بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
Al-Ta-aruf li-Madzhabi Ahl Al-Tashawwuf
{AJARAN KAUM SUFI}
Karya:
Ibn Abi Ishaq Muhammad Ibn Ibrahim Ibn Ya’qub Al-Bukhari Al-Kalabadzi
64.
AJARAN KAUM SUFI MENGENAI UPAYA KERAS (MUJAHADAH) DAN
IBADAH
Salah
seorang tokoh besar Sufi berkata : “Ibadah yang sesungguhnya adalah
melaksanakan apa yang telah dibebankan oleh Tuhan sebagai suatu tugas, asal itu
diartikan sebagai suatu kewajiban; yaitu, bahwa tugas tersebut harus
dilaksanakan tanpa mengharapkan balasan, meskipun engkau tahu bahwa itu
merupakan suatu karunia (Tuhan); tugasmu kepada Tuhan itu sudah cukup, ketika
engkau melaksanakan tindakan itu, untuk membuang segala pengharapan akan
karunia dan balas-jasa. Sebab Tuhan berfirman : “Sesungguhnya Allah telah
membeli jiwa dan harta orang mukmin,” yaitu bahwa mereka boleh membaktikan diri
mereka sebagai hamba, bukan dengan jiwa yang loba.”
Seseorang
berkata kepada Abu Bakr al-Wasithi : “Dengan cara bagaimana sang Sufi melaksanakan
perbuatannya?” Dia menjawab : “Dengan cara meluruh dari tindakan-tindakannya,
yang menjadi ada dikarenakan sesuatu yang selain dia.”
Abu
Abdillah al-Nibaji mengatakan : “Kesenangan dalam kepatuhan itu merupakan buah
permisahan dari Tuhan. Seseorang itu tidak disatukan dengan Tuhan dikarenakan
hal itu, atau dijauhkan (Dari Tuhan, dikarenakan tidak adanya hal itu); dia
tidak mempercayainya sebagai sesuatu yang patut diandalkan, dia pun tidak
meninggalkannya karena dorongan semangat
penentangan. Dia melaksanakan tugas-tugasnya semata-mata demi Tuhan,
sebagai seorang budak dan hamba, bersandar pada apa (yang ditakdirkan oleh
Tuhan) di dalam masa pra-kekekalan.”
Yang
dimaksudkannya dengan “Kesenangan dalam kepatuhan” adalah menganggap hal itu
mendahului dirinya, tanapa menyadari karunia Tuhan dalam membantu orang itu
(untuk patuh).
Firman Tuhan
: “Sesungguhnya seruan dari Tuhan itu lebih baik.” Ditafsirkan bahwa itu lebih baik daripada di
dalam akalmu, atau yang dapat diutarakan oleh lidahmu.
Zikir
yang sesungguhnya berarti melupakan yang selain Tuhan, sebab, Tuhan berfirman :
“Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika engkau lupa.” Maka Firman Tuhan : “Makan
minumlah sesenang hatimu, berkat perbuatan kebajikan yang telah kamu lakukan
pada masa silam.” Ditafsirkan bahwa pada masa silam itu mereka tidak mengingat
Tuhan, sehingga kamu harus tahu bahwa apa yang kamu peroleh itu dikarenakan
kebaikan Tuhan; bukan didkarenakan tindakan-tindakan sendiri.
Abu Bakr
al-Qahtabi berkata : “Jiwa orang yang percaya kepada keesaan Tuhan itu muak dengan segala gelar
sifat-sifat mereka yang telah ternyatakan, dan segala sesuatu yang muncul dari
sifat-sifat itu mereka anggap menjijikan.
Mereka
terrpisah dari kesaksian-kesaksian mereka, perolehan-perolehan mereka, dan
keuntungan-keuntungan mereka, dan mereka tidak mampu menyatakan tuntutan apa
pun di hadapan-Nya, sebab mereka telah mendengarkan-Nya berfirman : “Dan jangan
mempersekutukan seorang pun dengan Tuhan dalam peribadatan.” Dengan “kesaksian”
yang dimaksudkannya adalah kemanusiaan, dengan “keuntungan” adalah balas jasa,
dengan “perolehan-perolehan” adalah benda-benda material.
Abu Bakr al-Wasithi berkata : “Arti perkataan
Tuhan Maha Besar” pada saat berdoa adalah “Engkau terlalu besar untuk bisa
digabungkan dengan doa, atau untuk dipisahkan dengan jalan menghapuskan doa.”
Sebab, pemisahan dan penyatuan itu bukan merupakan tindakan-tindakan (pribadi),
melainkan menuruti suatu ketetapan yang ditakdirkan di dalam kekekalan.”
Al-Junaid
berkata : “Janganlah hendaknya tujuanmu dalam berdoa, melaksanakannya tanpa
ikut bersenang dan berrgembira di dalam kesatuan dengan Dia yang tak bisa
didekati dengan alat apa pun kecuali lewat Dia sendiri.”
Ibn Atha berkata : “Janganlah hendaknya
tujuanmu dalam berdoa, melaksanakannya tanpa rasa takjub dan hormat kepada Dia
yang telah melihat engkau melaksanakannya.”
