بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
Misykat Al-Anwar
Allah Adalah Cahaya Langit dan Bumi
Al-Ghazali
***************
Kesempurnaan Penglihatan Para
Nabi
Kini marilah kita kembali ke kisah
sepasang sandal tadi. Yang dapat disimpulkan dari perintah pelepasan sandal
tersebut ialah peringatan tentang keharusan meninggalkan kedua alam, dunia dan
akhirat.
Yang demikian itu menunjukkan
bahwa permisalan secara lahiriah adalah haqq (benar) dan pelaksanaannya sampai
ke rahasia batin adalah hakikat. Sebab pada setiap yang haqq ada hakikat-nya.
Para penghuni tingkatan ini adalah mereka yang telah mencapai derajat “kaca”
sebagaimana akan diuraikan nanti tentang makna yang dikandung olehnya.
Sebabnya ialah karena khayal
(imajinasi) Anda, yang dari materialnya tersebut segala misal, adalah sesuatu
yang keras lagi pekat, menyelubungi rahasia-rahasia dan menghalangi antara diri
Anda dan cahaya-cahaya. Akan tetapi jika telah membening, ia akan menjadi seperti
kaca yang jernih dan tembus pandang, tidak menghalangi masuknya cahaya-cahaya,
bahkan ia akan berfungsi seperti cahaya. Di samping itu, ia akan menjaga cahaya
agar tidak terpadamkan oleh badai angin yang bagaimana pun kencangnya. Mengenai
cerita tentang kaca ini sebentar lagi akan dijumpai.
Kini ketahuilah bahwa pada diri
para Nabi alaihimussalam, alam khayal yang pekat di dunia bawah, menjadi kaca
pa misykat yang menampung cahaya-cahaya, menapisnya serta merupakan sarana
pendakian ke alam atas. Dengan ini dapat diketahui bahwa misal lahiriah adalah
sesuatu yang haqq dan bahwa di balik ini ada pula suatu rahasia. Ini dapat pula
Anda terapkan pada sinar, siang hari, dan sebagainya.
Ketika Rasulullah Saw, bersabda :
“Kulihat Abdurrahman bin-Auf masuk surga secara merangkak.” Janganlah Anda kira
bahwa beliau tidak menyaksikannya sungguh-sungguh dengan penglihatan mata.
Memang demikian itulah; bahkan beliau melihatnya dalam keadaan terjaga, seperti
yang dilihat oleh seseorang yang sedang tidur dalam mimpinya, kendati tubuh
Abdurrahman bin Auf – pada saat dia dilihat oleh Nabi Saw. ---- sedang dalam
keadaan tidur di rumahnya. Namun pengaruh tidur atas diri seseorang --- seperti
yang biasa disaksikan – hanyalah disebabkan ia dapat memaksakan kehendaknya atas
kekuatan indra orang itu sehingga tertutup baginya cahaya batin yang bersumber
dari Allah.
Adalah indra yang selalu
menyibukkan dan menerik manusia ke alam indriawi dan memalingkannya dari
alam gaib dan malakut. Sedangkan sebagian cahaya para nabi adakalanya menjadi
amat bening dan kuat sehingga tidak berhasil disibukkan dan ditarik oleh indra
ke alamnya (yakni, ke alam indriawi). Disebabkan hal itu, seorang Nabi dapat
menyaksikan dalam keadaan terjaga, apa yang dapat disaksikan oleh orang lain
dalam mimpinya. Lebih dari itu, bila ia berada pada tingkatan tertinggi
kesempurnaan, pencerapannya itu tidak hanya berlaku terhadap gambaran lahir
yang terlihat saja, tapi bahkan menembus masuk ke dalam rahasianya yang
tersembunyi.
Dengan demikian, tersingkaplah baginya bahwa
iman menarik manusia ke alam atas yang juga dinamakan “surga”, sedangkan
kekayaan harta benda menarik manusia ke kehidupan duniawi atau alam bawah.
Oleh sebab itu, bilamana daya tarik ke arah
kesibukan-kesibukan dunia seseorang lebih kuat, hal itu akan menghambat orang
tersebut dalam perjalanannya menuju surga. Namun, bilamana daya tarik iman pada
diri orang itu lebih kuat lagi, hal itu akan mengakibatkannya terus berjalan
menuju surga meskipun dengan agak sulit dan lambat. Keadaan seperti ini, di
alam indriawi, dimisalkan sebagai “merangkak”, seperti dalam sabda Nabi Saw,
tentang Abdurrahman bin Auf di atas.
Demikianlah, rahasia-rahasia akan
tersingkap dari balik kaca-kaca khayal. Hal seperti itu – tentang diri
Abdurrahman – tidak hanya berlaku atas diri Abdurrahman bin Auf, kendati
penyaksian Nabi Saw, pada saat itu hanya khusus berkenaan dengan dirinya.
Keadaan seperti ini berlaku pula atas siapa saja yang kuat kesadaran batinnya,
dan mantap imannya, di samping memiliki kekayaan harta benda yang besar yang
jumlahnya mampu mendesak dan menyaingi iman, tapi tidak mampu melawannnya,
disebabkan kuatnya pada diri orang itu.
Mudah-mudahan Anda kini telah memahami
bagaimana penglihatan para nabi terhadap bentuk lahiriah dan terhadap
makna-makna di balik bentuk itu. Pada galibnya, makna suatu benda muncul
terlebih dahulu sebelum penglihatan batiniah. Setelah itu ia masuk ke dalam ruh
khayali (ruh imajinatif) dan tercetak padanya dengan bentuk yang sesuai dan
mirip dengan benda tersebut.
Bagian wahyu seperti ini, yang muncul dalam
keadaan terjaga, memerlukan ta’wil (penafsiran) di balik istilah-istilah
lahiriahnya; sebagaimana pemunculannya di waktu tidur memerlukan ta’bir
(penafsiran tentang mimpi).
Perbandingan antara “wahyu” yang
terjadi di waktu tidur pada orang biasa dan yang terjadi pada diri mereka yang
beroleh kekhususan-kekhususan kenabian adalah satu banding empat puluh enam,
sedangkan yang terjadi di saat terjaga, perbandingannya lebih besar, yaitu
menurut perkiraanku satu banding tiga. Hal ini disebabkan tercakupnya
sifat-sifat kekhususan kenabian ini dalam tiap jenis; yang dibicarakan ini
termasuk salah satu di antaranya.
Silahkan Bagikan Artikel ini
Mohon Maaf, Kepada Semua Sahabat, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih.**** Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar(Cara Download) dibawah postingan. Apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada, kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.