بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
Misykat Al-Anwar
Allah Adalah Cahaya Langit dan Bumi
Al-Quran sebagai Cahaya untuk
Penglihatan Akal
Ketahuilah bahwa akal,
kendatipun memiliki kemampuan meliaht, tidaklah berarti bahwa semua yang
dapat dilihat olehnya berada dalam tingkatan yang sma. Tapi sebagian daripadanya
seakan hadir di hadapannya, seperti pengetahuan-pengetahuan aksiomatis,
misalnya b ahwa sesutu tidak mungkin, dalam waktu yang sama, menjadi lama dan
baru sekaligus, atau ada dan tidak ada, atau suatu ucapan menjadi benar dan
bohong pada suatu waktu yang bersamaan. Bahwa hukuman ja’iz (boleh dilakukan)
yang berlaku untuk sesuatu, berlaku pula untuk lainnya yang serupa sepenuhnya.
Demikian pula jika ada sesuatu yang dikhususkan dari sesuatu yang umum, maka
yang umum itu dipastikan adanya. Sehingga jika ada yang disebut “hitam”, maka
dapat dipastikan adanya sesuatu yang disebut “warna”. Jika ada manusia, biscaya
dapat dipastikan adanya yang disebut hayawan (sesuatu yang hidup). Tetapi,
kebalikannya tidaklah harus ada, menurut akal. Dengan demikian, adanya “warna”
tidak mengharuskan adanya “hitam”. Atau adanya “hayawan” tidak berarti
keharusan adanya “manusia”. Banyak lagi masalah aksiomatis seperti itu di
antara hal-hal yang “harus”, “boleh”, atau “mustahil”. Demikian pula adanya
hal-hal yang tidak dapat diterima atau bersesuaian dengan akal, segera pada
saat dihadapkan kepadanya, sehingga akal perlu digerakkan, dirangsang, dan
diingatkan agar dapat mencerapnya, seperti dalam hal nazhariyat (yang bersifat
teoritis). Namun yang akan berhasil mengingatkannya hanyalah ucapan kaum
hukama’, yakni para bijak bestari yang beroleh hikmah. Pada saat terpancarnya
cahaya hikmah, manusia akan menjadi “dapat melihat dengan kehendaknya” setelah
sebelum itu hanya “dapat melihat secara terpaksa”. Adapun hikmat teragung adalah
Firman Allah Swt., yang di antaranya, secara khusus, adalah Al-Quran; sehingga
dengan demikian, kedudukan Al-Quran bagi mata akal adalah sama seperti
kedudukan cahaya matahari bagi mata lahiriah. Sebab, hanya dengan itu akan
sempurnalah penglihatan. Dengan itu pula, Al-Quran lebih patut menyandang nama
cahaya, sebagaimana sinar matahari biasa dinamakan cahaya. Oleh sebab itu,
misal Al-Quran adalah “cahaya matahari” dan misal akal adalah “cahaya mata”.
Dengan ini dapatlah dipahami Firman Allah Swt. :
“Maka berimanlah kepada Allah dan
Rasul-Nya dan kepada nur (cahaya) yang Kami turunkan. (QS. Al-Taghibun : 64 :
8).
Firman-Nya lagi :
“Hai manusia, telah datang
kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu dan telah Kami turunkan kepadamu
“cahaya” yang terang. (QS. Al-Nisa’ 4 : 174).
Kembali Ke Bab satu
Silahkan Bagikan Artikel ini
Mohon Maaf, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih. Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar (Cara Download) dibawah postingan. apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.
Related Posts :