بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
Misykat Al-Anwar
Allah Adalah Cahaya Langit dan Bumi
Berbagai Keadaan Kaum ‘Arifin yang
Mencari Langit Hakikat
Kaum ‘arifin,
setelah mi’raj (pendakian) ke langit hakikat, bersepakat bahwa mereka tak
melihat dalam wujud ini kecuali Yang Mahatunggal lagi Mahabesar. Namun, di
antara mereka ada yang mengalami keadaan ini secara ma’rifat dan ilmu, ada pula
yang meraihnya dengan dzuq (cita rasa batiniah) dan hal (suatu keadaan luar
biasa yang meliputi diri seseorang). Pada saat seperti itu, kemajemukan lenyap
sama sekali dari mereka dan tenggelamlah mereka dalam ketunggalan yang murni
(al-fardaniyyah al-mahdhah), terpesona dalam keindahannya, kehilangan kesadaran
diri sehingga tidak lagi tertingga pada diri mereka kemampuan untuk mengingat
sesuatu selain Allah, bahkan tidak pula untuk diri mereka sendiri. Dengan
demikian, tiada lagi sesuatu dalam pikiran atau diri mereka selain Allah.
Mereka pun menjadi “mabuk kepayang” dan hilang pula kekuasaan akal mereka
karenanya. Sehingga ada di antara mereka yang – pada saat-saat seperti ini ---
pernah berkata “Akulah Al-Haqq”. Yang lainnya berkata : “Mahasuci Aku! Alangkah
agungnya keadaan-Ku!” atau : “Tiada sesuatu di balik jubah ini selain Allah
...... !
Ucapan-ucapan para
‘asyiq (orang-orang yang diliputi keasyikan atau kecintaan dan kerinduan)
seperti ini, di saat-saat kemabukan, seharusnya disembunyikan dan jangan
diceritakan. Sebab mereka sendiri ketika telah mulai sembuh dari keadaan mabuk
itu dan telah kembali pula kekuasaan akal yang merupakan mizan (neraca)
Allah di atas bum-Nya, sadarlah mereka bahwa itu bukanlah ittihad (keadaan
menyatu) yang sebenarnya dengan Allah, tapi hanya menyerupai ittihad
sebagaimana yang disenandungkan si ‘asyiq dalam keadaan kesyikan yang amat sangat
:
Akulah dia yang
kucintai
Dia yang kucintai
adalah aku,
Kami adalah dua ruh,
Bersemayam dalam
raga yang satu .....
Ibarat orang yang
belum pernah melihat cermin, lalu tiba-tiba dikejutkan oleh sebuah cermin
dan melihat gambar dirinya di sana. Dikiranya bahwa gambar yang dilihatnya pada
cermin itu adalah gambar cermin yang telah menyatu dengan gambar dirinya
sendiri.
Atau, seseorang
melihat minuman anggur dalam sebuah gelas, lalu mengira bahwa anggur itu bukan
anggur, tapi itu hanya warna si gelas. Jika kelak keadaan itu sudah menjadi
terbaisa baginya dan kuat pula pengetahuannya, barulah ia akan menyadari
keadaan sebenarnya,s ebagai mana dalam untaian syair ini :
Gelas bening dan
anggur nan murni.
Keduanya serupa
bercampur menyatu.
Seakan anggur tanpa
gelas,
Atau gelas tanpa
anggur.
Tentunya berbeda
anmtara dua ucapan : “Anggur ini adalah gelas” dengan “Anggur itu seakan-akan
gelas”, seperti yang diucapkan oleh penyair.
Keadaan ini, bila
telah memuncak, dan dikaitkan dengan orang yang dikuasai seperti itu, disebut
“fana” (luluh, lenyap), bahkan ada kalanya disebut “fana-nya kefanaan”. Sebab
orang tersebut telah fana dari dirinya, bahkan fana dari kefanaannya. Ia kini
tidak menyadari bahwa dirinya dalam keadaan itu dan tidak menyadari pula
“ketidaksadarannya akan keadaa dirinya itu”. Sekiranya ia menyadari
ketidaksadarannya itu, tentunya ia (telah) menyadari keadaan dirinya.
Keadaan seperti ini
– dalam kaitannya dengan orang yang tenggelam di
dalamnya -- dalam bahasa majaz dinamakan ittihad, dan dalam bahasa
hakikat dinamakan tauhid.
Namun di balik
segala hakikat ini masih amat banyak rahasia yang tak seyogyanya kita arungi.
Kembali Ke Bab satu
Silahkan Bagikan Artikel ini
Mohon Maaf, Atas Ketidak Nyamanannya, Dengan adanya Shortener Di Link Download. Mohon Keridhoannya. Terima Kasih. Apabila kesulitan Download Silahkan buka/klik gambar (Cara Download) dibawah postingan. apabila masih kesulitan, silahkan copy paste link download yang ada kebrowser anda.*** Apabila ada link Download yg rusak/mati, mohon beritahu kami lewat komentar dibawah ini.
Related Posts :