بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
Terjemah Kitab
" SURAT-SURAT SANG SUFI "
Muhammad Ibn ‘Abad
RIWAYAT HIDUP
IBN ‘ABBAD
Ibn “Abbad lahir pada tahun 1332 di Ronda, sebuah
kota puncak bukit di Spanyol, yang waktu itu di bawah kekuasaan dinasti
Mariniyah. Pada usia tujuh tahun, dia menghafal Al-Qur’an dan mulai mempelajari
hukum Maliki yang dikodifikasikan oleh Ibn Abi Zayd dari Qayrawan (meninggal
996) dalam Risalah. Pada tahun 1340, Sultan Mariniyah, Abu Al-Hasan, menderita
kekalahan di Spanyol dan terpaksa membatasi upaya militernya di sana.
Meningkatnya penaklukan kembali oleh orang-orang Kristen, membuat kehadiran
Kaum Muslim di Spanyol semakin sulit. Pada 1347, Ibd “Abbad pindah ke Fez,
ibukota Maroko.
Sultan Abu Al-Hasan (1331 – 1348) berupaya
menajdikan ibukotanya sebagai pusat utama ilmu dan kebudayaan. Dia melindungi
seni, membantu kolese-kolese teologi baru, dan mengundang guru-guru ternama.
Ayah Ibn “Abbad menjadi Khatib di Masjid Qashbah, sementara Ibn “Abbad
melanjutkan kembali studinya di bidang agama. Mentor paling termasyhur Ibn
“Abbad, Al-Syarif Al-Tilimsani (meninggal 1369), diakui secara luas sebagai
pemimpin kembangkitan kembali Malikisme. Dia amat alim dalam ilmu
prinsip-prinsip hukum (ushul) sehingga dianugerahi hak yagn langka, yang berhak
melakukan ijtihad. Tilimsani mengajar Ibn “Abbad, pertama di Tlemcen, dan
kemudian ketika sang guru datang ke Fez atas undagan Sultan Abu ‘Inan.
Selama masa tinggal pertama di Fez, Ibd “Abbad
mungkin tinggal di pondokan pelajar kolese teologi tertua yang masih ada, yaitu
madrasah Halfawiyin. Dari Al- Abili (meninggal 1356) dia mempelajari risalah
teologi Asy’ariyah, Al-Irsyad, yagn ditulis oleh Al-Juwayni (meninggal 1086),
salah seorang guru Al-Ghazali,d an beberapa tulisan Ibn Al-Hajib (meninggal
1248) tenetng hukum. Seperti Tilimsani, Al- Abili mendorong pembaharuan hukum
Maliki; dia mengkritik kekakuan mazhab-mazhab yang disponsori negara dan
stagnasi yagn dialami mazhab-mazhab itu.
Dengan diawasi Al-Maqqari (meninggal 1337), Ibn
“Abbad membaca himpunan hadis Nabi karya Muslim dan juga karya-karya lain yang
telah dipelajarinya sebelumnya dari Tilimsani. Dari Al-‘Imrani (meninggal 1286)
dia mempelajari himpunan hadis Malik ibn Anas (meninggal 795), Al-Muwaththa’,
‘Imrani adalah seorang faqih kenamaan yang disebut-sebut sangat tertarik kadpa
tasawuf. Seperti alim-alim Maliki lainnya, dia menulis beberapa ulasan tentang
Al-Mudawwanah karya Sahnun (meninggal 854) – bagimana pun juga karya paling
berpengaruh di bidang fiqih Afrika Utara.Ikhtisatr klasik Al-Baradz’i (Qayrawan
abad kesepuluh) tentang Mudawwanah merupakan sumber lain bagi pendidikan Ibn
‘Abbad, mungkin ketika dia tinggal di Madrasah Bou ‘Inaniyah yang baru selesai
pembangunannya itu. Dalam surat 6 dia memuji Abu Thalib Al-Makki, dengan
mengatakan bahwa Qut Al-Qulub karya Abu Thalib itu amat penting bagi kehidupan
spiritual, sebagaimana pentingnya Mudawwanah bagi fiqih : sempurna dan tak bisa
digantikan oleh yang lain.
