بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
Al-Ta-aruf li-Madzhabi Ahl Al-Tashawwuf
{AJARAN KAUM SUFI}
Karya:
Ibn Abi Ishaq Muhammad Ibn Ibrahim Ibn Ya’qub Al-Bukhari Al-Kalabadzi
66.
MENGENAI KETAKWAAN DAN AMAL-AMALNYA
Al-Harits
al-Muhasibi mendapat warisan dari bapaknya lebih dari 30.000 dinar, tapi tidak
mau menyentuhnya sepeser pun, dan mengatakan : “Dia seorang Qadariah.”
Abu Usman berkata : “Aku sedang di rumah Abu
Bakr ibn Abi Hanifah bersama Abu Hafs. Kebetulan kami memperkatakan tentang
seorang teman yang tidak hadir, dan Abu Hafs berkata : “Jika aku memiliki
secarik kertas, akan ku tulis kepadanya.” Aku berkata, “Inilah, ada secarik.”
Saat itu Abu Bakr sedang pergi ke pasar. Abu Hafs menyahut, “Barangkali Abu
Bakr telah meninggal dunia, tanpa kita ketahui, dan kertas itu telah menjadi
milik pewarisnya. Oleh karena itu dia tidak jadi menulis.” Abu Usman juga
berkata : “Aku sedang bersama Abu Hafs, ketika dia menyimpan sejumlah kismis.
Aku mengambil kismis itu dan memasukannya ke dalam mulutku. Dia tiba-tiba
menyambar leherku dan berkata, “Engkau penipu, engkau makan kismisku.” Aku
menjawab. “Aku yakin akan ketidak hadiranmu dalam masalah-masalah dunia ini,
sebab aku tahu bahwa engkau tidak memetingkan dirimu sendiri, dan karena itulah
aku mengambil kismis itu.” Dia menjawab : “Wahai orang tolo! Engkau mempercayai
hati yang tidak dikuasai oleh tuannya!”
Saya
mendengar banyak dari syekh itu berkata : “Syekh itu akan menghindar dari
behubungan dengan orang yang melarat dikarenakan salah satu dari ketiga alasan
ini: Jika dia melaksanakan perjalanan haji setelah menerima uang dari orang
lain: Jika dia pergi ke Khurasan; Dan jika dia memasuki Yaman. Mereka
mengatakan : “Jika dia pergi ke Khurasan, dia melakukan hal itu hanya untuk
memperoleh kemudahan, dan di Khurasan tidak ada apa pun yang halal atau baik
untuk dimakan; dan mengenai Yaman, ada banyak jalan di sana menuju kerusakan,”
Abu’l Mughith tidak pernah beristirahat atau tidur dengan berbaring, tapi
sepanjang malam dia berdiri mendo’a; dan setiap kali matanya terasa letih, dia
akan duduk dan meletakkan keningnya di atas lututnya, dan tidur sebentar.
Seseorang bertanya kepadanya : “Berbaik hatilah terhadap dirimu sendiri.” Dia
menyahut : “Tuhan yang Baik belum berbuat baik kepadaku sehingga aku belum juga
mendapatkan kemudahan. Apakah engkau belum mendengar bahwa Tuhan Para Utusan
itu berkata, Orang yang paling susah
adalah para Nabi, kemudian orang-orang yang benar-benar percaya, dan sesudah
itu yang semacamnya dan yang semacamnya.”
Dikatakan bahwa Abu Amr al-Zajjaji
tinggal di Mekkah selam bertahun-tahun, dan tidak pernah melaksanakan kebutuhan
alamiahnya di daerah Haram, tapi selalu pergi keluar untuk melakukan hal itu
dan kemudian kembali dalam keadaan suci untuk beribadah.
Saya mendengar Faris
menuturkan anekdot berikut ini : “Abu Abdillah yang dikenal sebagai Syikthal,
tidak mau berbicara dengan orang-orang , tapi memencilkan diri di padang pasir
di daerah Kufah, tanpa makan apa-apa kecuali makanan yang dihalalkan. Aku
bertemu dengannya pada suatu hari, dan dengan mendekatinya aku berkata : “Aku
mohon kepadamu demi nama Tuhan, maukah engkau mengatakan padaku apa yang
mencegah dirimu dari megajar orang? Dia menyahut : “Wahai manusia! Kemaujudan
ini bukan lain daripada suatu khayalan di tengah hakikat, dan adalah tidak sah
bagi kita untuk berbicara mengenai sesuatu yang tidak mengandung hakikat. Dan
mengenai Yang Nyata itu kata-kata tak mampu memberikannya; lalu apa gunanya
mengajar? Kemudian meninggalkanku dn berlalu.”
