• Home
  • Facebook PPa
  • Twitter
  • Aurodan PPa
  • Download software
 Padepokan Padang Ati (ppa)
  • HOME
  • AL-HIKAM
    • KH ABDUL WAHID ZUHDI
      • AL-HIKAM mp3
      • KISAH PERANG BADAR mp3
      • SULAMUT-TAUFIQ mp3
      • FIQIH/UBUDIYYAH mp3
    • SYARAH AL HIKAM
    • AL HIKAM KH IMRON JAMIL mp3
  • TASAWWUF-THORIQOH
    • HIKMAH SUFI
    • BAHASAN SUFI
    • THORIQOH
      • SYADZILIYYAH
      • QODIRIYYAH
      • NAQSYABANDIYYAH
      • THORIQOH LAIN-LAIN
    • KISAH ULAMA'NUSANTARA
    • KISAH ULAMA' DUNIA
    • KISAH WALI SONGO(9)
  • DOWNLOAD KITAB
    • KITAB TERJEMAH 1
    • KITAB TERJEMAH 2
    • KITAB KUNING MAKNA PESANTREN
    • KITAB HADITS
    • KITAB KLASIK/KUNING
    • KITAB KUNING MP3
      • Kitab kuning/klasik mp3
      • Ihya'Ulumuddin mp3
      • Nasho'ihul 'Ibad.mp3
      • Irsyadul 'ibad mp3
      • At-Tibyaan fii Aadaabi Hamalatil Qu’ran mp3
    • BAHTSUL MASA'IL
    • E-BOOK ISLAMI 1
    • E-BOOK ISLAMI 2
    • E-BOOK MUSLIMAH
  • TERJEMAHAN KITAB
    • KITAB-KITAB SYEIKH ABDUL QODIR ra
      • FATHUR-ROBBANI WAL FAYDHUR RAHMANY
      • PENGAJIAN SYEIKH ABDUL QODIR ra
      • FUTUHUL GHOIB
      • MANAQIB SYEIKH ABDUL QODIR ra
      • WEJANGAN SYEIKH ABDUL QODIR ra
    • SYARAH AL HIKAM
    • AT-TANWIR FI ISQOTHID TADBIR
    • TAJUL 'ARUSY IBNU 'ATHO'ILLAH
    • RISALATUL QUSYAIRIYYAH
    • (WASHOYA) AN-NASHO'IH
    • MEMBUMIKAN AL-QUR'AN
    • RENUNGAN TENTANG UMUR MANUSIA
    • KEAJAIBAN DLM TUBUH KITA
    • AT-TA'ARUF LI MADZHABI AHLIT-TASHAWWUF
    • KHUTBAH JUM.AH
  • AL-QUR'AN - QIRO'AH
    • TAFSIR JALALEIN
    • AL-QUR'AN UNTUK PC/HP
    • AL-QUR'AN 30 juz (Murottal)mp3
    • QIRO'AH, SENI BACA AL-QUR'AN mp3
    • SHOLAWAT,NASYID,PUISI mp3
Home » SURAT-SURAT SANG SUFI » ' SURAT-SURAT SANG SUFI ' SURAT KEENAM

' SURAT-SURAT SANG SUFI ' SURAT KEENAM

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ

 Terjemah Kitab
" SURAT-SURAT SANG SUFI "
Muhammad Ibn ‘Abad

SURAT KEENAM

Kepada Muhammad ibn Adibah. Surat yang menjawab berbagai pertanyaan, masing-masing judulnya diberikan di pinggir halaman (tetapi di sini disisipkan dalam tanda kurung), karena topik-topik dibahas atas dasar kelompok masalah Pertama, pertanyaan tentang haji dan syarat-syarat hukumnya yang berkaitan dengan individu dan keadaan.



43.
Segenap puji bagi Allah semata.
(Prinsip-prinsip tentang menunaikan ibadah haji).
Sekarang ini, menunaikan haji menjadi semakin diinginkan orang dan sangat dihaasratkan 9oleh mereka). Mereka lebih menyukai kesukaran, kebutuhan dan perpisahan dari rumah, yang merupakan bagian dari ibadah haji, ketimbang bersantai-santai, bersenang-senang, dan tinggal di rumah. Sudah barang tentu, ada sebagian orang yang meninggalkan agama mereka dan tidak mempunyai keinginan menunaikan ibadah haji. Dan ada sebagian orang lainnya yang , setelah melaksanakan berbagai formalitas amal yang diniatkannya, hanya mempunyai satu perhatian dan keinginan, yakni kembali ke negeri mereka dan bergabung kembali bersama keluarga dan sahabat-sahabat mareka. Namun, setelah mereka melakukan itu, mereka mengalami lagi kejemuan tinggal di rumah. Mereka menjadi bosan sehingga mereka merindukan, bahkan lebih dari sebelumnya, untuk berangkat menunaikan ibadah haji lagi. Ini semua adalah kecenderungan mendasar dan alami manusia.
Manakala orang yagn pandai dan memiliki pemahaman spiritual menyelesaikan masalah-masalah seperti itu, dia mesti mengesampingkan kebutuhan alaminya dan mengkritik secara spiritual kecenderungan manusiawinya. Dia harus meminta nasihat  kepada kalbunya dan bertindak sesuai dengan syarat-syarat praktik keagamaan, sejauh kesemuanya itu terlihat jelas baginya. Kalau tidak, dia mesti meminta nasihat kepada orang yang berkompeten dalam masalah-masalah ini, bukannya mengikuti tingkah laku pribadi. Tanpa pengetahuan dan pertimbangan spiritual, tindakannya bakal sia-sia dan dia akan berusaha dengan sia-sia pula.

Syarat-syarat hukum ibadah haji sudah engkau ketahui. Akrenanya, mari kita lihat persoalan itu dari sudut pandang yagn lebih umum. Aku katakan bahwa ibadah haji itu ada tiga macam : ibadah haji yang sepenuhnya terpuji, ibadah haji yang sepenuhnya berdosa, dan ibadah haji yang sebagian terpuji, dan sebagian tercela.
Ibadah haji yang sepenuhnya terpuji adalah ibadah hajinya seseorang yang berpengetahuan, yakni, dan bebas dari perintah jiwa rendah (hawa nafsu). Orang seperti ini tidak dikuasai oleh kecenderungan manusiawinya. Syarat-syarat praktik keagamaan dan cahaya keyakinan mendorongnya. Ini adalah keadaan mulia, kedudukan sangat mulia yang bisa sepenuhnya dipahami hanya oleh orang yang mengalaminya.

44.
Sebuah kisah menuturkan bagaimana salah seorang ulama bercerita demikian : “Ketika aku sedang melakukan Thawwaf mengelilingi Ka’bah, seorang tua datang menghampiriku dan bertanya tentang negeriku. Aku ceritakan hal itu kepadanya, dan dia bertanya : “Berapa jauh dari sini ke sana?” Aku menjawab : “Sekitar dua bulan.” Lalu dia berkata : “Engkau bisa menunaikan ibadah haji ke Ka’bah inis etiap tahun!” Kemudian aku bertanya kepadanya : “Dan berapa jauh negerimu?” Dia menjawab : “Ketika aku masih muda, aku berangkat meninggalkan negeriku untuk mengadakan perjalanan selama lima tahun.” Aku terheran-heran, lalu dia meneruskan kata-katanya :
Kunjungilah yang kaucintai meski rumahnya
Jauh darimu dan tersembunyi.
Jangan biarkan jarak menghalangimu
Untuk mengunjungi-Nya,
Sebab pecinta selalu mengunjungi yang
Dicintainya.

Kisah lainnya menuturkan bagaimana suatu hari Syaikh Abu Al-Hasan Al-Lakhmi sedang duduk-duduk bersama sahabat-sahabatnya membicarakan aspek-aspek hukum ibadah haji. Mereka berbicara panjang-lebar tentang apakah syarat itu masih berlaku di zaman mereka. Sementara itu, seorang miskin mendengarkan pembicaraan mereka di luar jamaah mereka. Setelah mereka selesai, orang itu menjulurkan kepalanya ke jamaah itu dan berkata kepada Syaikh :
Wahai Guruku,
Jika engkau tak berhasrat sedikit pun
Menumpahkan darahku,
Engkau hampir tak akan terlalu memperhatikannya.
Karakteristik ibadah haji yang sepenuhnya tercela sangat berbeda dari karakterisitik ibadah haji yang dilakukan dengan niat yang bebas dari kemunafikan dan hasrat akan reputasi. Yang pertama didorong semata-mata oleh tingakh laku sia-sia. Tapi keuda tipe pertama ibadah haji ini jarang sekali terjadi, dan implikasi hukumnya pun jelas.
Ibadah hajinya seorang saleh yang mengerjakannya karena keyakinan yang mengandung tujuan pribadi dan hawa nafsu, adalah berdosa sebagian dan terpuji sebagian. Orang seperti ini tidak menyadari muslihat musuh dan tipu daya jiwa rendah yang mempengaruhi keputusannya untuk pergi. Motif yang baik maupun yang buruk tampaknya sama-sama menonjol. Hanya saja, motivasi dari jenis ibadah haji ini berbeda-beda dalam setiap individu dan berbagai keadaan, dan ini perlu dijelaskan lagi.

Baik orang yagn sudah pernah menunaikan ibadah haji maupun yagn belum pernah menunaikannya, bisa melaksanakan ibadah haji jenis ini. Bagi orang yna gbelum pernah menunaikan ibadah haji, yang mampu memenuhi kewajiban ini, dan yang memiliki cukup bekal dan tak ada halangan, maka pejalanan ibadah hajinya itu hukumnya wajib dan terpuji. Setelah dia menunaikan kewajibannya kepada orang tua, keluarga, dan pemberi pinjaman, menurut aturan-aturan khusus para faqih, maka tak ada sesuatu pun yang mengahlangi ibadah hajinya. Sebaliknya, jika orang takut akan tertimpa kematian, atau tidak cukup memenuhi syarat, atau menghadapi berbagai hambatan, maka kewajiban tiu pun berkurang. Hal serupa berlaku pada masyarakat, yakni umumnya kaum Muslim yang hanya memperhatikan amal-amal lahiriah. Begitu pula, jika seseorang mengabaikan berbagai tindak-keaptuhan dan amal saleh, yang bersifat pribadi ataupun kemasyarakatan, melalaikan waktu-waktu shalat dan amal-amal sunnah serta menolak melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi orang lain seperti mengajar, belajar, atau berlaku baik kepada seorang Muslim bahkan ketika berada di rumah, maka kewajiban itu pun berkurang pula. Sebaliknya, jika orang selama melakukan perjalanan mengabaikan kewajiban tertentu atau melakukan sesuatu yang terlarang, yang tidak akan dilakukan seandainya dia tinggal di rumah, maka kewajiban itu pun berkurang. Dalam keadaan seperti itu, menunaikan ibadah haji adalah berdosa. Kekuatan kecenderungan jiwa rendah (nafsu) akan mengakibatkan timbulnya dosa dan hilangnya syarat niat saleh bagi ibadah haji.
Sekali pun orang yang menunaikan ibadah haji dengan penuh perhatian melaksanakan kewajiban-kewajiban yang ditetapkan dan menghindari apa yagn dilarang, maka perjalanannya masih tercela, baik karena kekuatan kecenderugnan pribadinya maupun akibat tiadanya niat yagn ssaleh tersebut, atau karena dia tidak bisa merasa yakin akan keselamatannya. Sebaliknya, perjalanannya bisa sangat terpuji hingga membantunya menunaikan kewajiban ibadah haji dan menghindari berbuat salah asalkan fisiknya kuat, punya banyak uang, dan bisa pergi lewat jalan yang lazim. Dalam hal itu, dia mesti melaksanakan kewajibannya yagn sudah ditetapkan, dan menghindari dosa-dosa sepnajang perjalanan. Jika masalah-masalah ini tidak ada ketika dia hendak menunaikan ibadah haji, maka persoalannya lebih jelas lagi.

Dalam kaitan ini, ibadah haji akan diterima dengan syarat-syarat berikut : apabila orang itu berasal dari golongan lebih terdidik, atau termasuk di antara orang-orang yang lebih cenderung pada kegiatan-kegiatan yang dibutuhkan dalam perjuangan melawan hawa nafsu, penyucian kalbu, sikap waspada terhadsap pikiran-pikirannya, menjaga imajinasi sehat, selalu memikirkan dan menyadari hal-hal yang berkaitan dengan keadaan-keadaan mulia dan kedudukan-kedudukan tinggi, dan memiliki tekad kuat  dalam penyucian batin dari dosa-dosa besar dalam kalbu yang memberontak. Terakhir, hal-hal berikut ini harus dihilangkan : kesombongan, keangkuhan, iri hati, kedengkian, kepura-puraan, kemunafikan, kebohongan dalam praktik agama, berburuk sangka pada kaum Muslim, sangat cinta dunia, dan jenis-jenis ketololan lainnya. Jika dalam hal ini ada kondisi-kondisi yang menguntungkan bagi pelaksanaan ibadah haji, maka orang harus mempelajari prinsip-prinsip hukum yang berkaitan dengannya, sejauh kemampuannya.

46.
Jika, sebaliknya, orang itu tidak memiliki tekad kuat dalam penyucian dan pembersihan (kalbu) yang aku tenagh bicarakan, atau memandang hal ini tidak penting bagi dirinya, dan jika dia tidak memiliki kesehatan fisik yang baik serta keuangan yang cukup, maka dia berdosa bila menunaikan ibadah haji, disebabkan oleh keterasingannya dan dasar-dasarnya, belum lagi kebaikan-kebaikan dalam keadaan spiritual yang telah aku uraikan sebagai syarat bagi ibadah haji, kecenderungan kuat hawa nafsu adalah halangan lain. Andaikanlah, misalnya, orang mempunyai kekuatan fisik yang baik, bekal yang diperlukan untuk mencegah kelelahan dan untuk memenuhi keinginannya. Andaikan lagi bahwa keinginannya untuk melakukan perjalanan begitu kuat, sehingga selallu menggelora, sekalipun terbuka kemungkinan untuk membebaskan dirinya dari menunaikan ibadah haji dan memperoleh ganjaran yang sama dengan cara menahan diri dari melakukan perjalanan. Dalam hal itu, akan lebih baik baginya tidak jadi pergi, karena dua alasan : kekuatan kecenderugnan alaminya, dan resiko kehilangan manfaat-manfaat yang akan diperolehnya kalau tetap tinggal di rumah, mengingat dia tidak yakin bisa mencapinya dalam perjalanannya, terutama karena tiadanya jalan yang aman.

