengaku :
“Engkau benar, dan aku sekarang bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan
Muhammad adalah utusan Allah.” Ia menjelaskan : “Aku telah mencoba menempuh
jalan semua agama, dan aku berkata dalam hati L “Jika berada dengan suatu kaum,
diantaranya memiliki suatu kebenaran, maka kebenaran aan bersamamnya. Maka aku
lalu bergaul dengan kalian untuk menguji kalian. Ternyata kalian berada dalam
kebenaran. “ Ia kemudian menjadi Muslim yagn sangat baik.
Diriwayatkan oleh al-Junayd bahwa
as-Sary suka mendorong al-Junayd agar berceramah kepada orang banyak. Al-Junayd
berkata, : “Aku merasa takut berbicara di depan mereka? Pada suatu malam jum’at
aku bermimpi bertemu dengan Nabi saw. Beliau memerintahkan kepadaku
“Berkhutbahlah kepada orang banyak!” Aku terbangun, lalu pergi ke rumah as-Sary
sebelum subuh, dan mengetuk pint rumahnya. Ia bertanya : “Engkau tidak percaya
kepadaku, hingga Nabi sendiri yang mengatakannya kepadamu?” Pagi itu al-Junayd
duduk di depan orang banyak di masjid, dan tesebarlah kabar bahwa al-Junayd
sedang berceramah. Seorang pemuda Nasrani yang menyamar datang kepada al-Junayd
dan bertanya : “Katakanlah kepadaku, wahai syeikh, apa makna perkataan
Rasulullah : “Waspadalah terhadap firasat orang Mukmin, karena ia melihat
dengan cahaya Alalh swt?” LA- Junayd mendundukkan kepalanya, kemudian
menganggkatnya dan berkata “Masuklah ke dalam Islam. Saat keislamanmu telah
tiba.” Si Pemuda Nasrani itu pun masuk Islam.
Silahkan Bagikan Artikel ini
Mohon Maaf, Kepada Semua Sahabat, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih.**** Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar(Cara Download) dibawah postingan. Apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada, kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.