بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
Dua Langkah Saja ! Anda Sampai
Syekh Abdul Qodir Jailani
10 Ramadhan, tahun 545 H. di Madrasahnya
“Hai
orang yang mendustai agama! Anda bermain-main dan merusak? Tidak! Tidak ada
kemuliaan bagi dirimu hai para perusak, anda telah membiarkan nafsumu untuk
bicara pada manusia tanpa keahlian dalam dirimu”
DUA
langkah, anda telah sampai (wushul). Satu langkah meninggalkan dunia dan satu
langkah meninggal kan akhirat. Satu langkah meninggalkan nafsumu dan satu
langkah meninggalkan makhluk. Tinggalkan nuansa lahiriyah, anda akan sampai di
wilayah bathiniyah. Permulaan, kemudian akhir. Kokohkan dirimu dan sempurnakan
di hadapan Allah Azza wa-Jalla. Darimulah permulaan, dari Allahlah akhir
tujuan. Raihlah kepahitan dan kepayahan, duduklah pada pintu amal hingga apa
yang anda cari sangat dekat dengan yang diamalkan.
Jangan
hanya duduk-duduk di atas tempat tidurmu, dengan selimutmu, dan dibalik pintumu
yang tertutup, lalu anda mencari amal dan yang anda amalkan? Perhatikan hatimu
dengan dzikir, dan mengingatNya di hari ketika dibangkitkan. Tafakkurlah untuk
merenungi pelajaran di balik alam kubur. Renungkanlah bagaimana Allah azza
wa-Jalla menggelar semua makhlukNya dan membangkitkan mereka di hadapanNya.
Bila
anda terus merenungi itu, akan sirna kekerasan hatimu, bersih dari kotorannya.
Bila sebuah bangunan ditegakkan di atas fondasi, akan kokoh dan kuat.
Bila tidak ada fondasinya akan cepat runtuhnya. Bila anda teguh di atas aturan
hukum yang pasti dan jelas, tak satu pun makhluk akan menggerogotinya. Namun
jika tidak ditegakkan di atas fondasi itu, kondisinya akan tidak kokoh, dan
anda tidak akan meraih maqom ruhani, hingga qalbu para auliya’ shiddiqun marah
pada anda, dan tidak ingin memandang anda.
Hai
orang yang mendustai agama! Anda bermain-main dan merusak? Tidak! Tidak ada
kemuliaan bagi dirimu hai para perusak, anda telah membiarkan nafsumu untuk
bicara pada manusia tanpa keahlian dalam dirimu. Padahal bicara itu hanya
diperkenankan pada beberapa individu makhluk kaum sholihin, jika tidak mereka
hanya membisu, hanya berisyarat, bukan bicara.
Diantara
mereka ada yang diperintahkan untuk bicara pada sesama makhluk dengan tegas,
dan setelah bicara, informasi menjadi jelas dan terang pada hatimu dan
menjernihkan batinmu.
Itulah
sebabnya Amirul Mu’minin Sayyidina Ali Karromallahu Wajhah ra,
mengatakan, ”Jika saja tirai dibuka, rasa yakinku pun tidak akan
bertambah.” Bahkan beliau juga berucap,
”Aku
tidak akan menyembah Tuhan yang tidak aku lihat.”
”Hatiku
memperlihatkan padaku akan Tuhanku.”
Wahai
orang-orang yang bodoh, bergaullah dengan para Ulama’, berbaktilah pada mereka
danbelajarlah dari mereka. Karena ilmu itu diraih dari lisan para tokoh Ulama.
Karena itu bermajlislah dengan mereka dengan adab yang bagus, tidak kontra dengan
pandangannya, meraih manfaat dari mereka, agar kalian meraih ilmu pengetahuan,
meraih barokah dan sariguna dapat kalian cerap.
Bermajlislah
dengan para ’arifin dengan diam. Bermajlislah dengan ahli zuhud dengan
penuh cinta. Para ‘arif setiap saat lebih dekat dengan Allah Azza wa-Jalla,
dibanding saat-saat sebelumnya, dengan terus menerus memperbaharui khusyu’nya
dan rasa hinanya di hadapan Tuhannya Azza wa-Jalla. Ia khusyu’ dengan
penuh hadirnya qalbu bukan dengan ghaibnya qalbu di hadapanNya.