Dua alim lain Maliki perlu disebutkan di sini. Ibn
“Abbad menulis surat 16 untuk Abu Ishaq Ibrahim Al-Syatibi dari Granada
(meninggal 1388) mawafaqat karyanya merupakan sumbangan utamanya pada suasana studi-studi
keagamaan yang kiranya telah berkembang secara dramatis meskipun memiliki
banyak sekali luka lama yang perlu disembuhkan. Akhirnya Ibn ‘Abbad
menyebut-nyebut Ahmad Al-Qabbab (meninggal 1375), juga ldalam Surat 16. Seperti
Al-Abili, Al-Qabbab berupaya menyuntikan kehidupan baru ke dalam studi-studi
keagamaan yang terhuyung-huyung akibat pukulan keras yang dilancarkan
Almuhadiyah terhadap studi-studi itu.
Ibn.Khaldun mengatakan bahwa :kalangan ulama
Maliki tidak pernah henti-hentinya menulis komentar, penjelasan dan sinopsis
tentang karya-karya utama ini. Pendidikan yang diterima Ibn ‘Abbad di bangku
sekolah tentang hukum agama itu luas, namun sangat tradisional dan agak kaku,
dalam gaya Maroko. Nwiya menunjukkan tidak adanya secara menyolok-matanama Fakh
Al-Din Al-Razi (meninggal 1209) dari sekian nama tokoh yang dibaca Ibn ‘Abbad.
Sekitar tahun 1300 ada pemisahan antara gaya studi hukum yang dilakukan di Fez
dan di Tunis. Tunis menajdi lebih spekulatif di bawah pengaruh Fakhr Al-Din
Al-Razi, yang menurut M. Mahdi. “mempengaruhi persesuaian baru antara
pengetauan filsafat rasional dan studi-studi agama. Sementara itu Fez tetap
lebih konservatiff di bawah pengaruh Ibn Al-Hajib.
Meskipun dengan latar belakang studi-studi hukum
tradisional yang luas, Ibn ‘Abbad menolak, dalam Surat-suratnya, untuk membahas
langsung pertanyaan-pertanyaan tentang hukum dengan mengatakan bahwa dia kurang
memiliki keahlian yang diperlukan untuk itu.
Barangkali Abn ‘Abbad mengenal tasawuf salah
seorang guru hukumnya, sebab banyak di antara mereka itu adalah sufi. Beberapa
gurunya resmi berhubungan dengan tarikat-tarikat yang sudah diakui, tapi mereka
mengajar tasawuf secara pribadi, dengan memakai karya-karya klasik Al-Makki, Al
Ghazali, dan Surahwardi.
Setelah meninggalnya sultan Abu ‘Inan, pada tahun 1358, Fez rupanya
mengalami suatu periode yang amat kacau. Terdapat tujuhbelas sultan antara 1358
dan 1465, dan enam orang yang berusaha merebut kesultanan antara 1358 dan 1367.
Tak lama setelah meninggalnya sultan, Ibn ‘Abbad pergi ke barat, ke Sale, kota
di tepi laut Atlantik. Di sana Ibn ‘Asyir (sekitar 1300 -1362) menjadi tokoh
poros dalam kebangkitan tasawuf di luar tarikat. Penziarah dari segenap penjuru
Maroko datan mengunjungi syaikh ini untuk mendapatkan barakahnya. Ibn ‘Abbad
terus menjadi murid terbaik Syaikh ini, dia banyak membaca tasawuf dan berbagai
cabang serta gayanya. Setidak-tidaknya dia memutuskan untuk mendukung
Syadziliyah. Itulah informasi dari Ibn Al-Sakkak (meninggal 1451), penulis
Maghribi pertama yang menulis dengan jelas tentang Syadziliyah. Dia pun
mengatakan bahwa, ketika masih anak-anak, dia pernah ebrtemu Ibn ‘Abbad yang
usianya lebih tua dan sering makan bersamanya.