Akan tetapi, bagaimana kalau orang hampir tak mempunyai keinginan untuk menunaikan ibadah haji, dan motifnya bepergian semata-mata untuk memenuhi satu syarat? Jika ada kecenderungan dan keinginan untuk menunaikan ibadah haji, maka kepergiannya untuk ibadah haji akan sangat terpuji. Keinginannya memang lemah, tapi kuat harapannya untuk mencapai tujuan, dengan kesehatan fisik dan bekal yang cukup kuat, khususnya jika dia harus bergabung selama perjalanan itu dengan saudara-saudara yang saleh dan sahabat-sahabat yang menyenangkan, dan jika dia bisa melakukan perjalanan lewat jalan yang lazim.
Semua yang telah aku bicarakan sejauh ini berlaku pada orang yang belum pernah menunaikan ibadah haji.

Sekarang perhatikan kasus seseorang yang sudah menunaikan ibadah haji. Jika orang itu awam, yang sikapnya pada amal saleh dan amal ibadah sama dengan sikap yang telah aku paparkan sebelumnya, maka ada beberapa alasan mengapa kepergiannya menunaikan ibadah haji akan tercela. Alasan-alasan itu mencakup kecenderungan hawa nafsunya, resiko tidak dapat mencapai tujuan yang diharapkannya, dan ketidakpastiannya mengenai kesempurnaan keinginannya dan mengenai keselamatannya dari berbagai bahaya yang mungkin ditemuinya. Seandainya dia tetap di rumah, situasinya akan berbeda dari situasi yang aku uraikan sebelumnya. Maka kepergiannya menunaikan ibadah haji barangkali cenderung lebih tercela, karena kecenderungan hawa nafsunya itu kuat dan dia akan menanggung resiko melemahkan kewajiban agamanya atau terjerumus ke dalam dosa dalam perjalanannya. Akant etapi, mungkin saja perjalanannya patut dipuji, lantaran keinginannya untuk turut serta dalam amal ibadah tertentu, sekalipun kecenderungan ini tidak begitu dihargai. Di sini aku mengandaikan dia terbebas dari berbagai halangan tersebut di atas; tetapi jika dia benar-benar mengetahui tidak terbebas darinya, maka menunaikan ibadah haji pasti akan berdosa, sebab tak ada sesuatu pun yang sama pentingnya dengan keterbebasan itu.

Jika orang yang bersangkutan itu terdidik dalam soal-soal agama, maka ibadah hajinya itu tercela bila mengakibatkan hilangnya keadaan spiritual amat baik yang sudah diperolehnya, dan berkurangnya kata-kata dan amal-amal yang menyertai keadaan itu. Ini semua membutuhkan kehampaan hati, keikhlasan dan kesucian niat, yang gkesemuanya ini akan menurun kadarnya karena aperjalanan panjang ini. Aku menganggap sifat-sifat yang baru saja kusebutkan itu lebih penting ketimbang amalan-amalan sunnah yang dikerjakan dalam ibadah haji, sebab yang pertama merupakan soal-soal dan amalan hakiki yang memperbaiki amal ibadah seseorang. Kesemuanya itu penting bagi orang yang menempuh jalan ketulusan dan mengakui Keesaaan Ilahi (Tawhid), dan menaikkan seseorang ke keududukan  orang-orang terpilih. Tak ada amalan-amalan sunnah dalam ibadah yang bisa menyamai amalan-amalan kelbu ini, dan tak ada amal-amal saleh bisa menggantikannya.

47.
Jika orang seperti ini menunaikan ibadah haji tanpa ketulusan, maka dia lebih layak dicela ketimbang dipuji. Kecenderungan alami terhadap ibadah haji, berikut pemenuhan kehendak hawa nafsu dan tujuan-tujuannya, menunjukkan adanya ketidaktulusan. Dalam hal ini, hawa nafsu ingin memenuhi tujuan-tujuannya melalui amal-amal ibadah yang dikerjakan orang itu dalam perjalannya. Kesemuanya ini anatara meliputi : bertemu dengan ulama dan orang yang terkenal kesalehannya, mengambil manfaat dari pengetahuan mereka, memohon berkah dan doa dari mereka, melayani sahabat dan teman, mendapatkan kebaikan dari upaya seseorang, mengamati suasana kota-kota dan gurun pasir yang dilalui, mengerjakan banyak amal ritual dan dan kewajiban ibadah haji dengan penuh kegembiraan. Niat sejati jenis ibadah haji tetap merupakan keinginan tak tersembunyi untuk melihat negeri-negeri asing, mengalami hal-hal baru seperti bertemu orang-orang alim dan hamba-hamba Allah, terbebas dari kesusahan di rumah, dan terbebas dari kesibukan membosankan urusan duniawi. Tanda yang menunjukkan seseorang terperdaya adalah bahwa dia merasa bisa melakukan banyak amal saleh ini, dan yang juga lebih penting, walau pun tetap tinggal di rumah; tetapi ketika dia berasa di rumah, dia tidak memperhatikannya dan sama sekali tak tertarik lagi kepadanya.

Beginilah keadaan orang yang , ketika dia berpikir untuk menunaikan ibadah haji, bertanya kepada Bisyr ibn Al-Hafi. Abu Nashr Al-Tamar menuturkan bahwa ada seseorang datang mengucapkan selamat tinggal kepada Bisyr Al-Harits, dengan mengatakan, “Aku ingin sekali menunaikan ibadah haji. Karena itu, berilah aku petunjuk.” Bisyr berkata, “Berapa banyak uang yang engkau miliki untuk bekalmu?” Orang itu menjawab, “Seribu dirham.” “Dan apakah yang mendorongmu menunaikan ibadah haji?” Bisyr bertanya. “Apakah itu untuk bersenang-senang, atau rindu kepada Baytullah, atau keinginan beroleh ridha Allah?” “Keinginan beroleh ridha Allah,” jawab irang itu. Bisyr kemudian bertanya, “Dan jika engkau bisa memperoleh ridha Allah Swt. dengan tinggal di rumah dan membelanjakan seribu dirham itu, dan engkau yakin bahwa ini akan mendatangkan ridha Allah, akankah engkau melakukannya?” “Ya,” kata orang itu. “Kalau begitu, bagikan uang itu kepada sepuluh orang,” kata Bisyr. “Maka orang beriman bisa menunaikan praktik aamanya, dan orang miskin bisa berdikari, dan sang ayah bisa membuat keluarganya sejahtera, dan pengasuh anak yatim bisa memberi anak asuhnya kebahagiaan. Karena itu, jika Allah Yang Mahaesa memberi kalbumu kekuatan untuk bersedekah, maka lakukanlah.

 Sebab, sungguh, tindakanmu memberikan kebahagiaan ke dalam kalbu orang Muslim, tindakanmu menyirami kalbu orang yang mengeluh, dan tindakanmu meringankan penderitaan orang miskin, dan tindakanmu menguatkan kembali keyakinan orang yang lemah, semuanya itu jauh lebih baik ketimbang ribuan hujah Islam. Pergilah dan bagikan uang itu seperti yang telah aku sarankan kepadamu. Kalau tidak, katakan kepadaku apa yang sesungguhnya ada dalam kalbumu.” Orang itu pun berkata, “Wahai Abu Nashr, perjalanan hajiku ini adalah puncak keinginan dalam kalbuku.” Lalu Bisyr pun tersenyum, mendekatinya seraya berkata, “Kalau uang diperoleh lewat praktik-praktik bisnis yang kotor dan belum jelas halal-haramnya, maka uang itu bahkan mendorong hawa nafsu membayangkan keinginan untuk bersegera menjalankan amal-amal yang secara lahiriah tampak saleh. Tapi, Allah Swt, telah bersumpah bahwa Dia hanya akan menerima amal orang yang bertakwa kepada-Nya.” Ketika Bisyr mengatakan ini, orang itu pun menangis.

Ambillah kasus seseorang yang mapan dalam keadaan-keadaan spiritual yang telah aku sebutkan dan berupaya sepenuhnya memupuknya sambil tetap tinggal di rumah. Andaikan dia ingin menguji kesetiaannya pada keadaan-keadaan itu, dengan cara menanggung perasaan keberpisahan dari hal-hal yang lazim dan diandalkan di negerinya, memutuskan untuk berjuang melawan jiwa rendahnya dengan cara demikian. Ibadah haji yang dilakukannya adalah terpuji. Meski perjuangan itu dilakukan seraya tetap memikirkan hal tersebut. Yang demikian itu tetap menjadi salah satu kebisaan musafir-musafir yang terpisah sendirian. Bahkan, aku memandang kecederungan jiwa rendah kepada penunaian ibadah haji itu sebagai berdosa dalam kebanyak hal. Alasanku adalah adanya prinsip yang mengatakan kecenderungan jiwa rendah pada amal-amal ibadah yang secara fisik sulit dikerjakan, adalah berdosa.
(Jawaban atas pertanyaan kedua : tentang bagaimana jiwa rendah atau hawa nafsu bisa cenderung pada apa yang menimbulkan kesulitan)

Seseorang yang mendengar ini mungkin merasa heran dan bertanya, “Bagaimana mungkin jiwa rendah bisa cenderung kepada apa yang menimbulkan kesulitan bila hal itu bukan perhatian utamanya?” Orang yang mengajukan keberatan itu tidak menyadari, bahwa jiwa rendah kadang-kadang mencari tujuan yang bisa dicapai hanya dengan meninggalkan kesenangannya. Seseorang melihat, misalnya, orang-orang begitu diharu-biru oleh kecintaan akan kemasyhuran serta kekayaan dan begitu tekun memenuhi keinginan mereka akan hal-hal itu, sampai-sampai mereka mau menanggung resiko menentang bahaya, terjun ke dalam laut dan menerjunkan diri ke dalam segala bahaya. Harapan untuk mencapai keinginan itu mendorong mereka merasa senang dan gembira berada dalam kesulitan seperti ini. Biarpun begitu, yagn mereka peroleh bukanlah yang mereka harapkan. Pertanyaan ini memiliki dua segi. Bedanya, tujuan-tujuan yang baru saja kusebutkan sudah lumrah dan diketahui oleh hampir semua orang. Cara-cara mencapai semuanya itu jelas dan tak samar barang sedikit pun. Sebaliknya, orang –orang saleh yang keadaan spiritualnya tinggi melampaui orang-orang Muslim umumnya, mengabdikan diri pada tujuan-tujuan lain yagn telah aku bicarakan. Teapi, lantaran kebodohan sajalah jiwa rendah melaksanakan tugas-tugas sulit untuk mencapai hasil yang kecil, kendatipun seseorang siap berperang, difitnah, dan beradu kekuatan fisik agar setelah dia mati, beroleh pujian atas keberanian dan ketabahannya. Inilah benar-beanr kebodohan, sebab apa guna dan manfaat hal-hal itu bagi jiwa rendah setelah kematian?

Tujuan seperti ini dikejar-kejar tanpa adanya konsep atau maksud dan tanpa kepuasan pada akhirnya, seperti dikatakan ‘Ali ibn Hazm dalam “Kitab Pemerintahan”. Yang lebih bodohd ari mereka ini adalah orang-orang yang pernah aku jumpai, yang tidak tahu mengapa mereka mengorbankan dirinya. Kadang-kadang Zayd menyerang ‘Amr,  kadang-kadang ‘Amr menyerang Zayd, bahkan mungkin pada hari yang sama. Mereka berani menempuh resiko kematian sia-sia. Mereka terbunuh demi neraka atau melarikan diri membawa kehinaan. Rasulullah saw. memberikan peringatan tentang orang-orang seperti ini ketika beliau bersabda : “Akan tiba masanya ketika orang yang membunuh tidak tahu mengapa dia membunuh, pun tidak pula orang yang terbunuh tidak tahu mengapa dia dibunuh.”

49.
Nah, masalah bisa disamakan dengan situasi di mana kecendrungan alami jiwa rendah memaksa sebagian orang menjadi sangat asyik dengan amal ibadah dan memberlakukan praktik-praktik pengingkaran diri dalam kadar yang tinggi atas diri mereka sendiri. Mereka melemparkan jiwa rendah ke dalam situasi berbahaya, dan mendorong jiwa rendah melaksanakan ekwajiban-kewajiban berdasar atas anggapan bahwa hal ini bakal mempercepat kemajuan mereka menuju keadaan spiritual orang-orang besar. Mereka membayangkan bahwa dengan kecenderungan berlebih-lebihan ini, mereka bisa menukar kepicikan mereka dengan pengetahuan tentang kesempuranaan. Mereka tinggalkan tujuan-tujuan duniawi tertentu, sembari berharap mendukung ketulusan maksud-maksud jiwa rendah mereka, dengan mengklaim bahwa mreka mengikuti kewajiban-kewajiban agama. Jauh sebelumnya, mereka mempersembahkan amal dan waktu ibadah ini, membaktikan banyak waktu kepadanya, dan tak dapat mengendalikan tujuan-tujuan mereka, yaitu terperosok ke dalam hal-hal lebih tercela ketimbang yang gmereka tuju dan inginkan sebelumnya. Jika maksud-maksud jiwa rendah telah dianggap benar, maka tindakannya sama sekali bukan suat pelanggaran; dan jiwa rendah akan memahami bahwa hanya ketaatan kepada agama kaum monoteis sejati sajalah yang bisamengakhirinya. Aku bersumpah demi hidupku, bahwa dewasa ini seseorang yang taat kepada agama itu dan mengikuti jalannya, akan anehnya mengalami derita tak terperikan dan mereguk minuman yang mencekik leher seakant ak seorang pun bisa meminumnya. Karena itu, apahala yang diterimanya akan banyak, dan jerih payahnya pun bermanfaat, sebab prinsip logisnya adalah bahwa segala sesuatu yang membebani jiwa rendah, sesungguhnya adalah baik.