Tambahnya
khusyu’ menurut kadar kedekatannya dengan Allah Azza wa-Jalla. Dan semakin kuat
membisunya ketika musyahadah kepadaNya Azza wa-Jalla, karena siapa yang
ma’rifat kepadaNya, lisan, watak, nafsu, hawa nafsu dan kebiasaannya serta
wujudnya terbungkam. Sedangkan lisan qalbunya, rahasia batinnya, kondisi ruhani
dan maqomnya serta anugerah yang diterimanya, senantiasa bicara karena
nikmat-nikmat yang melimpah dariNya.
Karena
itu mereka bermajlis dengan diam, agar meraih manfaat dari para ‘arifun, dan
meraih minuman jiwa yang memancar dari hati para ‘arifun. Siapa yang banyak
bermajlis dengan para ‘arifin billah, dirinya akan hina dina di hadapan
Tuhannya Azza wa-Jalla. Lalu dikatakan, ”Siapa yang mengenal dirinya ia
mengenal Tuhannya.” Karena diri adalah hijab antara dirinya dengan Tuhannya.
Siapa
yang mengenal dirinya akan rendah hati di hadapan Allah Azza wa-Jalla di
hadapan makhlukNya. Bila ia mengenal dirinya ia akan terus waspada, dan sibuk
dengan syukur kepada Allah Azza wa-Jalla atas pengenal terhadap dirinya
itu. Dan ia pun tahu bahwa tidak akan mengenal dirinya kecuali Allah Azza
wa-Jalla hendak memberikan kebaikan dunia akhirat.
Lahiriyahnya
bersyukur kepada Allah Azza wa-Jalla, batinnya selalu memujiNya. Lahiriyahnya
berpisah denganNya, batinnya berpadu denganNya. Kegembiraannya ada pada
batinnya, sedangkan kesedihannya hanya pada lahiriyahnya belaka, demi menutupi
kegembiraan kondisi ruhaninya.
Orang
yang ‘arif Billah berbeda dengan umumnya orang beriman. Susah yang dalam
hatinya, wajahnya berseri. Ia tahu, dan terus berada di hadapan pintuNya, namun
tidak tahu apakah ia diterima atau ditolak. Apakah pintu akan dibuka baginya
atau ditutup selamanya.
Orang
yang mengenal dirinya akan berbeda pula dengan orang beriman biasa dalam
berbagai situasi. Orang beriman biasa adalah sang pemilik kondisi yang
terus berubah, sedangkan sang arif adalah pemangku maqom yang tetap kokoh.
Orang beriman umumnya, sangat takut jika kondisi ruhaninya berubah dan imannya
hilang. Gelisahnya akan terus ada selamanya. Kegembiraannya terus memancar di
wajahnya disertai rasa gelisahnya. Bicaranya riang gembira di hadapanmu,
hatinya terasa putus oleh kegelisahannya.
Sedangkan
sang arif kegelisahannya ada di wajahnya, karena ia harus bertemu dengan sesama
untuk memberi peringatan, memberikan ketegasan dan perintah, melarang yang
dilarang, sebagai pengganti Rasul Saw. Kaum Sufi itu mengamalkan apa yang
didengar, lalu amalnya mendekatkan kepada Allah Azza wa-Jalla, beramal hanya
bagi Allah Azza wa-Jalla yang mereka dengar dari nasehatNya secara langsung
tanpa perantara melalui hati mereka. Itupun ketika mereka sedang tidak lelap
dan tidur menurut makhluk, namun senantiasa terjaga dengan Sang Khaliq.
Bila
hatimu benar, engkau selamanya sirna dari makhluk, dan tidur dari
pandangan mereka, namun terus hadir dan terjaga dengan Sang Khaliq. Hendaknya
anda dal;am keramaian senantiasa sunyi denganNya, sehingga limpahan anugerah
Allah Azza wa-Jalla terus mengalir, hikmahnya terus melimpah. Hendaknya anda
menjaga rahasia batin, karena rahasia batin akan mendekte hatimu, lalu hatimu
mendekte nafsu yang muthmainnah, dan nafsu itu tadi mendekte lisan. Lisan
mendekte sesama makhluk.