Yang lain
berkata : “makna doa adalah pelepasan dari segala rintangan, dan pemisahan
dengan hakikat-hkikat.” Rintangan-rintangan itu adalah segala sesuatu yang
selain Tuhan, hakikat-hakikat adalah segala sesuatu yang dipersembahkan kepada
Tuhan dan dari Tuhan.
Yang lain
berkata : “Berdoa adalah menyatu.”
Saya mendengar Faris berkata : “Makna puasa
adalah mangkir dari penglihatan manusia di dalam penglihatan Tuhan. Sebab Tuhan
berfirman di dalam kisah Maryam : “Sesungguhnya aku telah berjanji kepada Tuhan
Yang Mahapengasih untuk berdiam diri, maka aku tiak akan berbicara dengan siap
pun pada hari ini.” Yaitu karena aku mangkir dari mereka di dalam penglihatan
Tuhan, dan karenanya aku tidak akan dapat, dalam keadaanku itu. Menggubris
sesuatu yang bisa membingungkan diriku atau melepaskanku dari Dia.”
Hal ini terbukti dalam perkataan Nabi : “Puasa
itu suatu penjagaan.” Yaitu suatu selubung yang menutupi segala sesuatu kecuali
Tuhan.
Tuhan pun
berfirman : “Puasa itu bagian-Ku, dan Aku akan memberi pahala untu itu.”
Salah
seorang tokoh Sufi berekata : “Itu berarti, Aku yang menjadi pahala untuk itu.”
Abu’l
Hasan ibn Abi Dzarr berkata : “Itu mengandung arti, ma’rifat-Ku menjadi pahala
bagi orang yang berpuasa.” Sudah tentu itu merupakan pahala yang cukup, sebab
tidak ada sesuatupun yang dapat memperoleh ma’rifat Tuhan, atau bahkan
mendekatinya saja.”
Saya
mendengar Abu’l Hasan al-Hasani al-Hamadani mengatakan : “Arti firman Tuhan
“Puasa itu bagian-Ku” adalah bahwa hasrat-hasrat itu meninggalkannya; yaitu
pertama hasrat dari setan, kalau-kalau dia akan merusak-kannya, sebab setan itu
tidak berhasrat akan sesuatu yang menjadi milik Tuhan; yangg berikutnya adalah
hasrat dari jiwa, kalau-kalau jiwa itu menyombongkan diri, sebab jiwa itu hanya
menyombongkan apa yang menjadi miliknya; yang berikutnya lagi, hasrat dari
musuh-musuh di dunia mendatang, sebab mereka hanya mengambil apa yang menjadi
milik manusia, bukan yang menjadi milik Tuhan.” Inilah arti firman Tuhan itu,
sepanjang yang saya pahami.
Seorang
tokoh Sufi berkata : “Kesulitan penderitaan adalah keinginan akan kesenangan
dan pengharapan yang ditempatkan pada setiap tindakan pribadi, jika seseorang
percaya kepada kesenangan dan pengharapan itu, maka akibatnya adalah kesedihan;
dan kesedihan yang diperolehnya itu merupakan kesengan bagi musuh-musuhnya.”
Al-Nuri menulis :
“Hari ini
aku hampir mencapai tujuanku!” aku berseru;
Sayang,..
tujuan yang hampir tercapai itu masih ssangat jauh.
Aku tak
berjuang, tapi jatuh; tapi, untuk nerusaha
Dan kalah
dalam perang, itu pun suatu pertempuran
Kini,
segala harapan pupus, tapi kasih-Mu..
Akan
selalu memberi ampun, sifat pemurah-Mu menyetujui;
Kalau
tidak, maka surga kan kering; aku mesti terbuang.
Yang lain
menulis :
Sungguh,
bahwa aku memuja dan mengingat Engkau..
Dalam
pengharapan akan pencapaian;
Begitu
rindu anak-anak ketakmanatapan itu
Akan
kesenangan yang sia-sia
Tuhan,
bagaiman Wahyu-Mu yang cemerlang
Akan
kutanggung,
Dan
meninggalkan dunia ini, nan penuh selubung dan godaan
Dengan
cara tak biasa?
Dia
berkata : “Jika dalam tindakan dan usahaku aku mencari pahala – dan inilah yang
dicari oleh orang-orang yang berusaha dan bersusah payah mencari (mutu)
ketuhanan itu --- bagaimana aku akan memikirkan wahyu yang membawaku dari
ketakutan akan kabr-kabar mengenai keadaan-keadaan dan saat-saatku yang berubah,
dan dari anggapan akan perbuatan-perbuatan serta usaha-usahaku sendiri, yang
merupakan hal-hal yang menyelubungi diriku dari-Mu?
Kembali ke Daftar isi Kitab
Untuk kitab asli bahasa Arab silahkan Download Disini)
Silahkan Bagikan Artikel ini
Mohon Maaf, Kepada Semua Sahabat, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih.**** Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar(Cara Download) dibawah postingan. Apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada, kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.