(Jawaban atas pertanyaan ketiga : tentang segi positif kesulitan-kesulitan yang menimpa jiwa rendah).

Baiklah kuterangkan. Allah Swt. telah mewajibkan hamba-hambanya untuk beribadah kepada-Nya. Dia telah memberi tahu kita, bahwa Dia menciptakan mereka persis untuk tujuan itu. Dia berfirman : “Aku ciptakan jin dan manusia hanyalah agar mereka beribadah kepada-Ku.” (Qs. 51:56). Ibadah adalah salah satu karakterirstik paling luhur dan agung. Dengan ibadah Dia menggambarkan nabi-nabi dan Rasul-Nya. Ibadah adalah salah satu gelar termulia. Yang dengannya Dia menemai mereka, khususnya nabi kita, Muhammad saw.  Itulah sebabnya beliau mencapai kedudukan sangat tinggi dan menduduki posisi termulia dan bakal muncul di alam semesta pada Hati Kiamat bersama semua nabi dan rasul di bawah panji-panji beliau.

Salah satu pernyataan paling ringkas dan paling fasih tentang topik ini adalah ucapan seseorang, “Ibadah adalah visi spiritual tentang Keilahian.” Ungkapan ini meringkaskan makna apenghambaan menurut kaum sufi. Hal itu berhubungan dengan kedudukan mengerjakan amal saleh yang disebutkan dalam haids Jibril a.s. Dikatakan bahwa : “Ibadah berarti menjadi hamba-Nya dalam setiap keadaan, seolah-olah Dia adalah Tuanmu dalam setiap keadaan.” Juga dikatakan : “Ibadah mempunyai empat karakteristik : Memenuhi janji, melaksanakan hukum, merasa senang dengan kondisi aktualnya, dan bersabar di saat kehilangan.” Maksud ungkapan ini dan lainnya yang serua adalah bahwa ibadah merupakan sifat yagn inheren dalam diri sang hamba, yang mendorongnya untuk mematuhi perintah-perintah Ilahi, menghindari apa yang dilarang, dan pasrah kepada Ketentuan-ketentuan Ilahi. Penghambaan dimulai dengan kedudukan kepasrahan, dan diakhiri dengan kedudukan berbuat amal saleh.

Hanya “jiwa rendah yang menyruh pada kejahatan” (Qs. 12:53), sajalah yang bisa menyelewengkan sang hamba dari memenuhi ibadah yang sesuai dengan kedudukannya ini. Karena itu, satu-satunya cara untuk memenuhi ibadah yang sesuai dengan perintah-perintah Ilahi adalah berjuang melawan jiwa rendah di sepanjang jalan sahabat kaum sufi yang terpilih ini. Allah Swt. berfirman : “Dan orang yang berjihad demi Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka Jalan-Jalan Kami.” (Qs. 29:69). Dan juga, “Sungguh, surga adalah tempat tinggal bagi orang yang menahan diri dari hawa anfsunya.” (Qs. 79:40-41). Dan menurut sabda Nabi, “Musuh terbesarmu adalah jiwa rendah (hawa nafsu) yang ada di antara kedua sisimu.” Allah Swt. memerintahkan kepada Dawud a.s. untuk mengatakan : “Jiwa rendahmu adalah musuh; sungguh tak ada lagi di seluruh kerajaan ini yang suka menentangku.”

50.
Al-Junayd menuturkan, “Suatu malam aku bangun untuk shalat malam, tapi aku tak bisa juga dipejamkan. Kemudian aku duduk, kubuka pintu, lalu pergi keluar. Di sana kulihat seseorang berpakaian wol tengah berbaring di jalan. Ketika dia melihatku, dia mengangkat kepalanya dan berkata, “Wahai Abu Al Qasim, cepatlah kemari!” ‘Baik, Tuan, jawabku. Lalu dia berkata, ‘Aku memohon kepada Sang Pembangkit Kalbu agar membangkitkan kalbumu.’ ‘Dia baru saja melakukannya,’ jawabku. ‘Apa yang engkau perlukan?’ Orang itu lalu bertanya kepadaku, ‘Kapan penyakit jiwa rendah menjadi obat buat dirinya sendiri?’ Aku menjawab, ‘Ketika jiwa rendah bertentangan dengan keinginannya, maka penyakitnya itu sendiri menjadi obatnya.’ Orang itu termenung sesaat, kemudian berkata, ‘Seandainya aku memberikan jawaban itu tujuh kali kepadamu, engkau pasti akan menolaknya. Tapi kini engkau telah mendengarnya dari Al-Junayd, maka engkau pun mendengarkannya.’ Lalu orang itu berpaling dariku, aku tidak mengenalnya.”

Renungkanlah kisah luar biasa ini. Ada kisah-kisah lain tak terhitung jumlahnya yang memiliki maksud serupa. Dalam kaitan dengan berbagai cobaan yang digunakan Allah Swt. untuk menguji beberapa hamba-Nya inilah, manfaat-manfaat pengingkaran diri dan latihan-latihan (Spiritual) seperti itu bisa membuahkan hasil, sebab cobaan itu menyebabkan sang hamba menahan keinginan dan membenci hawa nafsunya. Dia beroleh menfaat dari menanggung cobaan dengan penuh kesabaran, serta memperlihatkan sifat-sifat yang diperjuangkan sang hamba : rendah hati, kepasrahan yang bersifat meniadakan diri dari pengakuan akan kefakirannya. Orang yang mengalami berbagai cobaan, menjadi contoh dan teladan. Karena alasan itulah, para nabi menjadi teladan kita, sesuai dengan firman Allah Swt, “Karena itu bersabar lah, seperti rasul-rasul berhati teguh telah bersabar.” (Qs. 46:35). Sungguh, mereka terbiasa mendapat penderitaan dan kesulitan – Ayub a.s. misalnya. Mereka dipotong dengan gunting dan gergaji menjadi dua, dan semua itu ada tujuh puluh nabi. Lantas, mengatakan bahwa segala sesuatu yang membebani jiwa rendah adalah baik, berarti mengatakan bahwa setiap cobaan adalah karunia.

(Jawaban atas pertanyaan keempat : Uraian tentang soal-soal ringan yang terpuji)

Orang mungkin bertanya, apakah kalau setiap aktivitas yagn kurang bertumpu pada jiwa rendah atau yang menyebabkannya bertindak secara tepat melalui rahmat dan harapan,adalah suatu keburukan dan penyebab kesusahan. Haruskah orang meminta beban dan kesengsaraan dan mencarinya secara aktif, karena semuanya itu sesungguhnya adalah karunia yang baik, ataukah cara seperti ini dianjurkan?
Untuk pertanyaan eprtama, aku menjawab tidak, sebab orang bisa menemukan segala macam amal saleh yang mudah bagi jiwa maupun yang terpuji, dan menemukan berbagai karunia yang menyenangkan, sepenuhnya positif,d an tidak mengandung keburukan. Aku mengacu kepada jenis keringanan yang dialami sebagian orang dalam berbagai tindakan, seperti memutuskan diri dari kesibukan duniawi, beristirahat menenangkan perhatian kalbu, atau bersyukur atas karunia yang melebihi harapan dan yang menyenangkan. Beberapa sumber keringanan, misalnya, adalah membahagiaan orang yang bersedih hati, memberi makan orang yang lapar, memberi pakaian orang-orang yang telanajang, memberi minum orang-orang yang gkehausan, melindungi anak-anak yatim, membantah agama lain, dan sebagainya. Karena itu, mengalami keringanan dan kebahagiaan rahmat berkat amal-amal seperti ini, merupakan sarana untuk mematuhi dan menyembah Allah. Inilah berbagai rahmat yang diberikan kepada orang-orang yang memberi makan, minum, pakain, perlindungan, memberi tumpangan, atau menikahkan. Akan tetapi, seperti akan aku jelaskan, adalah patut dipujikan kalau merasa senang dengan amal-amal penuh rahmat ini saja, lantaran semuanya itu merupakan peringatan keras terhadap kecenderungan alami seseorang, dan bukan lantaran semuanya itu berfungsi sebagai sarana untuk mencapai tujuan kotor seseorang.

(Jawaban atas pertanyaan kelima : Tentang menahan diri dari menginginkan dan meminta bagian kesulitan).

Selama tidak melanggar larangan agama, diperbolehkan menginginkan dan meminta cobaan; teatapi, tidak diperbolehkan maakala agama melarangnya. Menurut sebuah hadis sahih dari Abu Hurayrah, Rasulullah saw. bersabda : “Janganlah engkau menginginkan bertemu dengan musuh; tetapi jika engkau bertemu dengan musuh, bersabarlah!” dan menurut sebuah hadis dari ‘Abd Allah ibn Abi Awfa, Rasulullah sawb bersabda, “Wahai manusia! Janglah emnginginkan bertemu dengan musuh; mintalah kesejahteraan dan kebaikan dari Allah. Tapi jika engkau bertemu dengan musuh, bersabarlah, dan ketahuilah bahwa surga itu berada di bawah bayangan pedang.” Anas ibn Malik juga meriwayatkan sebuah hadis sahih bahwa Rasulullah saw. mengunjungi seorang Muslim yagn sudah sangat lemah dan rentan sehingga tampak seperti seekor ayam. Rasulullah Saw. bertanya kepadanya : “Sudahkah engkau berdoa untuk sesuatu, atau memohon sesuatu kepada Allah?” Dia menjawab : “ “Ya, Aku telah berdoa, “Ya Allah, jangan Kau hukum aku di akhirat nanti. Sebaliknya, segerakan hukuman-Mu untukku di dunia ini.” Maka Rasulullah saw. berkata, “Mahasuci Allah! Itu di luar kemampuanmu, engkau tak bakal sanggup menanggungnya! Mengapa engkau tidak berdoa, “Ya Allah, berilah kami kebaikan di dunia, dan kebaikan di akhirat dan lindungilah kami dari siksa neraka?” (Qs. 2 : 201). Anas mengatakan, orang itu lalu berdoa seeprti itu, dan dia pun sembuh.”

Variasi lain dari hadis itu berbunyi : “Kita tidak sanggup menanggung hukuman dari Alalh.” Rasulullah saw. tidak pernah berhenti berdoa meminta rahmat yang banyak dan keterbebasan dari berbagai cobaan. Riwayat-riwayat yang bisa dipercaya menuturkan bahwa salah satu doa yagn paling sering diucapkan Rasulullah saw. adalah, “Ya Allah, berilah kami kebaikan di dunia ini dan kebaikan di akhirat nanti dan lindungilah kami dari siksa neraka.” Dan Abu Hurayrah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. biasa meminta perlindungan dari keputusan merugikan, dari dikuasai oleh penderitaan, dari kegembiraan musuh atas kemalangannya, dan dari kesusahan dalam kesengsaraan. Inilah hanya sebagian kecil doa beliau untuk keselamtan. Di sebuah daerah di mana orang-orang kafir telah menyakiti beliau, Nabi Saw. berkata, “Tetapi aku lebih tertarik kepada kesejahteraan dan kebaikanmu.”

Himah ucapan-ucapan itu adalah begini : Cobaan tidaklah diinginkan pada dirinya sendiri, tapi hanya jika kesemuanya itu mengandung beberapa manfaat yang telah aku sebutkan, dan jika kesemuanya itu meningkatkan pahala yang dijanjikan kepada orang-orang yang sabar dalam menghadapinya. Bahkan tanpa memberikan berbagai cobaan ata membebani orang dengan beberapa kesulitan, Allah Swt. memberikan kebaikan dan lebih banyak lagi kepada siapa yang dipilih-Nya. Rasulullah Saw. diriwayatkan telah bersabda,
“Adalah hak prerrogatif (istimewa) Allah sajalah untuk menahan kemurahan-Nya dari salah seorang di antaramu yagn adalah hamba-hamba-Nya, sampai sang hamba itu meraih dan mendapatkannya.” Rasulullah saw. juga bersabda : “Sesungguhnya Allah menjauhkan penyakit dari sebagian hamba-Nya, di dunia ini. Dia berikan kepada mereka kesehatan dalam kehidupan, kesehatan dalam kematian, dan kesehatan di surga, di mana di surga inilah Dia memasukkan mereka.”

52.
Sag hamba mestilah meminta anugerah dari Tuannya tanpa perantaraan berbagai cobaan dan kesulitan. Selanjutnya dia tidak boleh bermaksud menginginkan untuk dirinya sendiri, atau memerlukan banyak sekali kekuatan dan kesabaran yagn tak boleh diusik barang sedikit pun. Makhluk itu lemah dan, kecuali dengan pertolongan dan bantuan Allah, tak mampu menahan dan menangkis kekuatan sebuah atom  yang bisa menguasainya. Kepercayaan pada diri sendiri dalam hal ini adalah mustahil; bahkan mengharapkannya adalah puncak kesombongan. Namun, seseorang harus merasa khawatir mengendalikan dan mempercayai dirinya sendiri,d an dengan demikian binasa, seperti halnya sebagian orang lainnya.