Siapa
yang berbicara pada publik, hendaknya dengan kondisi seperti itu. Jika
tidak, janganlah bicara. Kegilaan kaum sufi adalah meninggalkan watak kebiasaan
manusiawinya, dan tindakan-tindakan hawa nafsunya, memejamkan diri dari
kesenangan-kesenangan dan kenikmatan. Mereka bukan gila seperti umumnya orang
gila yang tidak waras akalnya.
Hasan
al-Bashry ra, mengatakan, ”Bila kalian melihat mereka, kalian pasti berkata,
”Hai orang-orang gila!”. Namun bila mereka melihatmu, mereka balik mengatakan,
”Orang-orang ini tidak pada beriman kepada Allah Azza wa-Jalla sekejap pun.”
Khalwatmu
tidak benar, karena khalwat adalah gambaran dari pengosongan qalbu dari
segalanya. Batinmu kosong, sendiri tanpa dunia, tanpa akhirat dan tanpa apa pun
selain Allah azza wa-Jalla secara total.
Itulah
keseriusan para pendahulu seperti para Nabi dan Rasul, para Auliya’ dan kaum
sholihin. Amar ma’ruf nahi mungkar lebih aku sukai ketimbang seribu ahli ibadah
yang berdiam di kamar sunyinya, namun masih melihat nafsunya.
Karena
itu pejamkan nafsu, tekan dan lem, sampai pandangannya tidak menjadi penyebab
kehancurannya, kecuali ia sabar mengikuti perintah hatinya dan rahasia
batinnya. Diantara bagian dari mengikuti jejak batin dan hatinya, adalah tidak
keluar dari konsisten hati dan batin, sehingga dirinya benar-benar menyatu
dengan hatinya, sampai perintah keduanya (hati dan sirr), menghindari larangan
keduanya, dan pilihannya.
Disinilah
anda baru meraih nafsu yang muthmainnah, lalu berserasi untuk satu tujuan dan
satu pencarian. Bila nafsu sampai disitu, maka meraih kemudahan dalam memerangi
nafsunya.
Karena
itu jangan membantah Allah Azza wa-Jalla atas apa pun yang ditakdirkan padamu,
dan apa yang ditakdirkan pada orang lain. Lihatlah firman Allah azza wa-Jalla:
”Allah
tidak ditanya apa yang Dia lakukan, tetapi merekalah yang ditanya (dimintai pertanggungjawaban)
apa yang dilakukan.” (Al-Anbiya’: 23)
Mana
bukti anda mengikuti perintah Allah azza wa-Jalla, bila adabmu tidak baik?
Bisa-bisa anda keluar dari dunia ini dalam keadaan hina. Perbaikilah adabmu dan
berselaraslah dengan adab itu, maka anda akan duduk mulia.
Sang
pecinta Allah Azza wa-Jalla adalah tamunya Allah azza wa-Jalla. Si tamu tidak
punya pilihan terhadap sang pemilik rumah dalam hal makanan dan minuman, serta
pakaian, dan seluruh tingkah lakunya. Sebagai tamu haruslah bersesuai dengan
pemilik rumah, sabar dan ridho. Tidak mengapa jika harus dikatakan,
”Bergembiralah atas apa yang kau lihat dan engkau temui.” Siapa yang mengenal
mengenal Allah Azza wa-Jalla, dunia dan akhirat sirna, dan apa pun selain Allah
Azza wa-Jalla sirna dari hatinya.
Sudah
seharusnya ucapanmu hanya bagi Allah azza wa-Jalla, jika tidak bisu lebih baik
bagimu. Hendaknya hidupmu untuk patuh kepada Allah Azza wa-Jalla. Jika tidak?
Lebih baik kamu mati saja.
Ya
Allah hidupkanlah kami dalam kepatuhan padaMu dan hamparkan kami bersama
hamba-hambaMu yang taat. Amiin.(bersambung....)
Silahkan Bagikan Artikel ini
Mohon Maaf, Kepada Semua Sahabat, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih.**** Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar(Cara Download) dibawah postingan. Apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada, kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.