بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
Terjemah Al-Washaya li Ibn al-‘Arabi
Wasiat – Wasiat Ibn ‘Arabi
Penerjemah : Irwan Kurniawan
8. WASIAT
IHWAL BERPEGANG KEPADA KALIMAT TAWHID
Tetaplah engkau berpegang pada
kalimat Islam, yaitu ucapan La ilaha illa Allah. Kalimat ini adalah zikir yang
paling utama lantaran mengandung tambahan ilmu. Rasulullah saw., bersabda : “Seutama-utamanya
ucapan dan ucapan para nabi sebelumku adalah kalimat La ilaha illa Allah.”
Kalimat itu menggabungkan penafian (al-nafy) dan penetapan (al-itsbat).
Pembagiannya pun terbatas. Tidak ada yang mengetahui kandungan kalimat ini
kecuali orang yang mengetahui timbangannya dan apa yang engkau timbang,
sebagaimana di ungkapkan dalam sebuah hadis yang kami sebutkan dalam
menunjukkan hal itu.
Ketahuilah bahwa kalimat itu
adalah kalimat tawhid. Tidak ada sesuatu pun yang menyamai tawhid. Sebab, kalau
ada sesuatu yang menyamainya, maka tawhid bukanlah satu dan pasti dua,
dan seterusnya. Yang dapat ditimbang adalah yang sama dan sebanding, dan juga
yang sama, meski tidak sebanding.
Kebanyakan ulama berpendapat bahwa syirk –
lawan dari tawhid – tidak ada pada diri seorang hamba yang memiliki tawhid.
Sebab, ada dua jenis manusia, entah ia seorang Musyrik atau Muwahhid (ahli
tawhid). Tawhid hanya bisa menimbang syirk, dan keduanya tidak berkumpul di
dalam satu sisi timbangan. Kalimat ini tidak dapat masuk dalam timbangan,
sebagaimana diungkapkan di dalam sebuah hadis. Bagi orang yang memahami dan
mengujinya, haids ini hadis sahih dan berasal dari Allah. Allah SWT berfirman :
“Sekiranya tujuh langit dan tujuh bumi yang diciptakan oleh zat selain diri-Ku
diletakkan pada sisi timbangan yang satu dan La ilaha illa Allah diletakkan
pada sisi timbangan yang lain, maka La ilaha illa Allah akan
mengalahkannya, yakni lebih berat darinya.” Dan hanya menyebutkan langit dan
bumi, karena timbangan tidak memiliki tempat kecuali di bawah lingkup orbit
planet-planet yang tetap beredar di sidrah al muntaha, yang menjadi tempat
terakhirnya segenap amal perbuatan hamba Allah. Amal-amal perbuatan ini
diletakkan dalam timbangan.
Timbagan itu tidak melampaui tempat yang tidak mungkin
dilewati segenap amal perbuatan itu sendiri. Kemudian Dia berfirman : “Dan yang
diciptakan oleh zat selain diri-Ku.” Padahal tidak ada satu zat pun yang
menciptakannya selain Allah. Maka, yang dikabarkan itu cukup dilakukan dengan
isyarat. Dalam ungkapan umum di kalangan para ulama ar-rasum, zat yang
dimaksudkan ialah yang disekutukan dengan yang lain, yang dikukuhkan orang
musyrik. Kalau Allah memiliki sekutu dalam penciptaan, niscara La ilaha illa
Allah pasti mengalahkannya dalam hal timbangan, karena La ilaha illa Allah
lebih kuat dari segala sesuatu. Hal itu disebabkan orang musyrik mengutamakan
Allah atas apa yang dijadikan sekutu bagi-Nya.
Maka Allah berfirman tentang
mereka : “Mereka berkata, ‘Kami tidak menyembah mereka melainkan agar mereka
mendekatkan kami kepada Allah lebih dekat lagi.” (QS. Az-Zumar : 39:3). Apabila
diangkat timbangan wujud, dan bukan timbangan tawhid, maka La ilaha illa Allah
masuk ke dalam timbangannya. Sedikit demi sedikit tawhid orang-orang Musyrik
pun masuk ke dalam tawhid keagungan, maka La illaha illa Allah menyucikan dan
mengalahkannya. Karena jika penciptanya bukan selain Allah, maka kalimat itu,
yakni La ilaha illa Allah, tidak akan dapt mengalahkan timbangannya.