Ketika Al-Syafi’i, semoga Allah merahmatinya, sakit kerasa, dia sering berdoa, ‘YA Allah, jika yang demikian itu membuat-Mu ridha, tambahlah penyakit ini. “ Maka Al-Ma’afiri menulis surat kepadanya dari wilayah selatan Mesir. “Wahai Abu ‘Abd Allah, engkau bukan termasuk salah seorang dari kami yang menderita berbagai cobaan dan kemudian memohon agar menajdi puas dengan segala sesuatu sebagaimana mestinya\! Di atas segalanya, kita harus meminta kebaikan dan kesehatan.” Al-Syafi’i membalas, “Aku memohon ampunan Allah dan bertobat di ahdapan-Nya.” Setelah itu, dia biasa berdoa, “Ya Allah, berilah aku rahmat-rahmat yagn aku inginkan.”
Kemudian ktia jumpai pernyataan luar biasan ini :
Aku menginginkan-Mu, tapi aku menginginkan-Mu
Bukan demi pahala;
Tidak, aku menginginkan-Mu demi hukuman abadi.
Telah kucapai setiap keinginanku.
Kecuali kebahagiaan ekstase dalam kesengasaraan.
Dan ucapan Sumnun ini : “Engkaulah satu-satunya keinginanku, karena itu, ujilah aku sekehendak-Mu.” Ketika Mu’adz ibn Jabal akan meninggal dunia, dia berkata, “Tahanlah keinginanku dengan kekuatan-Mu, dan aku akan memberi-Mu isyarat bahwa kalbuku mencintai-Mu.”
 Semua pernyataan ini adalah akibat dari ekadaan spiritual luar biasa di aman Pengausa Ekstase telah menguasai para pembicara tersebut.

53.

Demikianlah, para pecinta dalam maqam cinta dikalahkan oleh Allah, entah melalui kehinaan atau melalui perasaan meluap-luap, sehingga mereka berbicara tentang hal-hal yang mengejutkan begitu pertama kali di dengar telinga. Sebagian dari apa yang mereka katakan tampak seperti kekafiran. Meski begitu, mereka dibenarkan dalams egala sesuatu yang mereka katakan, dan aman dalam kedudukan mulia. Seperti dikatakan Syibli, “Sang pencinta akan binasa jika dia diam; sang sufi akan binasa jika dia tidak diam.” Diriwayatkan bahwa ketika Sumnun mengucapkan bait yagn dikutip di atas, salah seorang sahabatnya berkata kepada yagn lainnya, “Kemarin ketika aku berada di Rastaq, aku mendengar susara Guru kita Sumnun ibn Hamzah tengah menyeruh Allah Swt. memohon keapda-Nya agar disembuhkan.” Orang kedua berkata, “Aku juga mendengar hal itu kemarin ketika aku sedang berada di tempat anu.  Orang ketiga dan keempat mengatakan hal serupa. Ucapan itut erdengar oleh Sumnun. Dia menderita penyakit lemah, tapi da bersabar dan tidak cemas. Makanya, ketika dia mendengar bahwa mereka mengatakan hal-hal ini ketika sesungguhnya dia tidak memohon dan tidak mengatakan hal seperti itu, dia menyadari bahwa mereka berlaku sebagaimana mestinya hamba-hamba dengan cara menyembunyikan keadaan spiritual. Kemudian, dia berjalan-jalan mengelilingi tempat belajar mereka sembari berkata, “Berdoalah untuk pamanmu, sang penipu ini.” Nah, Sumnun ini adalah salah seorang pecinta, dan telah mengalami hal-hal menakjubkan dalam maqam cinta.
Karenanya, sang hamba harus memohon, menginginkan, dan merasa puas dengan kesehatan yang baik. Sikap seperti ini merupakan bagian dari perilaku orang yang benar. Manakala cobaan datang, orang harus bersabar, pasrah, dan ridha dengan keputusan Allah, sambil menydari bahwa dirinya tengah menempuh jalan orang-orang yagn disucikan oleh kesengsaraan.
Dari apa yang telah aku bicarakan hingga kini, jelaslah bahwa penghambaan yang aku sebutkan tidaklah hanya terdiri atas berbagai macam perjuangan dan penderitaan, dan bahwa titik tolaknya berada dalam amal-amal jasmani dan kalbu. Jika sang pencari menemukan seorang pembimbing spiritual yagn menuntunnya menuju jalan ibadah dan melindunginya dari berbagai jebakan dan perangkapnya, seorang pembimbing yang memiliki silsilah-silsilah mulia dan aspirasi tinggi, maka sang pencari itu meski ebrpegang kuat-kuat pada kelim jubahnya, mengikuti jubahnya, mengikuti jejaknya, dan meneladani kata dan tindakannya. Sang pencari mesti menyadari bahwa dirinya telah menemukan belerang merah dan telah memperoleh kebahagiaan abadi lebih besar.

(Jawaban atas pertanyaan keenam : Tentang Kitab-kitab Tasawuf mana yang mesti dibaca, dan bagaimana cara mengamalkannya)

Jika seorang pencari tidak menemukan pembimbing seperti ini, atau mengalami kesukaaran dalam melakukan yang demikian itu, maka dia mesti berpedoman pada tulisan-tulisan para tokoh sufi, khususnya kitab Al-Muhasibi, Al-Sulami, Al-Qusyayri, Abu Thalib Al-Makki, Abu Hamid Al-Ghazali, dan ‘Awarif Al-Ma’arif-nya Al-Suhrawardi. Inilah sumber-sumber utama, tempat orang mengambil nasihat dan memperoleh setiap jenis ilmu pengetahuan. Karena alasan inilah, ucapan-ucapan para pemimpin sufi dikutip dalam ebrbagai surat dan analogi, dan telah beredar luas di kalangan ulama. Ucapan-ucapan ini dimaksudkan bagi sang pencar setelah dia memantapkan ketaatannya pada mazhab Sunni dan bersandar pada otoritas mazhab ini dalam menerangkan praktik agamanya. Dari mazhab ini sang pencari mesti memlilih Sunnah Nabi yang terbaik, dengan ketulusan niat dan ketetapan hati kuat unutk mengerjakan amal baik. Kemudian, dia mesti berjuang mewujudkan amal baik sepenuhnya dalam tindakan dan perkataan, dengan memohon pertolongan dari Tuhannya dalam semua keadaan spiritualnya. Setelah memiliki karakteristik ini dan mempelajari tulisan-tulisan ini, dia bisa berharap akan sampai pada tujuan yang dicarinya dan sampai pada pemahaman yang diinginkannya.

Dari karya-karya terkenal yang telah aku sebutkan itu, aku mengetahui tak ada satu pun yang lebih bisa memuaskan dahaga, mengobati penyakit, dan membimbing menuju Jalan kecuali karya Abu Thalib Al-Makki dan Abu Hamid Al-Ghazali. Mereka menulis dalam kedua kitab itu rahasia pengetahuan dan keajaiban pemahaman yang bakal memberi kebahagiaan dan memudahkan persoalan-persoalan. Misalnya, Al-Ghazali mengkategorikan, menyusun dalam bab-bab, menerangkan, menjelaskan, menyaring dan memperbaiki, dan membuat ikhtisar tentang segala sesuatu yang termaktub dalam kitab-kitab lain. Dia memberikan contoh, menghilangkan kekaburan, menjelaskan rahasisa-rahasisa pelik, dengan menunjukkan arah menuju jalan perenungan dan pemahaman.

54.

Akan tetapi, kitabnya tidak memuat materi sulit yagn berbeda dengan pandangan para teolog spekulatif. Sang pencari tidak membutuhkan pengetahuan mendalam (makrifat) tentang ini, sebab semuanya itu bukanlah fondasi penting bagid asar-dasar Jalan yang diikutinya. Hampir semua materi itu terdapat dalam bagian “Kebaikan-kebaikan bermanfaat,” dalam bab-bab tentang tobat,s yukur, Keesaan Allah, dan cinta. Uraian yang lebih mudah dipahami tentang soal-soal ini bisa dijumpai dalam bagian-bagian lain kitab itu. Manakala seseorang mempelajari kitab ini menemui salah satu bagian itu, dia cukup hanya beralih ke bagian lain, dan memberi pengarang kitab itu manfaat akan keraguan tentang apa yang tidak diketahui sang pencari. Dia mungkin juga mengetahui hadis-hadis tertentu yang membahas soal-soal serupa, tapi tidak ahrus menerima atau menolaknya. Dengan demikian, sang pencari akan menggabungkan keuntungan-keuntungan membaca kitab itu dengan sikap berbeda terhadap para ulama yang memahami hal-hal ini.

Kitab Abu Thalib dihargai,d an lebih disukai di antara kitab-kitab lainnya, sebab cakupan bahasannya tak ada dalam kitab lainnya. Aku belum mengetahui seorang pun yang mampu menghasilkan kitab-kitab semisal itu. Di dalamnya dia mengemukakan ilmu tasawuf ilmiah yang tidak bsia dijelaskan. Dia mampu menguak tabir rahasia yang tak seorang pun bisa melakukannya. Kitabnya memadukan makna yang dalam dengan keindahan ekspresi dan disuguhkan dengan cara yang menarik pendengaran dan yang terasa manis oleh lidah. Dia menguraikan cabang-cabang dak akar-akar pengetahuan,d an menysunnya menurut pertanyaan dan bab. Dalam hal ini, kitab itu, bagi tasawuf, sama dengan kitab Al-Mudawwanah bagi ilmu hukum (fiqh) : Kitab ini menggantikan kitab-kitab lainnya, dan ak ada satu pun yang mampu menggantikannya.
Karya ini memuat sejumlah pengetahuan rahasia yang tidak bisa dipahami melalui analisis rasional, dan tidak sesuai dengan ilmu hukum tradisional (fiqh), serta juga memuat beberapa hadis yang mengingkari cara berpikir dan cara meraih kemajuan pengarangnya. Manakala pembaca menemui ini, dia mesti siap menangguhkan keputusan tentangnya, seperti aku sebutkan sebelumnya, dan hanya menempuh jalan lurus dengan harapan bahwa Allah, Yang Menurunkan Wahyu, Yang Maha Mengetahui, bakal membukakan ini kepadanya.
Dan tulisan-tulisan yang telah aku sebutkan, keduanya ini memuat banyak manfaat yang harus di dapatkan sang pencari, dan dia tak akan bisa menemukan pengganti lain yang memadai. Dia mesti mencari manfaat-manfaat itu dalam halaman-halamannya, dan mengambilnya dari relung-relung rahasianya, serta meminta bantuan dengan cara berhubungan dan bergaul dengan seseorang yagn mendukung cara berpikir yang sama dan bisa menjadikan sang pencari berpartisipasi dalam meraih tujuannya dan objek keinginannya.

(Jawaban atas pertanyaan ketujuh : Tentang menghindarnya sang pencari dari berhubungan dengan orang yang mungkin cenderung merusak keadaan spiritualnya.)

Sang pencari harus menghindarkan diri dari persahabatan, kesibukan, dan tindakan dua kelompok orang . kelompok mereka mencakup orang-orang yang menggeluti ilmu-ilmu eksoteris, seperti kajian hukum agama dan sebagainya. Pada umumnya, dia tidak akan menemukan kedamaian dalam mempelajari ilmu-ilmu ini, dan mungkin juga terjatuh ke dalam berbagai jenis dosa, baik dalam bentuk lahiriah maupun batiniah. Keterbebasan dari dosa cukup jarang terjadi dalam keadaan bagaimana pun. Akan tetapi, di tengah-tengah pengkajian tentang spekulasi-spekulasi hukum yang jernih dan kontroversi akademis yang sembarangan, tidak ada yang dapat melindungi agar kalbu tidak lalai. Sang penari akan menghabiskan kehidupannya dalam usaha sia-sia, membuang-buang waktu dalam berbagai usaha tak membawa hasil. Begitu dia membuang-buang waktu di tengah hiruk-pikuk soal baik buruk, maka hasil jerih payahnya bakal segera lenyap tanpa bekas.

55.
Orang terbaik yang sekarang ini menggeluti kajian ini adalah orang yang menggunakan kajian itu sebagai bangunan untuk mendidik siapa saja yang membutuhkan keahlian mereka dalam memutuskan  hukum yang gmenjadi wewenang faqih. Akan tetapi, mereka mempertahankan kedudukan mereka dengan penalaran yang tampaknya bagus. Misalnya, mungkin dikatakan, “Aku mengerjakan kewajiban memberantas kejahilan dan kesesatan. Sejak dulu hingga sekarang orang terus menerus bekerja keras melakukan kewajiban itu, dan sangat menghargai pengkajian dan pencarian yang muhim, seperti halnya Malik dan ulama-ulama lainnya. Aku tempuh jalan yang sama serta mengerjakan pekerjaan mereka. Dengan begitu, bukankah aku ini tempat berlindung dari ketenggelaman dan sumber petunjuk  bagi orang-orang yang gmelakukan kesalahan, dari jalan yang salah kembali ke jalan yang benar?”

Begitulah, mereka dengan tabah berusaha membuktikan ketulusan amal mereka; begitulah, mereka mereka memberikan nasihat dan mencoba menjelaskan duduk persoalan mereka. Tetapi, yang demikian itu adalah saran dan bisikan setan untuk menyebarluaskan perselisihan dan kesesatan. Slah satu kesessatan paling besar  yagn dilakukan setan dengan retorika yang halus dan argumentasi yang diputarbalikan ialah, agar orang melupakan jiwa rendahnya dan Tuhannya. Setan mengendaliaknorang itu dengan genggaman hawa nafsunya, sehingga membuatnya tuli dan buta. Dengan membuang rasa takut dan kekhawatirannya, orang itu pun dikuasai kelalaian dan sifat tak berperasaan. Lalu dia bersahabat dengan orang hina, menimbulkan berbagai tindakan kejahatan.

