بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
Terjemah Al-Washaya li Ibn al-‘Arabi
Wasiat – Wasiat Ibn ‘Arabi
Penerjemah : Irwan Kurniawan
10.
WASIAT IHWAL MEMBIASAKAN DIRI MELAKUKAN SEGALA SESUATU
YANG DIWAJIBKAN ALLAH
Hendaklah engkau tetap melakukan
apa yang diwajibkan Allah kepadamu dalam bentuk yang Dia perintahkan untuk
engkau tegakkan. Jika engkau menyempurnakan kewajibanmu, dan engkau wajib
menyempurnakannya, maka – saat itu – luangkanlah di antara kedua kewajiban itu
untuk melakukan berbagai ibadah sunnah (al-nawafil).
Jangan sekali-kali engkau
meremehkan dan menganggap kecil amal perbuatanmu. Sebab Allah tidak meremehkannya
ketika Dia menciptakannya. Dia tidak membebankan sesuatu di atas pundakmu tanpa
memberikan penjagaan dan pertolongan-Nya hingga Dia membebanimu dengan
keberadaanmu dalam tingkatan yang paling agung di sisi-Nya, karena engkau
adalah tempat wujud buat apa yang dibebankan kepadamu.
Oleh
karenanya,pembebanan (taklif) itu hanya berkaitan dengan perbuatan-perbuatan
mukallaf, yakni mereka yang dikenai kewajiban. Maka, taklif itu pun berkaitan
dengan mukallaf dalam hal perbuatannya, dan bukan dalam hal dirinya.
Ketahuilah bahwa jika engkau
terus menerus menunaikan berbagai kewajiban, maka engkau pun dekat kepada Allah
dengan kedekatan yang lebih dicintai-Nya. Jika engkau memiliki sifat ini, maka
engkau pun menjadi telinga dan mata Al-Haqq. Dia mendengar dan melihat hanya
dengan dirimu. Maka , tangan Al-Haqq pun menjadi tanganmu : Orang yang berjanji
setia kepadamu sesungguhnya berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas
tangan mereka (QS. Al-Fath, 48 : 10).
Tangan mereka, yakni tangan Allah, ada di
atas mereka. Itulah tangan-tangan yang mengucapkan janji setia atau
baiat. Pelakunya adalah Allah. Karena itu, tangan mereka adalah tangan Allah.
Dengan tangan mereka pula Allah membaiat. Merekalah yang dibaiat. Semua sebab
itu adalah tangan Al-Haqq yang memiliki kekuasaan untuk menciptakan berbagai
akibat. Inilah kecintaan paling agung diungkapkan oleh teks (an-Nashsh) mulia,
sebagaimana – di dalamnya – diungkapkan juga berbagai ibadah sunnah.
Mengerjakan berbagai ibadah sunnah secara terus menerus akan melahirkan
kecintaan Illahi yang terpelihara. Sebab, Al-Haqq mendengar dan melihat
hamba-Nya, sebagaimana pula keadaan sebaliknya, dalam kecintaan menunaikan
berbagai kewajiban (al-fara’idh). Kewajiban adalah ibadah paksaan, dan memang
begitu pada prinsipnya. Sementara itu, bagian (al-far) – yaitu, tambahan
(an-nafl) – adalah ibadah pilihan. Di dalam berbagai ibadah sunnah, Al-Haqq
mendengar dan melihatmu.
Ia dinamakan an-nafl karena merupakan tambahan,
persisi seperti halnya engkau – pada dasarnya (bi-al-ashalah) – adalah tambahan
dalam eksistens, sehingga (pada mulanya) yang ada hanyalah Allah dan engkau tidak
ada. Kemudian, engkau menjadi ada. Maka, eksistensi yang baru pun bertambah.
Engkau adalah tambahan dalam eksistensi Al-Haqq. Karenanya, engkau harus
mengerjakan apa yang disebut an-nafl, sebab itulah asal-usulmu.
Dan engkau
harus mengerjakan apa yang dinamakan al-farde, sebab itu adalah asal-usul wujud
dan berada lama wujud Al-Haqq. Dalam menunaikan al-fard, engkau adalah
milik-Nya. Dan dalam mengerjakan al-nafl, engkau adalah milikmu sendiri.