Ringkasnya, Dia adalah Allah.
Maka, ke mana ia akan cenderung? Ia hanya akan
cenderung pada salah satu dari dua sisi timbangan. Adapaun bagi pemilik catatan
(sijjil), maka sisi timbangan itu tidak akan miring kecuali dengan kartu
catatan (al-bithaqah), karena yang memegang sisi timbangana itu adalah
timbangan itu sendiri disebabkan oleh LA ilaha Illa Allah dilafalkan oleh
orang-orang yang mengucapkannya dan malaikat pun menuliskannya. Itulah La ilaha
illa Allah yang ditulis dan diciptakan di dalam ucapan (nuthq). Kalau kalimat
itu diletakkan pada setiap orang, maka ia tidak masuk neraka karena
melafalkannya. Allah hanya menginginkan agar yang menidami tempat pemberhentian
(ahl al-muwaqif) mengetahui keutamaannya atas pemilik catatan (shahib
al-sijjilat). Tapi ia tidak akan melihat dan mendapatkannya kecuali setelah
masuknya orang yang Allah kehendaki dari penganut tawhid ke dalam neraka. Jika
seorang penganur tawhid tidak diam di tempat pemberhentian, maka Allah
menakdirkannya masuk neraka. Setelah itu ia dikeluarkan dengan syafaat atau
pertolongan Ilahi ketika didatangkan pemilik catatan. Tidak diam di tempat
pemberhentian itu kecuali orang yang masuk surga dari kalangan orang yang tidak
bernasib masuk ke dalam neraka. Ia adalah orang terakhir di antara makhluk yang
ditimbang, karena la- ilaha illa Allah memiliki permulaan dan penutup.
Kadang-kadang permulaannya menjadi penutup, seperti para pemilik catatan.
Kemudian ketahuilah bahwa Allah
tidak meletakkan dalam keumuman kecuali sesuatu yang paling utama, paling umum
manfaatnya dan paling berat timbangannya. Hal itu karena ada banyak kontradiksi
yang menjadi lawannya. Dalam menempatkan sesuatu di dalam keumuman itu harus
ada kekuatan yang melawan setiap kontradiksi. Ini tidak dapat dipahami oleh
setiap wali Allah, kecuali para nabi yang menetapkan syariat kepada manusia.
Tidak diragukan lagi bahwa Rasulullah saw., bersabda : “Seutama-utama ucapanku
dan ucapan para nabi sebelumku adalah la ilaha illa Allah.” Beliau mengatakan
apa yang menunjukkan pada keutamaan orang yang mengharapkan kekhususan dari
zikir dari kalimat Allah adalah Allah atau Dia adalah Dia. Dan tidak diragukan
lagi bahwa, dari sejumlah ucapan, la ilaha illa Allah adalah yang lebih utama
bagi orang-orang yang mengenal Allah.
Engkau, wahai wali Allah, harus
melantunkan zikir terus menerus di tengah-tengah orang banyak, sebab zikir yang
lebih kuat memiliki cahaya yang sangat terang dan tempat yang sangat dekat.
Tidak ada yang bisa merasakan hal itu kecuali orang yang membiasakan diri dan
mengamalkannya sehingga menguasainya. Allah meluaskan rahmat-Nya hanya untuk
mencakup dan menggapai apa yang di harapkan. Seseorang hanya menuntun
keselamatan, kendati ia tidak mengetahui jalannya. Orang yang mengingkari
zat-Nya dengan la illa berarti mengukuhkan eksistensinya dengan illa Allah.
Engkau mengingkari dirimu sendiri secara hukum, bukan secara ilmu, dan engkau
menyebabkan eksistensi Al-Haqq secara hukum dan ilmu. Tuhanlah yang memiliki
seluruh nama, dan hanya Zat Mahaesa saja yang disebut Allah. Pencipta langit
dan bumi, yang di dalam kekuasan-Nya berada timbangan naik dan turun. Engkau
harus membiasakan diri melantunkan zikir ini, yang dengannya Allah
menghubungkan kebahagiaan dengan pengetahuan tentang-Nya.
Silahkan Bagikan Artikel ini
Mohon Maaf, Kepada Semua Sahabat, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih.**** Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar(Cara Download) dibawah postingan. Apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada, kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.