Hambatan-hambatan ini bertambah banyak dalam diri seseorang, sebanding dengan ketenggelamannya dalam kajian hukum, sehingga semakin sulit bagi dirinya untuk bebas dan melepaskan diri darinya. Semakin maju seseorang dalam belajarnya karena motif-motif yagn serakah, maka semakin bertambah kejahilan dan kelemahannya. Dia laksana orang yang membangun sebuah benteng dapi meluluh-lantakkan sebuah kota.  Penilaian tinggi atas jiwa rendah adalah indikatornya, dan juga kekagumannya pada intelegensi dan intuisinya, keangkuhannya, dan penolakannya untuk menerima saran dan nasigat spiritual. Karena kalbunya tidak penuh perhatian, dan telinganya tidak menyimak baik-baik, dia menolak itu dari orang yang mengemukakannya. Dia lecehkan sahabat-sahabat dan rekan-rekannya dalam belajar. Dia jatuh ke dalam dosa paling besar, karena melontarkan fitnahan sewaktu mereka tidak ada. Orang yang telah mengalami cara kerja mereka dan menyaksikan tindakan-tindakan mereka, akan merasa yakin tentang kebenaran dari apa yang telah aku katakan tentang orang-orang ini. Jalan mereka nyata-nyata tidak sama dengan jalan leluhur kita yang saleh dalam agama, yang jalannya adalah persaudaraan, kekeluargaan, dan saling keterbukaan.

Nah, jika orang melarang seperti ini menyadari kelalaian dan kesombongannya, menyadari keburukan amalnya berikut akibatnya, dan menginsafi keinginannya untuk bertobat, perubahan dalam kalbu, serta keadilan yang ditandai oleh nilai-nilai luhur, maka dia juga akan mengetahui bahwa kesengsaraan yang dideritanya berakar kuat dalam kecenderungannya, dan bahwa kegelapannya memadamkan cahaya pengetahuan spiritual. Jika dia adalah sejenis orang yang sebelumnya penuh perhatian dan terbimbing secara benar di jalan kewaspadaan, maka dia akan memperhatikan prospek perjuangannya melawan hawa nafsunya dengan kecemasan luar biasa; tapi dia akan terus mencampakkan sifat-sifatnya yang penuh dosa, sekalipun dalam keadaan sangat sulit tak terperikan. Jika, sebaliknya, orang itu memiliki penilaian yang merugikan sehingga Allah menjadikan pengetahuannya serba-salah, maka kebutaannya bakal semakin bertambah. Dia tetap menjadi budak hawa nafsunya, dan menderita kekalahan dalam urusan-urusan agama dan dunia. Kita berlindung kepada Allah dari hal itu.

56.

Seseorang yang kalbunya menderita karena berbagai argumen yang tampaknya baik seperti itu – sedangkan menyerah kepada kesalahan itu adalah musuh paling buruk – cukup hanya membandingkan, dengan pandangan mata kejujuran yang mantap, keadaan spiritual orang-orang yagn telah aku uraikan dengan keadaan spiritual pemimpin agama yang telah aku sebutkan. Kemudian, dia akan melihat sendiri jurang gperbedaan antara kedua kondisi tersebut, dan akan berkata : “Sungguh berbeda!” Itu karena pemimpin agama membangun jalan hidupnya di atas fondasi ketakwaan kepada Allah, kesalehan, ketulusan kalbu, dan keterbukaan. Yang demikian itu pada gilirannya menyebabkan ketajaman pandangan dan kesucian wujud batiniahnya. Pemimpin agama itu meemahami kebenaran-kebenaran, yang tersembunyi maupun yang tampak, dan ilmu-ilmu dunia dan akhirat nanti, dan beroleh pertolongan di saat-saat mereka masih hidup dan di saat mereka berada bersama saudara-saudara mereka, dan bantuan serta persahabatan itu membuat benar segenap persoalan mereka dalam cara-cara yang tidak dialami oleh orang lain. Kita mengetahui kesemuanya ini, tentang keadaan spiritaul para pemimpin itu, berkat pengisahan terus-menerus riwayat-riwayat dari mereka mengenai soal itu.

Kedua, sang pencari harus menghidnari sufi-sufi eksentrik yang tidak mau terikat oleh hukum dan yant idak disiplin dalam segi formal praktik keagamaan. Sang pencari harus menghindari mereka, bahkan sewaktu dia menjauhkan diri dari ahli-ahli hukum *fiqih), dan lebih-lebih, karena orang-orang gitu sangat banya merugikan. Keadaan spiritual mereka sesuai dengan hasrat jiwa rendah, sebab mereka mengklaim telah meraih kedudukan mulia dan terbebas dari kerja fisik. Yang demikian itu bertentangan dengan pandangan kaum sufi sejati, dan berarti meninggalkan kecintaan padan Jalan. Guru Abu Al-Qasim Al-Qusyayri, semoga Allah merahmatinya, mengatakan, “Guru-guru spiritual sufi sepakat sepenuhnya, bahwa Hukum Wahyu mesti dijunjung dan dihargai tinggi-tinggi. Mereka secara khusus mengikuti Jalan latihan-latihan spiritual, dan berhati- hati dalam mengikuti Sunnah Nabi tanpa melanggar satu pun kewajiban praktik keagamaan. Mereka sepakat, bahwa seseorang yang tak mampu melakukan latihan-latihan spiritual dan pengingkaran diri, serta tidak membangun kehidupannya di atas fondasi pengabdian dan ketakwaan, berarti tidak memperhatikan Allah Swt. dan terpedaya bahkan ketika dia berdoa kepada-Nya. Orang seperti ini menghancurkan dirinya sendiri, dan menyebabkan kematian orang lain yagn sudah tertipu oleh pembicaraannya yang sia-sia.”

Al-Junayd mengatakan, “Kami tidak belajar tasawuf dari kabar angin, tapi melalui lapar, meninggalkan dunia ini, dan melepaskan diri dari segala yang akrab bagi kami dan menyenangkan kami.” Katanya juga, “Sungguh orang yang bersatu erat dengan Allah bertindak karena Allah dan kembali kepada-Nya lewat tindakan itu. Kalaulah kiranya aku hidup seribu tahaun, amal kebaikanku tak bakal berkurang seberat atom pun, kecuali bila Dia mencegahku dari mengerjakan amal itu.” Seseorang melihat Junayd membawa tasbih dan berkata keapdanya, “Meski engkau terkemuka, engkau masih memainkan tasbih itu?” Dia menjawab, “Aku tak bakal menyimpang dari jalan yang telah menuntun diriku menuju Tuhanku.” Dia biasa ke tokonya setiap hari menurunkan tirai, dan shalat dua ratus rakaat sebelum pulang ke rumah.

Ruwaym berkata, “Tasawuf adalah pengorbanan jiwa, jika engkau bisa menajdi sufi meski harus demikian, maka lakukanlah; jika tidak, maka janganlah ikut-ikutan.” Dia juga mengatakan, “Sekalipun seluruh dunia bersedia menerima formalisme, dan kaum sufi memuaskan perhatian kepada kebenaran-kebenaran abadi, maka tidaklah begitu berbahaya kalau engkau duduk di antara segala macam orang, ketimbang bergaul dengan kaum sufi. Kebanyakan orang menuntut jiwa mereka lewat kebenaran-kebenaran ibadah dan ketulusan. Karena itu,
 manakala seseorang bergaul dengan kaum sufi dan berdebat dengan mereka tentang sesuatu yang mereka itu miliki pengetahuan lebih tinggi mengenai hal itu, maka Allah akan menghilangkan cahaya keimanan dari kalbu orang itu.

Yusuf ibn Al-Husayn Al-Razi berkata, “Manakala kau melihat seorang pencari bergelimangan dalam kemewahan, aku tidak tahu apa yang bakal terjadi atas dirinya.” Dia menulis kepada Al-Junayd, “Semoga Allah tidak membuatmu menikmati makanan jiwa rendah, sebab sekali engkau menikmatinya, engkau tidak bakal pernah lagi merasakan  kebaikan.” Ibn Khafif berkata, “Keinginan menimbulkan kesulitan, dan kegelisahan pun tetap ada : Dan yang  lebih membahayakan sang pencari adalah menangguhkan hukuman atas jiwa rendah dengan berbagai dalih.” Al-Hushri berkata, “Orang mengatakan bahwa Al-Hushri tidak menganjurkan amalan-amalan sunnah. Sungguh, aku mewajibakan diriku untuk melakukan shalat sendirian Sunnah) seolah-olah aku mempunyai kekuatan anak muda dan seolah-olah aku akan dihukum apabila tidak melakukan satu sujud pun!.”

Jauhkan dirimu dari menfitnah dan bertengkar. Singkapkanlah hijab Hukum Wahyu. Adapun orang-orang eksentrik, mereka itu telah berbuat keliru, dan menghindari mereka itu sangatlah dianjurkan. Abu Yazid al-Bisthami mengatakan, “Jika engkau melihat seseorang yang melakukan berbagai keajaiban, sekalipun mampu terbang di udara, janganlah mudah terpesona. Telitilah apakah dia hidup sesuai dengan perintah dan larangan, menghormati hukum, dan berperilaku sesuai dengan Hukum Wahyu.”

Dan Abu Al-Husayn Al-Nuri mengatakan, “Jika engkau meliaht seeseorang berdoa di hadapan Allah dalam keadaan yang menjauhkan dirinya dari Hukum Wahyu yang sudah diketahui, janganlah mendekatinya!.” Seseorang berkata kepada Abu ‘Ali Al-Rudzbari tentang orang yang mendengarkan musik, dan berkata, “Bagiku, ini diperbolehkan, sebab aku telah sampai pada tataran di mana tak ada lagi pada diriku jejak keadaan spiritual yang bertentangan.” Abu ‘Ali menjawab, “Sungguh dia benar-benar telahs ampai di neraka.” Seseorang ebrkata keapda Al-Nashrabadzi, “”Bagaimana tentang seseorang yang duduk menemani wanita dan berkata, “Di  mata mereka, aku tak bisa diganggu-gugat?” Dia menjawab, “Selama manusia masih ada, perintah dan larangan masiha da, maka boleh dan tidak bleh pun akan tetap berlaku atas dirinya. Orang yang mengaku tak bisa diganggu-gugat secara hukum berada dalam kesesatan.”

Abu Bakr Al-Zaqqaq mengatakan, “Aku mengembara di padang pasir Israel selama lima belas hari. Ketika aku menemukan sebuah jalan, seorang prajurit menangkapku dan memberiku minum segelas air. Dan kalbuku pun kembali keras selama tiga puluh tahun.” Abu Hafs Al-Haddad mengatakan, “Seseorang yang tidak menimbang amal dan keadaan spiritualnya setiap waktu dengan Kitab Allah dan Sunnah Nabi, dan tidak menghitung dosanya, tidaklah bisa digolongkan sebagai manusia.” Seseorang bertanya kepada Isma’il ibn Nujayd tentang tasawuf. Lalu dia berkata, “Tasawuf adalah kesabaran dalam menanggung beban perintah dan larangan.” Dan Abu Al-Abbas Al-Dinawari mengatakan, “Mereka telah meruntuhkan pilar-pilar tasawuf dan menghancurkan Jalannya, serta telah mengubah makna-makna spiritualnya dengan termonologi yang mereka ciptakan sendiri : Mereka menyebut makanan sebagai pertumbuhan, kelakuan tak baik sebagai ketulusan, meninggalkan kebenaran sebagai keeksentrikan, menyukai hal-hal tercela sebagai kebaikan, mengumbar hawa nafsu sebagai godaan, kembali ke dunia ini sebagai kedatangan, akhlak yang buruk sebagai kesewenang-wenangan, kekikiran sebagai ketabahan, bertanya sebagai bekerja, kata-kata kotor sevagai celaan! Akan tetapi, ini bukanlah Jalan kaum Sufi.” Dan masih banyak lagi riwayat serta kisah lain seperti ini tentang kaum tasawuf.

(Jawaban atas pertanyaan kedelapan : Menguraikan moderasi tasawuf dalam mengkaji ilmu-ilmu Al-Qur’an dan Hadis)

Jika sang pencari ingin mempelajari ilmu tafsir Al-Qur’an dan ilmu hadis, itu sungguh baik dan mulia, sebab di dalam Al-Qur’an dan hadis terletak kebenaran-kebenaran agama dan kedudukan orang beriman. Mereka temukan dalam kedua sumber itu tempat penyeberangan, tempat merenung, tujuan pencarian, obat penyembuh penyakit, pertahanan terhadap musuh, dan kendali hawa nafsu mereka. Dalam hal ini, kedua sumber ini berbeda dari ilmu hukum (fiqh), sekalipun fiqih berasal dari dan berpijak di atasnya. Aku sudah berbicara tentang godaan-godaan yang menyertai studi fiqih. Seseorang cukup hanya mengambil dari fiqih apa yang dibutuhkannya bagi ibadah dan amal-amal lahiriahnya, dan mengesampingkan sisanya.

(Jawaban atas pertanyaan kesembilan : Uraian tentang keadaan spiritual luhur dan mulia yang harus dicapai oleh sang pencari)

Tidak ada persoalan tentang bagaimana sang pencari mesti berperilaku secara batiniah maupun lahiriah, baik dalam keadan spiritual, yang melalui keadaan ini dia beroleh kemajuan, mauun dalam amal-amal ikhlas yang ada hubungannya dengan kekayaan atau kefakiran, sehat atau sakit, ketaatan atau keingkaran, ingat atau lupanya.
Yang aku maksud dengan ingat adalah kesaksian dan kehadiran kalbu, dan lupa adalah keterhijaban dan ketidakhadiran kalbu. Kedua-duanya selalu ada di jalan yang dilaluinya. Dan ketika sampai, sang pencari harus bersikap waspada terhadap ini, sebab kewaspadaan adalah salah satu pilar atau fondasi paling kokoh. Inilah salah satu sifat yang paling mulia dalam diri sang hamba, dan sebagian mencakup pengetahuan yang jelas tentang Keesaan Allah (Tawhid). Melalui ingat lan waspada, sang pencari akan menahan diri dari terburu-buru bertindak berdasarkan harapan dan kegelisahan yang muncul dari dalam dirinya, dan aakn terbebaskan dari perbudakan dosa dan dari keletihan dalam bertindak.