. Ibn ‘Abbad pergi ke Sale untuk menghindari
kondisi hidup yagn sedang sekarat di Fez, dan untuk mencari keselamatan
spiritual. Gurunya memandangnya “dalam kelas tersendiri”. Berkat kemandirian
dan keinginannya untuk menempuh jalannya sendiri, sang murid tidak terkuasai
oleh intensitas gurunya. Ibn ‘Asyir sangat halus perasaannya, karena terus
menerus berpuasa dan makan hanya dua hari sekali. Inilah praktik lama sufi yang
disebut “Puasa Daud”, yang dimaksdukan untuk menjaga agar sang zahid tidak
terbiasa dengan puasa atau rasa kenyang. Selaras dengan keicntannya kepada
tulisan-tulisan Al-Muhasibi, Ibn “Asyir menekankan praktik menguji hati nurani.
Dia adalah sufi Shaw yang tegar.
Pada sekitar 1362 atau 1363, setelah meninggalnya
. Ibn ‘Asyir, . Ibn ‘Abbad meninggalkan Sale menuju Tangiers. Di sana dia
berguru kepada sufi yang kurang begitu dikenal, Abu Marwan ‘Abd Al-Malik.
Setelah tinggal di sana untuk waktu yang tidak diketahui, sang pencari muda ini
kembali ke Fez. Selama berada kembali ke Fes, . Ibn ‘Abbad berkenalan kembali
dengan Yahya Al-Sarraj (sekitar 1344 sekitar 1400), pendiri cabang Fez dari
sebuah keluarga yagn berakar di Ronda, dan penerima beberapa Surat ini. . Ibn
‘Abbad juga menjadi sahabat karib Abu Al-Rabi; Sulayman Al-Anfasi (sekitar
1377). Atas permintaan kedua sahabat inilah dia menulis Tanbih, yagn
diselesaikan antara 1370 – 1372.
. Ibn ‘Abbad kembali ke Sale pada tanggal yang
tidak jelas, dan tinggal di sana sampai sekitar 1375. Kebanyakan jika tidak
semuanya, korespondennya dilakukan sejak sebelum tahun itu. Sekitar 1375 dia
diangkat menjadi Imam dan Khatib masjid Qayrawiyin di Fez, institusi agama dan
ilmu tertua dan paling bergengsi di Afrika Utara. Sultan Abu Al-‘Abbas Ahmad
(pemerintahan pertama 1373 – 1384) rupanya melakukan pengangkatan itu
berdasarkan reputasi . Ibn ‘Abbad akan integritas pribadinya, dan kemsyhuran
Tanbih-nya. Prospek pengambilalihan pos khatib ketika khutbah telah turun
derajatnya menajdi sedikit lebih dari sekedar menyampaikan sesuatu secara
hafalan tanpa pemikiran mendalam bagi banyak khatib, tentunya menimbulkan
tantangan. Dengan merenungkan keadaa seni dalam salah satu Surat, terlihat dia
mencatat lima jenis khatib yang menurtnya tidak dapat melaksanakan tugas dengan
baik. Sebagian hanya mengulang-ulang khutbah yang sama setiap Jum’at; sebagian
mengulangnya dengan sedikit variasi; sebagian berkhutbah tanpa mengaitkan
pesan-pesan mereka dengan kebutuhan-kebutuhan yang berubah; sebagian
memperhatikan kebutuhan-kebutuhan itu, namun tidak dapat mengaitkan pesan
mereka secara efektif dengan kebutuhan-kebutuhan itu; dan sebagian juga kurang
taat, dan semata-mata aktor-aktor yang berlagak. Khatib sejati adalah khatib
yang memberikan nasihat dan mengajar orang selaras dengan kebutuhan-kebutuhan
sehari-hari mereka yang mendesak, dan mampu memadukan gaya penyampaiannya
dengan tema yang telah dipilihnya. . Ibn ‘Abbad lebih menyukai gaya didaktis
ketimbang gaya nasihat atau peringatan, karena orang itu memerlukan peringatan,
dia selalu menempatkan dirinya sebagai terikat kepada kewajiban yang diwajibkan
pada audiennya.