Cintanya kepadamu dalam hal bahwa engkau adalah milik-Nya lebih agung dan lebih
besar ketimbang cinta-Nya kepadamu dalam hal bahwa engkau adalah milikmu
sendiri. Diungkapkan di dalam hadis sahih dari Alalh SWT : “Tidak
henti-hentinya hamba-Ku mendekat kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai
ketimbang apa yang telah aku wajibkan kepadanya, dan hambaku masih mendekat
kepada-Ku dengan an-nawafil hingga Aku mencintainya. Jika Aku mencintainya, Aku
akan menjadi telinganya yang dengan itu ia mendengar.
Aku menjadi matanya yang
dengan itu ia melihat, Aku menjadi tangannya yang dengan itu ia bertindak, dan
Aku menjadi kakinya yang dengan itu ia berjalan. Jika ia memohon kepada-Ku,
pasti Aku akan mengabulkannya. Dan jika ia mencari perlindungan-Ku, pasti Aku
akan melindunginya. Aku tidak pernah merasa ragu-ragu dalam sesuatu yang Akulah
sendiri pelakunya. Aku hanya ragu-ragu kepada hamba-Ku yang Mukmin yang
membenci kematian, dan Aku membenci kejahatannya.” Lihatlah apa yang
dihasilkan dari kecintaan Allah ini. Olehkarenanya, tetaplah engkau menunaikan
apa yang dibenarkan oleh eksistensi kecintaan Ilahi ini.
Dan ibadah-ibadah
sunnah tidak sah dilakukan kecuali setelah berbagai ibadah wajib ditunaikan. Di
dalam ibadah-ibadah sunnah itu sendiri terdapat kewajiban dan tambahan. Maka,
dengan apa yang di dalamnya terdapat kewajiban, yang wajib itu menjadi
sempurna. Disebutkan di dalam hadis sahih bahwa Allah berfirman “ “Perhatikan
shalat hamba Ku, apakah ia menyempurnakannya atau menguranginya.
Apabila
shalatnya sempurna, maka Aku tuliskan baginya kesempurnaan, walau pun ia menguranginya
sedikit.” Dia berfirman : “Perhatikan apakah hamba-Ku mengerjakan tathawu’
(ibadah tambahan)!” Jika mia mengerjakan ibadah tambahan itu, maka Allah
berfirman : “Sempurnakan bagi hamba-Ku kewajibannya dengan ibadah tambahannya.”
Kemudian perbuatan-perbuatan itu diambil dalam keadaan demikian.
An Nawafil
itulah yang memiliki asal dalam yang wajib. Dan ada pula an-Nawafil yang tidak
memiliki asal dalam yang fardhu. Ini menjadi ibadah tersendiri, dan para
ulama menamainya bid’ah. Allah SWT berfirman : ....... Mereka
mengada-adakan ruhbaniyah (QS. Al-Hadidi, 57:27), dan Rasulullah saw.,
menyebutnya sunnah hasanah (sunnah yang baik).
Orang yang menciptakannya
mendapatkan ganjaran dari ibadah sunnah ini dan ganjaran orang yang
mengamalkannya hingga Hari Kiamat, tanpa dikurangi sedikit pun. Ketika di dalam
kekuatan ibadah sunnah itu tidak menghentikan tempat ibadah fardhu, maka ia
menjadikan di dalam ibadah sunnah itu sendiri kewajiban-kewajiban untuk
menyempurnakan ibadah fardhu dengan ibadah fardhu, seperti shalat sunnah dengan
hukum asal. Kemudian shalat itu mencakup kewajiban-kewajiban seperti zikir,
rukuk dan sujud dengan keberadaan shalat itu pada asalnya adalah sunnah.
Perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan ini (yakni zikir, rukuk, sujud) adalah
wajib di dalam salat sunnah itu.
Silahkan Bagikan Artikel ini
Mohon Maaf, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih. Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar (Cara Download) dibawah postingan. apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.
Related Posts :