Kekayaan, kesehatan, ketaatan, dan ingat memiliki nilai dan martabat yang sangat tinggi. Perilaku batiniah seseorang dalam kaitannya dengan ini, berupa pengetahuan mendalamnya tentang keagungan, kebesaran, kemuliaan, dan kemahakuasaan Tuhannya. Pengetahuan mendalam tentang firman Allah Swt. ini akan membuahkan itu : “Mereka tidak mampu mengukur kekuasaan penuh Allah.” (Qs. 6 : 92). Untuk memperoleh pengetahuan mendalam tentang kehinaan, kerendahan, ketercelaan, dan kelemahan jiwa rendah, cukuplah sudah memperoleh pengetahuan mendalam tentang kalam Allah Swt. berikut ini : “Bukankah telah datang atas manusia satu masa ketika dia belum merupakan sesuatu yang dapat disebut?” (Qs. 76 : 1). Setelah menguasai kedua aspek pengetahuan mendalam ini, seseorang memahami dengan pasti bahwa dia sama sekali tidak bisa beroleh manfaat dari karunia-karunia yang telah kusebutkan. Dia menyadari bahwa, kecuali karunia dan kemurahan Allah, semuanya itu amat sedikit; dan, jika Allah menimpakan kepadanya segala macam kesulitan dan cobaan melalui berbagai bencana sangat mengerikan, dan menempatkan dalam keadaan yang menyebabkan dirinya menyimpang dari agamanya dan meninggalkannya karena urusan duniawi, itu karena dia memang patut menerimanya. Dia yakin benar akan semuanya itu. Karenanya, orang harus bergembira dan bersyukur kepada Tuhannya. Dengan cara begitu, dia tak akan berusaha demi apa yang berada lebih rendah yang berada di bawah harkat-martabatnya dan terhidnar dari keadaan spiritual yang dia sebelumnya telah tertipu.

Kekayaan dan kesehatan mengharuskan agar dalam perilaku lahiriahnya, dan memanfaatkan kedua karunia ini untuk memathui Allah Swt. bukan untuk membangkang. Karena itu, ketaatan meliputi ketulusan, peningkatan, dan kecurigaan atas jiwa rendah. Kemudian, orang pun bisa yakin bahwa perilakunya adalah benar, dan berharap hal itu akan diterima. Makna ingat adalah bahwa pengembangan tak akan menuntun ke perilaku tak baik, bahwa kontraksi tidak akan mencegah melakukan amal-amal yang wajib atau yang dipandangnya terpuji, dan bahwa orang itu memperhatikan perilakunya terus-menerus dan tidak membebaskan dirinya dari kewajiban.
Kefakiran dan penderitaan berkaitan dengan kerendahan dan kelemahan. Perilaku batiniah yang berhubungan  dengannya terbentuk karena pengetahuan mendalam bahwa dengan kedua hal ini Allah menuntun orang di jalan para nabi terkasih dan wali-Nya, dan bahwa Allah memandang orang itu pantas mendekati-Nya dan menerima penyucian dari-Nya. Dengan cara begini, Allah mengajari orang itu bahwa salah satu kemungkinan paling besar baginya adalah diuji amal keagamaannya dan kehidupan sehari-harinya.

 Karenanya, patutlah seorang hamba berbahagia dengan keridhaan-Nya, karena telah menguji dirinya dan menjadikan dirinya salah seorang sahabat dekat-Nya, dan dengan bersyukur kepada Allah yang telah menetapkan atasnya takdir yang begitu menggembirakan sebagai tanda kebaikan dan perhatian Allah kepadanya. Yang demikian itu mencegah agar tidak hanyut dalam penderitaan dan cobaan, serta agar tidak berduka dan mengeluh.

59.
Ada sebuah kisah tentang bagaimana seorang sultan menangkap sahabat seorang wali. Wali itu menulis surat kepada sahabatnya dan berkata, “Bersyukurlah kepada Allah.” Sang sahabat heran, dan membalas surat itu dan berkata, “Aku bersyukur kepada Allah.” Kemudian, seorang penganut agama Magi dibawa masuk. Dia sakit perut dan terbelenggu. Salah satu kaki si penganut agama Magi itu dibelenggu dengan salah satu kaki sang sahabat itu. Nah, sang penganut agama Magi ini bangun beberapa kali semalaman, dan sahabat itu pun mesti bangun juga. Ini terus terjadi sampai sahabat itu kelelahan. Lalu sahabat itu menulis surat kepada sang wali, yang kemudian menjawab. “Bersyukurlah kepada Allah.” Sahabat itu membalas surat itu lagi dan bertanya, “Berapa lama lagi engkau menyuruhku begini?” Kesengsaraan apa lagi yang lebih besar ketimbang ini?” Sang wali menjawab, “Apa yang akan engkau lakukan bila sabuk di pinggangnya diikatkan ke pinggangmu, seperti belenggu di kakinya itu dibelenggukan ke kakimu?”

Seseorang berkata kepada Sahl ibn ‘Abd Allah, “Seorang pencuri membongar lalu masuk ke rumahku, dan mengambil harta milikku!” Sahl menjawab, “Bersyukurlah keapda Allah. Sebab bila pencuri itu masuk ke kalbumu maksudku setan dan mengambil pengakuanmu akan Keesaan Allah (Syahadat), apa yang akan engkau lakukan?”
Seorang guru spiritual sedang berjalan di sebuah jalan. Tiba-tiba seember abu ditumpahkan di atas kepalanya. Dia lalu bersujud syukur kepada Alalh Swt. Seseorang berkomentar tentang hal itu kepadanya. Lalu dia berkata, “Aku mengharapkan api neraka dituangkan ke atas diriku. Beruntung benar bahwa yang ditumpahkan itu hanyalah abu!”

Perilaku lahiriah dalam kefakiran dan penderitaan mestilah berupa kesabaran sempurna, memohon kepada Allah agar menghilangkan penderitaan itu, mencari pertolongan dari apa yagn secara lahiriah dituntut oleh hukum pengobatan medis, serta menjauhkan diri dari sumber penderitaan dan bahaya. Jika pengetahuan mendalam (makrifat) seseorang begitu tinggi, sehingga dia bisa menghilangkannya tanpa bantuan obat ini dalam keadaan tertentu, maka itu pun bisa diterima. Dikatakan bahwa lidah pemula selamanya berteriak meminta pertolongan, sementara lidah orang yang mulia spiritualnya hanya diam saja.

Seseorang bertanya kepada Al-Wasithi apakah dia berseru keras dalam berdoa. Dia menjawab, “Aku takut menyeru Allah, kalau-kalau nanti dikatakan kepadaku, “Jika engkau meminta kepada-Ku sesuatu yang telah Aku sediakan bagimu, itu karena engkau meragukan-Ku. Dan jika engkau meminta kepada-Ku sesuatu yang Aku tak mau memberikannya, engkau akan makin kecewa dengan-Ku. Tetapi jika engkau benar-benar puas, Aku akan memberimu apa yang telah Aku simpan untukmu dari keabadian.”
Sebuah kisah menuturkan bagaimana ‘Abd Allah ibn Munazil berkata, “Aku tidak meminta sesuatu kepada Allah selama lima puluh tahun, dan aku tak ingin orang lain berdoa untukku.” Dia menyebut doa yang dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan khususnya, bukan doa sebenarnya; sebab doa terbaik yang dimaksudkan untuk memberikan bukti tentang penghambaan seseorang kepadas Allah, berikut doa untuk orang lain yang berkeluh kesah, adalah kewajiban-kewajiban agama yagn ditetapkan atas ulama dan juga orang awam. Jenis doa terakhir ini sama sekali tidak bertentangan dengan kedudukan mulia orang-orang yang tinggi spiritualnya. Sesungguhnyalah, bagi mereka doa itu adalah penyebab pertumbuhan spiritual mereka, kecuali bagi orang yang benar-benar tenggelam dalam keadaan spiritual tertentu yang sama sekali tak bisa diuraikan.

Sebaliknya, jika orang merasa begitu yakin, sehingga dia meninggalkan kehidupan biasa dan perawatan medis, yang sangat baik; maka itulah yang dilakukan oleh para pemimpin spiritual. Seseorang berkata, “Sekelompok orang mengunjungi Al-Junayd dan berkata, ‘Kami mencari rezeki.’ Dia menjawab, ‘Jika kalian tahu di mana rezeki itu berada, carilah.’ Lalu mereka berkata, ‘Kami meminta itu keapda Allah.’ Junayd berkata, ‘Jika kalian yakin bahwa Allah telah melupakan kalian, maka ingatlah Dia.’ Maka mereka berkata, “Kalau begitu, kami akan pulang dan bertawakal kepada Allah.’ Junayd menjawab, ‘Godaan adalah keraguan.’ Lantas, apa itu tipu daya?’ mereka bertanya. Dia menjawab, ‘Meninggalkan tipu daya itu sendiri.”/

Abu Hamzah berkata, “Aku merasa malu di ahdapan Allah, karena aku pergi ke padang pasir dalam keadaan puas. Aku menyatakan bahwa aku bertawakal kepada-Nya, tapi sebenarnya dengan membawa bekal malam itu aku pergi keluar dalam keadaan sudah puas!” Seseorang berkata kepada Habib Al’Ajami, “Engkau telah meninggalkan perdaganganmu.” Dia menajwab, “Tapi aku telah menemukan keamanan hakiki.” Ketika Abu Bakr Al-Shiddiq sakit, seseorang bertanya kepadanya, “Maukah kami panggilkan tabib untukmu?” Dia menjawab, “Sang tabib telah memeriksaku dan berkata bahwa aku sendiri yagn menyebabkan apa yagn aku inginkan.” Dan seseorang berkata kepada Abu Al-Darda, “Tidak bolehkan kami panggilkan tabib untukmu?” Dia menjawab, “Sang tabib telah menjadikanku sakit.” Seseorang berkata kepada Sahl, “Kapan keyakinan seseorang itu bisa kuat?” Dia menjawab, “Ketika dia ditimpa penyakit fisik dan ketika berkurangnya harta kekayaan, tapi tidak mengalami kebingungan spiritual, dan terus memperhatikan Allah Swt agar melindungi dirinya.”

60.
Perilaku batiniah yagn berkaitan dengan keingkaran dan kelupaan terbentuk berdasarkan pengetahuan bahwa kedua hal itu ada dalam keputusan dan ketenetuan Allah, dan pengetahuan mendalam bahwa ada rahmat karunia dalam kehampaan diri sang hamba, dalam dosanya, dan dalam keterkuasainya dia oleh bujukan-bujukan kelalaian dan kebingungan. Semuanya ini terjadi karena Allah ingin memberinya pengetahuan mendalam tentang sifat-sifat mulia-Nya dan pengalaman tentang sifat-sifat suci-Nya, termasuk keagungan-Nya, keadilan-Nya dalam menghilangkan berbagai rintangan, kepemilikan-Nya, karunia ampunan-Nya, dan penerima tobat hamba-Nya. Ini sungguh mengagumkan, tapi tidak mengherankan; sebab, seperti dikatakan sebuah hadis, “Jika kamu tidak berbuat dosa, Allah tidak akan membimbingmu.” Hadis lainnya mengatakan, “Jika kamu tidak pernah berbuat dosa, aku takut kamu terjatuh ke dalam sesuatu yang lebih hebat – keajaiban dari segala keajaiban!”

Ibrahim ibn Adham menuturkan, “Pada suatu malam, di sat turun hujan lebat, aku melakukan Thawaf mengelilingi Ka’bah. Lintasan thawaf  kosong, dan aku pun senang. Ketika telah menyelesaikan kewajiban itu, aku berdoa, “Ya Allah, lindungilah aku dari tidak mematuhi-Mu?” Lalu terdengar suara berkata kepadaku, “Wahai Abu Ibrahim, engkau memohon kepada-Ku agar melindungimu, dan begitu pula halnya semua hamba-Ku. Tapi jika Aku melindungi mereka, lantas kepada siapa lagi Aku bersifat Pemurah dan Pemaaf?”.

Orang menemukan dalam keadaan ingkar dan lalai suatu pertumbuhan yang tidak ditemukan dalam keadaan patuh dan ingat. Itulah yang dimaksud ucapan anonim ini, “Ada banyak dosa yang membukakan bagi sang pendosa jalan ke surga.” Sang pendosa mempunyai pengalaman tentang kebaikan Allah, sekalipun dirinya tercela. Penyesalannya atas kemungkinan hilangnya peruntungan-abadi dan kebahagiaan-langgengnya, mengalihkan perhatiannya dari dosa waktu itu. Salah seorang sufi mengatakan, “Orang yang memiliki pemahaman hakiki tentang Allah Swt adalah orang yang merendahkan kesulitan masa kini dalam berbagai kebaikan yang mengalir kepadanya dari Allah, yang menenggelamkan dosa-dosa jiwa rendahnya dalam kemurahan Allah kepada dirinya.” Karena itu, ingatlah nikmat Allah, agar kamu beroleh kejayaan.” (Qs. 7 : 69).

Hanya orang yang kalbunya hidup dengan keimanan dan keyakinan saja yang bisa mengalami pengukuhan dan pertumbuhan melalui berbagai perilaku batiniah dan pengetahuan spiritual ini. Petunjuk tentang itu adalah bahwa perbuatan lahiriah dan perilaku fisik  seseorang, yang sebentar lagi akan kubciarakan, terbebas dari berbagai kelemahan. Kemajuan yang diraihnya tidak membuatnya hangat-hangat kuku dalam menjalankan kewajiban agamanya. Sebaliknya, dia meliaptgandakan kehatia-hatiannya dalam berbuat dan sangat gembira dengan hasilnya. Karena itu, orang seperti ini beroleh kekuatan melalui kesaksamaan, dan tumbuh karena mengingat kebaikan-kebaikan dan pengetahuan Ilahi ini. Akan tetapi, ada beberapa jenis orang yang bagi mereka memikirkan dan merenungkan masalah-masalah ini bisa sangat berbahaya, dan mereka tidak boleh melakukannya. Mereka mesti membatasi perhatian mereka hanya pada perilaku lahiriah mereka saja, termasuk hal-hal seperti memulai tobat, meretas cengkeraman kemaksiatan; penuh perhatian pada rasa takut, penyesalan, dan air mata; lari menuju kerinduan dan doa; waspada penuh hati-hati terhadap masalah-masalah krusial seperti ingat dan hadirnya relung kalbu.