Faris juga mengatakan kepadaku
bahwa dia mendengar Al-Husain al-Maghazili berkata : “Aku melihat Abdullah
al-Qasysya’ suatu malam berdiri di tepi sungai Tigris dan berkata, “Tuhanku,
aku haus; Tuhanku, aku haus.” Begitulah dia terus menerus sampai pagi; lalu dia
berkata ‘Aduh! Engkau membuat sesuatu
menjadi halal bagiku tapi mencegahku untuk mengambilnya; dan Engkau
membuat sesuatu haram bagiku tapi memberiku kebebasan untuk mendapatkannya;
lalu apa yang mesti kulakukan?” Maka dia kembali, dan tidak minum.” Saya
mendengar juga orang yang sama menuturkan bahwa dia mendengar seorang laki-laki
melarat berkata : “Pada tahun sulit, aku berada bersama beberpa orang; aku
meninggalkan mereka, dan kemudian kembali dan memerinksa orang-orang yang luka.
Aku melihat Abu Muhammad al-Jurairi, yang waktu itu usianya lebih dari seratus
tahun, dan berkata kepadanya : “Tuan, mengapa engkau tidak berdoa, agar
(kesedihan) yang engkau lihat ini bisa dihilangkan?” Dia menyahut : “Aku telah
melakukan itu.” Dan kemudian ia menambah kan : “Sesungguhnya, aku melakukan
apapun yang hendak kulakukan. Aku mengulangi permohonanku kepadanya dan dia
berkata : “Saudaraku, ini bukan waktunya berdoa, kini adalah waktu untuk patuh
dan pasrah.” Aku berkata kepadanya : “Apakah engkau membutuhakn sesuatu?” Dia
menjawab : “Aku haus’. Maka aku bawakan dia air, dan dia mengambilnya serta
ingin meminumnya, lalu dia melihat kepadaku dan berkata : “Orang-orang ini
haus, dan aku minum. Tidak, itu keserakahan.” Maka dia kembalikan air itu
kepadaku dan segera sesudah itu dia mati.”
Faris
juga menuturkan bahwa dia mendenegar salah seorang sahabat Al-Jurairi berkata :
“Selama dua puluh tahun aku tidak pernah memikirkan tentang makanan sampai
pemikiran akan hal itu dibawa ke dalam hatiku; dan selama dua puluh tahun aku
melakukan sembahyang fajar pada saat aku baru saja menyelesaikan sembahyang
malamku, yang kedua; dan selama dua puluh tahun aku tidak pernah memendekkan
doa-doa-ku kepada Tuhan, karena takut jangan-jangan Dia nanti akan membuktikan
kesalahanku lewat mulutku sendiri. Selama dua puluh tahun, lidahku hanya
mendengarkan hatiku; Lalu keadaanku berubah, dan selama dua puluh tahun hatiku
hanya mendengarkan lidahku.” Arti perkataannya, “Lidahku hanya mendengarkan
hatiku” adalah :Aku hanya berbicara atas dasar hakikat yang aku miliki.” Dan
“hatiku hanya mendengarkan lidahku” adalah “Tuhan menjadikan lidahku, seperti
yang dituliskan dalam hadis (Qudsi): “Lewat Aku dia mendengar, lewat Aku dia
melihat dan lewat Aku dia berbicara.”
Salah
seorang Syekh kami mengatakan kepada saya bahwa dia mendengar Muhammad ibn
Sa’dan berkata : “Selama dua puluh tahunaku membaktikan diri kepada Abu’l
Maghith dan tak sekali pun aku melihatnya menyesali apa pun miliknya yang
ketinggalan.” Dikatakan bahwa Abu’l Sauda melaksanakan perjalanan haji kecil
enam puluh kali, dan Ja’far ibn Muhammad alj-Khuldi lima puluh kali. Salah
seorang syekh kami – saya cenderung beranggapan bahwa dia adalah Abu Hamzah al-Khurasani ---
melaksanakan perjalanan suci sepuluh kali demi Nabi, sepuluh kali demi para
sahabat Nabi. Dan satu kali perjalanan suci demi dirinya sendiri; dan dia
berharap perjalanan-perjalanan sucinya yang lain bisa membuat perjalanan
sucinya sendiri diterima oleh Tuhan.
Kembali ke Daftar isi Kitab
(Untuk
kitab asli bahasa Arab silahkan Download Disini)
Silahkan Bagikan Artikel ini
Mohon Maaf, Kepada Semua Sahabat, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih.**** Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar(Cara Download) dibawah postingan. Apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada, kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.