بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
TERJEMAH
KITAB
RISALATUL-QUSYAIRIYYAH
Karya:
Abul Qasim Abdul Karim Hawazin Al Qusyairi An Naisaburi
BAB 2.
TERMINOLOGI TASAWUF
(Istilah kata-kata
dalam bahasa tasawuf)
4.
QABDH DAN BASTH
Kedua istilah ini
merupakan kondisi ruhani setelah seseorang hamba menahapi tingkah laku al-Khauf
dan ar-Raja’. Al-Qabdh di mata seorang arif sama kedudukannya dengan tahap
al-Khauf di mata pemula. Sedangkan al-Basth, setara kedudukannya dengan a-Raja’
di mana pemula yang mencari jalan kepada Allah swt.
Perbedaan antara
Qabdh, Khauf, Basth dan Raja’
Al-Khauf :
Muncul dari sesuatu di masa depan, terkadang takut kehilangan sang kekasih,
atau datangnya sesuatu yang ditakuti.
Ar-Raja’ :
Membayangkan sang kekasih di masa depan atau sesuatu yang ditampakkan akan
hilangnya yang ditakuti, serta yang dibenci, bagi mereka yang pemula (dalam
dunia Sufi).
Al-Qabdh :
Tahap ruhani yang maknanya yang dihasilkan dalam waktu seketika, begitu juga
al-Basth.
Orang yang
mempunyia khauf dan raja’, hatinya bergantung dalam dua kondisi
waktu di depannya. Sedangkan yang memiliki qabdh dan basth, waktunya diambil
oleh yang mengalahkan dalam kekinian. Hanya saja predikatnya terpaut dalam
qabdh dab bats menurut keterpaduan ihwal mereka. Dari segi yang datang, qabdh
menjadi keharusan, namun menetapi sesuatu yang lain, karena tak terpenuhi. Dan
ddari segi yang tergenggam (al-maqbudh), tidak ada jalan selain dominsai
pendatang di dalam dirinya. Karena diambil secara keseluruhan dari pihak
pendatang tersebut.
Demikian pula yang
dileluasakan (al-mabsuth), Kadang-kadang di dalamnya ada basth yang
membuat sang makhluk menjadi luas, sehingga tidak takut terhadap segala hal. Ia
menjadi mambsuth, tiada sesuatu pun berpengaruh di dalamnya, dari satu
ihwal ke ihwal lain.
Saya mendengar Abu
ali al-Daqqaq r.a. berkata : “Sebagian orang memasuki tempat Abu Bakr
al-Qihthy. Di sana ada seorarng anak sedang bermain sebagaimana permainan
anak-anak muda lainnya (yang bisa merusak hatinya). Orang-orang itu melewati
tempat anak tersebut, dan tampaknya ia tenggelam dalam permainan dengan
teman-temannya. Mereka merasa ibi kepada al-Qihthy, serayaa berkata, ‘Kasihan
Syeikh, bagaimana digoda oleh anak-anak jelek itu? Ketika mereka memasuki rumah
al-Qihthy, ia menemuinya seakan-akan tak ada berita sedikit pun soal
mainan-mainan itu, lalu mereka pun heran. Mereka berkata. ‘Anda menebus orang
yang tidak dapat dipengaruhi puncak-puncak bukit?’ Al-Qihthy menjawab :
“Sesungguhnya kami telah dibebaskan dari belenggu segala hal dalam azali.”
(artinya, ia telah tenggelam dalam keparipurnaan ubudiyah kepada Allah swt.
sehingga tidak ada yang berpengaruh selain Allah swt.).
Kewajiban terendah
dalam qabdh, adanya subyek dalam hatinya yang mengharuskan bentuk isyarat cacat
pada diri, atau adanya rumus yang di dalamnya seseorang berhak untuk bersopan
santun (adab), sehingga dalam kalbunya mendapatkan qabdh.
Terkadang yang
datang dalam kalbunya merupakan isyarat untuk mendekat, atau yang diterima
merupakan kelembutan dan ketentraman, sehingga kalbu mendapatkan basth. Secara
global, wabdh masing-masing pelaku tergantung kualitas basth-nya, begitu juga
basth-nya diukur menurut qabdh-nya.
Terkadang sebab
musabab qabdh menimbulkan musykil bagi pelakunya. Dalam kalbunya ditemukan
qabdh yang tidak dimengerti apa keharusan dan sebabnya. Keharusan yang dijalani
pelaku seperti ini alah taslim, sehingga waktu seperti itu berlalu. Sebab jika
dicari, justru akan menghalanginya. Atau ia menghadap waktu sebelum jatuh
padanya, lewat ikhtiarnya, sehingga berharap wabdh-nya bertambah. Barangkali
hal itu tergolong su’ul adab. Jika menyerahkan diri pada hukum waktu, maka dari
dekat akan menghilangkan al-qabdh. Sesungguhnya Allah swt. berfirman :
“Dan sesungguhnya
Allah menyempitkan dan melapangkan, dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan,” (Qs.
Al-Baqarah : 245).
Terkadang basth
datang seketika, tanpa si pelaku tahu sebabnya, sehingga ia pun terkejut. Jalan
yang harus ditempuh, jika demikian, ia harus tenang dn menjaga adab. Pada waktu
itu, ia sedang mengalami bisikan yang besar. Karena itu, si pelaku harus
menghindari makar yang samar di daamnya. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh
sebagian Sufi, “Telah dibuka padaku, pintu basth, kemudian diriku terguncang
hebat, lantas aku pun tertutup dari maqamku.” Karenanya berkatalah mereka,
“Bertetaplah apda kelapangan (al-bisath) dan hati-hatilah, berupaya
melapangkan.”
Ada ahli hakikat
(tahqiq) mengategorikan perilaku qabdh dan basth tergolong sesuatu yang mereka
mohonkan perlindungan. Karena keduanya disandarkan pada yang diatasnya berupa
tahap kehancuran hamba, sedangkan upaya hamba memasukinya dalam dunia hakikat
dapat melahirkan fakir dan bahaya.
Al-Junayd berkta :
“Al-Khauf dari Allah membuatku tergenggam, Dan ar-Raja’ dari Allah membuatku
lapang. Hakikat telah mengumpulkan diriku. Dan Al-Haq memisahkanku. Apabila Dia
membuatku tergenggam adalah khauf, Dia menjadikan diriku fana’ dari diriku.
Apabila ar-Raja’ melapangkanku, Dia mengembalikan kepadaku. Apabila diriku
terintegrasi hakikat, maka Dia menghadirkanku. Apabila aku dipisahkan Al-Haq,
aku disaksikan oleh selain diriku, kemudian menutupiku, Allah swt. dalam semua
hal itu adalah penggerakku tanpa mengekangku, Dia yang membuatku takut tanpa
genmbiraku. Aku dengan kehadiranku, merasakan rasa wujud-ku. Fana’ku datang
dari diriku, membuatku nikmat, atau mengabaikan dariku, sehingga aku ringan.
Kembali ke Bab 2(dua) (Istilah kata-kata dalam bahasa tasawuf)
Silahkan Bagikan Artikel ini
Mohon Maaf, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih. Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar (Cara Download) dibawah postingan. apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.
Related Posts :