61.
Dalam semua keadaan spiritual ini, perilaku lahiriah sang pencari didasarkan pada memperehatikan setiap situasi seraya mengingat situasi tersebut, dan dia harus juga menggunakan doa-doa yang tepat. Dengan cara begini, seseorang senantiasa menghidupkan kehadiran dan perhatiannya, sehingga ini menjadi kebiasaan perilakunya. Begitu sang hamba memperhatikan syarat-syrat ini, dan sepenuhnya menguasai pengetahuan paling penting ini, maka dia akan siap menuju kedudukan syukur, dan berhak beroleh ingat yang main kuat yang dijanjikan sebagai bagian dari kedudukan itu. Tak ada pertumbuhan lebih mulia selain mencapai dan beroleh kemajuan dalam keadaan spiritual ini. Sang hamba terhindar dari nasib tak diinginkan, dan memperoleh kekayaan tak ternilai harganya dalam kehidupannya, dengan mencapai tujuannya sewat jalan pintas. Setiap fajar dan dalam setiap waktu shalat sendirian, dia berikan kepada Zat yagn disembahnya apa yang menjadi hak-Nya. Hamba seperti ini beroleh bantuan dalam hak-hak istimewa khusus yang diperuntukkan baginya oleh Sang Pemberi segala karunia.

(Jawaban atas pertanyaan kesepuluh : Menyebutkan bagaimana seseorang mesti bertindak dalam mengkaji spekulasi teologis pada Ulama)

Sang pencari mesti berusaha berperilaku pantas terhadap semua orang terdidik atau saleh. Dia tidak boleh menentang mereka atau mencari-cari kesalahan atas apa yang mereka lakukan, kecuali bila apa yang mereka ajarkan ietu bertentangan dengan Hukum Wahyu. Dia tidak boleh berburuk sangka keapda mereka, kecuali bila dia benar-benar yakin  tentang persoalannya. Manakala dia memperhatikan sesuatu yang dikatakan oleh salah seorang rekan sezamannya atau oleh yang lainnya, atau menyadari sesuatu yagn telah mereka lakukan, dia mesti mendudukannya pada kupasan kritis Kitab Allah dan Sunnah Nabi, pada penafsiran harfiah maupun spiritualnya. Jika tindakan itu sesuai dengan kriteria-kriteria tersebut, maka hal itu tak jadi masalah. Jika tidak, dia mesti mencari penafsiran yang absah. Jika dia mendapatkannya, maka hal itu amat baik; jika tidak, dia harus menangguhkan keputusan tentang masalah itu. Hanya saja, jika dia kemudian bermaksud mengemukakan pandangan yang bertentangan, dia wajib mengesampingkannya dan tak usah memperhatikannya lagi. Semuanya ini berlaku hanya jika masalah hukum menjadi perhatian langsung dan krusial baginya. Jika masalah itu tidak menjadi perhatiannya, maka dia tidak boleh terlibat dalam pembuktian dan kontra-pembuktian demi menunjukkan kesahihan atau ketidaksahihan masalah itu. Sang pencari harus berperilaku seperti Rasulullah saw. ketika beliau bersabda, “Bagian penting dari Islam seseorang adalah meninggalkan apa yang bukan menjadi urusannya.”

Hendaknya sang pencari berhati-hati mengenai perilakunya terhadap kaum elit dan masyarakat umum dalam segenap urusannya, sebagaimana telah kujelaskan. Setelah dia menjadi cakap dalam segala yang telah kubicarakan, maka sang pencari akan beroleh, dengan izin Allah, kekuatan batin yang bakal menuntunnya ke latihan-latihan spiritual dan ke kedudukan dan keadaan spiritual yang lebih tinggi. Dia akan mengenal rahasias-rahasia hukum, ketika cahaya keyakinan terbit dalam kalbunya dan ketika dia beroleh makrifat tentang berbagai tipu daya dan khayalan dalam pengetahuan maupun tindakan. Dia akan dapat membedakan antara kebenaran dan hal-hal yang remeh. Dia hanya akan memikirkan apa yang membuat Tuhannya ridha, dan dia hanya akan menginginkan apa yang diharapkannya bakal membuatnya sejahtera dan mendekatkannya pada Allah. Dia akan merasakan nikmatnya iman dan keyakinan. Dan bertakwa kepada Allah akan sangat mudah baginya. Kenikmatan berada dalam kedudukan ini luar biasa, dan berbeda dari berbagai kenikmatan mengagumkan yang telah aku bicarakan sebelumnya. Inilah salah satu cara Allah Swt menyegarkan sebagian hamaba-Nya, sebagai kebikan dan ungkapan kelembutan kepada mereka.

62.
Akan tetapi, keringanan bukanlah sifat yang inheren dalam kedudukan penghambaan. Sesungguhnya, beban beberapa hamba menjadi berlipat ganda. Kontraksi, menguasai mereka, dan mereka berdiri di hadapan Allah sebagai orang-orang yang telah pasrah menerima beban yang telah Dia pikulkan atas diri mereka. Keadaan spiritual mereka lebih sempurna ketimbang keadaan spiritual orang lain; sebab, dalam sikap dan kewaspadaan yang benar mereka beroleh kemajuan. Mereka aman dari berbagai bahaya yang mengharu-biru orang lain. Al-Wasithi, semoga Allah merahmatinya, mengatakan, “Waspadalah terhadap rasa senang dengan karunia, sebab orang-orang yang suci mengetahui bahwa hal itu adalah penyembunyian.” Dia juga mengatakan, “Berhati-hatilah : Manisnya amal saleh seringkali menyembunyikan racun yang mematikan.”

  Alasan untuk itu adalah, karena hal ini membangkitkan jiwa rendah dan menyebabkan jiwa rendah percaya pada, dan menyesuaikan diri dengan, apa yang tampak jelas baginya. Yang demikian itu hanya menyebabkan kelalaian dalam masalah-masalah terlarang, sebab jiwa rnedah semakin menjadi-jadi, yang ruang lingkupnya tidak bisa dijangkau, dan yang bahaya-bahayanya tidak bisa dipahami. Inilah, sebagaimana diketahui benar oleh Allah Swt, yang disebut-sebut oleh Al-Junayd ketika dia berkata, “Jika seseorang mengabdikan diri kepada Allah selama seribu tahun, dan kemudian tiba-tiba berpaling dari-Nya, maka yang hilang darinya lebih ketimbang apa yang diperolehnya.” Dengan kata lain,  orang itu merasa puas dengan kedudukannya di hadapan Allah, dan terpalingkan dari Tuhannya.
Seorang pembimbing spiritual berkata tentang kepuasan dan keamanan. “Aku takut kalau-kalau manisnya keduanya itu bisa memalingkanku dari Allah Swt.” Dan guru Abu Al-Qasim mengatakan, “Merasa dekat itu menabiri kedekatan, dan barang siapa bersumpah dengan jiwa rendahnya, berarti dia telah ditipu jiwa rendahnya.” Ada juga yang mengatakan dalam hubungan  ini, “Semoga Allah menjauhkanmu dari-Nya,” yakni jauh dari mengalami kedekatan dengan-Nya. Sungguh, usaha-usaha untuk mengetahui kedekatan dengan-Nya mengandung tanda-tanda tipu daya. Sebab Allah Swt berada di luar segala kedekatan. Dan berada dalam kehadiran Kebenaran Mistik hanya menimbulkan kebingungan dan kemusnahan. Berkenaan dengan ini, seseorang mengatakan :
Keterujianku oleh-Mu adalah bahwa aku tidak peduli akan keterujianku itu;
Kedekatan-Mu adalah seperti kejauhan-Mu, lantas kapan aku akan terbebaskan?
Guru Abu ‘Ali Al-Daqqaq melantunkan banyak puisi seperti ini :
Kasih sayang-Mu berupa meninggalkan, dan cintamu berupa kebencian;
Kedekatan-Mu adalah kejauhan, dan kedamaian-Mu adalah perang.
Abu Al-Husayn Al-Nuri berkata ketika bertemu salah seorang sahabat Abu Hamzah, “Engkau adalah salahs eorang sahabat Abu Hamzah, yang banyak berbicara tentang kedekatan. Manakala engkau bertemu dengannya, katakan padanya bahwa Abu Al-Husayn Al-Nuri menyampaikan salam dan mengatakan, ‘Menurut kami, dekatnya kedekatan adalah jauhnya kejahuan.”
Mengembangkan sepenuhnya apa yang telah aku bicarakan, akan memakan waktu lama, dan memerlukan penyingkapan rahasia-rahasia yang kita tidak berwenang menyingkapkannya. Begitu sang pencari sampai pada hal ini, kalbunya dipenuhi oleh cahaya cemerlang dan pengetahuan-pengetahuan menakjubkan, sehingga dia dapat melihat sebagian dari kebesaran dan keagungan Tuhannya yagn tak terlukiskan serta sebagian keajaiban dunia kekuasaan dan hikmah-Nya.


(Jawaban atas pertanyaan kesebelas : Merujuk ke surat lain)
63.
Aku telah mengatakan segala yang harus kukatakan tentang muslihat Tuhan, suatu soal yang dikemukakan oleh Syaikh Abu Thalib dalam bab Takut. Aku tidak akan menjelaskan lebih jauh lagi, selain apa yang telah kubicarakan tentang hal itu dalam surat pertama. Puaslah dengan hal itu, dan renungkan uraian tentang soal itu. Pelajarilah dengan cermat, sebab ia disusun secara teratur, dikemukakan dengan argumen sangat teliti, dan sangat terpadu. Aku menawarkan surat ini sebagai jalan  bagi sang pencari menuju kedudukan (maqam) Keesaan Tuhan (Tawhid). Telah kusimpulkan soal ini, sehingga bisa diungkap dengan kata-kata, dan telah kuringkaskan semua pengetahuan dan jenis perilaku, yang uraian penuhnya memerlukan ebrjilid-jilid buku. Surat ini memuat jawaban pernuh atas semua pertanyaanmu, terlepas dari pertanyaan-pertanyaan yang aku tak berkewajiban menjawabnya. Itulah yang aku maksudkan di sini.
Karena itu, aku memohon kepada Allah Swt, agar memberi kita keberhasilan dalam amal-amal kita sesuai dengan pengetahuan kita. Semoga Dia tidak memandang amal-amal kita sebagai kutukan atau laknat atas diri kita. Berdoalah untukku serta untuk semua sahabat kita yang membaca surat ini. Akhirnya tidak ada kekuatan dan pertolongan kecuali dari Allah, Mahakuasa, Mahaagung. Dia-lah sebaik-baik pelindung kita. Dan semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam atas Junjungan kita, Muhammad saw., keluarga, dan para Sahabatnya.

Kembali ke Daftar Isi


Silahkan Bagikan Artikel ini

Mohon Maaf, Kepada Semua Sahabat, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih.**** Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar(Cara Download) dibawah postingan. Apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada, kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.
Ditulis oleh:As Hakim.Ppa on Desember 19, 2017 - Rating: 1.5
Title : ' SURAT-SURAT SANG SUFI ' SURAT KEENAM
Description :   Terjemah Kitab " SURAT-SURAT SANG SUFI " Muhammad Ibn ‘Abad SURAT KEENAM Kepada Muhammad ibn Adibah. Surat yang me...

0 Response to "' SURAT-SURAT SANG SUFI ' SURAT KEENAM"

Posting Komentar

Posting Lebih Baru
Posting Lama
Beranda
Langganan: Posting Komentar (Atom)

Silahkan Di subcribe

Cara Download Disini

Beli Kitab Klasik dan buku Islami

Tulisan Terbaru

INGKANG KATAH DIPUN PERSANI

  • Download Kitab Kuning Klasik (dengan Makna ala Pesantren/Makna Petuk)بالمعنى على فسانترين
    Download Kitab Kuning / Klasik (Dengan Makna Ala Pesantren) Dengan rasa Syukur kepada Alloh, kembali blog PPa menghadirkan k...
  • Download Kitab Matan Ghoyah wat Taqrib (Dengan makna ala Pesantren) متن الغاية والتقريب مع الترجمة
    Matan Ghoyah wat Taqrib (Dengan makna ala Pesantren) متن الغاية والتقريب مع الترجمة   باللغة الجاوية والمعنى على فسانترين ...
  • Daftar Kitab Kuning makna ala pesantren /Makna Petuk Pdf (2)
    Kitab Kuning makna ala pesantren /Makna Petuk =========================================== Silahkan BELI Kitab makna pesantren  Klik Disini =...
  • Terjemahan Kitab Tajul ‘Arus (Bab 1 "Taubat")
    Terjemahan Kitab Tajul ‘Arus Al-hawiy li tahdzibin Nufus Karya Syeikh Ibnu ‘Atho’illah as Sakandari Puji syukur Ki...
  • Download Kitab KIFAYATUL AWAM (Dengan Makna Ala Pesantren) تحقيق المقام على كفاية العوام فيما يجب عليهم من علم الكلام للشيخ محمد الغضالي
      KIFAYATUL AWAM  (Dengan Makna Ala Pesantren)   تحقيق المقام على كفاية العوام فيما يجب عليهم من علم الكلام للشيخ محمد الغضالي بالمعنى على...
  • Kitab Kuning Klasik Terjemah pdf 1
     Kitab Kuning Klasik Terjemah pdf 1 Kembali lagi setelah kami sampaikan daftar link  Download kitab klasik berbahasa arab  .  Kitab klasik m...
  • Download Kitab Ihya 'Ulumuddin إحياء علوم الدين Juz 2 (Makna ala Pesantren)
    Kitab Ihya 'Ulumuddin Imam Al-Ghazali Juz 2 Makna ala Pesantren   إحياء علوم الدين   تصنيف   حجة الإسلام  الإمام أبي حامد الغزالي  وهو أ...