Masih ada seratus dua puluh empat khutbah dalam
sebuah manuskrip, yang telah dianalisis oleh Paul Nwiya. Khutbah Jum’at
lazimnya terdiri atas dua bagian : Bagian pertama mengembangkan tema yang
sesuai dengan keadaan, dan bagian kedua membahas topik baku, yaitu shalawat
atas Nabi, para Shahabatnya, para isterinya, para penerusnya, dan umat Islam,
dengan menyebutkan nama khalifah atau sultan umat Islam. Hanya satu di antara
khutbah-khutbah . Ibn ‘Abbad yagn masih ada yagn mengandung bagian kedua itu.
Tapi bagian pembuka dari tiap-tiap bagian itu dimulai dengan doksologi (zikir),
doa pendek untuk Nabi, dan Syahadat, yang semuanya diikuti oleh jamaah. Khutbah
itu disampaikan sekitar dua puluh menit.
Frasa-frasa yang memaukau, ritmis, pendek dan
tepat, dimaksudkan untuk menandingi prosa bersajak kitab suci. Karena doktrin
dasar Islam itu sederhana, maka pembicara perlu mengadalkan keahlian bahasa
Arab, tanpa sekaligus membawakan sekedar suara yang indah namun tidak
mengandung pengaruh personal dan tantangan moral. . Ibn ‘Abbad suka
menggugah-langsugn hati nurani jamaahnya, dengan didukung oleh Al-Qur’an dan
hadis, dan berupaya menarik perhatian melalui intonasi yang tepat. Dia
mengaitkan tema-temanya dengan keadaan. Selama bulan Ramadhan, dia berbicara
tentang puasa, dan tentang perlunya terlebih dahulu menyucikan hati agar
tindakan fisik ini memiliki makna spiritual. Selama bulan haji, yaitu bulan
Dzulhijjah, bulan terakhir dalam tahun Hijriah, dia menyerukan agar memeriska
keadaan hati nurani selama tahun-tahun yagn lewat. Bila datang tahun baru, di bulan
Muharram, dia menganjurkan agar bersedekah. . Ibn ‘Abbad tidak memandang
khutbah umum itu sebagai forum yagn tepat untuk menyampaikan masalah-masalah
tasawuf. Dia amembahas masalah tasawuf dalam surat-surat pribadi yang berisi
bimbingan spiritual.
Selama seperempat terakhir abad keempat belas,
dinasti Mariniyah mengalami kemudnuran. Kota besar Fez mengalami kesulitan
politik besar dan lebih dari sekedar sedikit keresahan spiritual. Gambaran
sosok . Ibn ‘Abbad yagn tinggal di rumah kecil di dekat masjid, yang menarik
sedertan anak kecil berjalan di belakangnya ketika . Ibn ‘Abbad berjalan menuju
ke masjid, dan yang memperhatikan kebtuuhan orang sedapat mungkin, merupakan
gambaran tentang keyakinan dan harapan pada saat terjadi ketidak-stabilan dan
ketidakpastian. Menjelang akhir hayatnya, dia menulis kepada seorang sahabat,
Abu Al-‘Abbas Al-Marrakusyi, bahwa dia merasa jenuh deengan Fez dan sudah lelah
dengan kewajiban-kewajibannya, dan pasrah dengan kesehatannya yang memburuk
serta sedang mempersiapkan diri menyongsong datangnya kematian. Nwaiya
mengatakan bahwa . Ibn ‘Abbad tetap membujang sampai akhir hayatnya. Sebagian
sumber mengatakan dia tidak pernah menikah. Kalau memang dia menikah pada akhir
hayatnya, tentu dia melakukannya karena keinginan mengikuti contoh Nabi,
bukannya karena dirinya lebih menyukainya. Dia tidak pernah pergi haji ke
Makkah.
Pada 17 Juni 1390, . Ibn ‘Abbad dimakamkan di
ahdapan sultan dan banyak penduduk Fez. Meskpun lokasi-lokasi makamnya tidak
lagi diketahui, toh konon tetap menjadi tujuan penziarah selama bertahun-tahun.
Sampai 1936, Serikat Sekerja Pembaut Sepatu mengadakan perayaan untuknya setiap
tahun, sebab dia telah menjadi wali pelindung mereka.
Silahkan Bagikan Artikel ini
Mohon Maaf, Kepada Semua Sahabat, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih.**** Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar(Cara Download) dibawah postingan. Apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada, kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.