DOWNLOAD KITAB KHUSUS ARAB

Arsip Blog

  • ►  2025 (18)
    • ►  Juni (3)
    • ►  Mei (6)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (3)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2024 (46)
    • ►  Desember (4)
    • ►  Oktober (5)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (8)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Februari (5)
    • ►  Januari (7)
  • ►  2023 (186)
    • ►  Desember (9)
    • ►  November (9)
    • ►  Oktober (9)
    • ►  September (18)
    • ►  Agustus (23)
    • ►  Juli (16)
    • ►  Juni (11)
    • ►  Mei (15)
    • ►  April (12)
    • ►  Maret (18)
    • ►  Februari (19)
    • ►  Januari (27)
  • ►  2022 (430)
    • ►  Desember (26)
    • ►  November (23)
    • ►  Oktober (31)
    • ►  September (41)
    • ►  Agustus (52)
    • ►  Juli (50)
    • ►  Juni (66)
    • ►  Mei (39)
    • ►  April (41)
    • ►  Maret (27)
    • ►  Februari (11)
    • ►  Januari (23)
  • ►  2021 (326)
    • ►  Desember (42)
    • ►  November (31)
    • ►  Oktober (45)
    • ►  September (21)
    • ►  Agustus (30)
    • ►  Juli (31)
    • ►  Juni (11)
    • ►  Mei (20)
    • ►  April (48)
    • ►  Maret (19)
    • ►  Februari (8)
    • ►  Januari (20)
  • ►  2020 (308)
    • ►  Desember (18)
    • ►  November (10)
    • ►  Oktober (23)
    • ►  September (48)
    • ►  Agustus (21)
    • ►  Juli (21)
    • ►  Juni (8)
    • ►  Mei (18)
    • ►  April (13)
    • ►  Maret (30)
    • ►  Februari (40)
    • ►  Januari (58)
  • ►  2019 (428)
    • ►  Desember (51)
    • ►  November (41)
    • ►  Oktober (31)
    • ►  September (32)
    • ►  Agustus (43)
    • ►  Juli (31)
    • ►  Juni (49)
    • ►  Mei (77)
    • ►  April (28)
    • ►  Maret (24)
    • ►  Februari (12)
    • ►  Januari (9)
  • ►  2018 (197)
    • ►  Desember (7)
    • ►  November (6)
    • ►  Oktober (9)
    • ►  September (9)
    • ►  Agustus (27)
    • ►  Juli (7)
    • ►  Juni (21)
    • ►  Mei (22)
    • ►  April (33)
    • ►  Maret (33)
    • ►  Februari (6)
    • ►  Januari (17)
  • ▼  2017 (91)
    • ▼  Desember (3)
      • Download Nadhom Alfiyah ala Langitan mp3
      • ' SURAT-SURAT SANG SUFI ' SURAT KEENAM
      • ' SURAT-SURAT SANG SUFI ' SURAT KELIMA
    • ►  Oktober (8)
    • ►  September (6)
    • ►  Agustus (12)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (6)
    • ►  Mei (10)
    • ►  April (5)
    • ►  Maret (13)
    • ►  Februari (9)
    • ►  Januari (16)
  • ►  2016 (144)
    • ►  Desember (21)
    • ►  November (14)
    • ►  Oktober (33)
    • ►  September (26)
    • ►  Agustus (16)
    • ►  Mei (7)
    • ►  April (10)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (12)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2015 (266)
    • ►  Desember (15)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  September (3)
    • ►  Agustus (14)
    • ►  Juli (6)
    • ►  Juni (25)
    • ►  Mei (29)
    • ►  April (58)
    • ►  Maret (64)
    • ►  Februari (17)
    • ►  Januari (31)
  • ►  2014 (237)
    • ►  Desember (36)
    • ►  November (23)
    • ►  Oktober (13)
    • ►  Agustus (8)
    • ►  Juli (7)
    • ►  Juni (3)
    • ►  Mei (14)
    • ►  April (15)
    • ►  Maret (43)
    • ►  Februari (33)
    • ►  Januari (42)
  • ►  2013 (262)
    • ►  Desember (15)
    • ►  November (14)
    • ►  Oktober (5)
    • ►  September (14)
    • ►  Agustus (4)
    • ►  Juli (36)
    • ►  Juni (21)
    • ►  Mei (19)
    • ►  April (27)
    • ►  Maret (22)
    • ►  Februari (21)
    • ►  Januari (64)
  • ►  2012 (458)
    • ►  Desember (87)
    • ►  November (34)
    • ►  Oktober (16)
    • ►  September (31)
    • ►  Agustus (33)
    • ►  Juli (51)
    • ►  Juni (118)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (23)
    • ►  Maret (11)
    • ►  Februari (22)
    • ►  Januari (31)
  • ►  2011 (65)
    • ►  Desember (62)
    • ►  November (3)

Isi Blog PPA Yg Bisa di Download

KITAB KLASIK PENGAJIAN mp3 TAUSYYAH
  • 1* Download Al-Quran Digital dan terjemahan Untuk PC dan HP

  • 2* KITAB KUNING MAKNA ala PESATREN

  • 3* KITAB KUNING KLASIK ala PESANTREN

  • 4* KITAB-KITAB HADITS

  • 5* KITAB-KITAB TERJEMAH

  • `6* KITAB KUNING PESATREN mp3

  • 7* BAHTSUL MASA'IL PONDOK PESANTREN

  • 8* Ebook islami

  • 9* KITAB IRSYADUL-'IBAD mp3

  • 10* KITAB KUNING KHUSUS ANDROID dan HP java

  • 1. AL HIKAM mp3. KH.ABD WAHID ZUHDY

  • 2. KISAH PERANG BADAR mp3, KH ABD WAHID ZUHDY

  • 3. SULAMUTTAUFIQ mp3, KH ABD WAHID ZUHDY

  • 4. FIQIH/'UBUDYYAH mp3, KH ABD WAHID ZUHDY

  • 5. Pengajian Gus Mus Kitab Nashoihul Ibad (mp3)

  • 6. PENGAJIAN,MANAQIB,ISTIGHOTSAH KH.ASRORY

  • 7. TERJEMAH IHYA' ULUMUDDIN mp3

  • 8. DOWNLOAD VIDEO & MP3 AUROD PPA

  • 9. SHOLAWATAN H.MUAMMAR ZA mp3

  • 10. MUROTTAL H.MUAMMAR ZA. dll. mp3

  • 11. QIRO'TUL QUR'AN H.MUAMMAR ZA dll. mp3

  • 12.SHOLAWAT ala HABIB SYECH BIN ABDUL QODIR

  • 13.SHOLAWAT,NASYID,QOSIDAH,PUISI




  • TAUSIYYAH HABIB UMAR MUTOHHAR

  • HABIB LUTHFI BIN YAHYA

  • TAUSIYYAH HABIB NAUFAL SOLO

  • PUISI TERBAIK GUS MUS

  • KH ASRORI AL-ISHAQY

  • HAUL PONDOK PETA



  • Daftar Terjemahan kitab

  • Syarah Al Hikam Ibnu Ato'illah

  • At-Tanwir Fi Isqothid Tadbir

  • Tajul 'arusy Ibnu 'Atho'illah

  • Fathur-Robbani Wal Faydhur Rahmany

  • Futuhul Ghoib

  • Wejangan Syeikh Abdul Qodir

  • Manaqib Syeikh Abdul Qodir

  • Risalatul Qusyairiyyah

  • (Washoya) An-Nasho'ih Imam Harits Al Muhasibi

  • Kimyyaus-Sa'adahAl-Ghozaly

  • Surat-surat Sang Sufi

  • Asy-Syamail-Muhammadiyah

  • Mantiqut-Thair

  • Membumikan Al-Qur'an

  • Renungan Tentang Umur Manusia

  • Keajaiban Dlm Tubuh Kita

  • Fihi ma Fihi Ar-Rummi

  • At Ta'aruf li madzhabi Ahli at Tashawwuf

  • Kitab "RO-AYTULLOOH"

  • Al-Washaya li Ibn al-‘Arabi

  • Ayyuhal Walad al Ghozali

  • Misykatul anwar Al-Ghozali

  • Mukasyafah al QulubAl-Ghozali

  • Risalah Adab Sulukil Muriid


  • Like Fb PPa

    PANJENENGAN TAMU INGKANG KAPING

    Niki Kulo

    Foto Saya
    As Hakim.Ppa
    Khodim Padepokan Padang Ati (PPA)
     Lihat profil lengkapku

    Download Software Pc & Android

    Download Video Pengajian, Sholawat dan lagu

    Labels

    ebook islami (869) kitab kuning terjemah (669) Kitab makna gandul (311) Syarah Al-Hikam (143) BAHASAN SUFI (119) AL-GHOZALI (110) KISAH SUFI (108) RISALATUL-QUSYAIRIYYAH (89) Kitab At-Tanwir (86) HIKMAH SUFI (85) kitab HADITS (82) AJARAN KAUM SUFI (77) Al-Qur'an (76) FUTUHUL GHOIB (71) ALHIKAM (64) Kitab karya ulama Nusantara (64) ebook muslimah (63) KITAB KUNING KLASIK (60) Fathur-rabbany (59) KITAB NAHWU (58) Melihat Allah (53) NU (49) TAFSIR JALALAIN (46) Doa (41) An-Nashoih (38) PENGJIAN (38) KITAB KUNING MP3 (36) Wasiat – Wasiat Ibn ‘Arabi (36) PPA (33) Attibyan fiiaadabi hamalatil qur'an (32) Hikmah Ibnu Ato'illah (32) ibnu 'aroby (32) Hikmah Al Jilany (31) Misykatul anwar (31) Mukasyafatul qulub (30) Tajul Arus (30) al haddad (30) kitab ISLAM KLASIK (25) m.Qurais S (25) IBNU ATO'ILLAH (24) KEAJAIBAN ALQUR'AN (24) Adab sulukil Murid (23) IHYA'ULUMUDDIN AL GHOZALY (23) syeh ahmad asymuni (23) tafsir al Ibriz (21) AS – SYAMAIL (20) Al Misbah (20) SHOLAWATAN (20) SURAT-SURAT SANG SUFI (20) fiqh kehidupan (20) pengajian (19) Fihi ma Fihi (18) WALI SONGO (18) KHUTBAH JUM'AH (17) Tafsir Ilmi (17) Manaqib Syeih Abdul Qodir aljiilany ra (16) Sharaf (15) cak nun (15) Filsafat (14) SOFTWARE ISLAMI (14) Syeikh Hasyim asy'ari (14) NASHO'IHUL 'IBAD (13) karya SYEIH NAWAWI BANTEN (13) KITAB MANTIQUTTOIR (12) THORIQOT (12) wahabi (12) Ayyuhal walad (11) Hamka (11) KITAB KIMYYATUSSA'ADAH (11) Keajaiban di Dalam Tubuh Kita (11) Muammar (11) Nahwu (11) Agus sunyoto (10) M idrus R (10) QOSIDAH BURDAH (9) Tafsir Fathul qodir (9) fiqih (9) Bahasa arab (8) MAULID (8) falak (8) 40 Hadist sohih (7) Fiqih anak (7) Kitab Bahasa Sunda (7) Sayyid Maliki (7) Zaadul maad (7) ebook islam (7) ihya' KITAB TENTANG NAFSU (7) kamus arab-indo (7) ramadhan (7) Adabiyyah (6) Arbain nawawiyah (6) Biografi sahabat Nabi (6) Faroid (6) Misykaat Al-Mashabiih (6) RENUNGAN TENTANG UMUR MANUSIA (6) Taudhihul Adillah (6) alhikam SYEIH IBNU 'ATO'ILLAH ASYAKANDARI MP3 (6) at-tirmidzi (6) haid (6) sunan kalijaga (6) KITAB TASAWUF (5) Percikan Ihya (5) legenda (5) 1001malam (4) ABDUL WAHID ZUHDY (4) Bukhori (4) Humor Sufi (4) Ihya-ma'na (4) KISAH MADHAHIBUL ARBA'AH (4) MUROTTAL (4) Sujiwo tejo (4) asshowi (4) puasa (4) sejarah (4) siyar alam (4) syeikh Nawawi al jawi (4) Asbabul Wurud (3) Nikah (3) Qurban (3) RISALAH LADUNIYYAH (3) Raudhah al-Thalibin (3) Sajarot kaun (3) Syekh Abdul Qadir Jaelani (3) al Buthi (3) az zuhud (3) haji (3) ibnu sina (3) jam'ul jawami (3) tajwid (3) Al Mu’jam Ash Shaghir (2) BAHTSUL MASA'IL (2) Balaghah (2) FADHILAH (2) KH ASRORY (2) KISAH MADHAHIBUL ARBA'AH (2) bahasan tanwirul qulub (2) kitab (2) GUS MUS (1) Hp Santri (1) IBNU ATO'ILLA (1) PUISI (1) SAHABAT NABI (1) SEJARAH PON PES (1) USHUL FIQIH (1) WAHBAH ZUHAILI (1) al (1) habib Umar bin Hafid (1) kh Maimun Zubair (1) kit (1) kitab klasik untuk hp (1)

    Sahabat PPa

    MONGGO SHOLAT

    Copyright © 2012 Padepokan Padang Ati (ppa) - All Rights Reserved
    Design by AS HAKIM PPA - Blogger Templates - Powered by Blogger